Demokrasi Sistem Iblis, dan Tidak Akan Pernah Memberi Keadilan
Demokrasi Sistem Iblis, dan Tidak Akan Pernah Memberi Keadilan
Jakarta (voa-islam.com) Beberapa pekan terakhir ini, manusia yang masih memiliki hati nurani, disuguhi tontonan yang sangat menyakitkan. Menyakitkan bagi semua orang yang masih memiliki akal sehat.
Di mana dua orang Amerika, yaitu Sersan Robert Bales dan Sersan Hassan Nadal, di depan juri mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hukum. Ini menunjukkan wajah asli demokrasi di Amerika. Di mana adanya bentuk ketidak adilan dan kesataraan secara nyata.
Dua orang Amerika, yaitu Sersan Robert Bales dan Sersan Hassan Nadal melakukan pembunuah, dan keduanya mengakui kejahatan mereka di depan juri (pengadilan) Amerika. Tetapi, pengadilan menyelamatkan salah satu dari mereka dari hukuman mati, dan hukuman mati ditimpakan kepada orang yang kedua.
Robert Bales seorang prajurit Amerika di Afghanistan telah membunuh 16 Muslim Afghan. Tetapi, pengadilan Amerika tidak menghukum mati Bales, dan hanya dengan hukuman seumur hidup.
Sementara, Hassan Nadal, anggota militer Amerika, membunuh tentara yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan Bales, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Jadi ada diskriminasi, ketidak adilan, dan tidak adanya kesataraan dalam hukum diantara keduanya yang sama melakukan pembunuhan.
Pengadilan Amerika memutuskan memberikan kesempatan hidup kepada Sersan Robert Bales. Padahal, Bales telah membunuh anak-anak kecil, perempuan dan orang tua, di tengah kegelapan malam, di mana mereka lelap tidur dalam rumah mereka .
Dilukiskan seakan Bales tidak mempunyai niat membunuh atau menyakiti siapa pun. Sementara itu, Hassan Nadal di vonis hukuman mati, karena dia seorang Muslim, tindakannya membunuh tentara di siang hari di dalam pangkalan militer, dinilai sebagai tindakan yang menyiksa, dan membunuh orang-orang tak berdosa, serta mereka memiliki kemampuan membela diri. Hassan Nadal juga dikaitkan dengan jaringan al-Qaidah.
Hassan Nadal semata membunuh para prajurit, tidak merusak tubuh mereka, dan meninggalkan mereka, serta tanpa ada tindakan yang berlebihan lainnya. Tetapi, Hassan Nadal divonis hukuman mati oleh juri Amerika.
Sebaliknya, Robert Bales yang sudah membunuhi anak-anak, perempuan dan orang tua, kemudian setelah membunuh mereka, mengumpulkan tubuh (mayat) mereka, ditempat yang berbeda ke dalam satu ruangan dan membakarnya, justeru dianggap sebagai tindakan yang layak, dan tetap dipertahankan hak hidupnya.
Keputusan pengadilan di Amerika benar-benar melawan akal sehat dan waras, bahwa orang yang terlibat dalam penumpahan darah terhadap anak-anak, perempuan, dan orang tua, yang tak berdosa, seharusnya dihukum mati. Robert Bales masih tidak puas dengan membunuh mereka saja, tetapi membakar mayat mereka setelah membantai mereka.
Faktanya, pengadilan Amerika melakukan keputusan sebaliknya, karena Hassan Nadal membunuh orang Amerika, sebaliknya Robert Bales membunuh warga Muslim Afghanistan!
Menurut aturan dan hukum yang bersandar kepada demokrasi Amerika, kehidupan bagi Amerika memiliki nilai yang mulia dan sangat dihargai. Sebaliknya kehidupan bagi orang lain, yang bukan orang Amerika,tidak memiliki arti dan nilai apa-apa.
Hassan Nadal mengatakan dalam pengakuannya bahwa dia membunuh tentara Amerika yang sudah menyiksa dan membunuh Muslim di Irak dan Afghanistan. Nadal melihat dengan mata kepalanya, bagiamana tentara Amerika membunuh begitu banyak Muslim Irak dan Afghanistan. Sebaliknya Robert Bales merasa lega tidak dijatuhi hukuman mati, karena dia hanya membunuh anak-anak kecil, perempuan dan orang tua, semata-mata hanya untuk kesenangan.
Hanya Islam yang melindungi hak-hak asasi semua manusia. Semua manusia, setiap ras, suku, kelompok, golongan dengan berbagai keyakinan, di dalam Islam memiliki hak yang sama (equality before by the law). Demokrasi Barat hanya untuk bangsa Barat. Sementara bagi bangsa non-Barat, berlaku standar yang tidak sama dengan yang berlaku di Barat.
