ARSIP BULANAN : January 2016

Fungsi Pajak

04 January 2016 14:38:06 Dibaca : 1478

Ada beberapa fungsi pajak yaitu:

• Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
• Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
• Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
• Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

DEFINISI DAN UNSUR PAJAK
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

FUNGSI PAJAK
1. Sebagai budgetair, merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Sebagai pengatur (regulerend), merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
3. Sebagai pemerata, merupakan alat untuk meratakan kesenjangan sosial disetiap daerah dan antar individual, pembangunan daerah.

PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak pertambahan nilai.
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contoh : pajak penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak pertambahan nilai dan pajak penjualanan atas barang mewah.
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiaya rumah tangga negara. Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiaya rumah tangga daerah. Contoh :
- Pajak propinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
- Pajak kabupaten / kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan.

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. Stelsel pajak
a. Stelsel nyata (real stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalanan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas pemungutan pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya sendiri tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
3. Sistem pemungutan pajak
a. Official assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak :
Ciri-cirinya :
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
- Wajib pajak bersifat pasif
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b. Self assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
- Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
- Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c. With holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif melliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak)

TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak L
1. Tarif sebanding /proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : Untuk penyerahan barang kena pajak akan dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10%
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh : Besarnya tarif bea materai untuk cek dan byliet giro dengan nilai nominal di atas 1 juta adalah Rp 6.000,-
3. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : pasal 17 UU PPh tahun 2000
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

 

kewajiban pembukuan/pencatatan dan pemeriksaan

04 January 2016 14:36:36 Dibaca : 1633

Kewajiban Pembukuan/Pencatatan dan Pemeriksaan


Pembukuan dalam perpajakan dimaksudkan untuk mempermudah pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), penghitungan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan Penghitungan PPN dan PPnBM, yang pada dasarnya untuk mengetahui posisi keuangan. SPT sendiri merupakan sarana bagi Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan semua kegiatan usahanya dalam periode tertentu. SPT yang dihasilkan merupakan alat bantu komunikasi antara fiskus dan WP.
SPT juga merupakan obyek pemeriksan pajak sehingga sebaiknya tidak menyajikan informasi-informasi yang salah, yang dapat merugikan baik dari pihak fiskus ataupun pihak wajib pajak. Wajib Pajak yang melakukan pembukuan, diminta untuk melampirkan SPT tahunan PPh WP Badan sedangkan bagi WP orang pribadi, hanya yang diwajibkan dalam Undang-Undang saja yang wajib melakukan pembukuan. Bagi WP orang pribadi yang tidak melakukan pembukuan, wajib melakukan pencatatan dengan melampirkan Daftar/Perhitungan Penghasilan Bruto pada SPT tahunan PPh WP Orang Pribadi (WPOP).
Pembukuan dan pencatatan yang terorganisir dapat membantu Wajib Pajak dalam menyusun laporan keuangan dan mengisi SPT serta dapat membantu pertanggungjawaban WP jika terjadi pemeriksaan dan penyidikan pajak yang dilakukan oleh pihak fiskus.

PEMBUKUAN & PENCATATAN
Pengertian pembukuan menurut pajak berbeda dengan pengertian menurut akuntansi. Jika dalam perpajakan, Pembukuan diartikan sebagai ”Proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang atau Jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir” sesuai dengan Undang-Undang No.16 tahun 2000. Sedangkan menurut akuntansi, Pembukuan adalah ”kegiatan mengumpulkan, mencatat, meringkas data transaksi keuangan ke dalam buku atau catatan yang telah disediakan serta pengendalian proses akuntansi melalui prinsip pengendalian internal, pengukuran nilai transaksi ke dalam nilai moneter berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan penyajian hasil transaksi keuangan menjadi suatu informasi keuangan yang berguna bagi pengambil keputusan.
Yang wajib melakukan pembukuan sesuai Undang-Undang yang berlaku, UU KUP pasal 28 ayat 1 adalah Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kriteria kesiapan wajib pajak dalam melakukan pembukuan diukur dari jumlah peredaran usahanya. Karena peredaran usaha ini menunjukkan skala aktivitas perusahaan yang dianggap merupakan ukuran yang paling dapat diterima untuk menentukan kesiapan Wajib pajak tersebut dalam melakukan pembukuan.
II. 1. SYARAT-SYARAT PEMBUKUAN
Adapun syarat-syarat pembukuan adalah sebagai berikut:
1. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang dijinkan oleh Menteri Keuangan;
2. Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak;
3. Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat asas yaitu menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual;
4. Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan keabsahannya;
5. Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan, jadi data-data yang ada sebaiknya disimpan selama 10 tahun;
6. Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap akhir tahun pajak.
Sesuai dengan Pasal 28 ayat 3 UU KUP, pembukuan atau pencatatan harus dibuat dengan itikad baik dan harus mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya. Pembukuan yang benar memenuhi kriteria yaitu, betul, bebas dari kesalahan, sesuai dengan keadaan sebenarnya dan dapat diandalkan.
Wajib pajak dapat membuat pembukuannya dalam bahasa asing atau mata uang selain rupiah, diantaranya adalah wajib pajak yang tergolong:
§ Dalam rangka penanaman modal asing;
§ Dalam rangka kontrak karya pertambangan;
§ Dalam rangka kontrak bagi hasil pertambangan/ pengeboran;
§ Yang berafiliasi dengan perusahaan induk di Luar Negeri;
§ Badan Usaha Tetap (BUT).
Syarat-syarat bagi wajib Pajak diatas dalam melakukan pembukuan adalalah :
• Menggunakan bahasa asing dan mata uang asing yang digunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
• Bila ingin merubah atau menyajikan yang berbeda dari ketentuan diatas maka harus meminta ijin dari Menteri Keuangan.

PENCATATAN
Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pencatatan wajib dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran usaha kurang dari Rp. 600.000.000 setahun diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma dan Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pencatatan sebaiknya dilakukan dalam satu tahun pajak yang meliputi 12 bulan. Keinginan wajib pajak dalam menyelenggarakan pencatatan wajib dilaporkan ke Dirjen Pajak.
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
Yang dimaksud dengan norma penghitungan ini adalah pedoman untuk menentukan penghasilan neto wajib pajak karena wajib pajak tersebut tidak dapat melakukan pembukuan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto usahanya dalam setahun kurang dari 600 juta;
2. Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dan tahun buku;
3. Menyelenggarakan pencatatan terhadap setiap jenis penghasilan netonya wajib pajak.
Bila wajib pajak tidak menyampaikan atau meberitahukan pilihannya, maka wajib pajak tersebut dianggap melakukan pembukuan.
Beberapa Wajib Pajak Badan sesuai dengan jenis usahanya akan menyajikan Norma Penghitungan Khusus yaitu bagi Perusahaan seperti berikut ini:
1. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional.
2. Perusahaan asuransi luar negeri.
3. Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi.
4. Perusahaan dagang asing.
5. Perusahaan yang melakukan investasi dengan pola bangun-guna-serah (build-operate-transfer).
PEMERIKSAAN PAJAK

Menurut Pasal 1 angka 25 UU KUP pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proforsional berdasarkan standar pemeriksaan.
TUJUAN PEMERIKSAAN
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN PAJAK
1. Pemeriksa lapangan yt. Pemeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerja bebas, tempat tinggal WP atau tempat lain yang ditentukan oleh DJP
2. Pemeriksaan kantor yt. Pemeriksaan yang dilakukan di kantor DJP
3. Pemeriksa pajak yt. PNS dilingkungan DJP atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur JP yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.
4. Tanda Pengenal pemeriksa pajak
5. Surat Perintah pemeriksaan pajak
6. Pembukuan,
7. Data,
8. penyegelan,
9. Surat perintah hasil pemeriksaan
10. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan
11. Tim Pembahas
12. Kertas kerja pemeriksaan
13. Penghasilan kena pajak tidak dapat dihitung
14. Laporan hasil pemeriksaan
15. Pemeriksaan ulang
16. Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan
17. Kuesioner dan pemeriksaan bukti permulaan.

SANKSI
Dalam prakteknya, tidak semua wajib pajak melakukan pembukuan atau pencatatn sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang pajak Indonesia. Jika terjadi pemeriksaan atau penyidikan dan wajib pajak tidak dapat menunjukkan pembukuan atau pencatatan yang dilakukan maka sanksi yang dapat diberikan terbagi menjadi dua yaitu:
1. Sanksi Administratif.
 Mewajibkan sistem Norma Penghitungan dengan penerapan tarif tertentu tanpa melihat kembali apakah wajib pajak tersebut rugi atau untung;
 Memberikan sanksi bunga 2% per bulan kepada Wajib Pajak jika terdapat pajak yang tidak atau kurang bayar.
 Menyetor kembali PPN dan PPnBM terutang atau kurang bayar akibat kompensasi yang seharusnya tidak mendapat kompensasi tarif 0% ditambah kenaikan 100% dari jumlah yang kurang dibayar.
2. Sanksi Pidana
§ Jika wajib pajak atau PKP terbukti tidak melakukan pembukuan atau pencatatan atau melakukan pemalsuan pencatatan atau pembukuan maka dapat diancam sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
DEFINISI
§ Berdasarkan UU no. 19 th 2000, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, atau menjual barang yang telah disita.
§ Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban WP menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
§ Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran untuk seluruh jenis pajak termasuk biaya penagihan. Penagihan ini dilakukan dalam hal:
a) Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya ataupun berniat untuk itu
b) Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan ataupun pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia
c) Terdapat tanda tanda penanggung pajak melakukan pembubaran usaha, mengembangkan usaha, pindah tangan dan perubahan bentuk lainnya
d) Badan usaha akan dibubarkan negara
e) Terjadi penyitaan atas barang barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda tanda kepailitan
(UU no. 16 th 200 ada 3 syarat, namun UU No 19 Th 2000 terbaru mengajukan lima syarat)