Barat tidak memiliki perhatian terhadap anak-anak, perempuan, dan orangtua, dan dibiarkan dengan penuh ketidak adilan. Seperti yang sekarang sedang berlangsung di Barat, eksploiti terhadap anak-anak, perempuan, dan orangtua yang dibiarkan sendirian menjelang hari kematian mereka di apartemen atau panti jompo, menjelang kematian mereka.
Barat tidak memiliki perhatian ketika sebuah junta militer di Mesir dan Aljazair membantai ribuan rakyatnya dengan penuh kekejaman, dan Barat tidak memiliki kepedulian dan keberatan apapun. Kelompok Islam di Mesir, Ikhwanul Muslimin yang sudah ikut pemilu, menang, dan kemudian dihancurkan. Di Aljazair, kelompok Islam FIS, yang juga ikut pemilu, tahun l992, menang kemudian oleh militer dihancurkan.
Barat, khususnya Amerika Serikat mendukung penjajah dan perampok rakyat Palestina, secara parmanen yaitu Zionis-Israel. Satu-satunya penjajah di muka bumi, sampai sekarang yang mendapatkan perlindungan dengan permanen oleh Amerika hanyalah Zionis-Israel. Amerika Serikat harus bertanggung jawab, karena mendukung sebuah rezim yang terus menerus membunuhi rakyat Palestina secara keji.
Jadi, hakikatnya sistem kufur demokrasi itu sistem iblis, dan tidak akan pernah bisa memberikan keadilan, kedamaian, kebahagian, serta kesejahteraan. Demokrasi hanya cocok dipraktikan bagi rakyat di Barat, tetapi tidak di dunia Islam. Demokrasi hanyalah akan menghancurkan kehidupan Muslim selamanya.
Justru demokrasi menjadi alat penjajahan dan perbudakan oleh kaum kapitalis (kafi musyrik - yahudi/nasrani). Muslim harus melakukan gerakan pembebasan atas negeri mereka yang sekarang dijajah dan rakyat diperbudak oleh kafir musyrik. Seperti yang dipesankan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wassalam untuk memerangi kafir musyrik. Wallahu'alam.
Membandingkan Gerakan Jihad di Afghanistan Dengan Demokrasi Mesir
Membandingkan Gerakan Jihad di Afghanistan Dengan Demokrasi Mesir
Jakarta (voa-islam.com) Sheikh Hamid bin 'Atiq, mengatakan, "umat ini mundur setelah meninggalkan jihad. Umat ini menjadi terbelakang setelah menjauhhi jihad yang merupakan puncak kemuliaan Islam. Kemudian, umat ini patuh pada orang-orang kafir, lebih merasa nyaman dan tenteram bersanding dengan mereka serta mencari maslahat duniawi dengan melenyapkan agamanya. Dan akhirnya, mereka rugi di dunia dan akhirat",ucapnya.
Mungkin tak pernah bisa dinalar dan dilogikkan. Bagaimana Mukmin Afghanistan bisa mengalahkan dua super power sekaligus. Yaitu Unie Soviet dan Amerika Serikat.
Rusia merupakan raksasa di blok komunis yang memiliki kemampuan dan kekuatan militer yang sangat besar. Soviet memiliki kekuatan militer yang hanya bisa ditandangi oleh Amerika Serikat.
Soviet memiliki ratusan rudal balistik nuklir antar benua, berbagai macam jenis pesawat tempur mutakhir, ribuan tank baja, ratusan kapal selam, dan ratusan ribu pasukan darat yang dilengkapi berbagai pelaratan militer yang sangat canggih. Sulit membayangkan kemampuan militer Soviet sebagai adi daya (super power) yang menjadi pemimpin blok Komunis.
Soviet dengan kekuatan militer yang dimilikinya, kemudian Soviet melakukan invasi militer ke Afghanistan, tahun l979. Menguasai negeri yang sangat miskin, dan mayoritas penduduknya buta huruf, dan hanya mengenal Islam.
Mereka tidak memiliki peralatan militer yang canggih, dan hidup mereka sangat sederhana. Ketika mesin militer Soviet menderu, masuk ke Afghanistan, mereka tidak memiliki senjata apa-apa.
Satu-satunya yang mereka miliki hanyalah : "Islam dan Jihad". Dengan bekal Islam dan jihad itu, mereka berperang melawan raksasa Soviet, serta kemudian mereka bertawakal kepada Allah Rabbul Alamin.