1. DASAR PENAGIHAN
§ Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, Putusan Banding. Jangka waktu penagihan pajak umumnya adalah satu bulan setelah diterbitkan dolumen diatas yang merupakan dasar penagihan pajak dilakukan.
§ Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak kemudian apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam perhitungan pajak terutang tersebut maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan. Dalam hal tagihan pajak tersebut tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan surat paksa.
2. BUNGA PENAGIHAN
§ Apabila wajib pajak kurang/ tidak membayar tagihan pada waktunya, mengangsur atau menunda pembayaran, maka dikenakan bunga sebesar 2% perbulan
3. PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
§ Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak
§ Penagihan pajak oleh dirjen pajak dilakukan dengan penerbitan surat paksa apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis (SKPKB, SKPKBT, STP)
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus atau
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam persetujuang angsuran atau penundaan pembayaran pajak
d. Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat nama wajib pajak, dasar penagihan, besarnya utang pajak, perintah untuk membayar
§ Jika WP tetap tidak mau membayar pajaknya setelah dikeluarkan Surat Paksa, maka akan dikeluarkan SPMP (surat perintah melakukan penyitaan) dalam waktu 2x24 jam

 

sistem administrasi perpajakan

04 January 2016 14:35:06 Dibaca : 751

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

1. Definisi dan Unsur Pajak
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Unsur pajak
a. Iuran dari Rakyat kepada Negara
b. Pemungutannya Berdasarkan Undang-undang
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara

2. Fungsi Pajak
Ada beberapa fungsi pajak yaitu:
• Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
• Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
• Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
• Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :
• Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak diibaratkan sebagai seuatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
• Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan (Misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayarkan.
• Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
 Unsur objektif yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
 Unsur subjektif yaitu memperlihatkan besarnya kebutuhan materil harus dipenuhi.
• Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
• Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dan rumah tangga mayarakat untuk rumah tanggan negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

4. Kedudukan Hukum Pajak
a. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
b. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Rinciannya:
 Hukum Tata Negara
 Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara)
 Hukum Pajak
 Hukum Pidana
Prof.P.J.A Adriani : Bahwa Hukum Pajak merupakan ilmu pengetahuan Sendiri yang terlepas dari Hukum Administrasi Negara dengan alasan:
a. Tugas Hukum Pajak bersifat berbeda dengan Hukum Administrasi Negara
b. Hukum Pajak berkaitan erat dengan Hukum Perdata
c. Hukum Pajak dapat secara langsung digunakan sebagai politik perekonomian
d. Hukum Pajak memiliki ketentuan dan istilah-istilah yang khas untuk bidang tugasnya
Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formal.
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
1) Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain: keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenai pajak (subjek pajak), berapa besar tarif, timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan WP. Contoh: UU PPh
2) Hukum Pajak formal, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat:
 tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
 hak-hak fiskus
 kewajiban WP
5. Pengelompokan Pajak
1) Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak pertambahan nilai.
2) Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contoh : pajak penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak pertambahan nilai dan pajak penjualanan atas barang mewah.
3) Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiaya rumah tangga negara. Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiaya rumah tangga daerah. Contoh :
 Pajak propinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
 Pajak kabupaten / kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan.

6. Tata-tata Cara Pemungutan Pajak
1) Stelsel pajak
a. Stelsel nyata (real stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalanan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2) Asas pemungutan pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya sendiri tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
3) Sistem pemungutan pajak
a. Official assessment system Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak :
Ciri-cirinya :
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
 Wajib pajak bersifat pasif
 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b. Self assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
 Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
 Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c. With holding system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

7. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
8. Hambatan Pemungutan Pajak
1) Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
 Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
 Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif melliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
 Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
 Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak.
9. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak L
1) Tarif sebanding /proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.Contoh : Untuk penyerahan barang kena pajak akan dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10%
2) Tarif tetap
Tarif berupa jumlah tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif bea materai untuk cek dan byliet giro dengan nilai nominal di atas 1 juta adalah Rp 6.000,-
3) Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : pasal 17 UU PPh tahun 2000
4) Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Materi Pembentukan Persekutuan

04 January 2016 14:32:34 Dibaca : 8911

PEMBENTUKAN PERSEKUTUAN
A. Pengertian persekutuan (Patnership) :
Menurut Suparwoto (1997, hal 1) persekutuan dapat didefinisikan sebagai suatu gabungan atau asosiasi dari dua individu atau lebih untuk memiliki dan menyelenggarakan suatu usaha secara bersama dengan tujuan untuk memperoleh laba. Persekutuan dapat didirikan oleh baik oleh dua orang atau lebih yang semuanya mempunyai usaha atau pun belum memiliki usaha. Firma merupakan salah satu bentuk dari persekutuan dan pendiri-pendirinya merupakan pemilik dari firma tersebut yang disebut dengan anggota-anggota atau sekutu-sekutu firma.
Tujuaan pendirian persekutuan biasanya adalah untuk memperluas usaha dan menambah modal agar lebih dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain serta meningkatkan laba.
Perbedaan Perseroan Terbatas (PT) dengan persekutuan antara lain:
1. umur persekutuan terbatas dan secara hukum dinyatakan bubar jika ada perubahan dalam komposisi sekutu atau anggota, tetapi secara ekonomis dapat terus beroperasi untuk melanjutkan usahanya tanpa perlu dilikuidasi, sedangkan umur suatu perseroaan terbatas dianggap tidak terbatas meskipun perubahan komposisi pemilikan perusahaan tidak mengakibatkan berakhirnya umur perseroan.
2. Perijinan pendirian persekutuan lebih mudah dibandingkan dengan pendirian Perseroan Terbatas yang membutuhkan prosedur yang lebih sulit dan lama.
3. Tanggungjawab setiap anggota persekutuan dalam bentuk Firma tidak terbatas bahkan sampai harta milik pribadinya, sedangkan kewajiban pemegang saham hanya terbatas sampai sebesar modal yang ditanamkan atau yang diinvestasikan.
4. Masing-masing anggota persekutuan dalam firma terlibat aktif dalam pengelolaan firma secara langsung, sedangkan pemegang saham bisa tidak aktif dalam pengelolaan perseroan. Mereka memilih dewan direksi untuk melaksanakan pengelolaan perseroan.
Perusahaan dengan bentuk persekutuan dapat dijumpai pada berbagai jenis perusahaan seperti perusahaan penerbitan, perusahaan perdagangan, perusahaan jasa.
1. Ada beberapa kepada kreditur dan persekutuan tersebut tidak mampu untuk membayarnya, maka kreditur tersebut berhak menagihnya kepada anggota-anggota persekutuan sampai harta milik pribadinya.
2. Memiliki hak di dalam persekutuan (ownership of onterest in a Parnership), artinya bahwa kekayaan masing-masing anggota yang telah ditanamkan dalam bersekutuan merupakan kekayaan bersama dan tidak bisa dipisah-pisahkan secara jelas.
3. Pengambilan bagian keuntungan persekutuan (Participating in Partnership Profit), artinya laba atau rugi sebagai hasil operasi persekutuan akan dibagikan kepada setiap anggota persekutuan berdasarkan partisipasi atau aktivitas masing-masing anggota didalam persekutuan. Apabila ada anggota yang aktif dalam persekutuan, maka anggota tersebut berhak atas bagian laba yang lebih besar daripada anggota yang lain meskipun modal yang ditanamkannya lebih kecil sesuai dengan perjanjian.
Dalam pendirian suatu persekutuan, biasanya dibuat suatu kesepakatan atau perjanjian yang tertuang dalam akta pendirian yang berikut tentang:
1. Nama dan alamat persekutuan
2. Jenis usaha persekutuan
3. Hak dan kewajiban masing-masing anggota
4. Jumlah modal yang ditanamkan pertama kali oleh masing-masing anggota
5. Perjanjian pembagian laba/rugi
6. Syarat-syarat pengambilan modal / prive / penarikan kembali modal dan penambahan modal
7. Prosedur penerimaan anggota baru persekutuan
8. Prosedur keluarnya anggota persekutuan
9. Prosedur pembentukan Perseroan Terbatas dari persekutuan tersebut
10. Prosedur likuidasi
11. Uraian lainnya yang dianggap penting dan membutuhkan penjelasan lebih rinci
Akuntansi pendirian persekutuan berbentuk Firma
Firma biasanya didirikan oleh beberapa anggota untuk berusaha bersama-sama guna mencapai suatu tujuan tertentu. Masing-masing anggota yang mendirikan firma dapat terdiri dari beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1. Firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya belum mempunyai usaha (semua anggota baru)
2. Firma didirikan oleh anggota yang sudah memiliki usaha sebelumnya dan anggota yang belum memiliki usaha

Firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya belum memiliki usaha
Jika firma didirikan oleh sekutu-sekutu yang semuanya belum memiliki usaha, maka setoran-setoran langsung dicatat dalam buku firma yang baru. Jika setoran-setoran meliputi aktiva non-kas, maka aktiva non-kas tersebut terlebih dahulu dinilai menurut harga pasar atau nilai wajarnya. Apabila nilai wajarnya atau harga pasarnya tidak dapat ditentukan maka aktiva non-kas tersebut dinilai menurut perjanjian sekutu-sekutu firma tersebut.
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai prosedur akuntansi pendirian firma yang didirikan oleh semua sekutu yang belum memiliki usaha, maka berikut ini diberikan contoh:
Pada tanggal 1 Januari 2001, Tuan Lang, Nona Ling, dan Tuan Lung sepakat untuk mendirikan firma Lang Ling Lung. Berikut ini adalah setoran modal masing-masing anggota:
Tuan Lang Tuan Ling Tuan Lung
Kas 100.000.000 25.000.000
Persediaan 80.000.000 40.000.000
Perlengkapan 15.000.000 5.000.000 5.000.000
Peralatan 35.000.000 65.000.000 30.000.000
Diminta: buat jurnal dalam buku firma Lang Ling Lung dan susun Neraca Firma per 1 Januari 2001.
Penyelesaian:
Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat transaksi penyetoran modal masing-masing anggota adalah sebagai berikut:
1) Kas 100.000.000
Perlengkapan 15.000.000
Peralatan 35.000.000
Modal Tuan Lang 150.000.000
2) Persediaan 80.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 65.000.000
Modal Tuan Ling 100.000.000
3) Kas 25.000.000
Persediaan 40.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 30.000.000
Modal Tuan Lung 100.000.000
Setelah semua jurnal diposting kebuku besar maka dapat disusun neraca awal Firma sebagai berikut:
Firma Lang Ling Lung
Neraca Awal
Per 1 Januari 2001
Kas 125.000.000
Persediaan 120.000.000 Modal Lang 150.000.000
Perlengkapan 25.000.000 Modal Ling 150.000.000
Peralatan 130.000.000 Modal Lung 100.000.000
Total Aktiva 400.000.000 Total Pasiva 400.000.000

Firma didirikan oleh sekutu yang sudah memiliki usaha dan sekutu yang sebelumnya belum memikiki usaha.
Apabila firma didirikan oleh sekutu yang telah memiliki usaha dan sekutu yang sebelumnya belum memiliki usaha, maka prosedur akuntansinya adalah sebagai berikut:
1) Mengadakan penilaian kembali aktiva atau kekayaan milik sekutu yang sudah memiliki usaha.
2) Mencatat setoran dari sekutu yang sebelumnya belum memiliki usaha.
3) Menyusun neraca awal firma.
Karena adanya sekutu pendiri firma yang sebelumnya telah memiliki usaha, maka ada dua metode akuntansi yang sudah dapat digunakan untuk mencatat pendirian firma yaitu:
1) Melanjutkan buku perusahaan lama.
2) Membuka buku baru tersendiri.
Ad 1) Melanjutkan buku perusahaan lama.
Apabila persekutuan yang dibentuk melanjutkan pembukuan salah satu sekutunya, maka semua perkiraan sementara ditutup dan dilakukan penyesuaian kembali terhadap posisi keuangan agar dapat menyusun laporan keuangan pada saat dibentuknya persekutuan.
Contoh :
Pada tanggal 31 Desember 2002, A, B, D dan I bersepakat untuk mendirikan firma yang bergerak dibidang perdagangan handphone. A adalah sekutu yang sebelumnya telah memiliki usaha sedangkan sekutu lainnya belum memiliki usaha. Neraca PD A yang disusun sesaat sebelum firma didirikan mempunyai posisi keuangan sebagai berikut:
PD A
Neraca
Per 31 Des 2002
Kas 35.000.000 Hutang Usaha 30.000.000
Piutang Usaha 15.000.000 Wesel Bayar 50.000.000
Persediaan 40.000.000 Modal A 70.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 55.000.000
Total Aktiva 150.000.000 Total Pasiva 150.000.000

Sedangkan sekutu-sekutu yang lainnya menyetorkan harta sebagai berikut :
B D I
Kas 100.000.000 25.000.000
Persediaan 80.000.000 40.000.000
Perlengkapan 15.000.000 5.000.000 5.000.000
Peralatan 35.000.000 65.000.000 30.000.000
Setelah keempat sekutu pendiri firma tersebut bersepakat untuk mendirikan firma maka mereka mengadakan perjanjian sebagai berikut:
1. Uang kas yang ada pada PD. A seluruhnya diambil oleh A
2. Persediaan barang dagangan A dinilai kembali menjadi 45.000.000.
3. Wesel Bayar A akan dilunasi sendiri oleh A.
4. Peralatan milik A dinilai kembali dan diturunkan nilainya sebesar 10.000.000
5. Diberikan goodwill untuk A sebesar 20.000.000
6. Setoran dari sekutu lainnya telah sesuai dengan nilai pasarnya dan disepakati oleh para sekutu.
7. Firma yang didirikan diberi nama Firma ABDI.
Diminta:
1) Buat jurnal yang diperlukan apabila pencatatannya menggunakan metode melanjutkan buku lama yaitu melanjutkan pembukuan A.
2) Susun neraca awal firma ABDI per 31 Desember 2002.

Penyelesaian:
Ad. 1) Prosedur pencatatan dalam firma ABDI yang baru dibentuk apabila melanjutkan buku PD A adalah sebagai berikut :
a) Mencatat penilaian kembali aktiva PD A dengan membuat jurnal sebagai berikut:
Persediaan Barang Dagang 5.000.000
Wesel Bayar 50.000.000
Goodwill 20.000.000
Peralatan 10.000.000
Kas 35.000.000
Modal A 30.000.000
b) Mencatat Setoran Tuan B
Kas 100.000.000
Perlengkapan 15.000.000
Peralatan 35.000.000
Modal Tuan B 150.000.000
c) Mencatat Setoran Tuan D
Persediaan 80.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 65.000.000
Modal Tuan D 150.000.000
d) Mencatat Setoran Nyonya I
Kas 25.000.000
Persediaan 40.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 30.000.000
Modal Nyonya I 100.000.000
Ad. 2) Neraca firma ABDI yang disusun sesaat setelah firma didirikan adalah sebagai berikut:
Firma ABDI
Neraca
Per 31 Des 2002
Kas 125.000.000 Hutang Usaha 30.000.000
Piutang Usaha 15.000.000 Modal A 100.000.000
Persediaan 165.000.000 Modal B 150.000.000
Perlengkapan 30.000.000 Modal D 150.000.000
Peralatan 175.000.000 Modal I 100.000.000
Goodwill 20.000.000
Total Aktiva 530.000.000 Total Pasiva 530.000.000
Ad 2) Membuka buku baru tersendiri

Dari contoh diatas, apabila Firma ABDI membuka buku baru tersendiri maka prosedur akuntansi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Melakukan penyesuaian dalam buku PD A sesuai dengan perjanjian dengan membuat jurnal sebagai berikut:

Persediaan Barang Dagang 5.000.000
Wesel Bayar 50.000.000
Goodwill 20.000.000
Peralatan 10.000.000
Kas 35.000.000
Modal A 30.000.000
b) Melakukan penutupan buku rekening-rekening milik Tuan A yaitu dengan membuat jurnal dalam buku PD A sebagai berikut:
Hutang Usaha 30.000.000
Modal Tuan A 80.000.000
Piutang Usaha 15.000.000
Persediaan 45.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 45.000.000
c) Mencatat penyetoran dari Tuan A dalam buku firma dengan membuat jurnal sebagai berikut:
Piutang Dagang 15.000.000
Persediaan BD 45.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 45.000.000
Goodwill 20.000.000
Hutang Dagang 30.000.000
Modal A 100.000.000
d) Mencatat Setoran dari Tuan B dalam buku firma dengan membuat jurnal sebagai berikut:
Kas 100.000.000
Perlengkapan 15.000.000
Peralatan 35.000.000
Modal B 150.000.000
e) Mencatat Setoran dari Tuan D dalam buku firma dengan membuat jurnal sbb:
Persediaan 80.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 65.000.000
Modal D 150.000.000
f) Mencatat Setoran dari Nyonya I dalam buku firma dengan membuat jurnal sbb:
Kas 25.000.000
Persediaan 40.000.000
Perlengkapan 5.000.000
Peralatan 30.000.000
Modal I 100.000.000

Neraca firma ABDI dengan metode pencatatan pada buku baru akan sama dengan neraca dengan menggunakan metode pencatatan melanjutkan buku lama.
Masalah-masalah akuntansi yang khusus atas kegiatan persekutuan :
 Karakteristik dan jumlah relatif hak pemilik dalam persekutuan.
a. Hubungan kreditur-debitur antara perusahaan dan pemilik.
 Perlakuan akuntansi atas transaksi hutang piutang antara persekutuan dengan pemilik harus jelas.
 Bunga yang timbul harus dilaporkan dalam laporan rugi/laba.
b. Hak pemilikan dan atau defisit modal dalam persekutuan, digunakan untuk :
 Setoran modal masing-masing pemilik harus diselenggarakan sendiri-sendiri dengan menggunakan Rekening “Modal Pemilik” yang digunakan untuk mencatat penanaman modal mula-mula, investasi tambahan, penarikan kembali modal yang ditanam dan pembagian laba/rugi.
 Rekening pribadi (Prive) pemilik, digunakan untuk mencatat pengambilan kas atau aktiva lainnya dalam jumlah tertentu sesuai perjanjian.

Pembagian Rugi/Laba Persekutuan
Contoh :
Firma MI didirikan pada tanggal 31 Desember 2002 oleh M dan I. Pada saat pendirian disusun neraca awal sebagai berikut:
Firma MI
Neraca
Per 31 Des 2002
Kas 125.000.000 Hutang Usaha 30.000.000
Piutang Usaha 15.000.000 Modal M 200.000.000
Persediaan 165.000.000 Modal I 300.000.000
Perlengkapan 30.000.000
Peralatan 175.000.000
Goodwill 20.000.000
Total Aktiva 530.000.000 Total Pasiva 530.000.000

Setelah didirikan, mutasi modal dan prive selama tahun 2003 dalam buku besar tampak sebagai berikut:
Prive M
Tgl Keterangan Debit Kredit Saldo
2003
1/5 450.000 450.000

Prive I
Tgl Keterangan Debit Kredit Saldo
2003
1/7 550.000 550.000

Modal M
Tgl Keterangan Debit Kredit Saldo
2003
1 / 1 Saldo 200.000.000
1 / 5 Investasi 100.000.000 300.000.000
1/11 Penarikan kembali Modal 50.000.000 250.000.000

Modal I
Tgl Keterangan Debit Kredit Saldo
2003
1 / 1 Saldo 300.000.000
1 / 1 450.000.000 750.000.000

Pada akhir periode akuntansi yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003, Firma ABDI memperoleh laba bersih sebesar Rp. 300.000.000. Pembagian Rugi-Laba persekutuan adalah sama jika tidak ada perjanjian, tetapi para sekutu dapat membuat perjanjian antara lain :
1) Dibagi sama
Apabila disetujui Rugi-Laba dibagi sama maka jurnal untuk mencatat pembagian laba sebesar Rp. 300.000.000,- pada tahun 2003 adalah sbb :
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 150.000.000
Modal I 150.000.000

2) Apabila disetujui pembagian R/L dilakukan dengan perbandingan berikut M : I = 1:4 maka jurnal pembagian laba menjadi :
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 60.000.000
Modal I 240.000.000

3) Apabila disetujui bahwa pembagian R/L dilakukan sesuai dengan perbandingan modal maka ada 3 kemungkinan antar lain :
a) Sesuai dengan perbandingan modal awal, maka jurnalnya :
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 120.000.000
Modal I 180.000.000
Perhitungan :
Nama Saldo modal Rasio Pembagian R/L Hak atas laba
Sekutu awal tahun
M 200.000.000 200jt / 500jt = 40% 40% x 300.000.000 = 120.000.000
I 300.000.000 300jt / 500jt = 60% 60% x 300.000.000 = 180.000.000
500.000.000 100% 300.000.000
Dengan cara ini akan merugikan sekutu yang menyetorkan investasi tambahan sehingga biasanya para sekutu tidak bersedia untuk menambah investasinya.
b) Sesuai dengan perbandingan modal akhir.
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 75.000.000
Modal I 225.000.000
Perhitungan :
Nama Saldo modal Rasio Hak atas R/L
Sekutu Akhir tahun Pembagian R/L
M 250.000.000 250jt / 1.000jt = ¼ ¼ x 300.000.000 = 75.000.000
I 750.000.000 750jt / 1.000jt = ¾ 3/4 x 300.000.000 = 225.000.000
1.000.000.000 1,00 300.000.000
c) Sesuai dengan modal rata-rata tahunan.
Dengan cara ini modal para sekutu dihitung rata-rata dalam sebulan atau setahun sebanding dengan lamanya investasi. Semakin lama diinvestasikan maka modal rata-rata akan semakin meningkat, begitu juga sebaliknya bila investasi dilakukan pada akhir periode akuntansi maka jangka waktu investasi untuk periode tersebut akan mendekati nol sehingga tidak akan diperhitungkan dalam modal rata-rata. Cara ini merupakan cara yang terbaik diantara cara pembagian laba/rugi sesuai dengan modal, namun akan lebih sulit untuk menghitung modal rata-rata bila penginvestasian dan penarikan kembali modal sering dilakukan. Ada beberapa cara untuk menghitung modal rata-rata tetapi akan disajikan satu cara saja dan jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 75.000.000
Modal I 225.000.000
Perhitungan :
Nama Tgl. Jumlah Mutasi Saldo Jk waktu Jml. Modal dlm. rata-rata
Sekutu Mutasi Debit Kredit Tiap bag. Jangka waktu ybs.
M 1 Jan 200.000.000 200.000.000 5 1.000.000.000
1 Jun 100.000.000 300.000.000 5 1.500.000.000
1 Nov 50.000.000 250.000.000 2 500.000.000
12 3.000.000.000 250.000.000

1 Jan 450.000.000 750.000.000 12 9.000.000.000
12 9.000.000.000 750.000.000
12.000.000.000 1.000.000.000

Pembagian laba
Sekutu Rasio pembagian R/L Hak atas R/L
M 250 juta / 1.000 juta = 25% 25% x 300.000.000 = 75.000.000
I 750 juta / 1.000 juta = 75% 75% x 300.000.000 = 225.000.000
100% 300.000.000

d) Apabila pembagian R/L dilakukan dengan memperhitungan bunga modal untuk masing-masing sekutu, lalu sisanya dibagi berdasarkan perjanjian sebagai berikut:
Bunga modal ditentukan 6% dari modal rata-rata, kemudian sisanya dibagi sesuai dengan rasio M : I = 1 : 2.
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 95.000.000
Modal I 205.000.000

Perhitungan pembagian laba/rugi
M I Jumlah
Bunga modal 15.000.000 45.000.000 60.000.000
Sisa laba 80.000.000 160.000.000 240.000.000
95.000.000 205.000.000 300.000.000

e) Mula-mula diberikan gaji kepada sekutu yang aktif, sisa dibagi sesuai perjanjian.
Misalnya gaji para sekutu M dan I untuk setiap bulan maisng-masing 1.000.000 dan
500.000, bila ada sisa maka dibagi dua.
Jurnal :
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 153.000.000
Modal I 147.000.000
Perhitungan pembagian laba/rugi
M I Jumlah
Gaji pemilik 12.000.000 6.000.000 18.000.000
Sisa laba 141.000.000 141.000.000. 282.000.000
153.000.000 147.000.000 300.000.000
f) Apabila pembagian R/L disetujui sbb:
 Bunga Modal ditetapkan 6% dari modal rata-rata.
 Untuk M sebagai sekutu yang memimpin diberikan bonus sebesar 20% dari laba setelah dikurangi bonus.
 Sisa laba dibagi dengan perbandingan M : I = 3 : 2.
Jurnal
Ikhtisar R/L 300.000.000
Modal M 141.000.000
Modal I 159.000.000
Perhitungan
B = 20% (300.000.000 – B)
B = 60.000.000 – 0,2B
B + 0,2B = 60.000.000
1,2B = 60.000.000  B = 50.000.000
Perhitungan Pembagian R/L
Keterangan M I Jumlah
Bunga Modal 15.000.000 45.000.000 60.000.000
Bonus 50.000.000 - 50.000.000
Sisa laba 76.000.000 114.000.000 190.000.000
Total 141.000.000 159.000.000 300.000.000
Masalah Gaji Pemilik dan bunga modal :
 Secara teoritis gaji pemilik dan bunga modal merupakan biaya, bukan pembagian laba
 Secara akuntansi bukan merupakan biaya, karena ditentukan sepihak jadi tidak abjektif. Dapat diakui sebagai biaya bila bisaditaksir dan bunga atas pinjaman yang sebenarnya bukan investasi. Dapat diakui sebagai biya bila gaji sesuai dengan jasa kepada perusahaan, dan bunga perhitungan dari pinjaman pemilik bukan dari nilai investasi.
Bagi manajemen dapat diperlakukan sebagai biaya usaha pada periode yang bersangkutan asal dijelaskan dalam perjanjian.
Gaji Pemilik dan Bunga Modal diatas jumlah Laba bersih :
 Bila Laba, laba tersebut dikurangi gaji dan bunga, sisanya dibagi sesuai perjanjian.
Contoh: berdasarkan soal firma MI yang modal rata-ratanya M dan I masing-masing Rp. 250.000.000,- dan Rp. 750.000.000,- serta laba setelah 1 tahun beroperasi adalah sebesar Rp. 30.000.000,- , apabila pembagian R/L disetujui sbb:
 Diberikan gaji kepada M dan I masing-masing Rp. 1.000.000,- per bulan dan Rp. 500.000,- per bulan.
 Bunga Modal ditetapkan 6% dari modal rata-rata.
 Sisanya dibagi sesuai dua.
Jurnal
Ikhtisar R/L 30.000.000
Modal M 3.000.000
Modal I 27.000.000
Perhitungan
Pembagian laba sebesar Rp. 10.000.000,-
M I Jumlah
Gaji 12.000.000 6.000.000 18.000.000
Bunga modal 15.000.000 45.000.000 60.000.000
Sisa laba (24.000.000) (24.000.000) (48.000.000)
3.000.000 27.000.000 30.000.000
 Bila Rugi, kerugian tersebut ditambah gaji dan bunga, atas seluruh kerugian dibebankan ke masing-masing anggota sesuai perjanjian.
Contoh: berdasarkan soal persekutuan MI yang modal rata-ratanya M dan I masing-masing Rp. 250.000.000,- dan Rp. 750.000.000,- serta rugi setelah 1 tahun beroperasi adalah sebesar Rp. 30.000.000,- , apabila pembagian R/L disetujui sbb:
a) Diberikan gaji kepada M Rp. 1.000.000 per bulan dan kapada I Rp.500.000 per bln.
b) Bunga Modal ditetapkan 6% dari modal rata-rata.
c) Sisanya dibagi sesuai Rasio dua.
Jurnal
Modal M 27.000.000
Modal I 3.000.000
Ikhtisar R/L 30.000.000
Perhitungan Pembagian rugi sebesar Rp. 30.000.000,-
Keterangan M I Jumlah
Gaji 12.000.000 6.000.000 18.000.000
Bunga modal 15.000.000 45.000.000 60.000.000
Sisa laba (54.000.000) (54.000.000) (108.000.000)
Total (27.000.000) (3.000.000) (30.000.000)
adalah sebagai berikut:
4. Berusaha bersama-sama atau saling mewakili (Mutual Agency), artinya setiap anggota dalam menjalankan usaha persekutuan adalah merupakan wakil dari anggota-anggota persekutuan yang lain. Jadi apabila ada salah seorang anggota beroperasi dalam bidang usaha persekutuan, maka secara tidak langsung anggota tersebut mewakili anggota-anggota persekutuan yang lain.
5. Jangka waktu terbatas (Limited Life), artinya persekutuan didirikan oleh beberapa orang anggota mempunyai umur yang terbatas. Maksudnya adalah apabila ada anggota yang keluar berarti persekutuan tersebut secara hukum dinyatakan bubar, demikian pula apabila ada anggota baru yang masuk.
Tanggung jawab yang tidak terbatas (Unlimited Liability), artinya tanggung jawab atas hutang atau kewajiban persekutuan tidak terbatas pada kekayaan yang ditanamkan dalam persekutuan saja, tetapi juga sampai harta milik pribadi anggota persekutuan. Jadi apabila dalam keadaan tertentu persekutuan mempunyai kewajiban atau hutang