Soviet meninggalkan Afghanistan, sesudah berperang selama 15 tahun lebih, dan menjelang akhir dekade l980, Soviet meninggalkan Afghanistan, dan mengalami kenbangkrutan dan kekalahan, selanjutnya diikuti bubarnya imperium komunis, Soviet.
Sungguh ini peristiwa benar-benar sangat luar biasa. Pasukan Soviet yang memiliki peralatan militer yang sangat besar dan modern, tetapi kalah dengan Mujahidin yang sangat sederhana.
Mujahidin mendapatkan berkah dari keimanan dan jihad yang mereka lakukan, bukan hanya dapat mengalahkan Soviet, tetapi mereka mendapatkan peninggalan senjata yang melimpah ruah, dan dapat digunakan membentengi diri mereka dari ancaman para kafir musyrik (yahudi dan nasrani).
Sekarang mereka akan memasuki sebuah episode yang kedua, di mana para Mujahidin Taliban akan segera mengalahkan Amerika Serikat dan Sekutunya. Amerika Serikat sekarang ini berusaha melakukan pendekatan dengan Taliban, agar dapat keluar dari Afghanistan dengan aman.
Amerika dan Sekutunya menggelar pasukannya di Afghanistan 150.000 personil. Tetapi, tak mampu bertahan dan mengalahkan Taliban. Di mana 80 persen wilayah Afghanistan tetap berada dibawah kontrol Taliban. Boneka Amerika, Hamid Karzai, mirip seorang walikota, yang hidup dengan pengawalan pasukan Amerika, dan hanya bisa berkeliling di kota Kabul.
Amerika melakukan invasi ke Afghanistan, menggulingkan Taliban tahun 2001, tak lama sesudah terjadinya pemboman Gedung WTC, 11 September 2001.
Sekarang Amerika sudah porak-poranda ekonominya, akibat perang di Afghanistan, yang dilancarkan oleh Presiden George W.Bush. Presiden Barack Obama hanya tinggal menunggu bulan, guna menarik pasukannya dari Afghanistan.
Tak sampai 15 tahun, Amerika sudah kocar-kacir menghadapi Mujahidin Taliban. Amerika boleh berbangga dapat menewaskan Usamah bin Laden. Tetapi, Amerika harus menelan kepahitan, karena tak dapat mengalahkan Taliban, dan memaksanya hengkang dari Afghanistan dengan rasa malu.
Presiden Barack Obama telah memutuskan menarik pasukan Amerika dari Afghanistan tahun 2014 ini. Tidak memperpanjang pendudukan pasukannya di negeri Taliban itu. Korban pasukan Amerika di Afghan sudah terlalu banyak. Dan perang di Afghanistan sudah menguras anggaran belanja Amerika yang mencapai triliunan dollar. Tanpa mendapatkan hasil apapun, kecuali kekalahan belaka.
Betapa jihad telah menjadikan Mukmin menjadi mullia. Memiliki izzah dan harga diri. Jihad telah memelihara kebersihan hati dan jasad Mukmin, tidak terkontaminasi dengan segala subhat, dan kebathilan. Karena mereka hanya semata mengharap ridha dari Rabbul Alamin. Dengan bekal bertawakal kepada Allah Azza Wa Jalla, para Mujahidin di Afghanistan dapat mengalahkan dua raksasa Soviet dan Amerika Serikat.
Namun, betapa pahitnya kita menyaksikan apa yang dialami oleh saudara kita seiman - Ikhwan di Mesir, yang masih berkutat dengan demokrasi dan pemilu, dan akhirnya dihancurkan oleh militer. Ribuan para pendukung dan anggota Ikhwan dibunuh secara keji oleh rezim militer. Tanpa dapat membalas kebiadaban para durjana yang dipimpin oleh Jendral Abdul Fattah al-Sissi.
Seharusnya Jamaah Ikhwan sudah mengubah pemikiran mereka, dan tidak berkutat dengan pemilu dan demokrasi semata. Karena faktanya para pengikut "iblis" yang terdiri kaum sekuler, liberal, nasionalis, koptik, dan militer, tidak akan pernah ridha dan membiarkan Mukmin, hidup dengan sistem Islam.
Usaha mengubah melalui jalan demokrasi itu, hanya akan menghabiskan umur dengan penuh sia-sia belaka. Ikhwan akan dibantai lagi oleh militer. Peristiwa pembantaian terhadap Ikhwan sudah berulangkali, bukan hanya di tahun 2013 ini saja.
Jamaah Ikhwan yang sudah berdiri sejak tahun 1928, tetapi sampai hari ini, tetap menjadi korban kebiadaban dan kekejian militer Mesir. Mengapa Ikhwan tidak mau mengubah uslub (cara) perjuangan mereka. Seperti yang diserukan oleh Ayman al-Zawahiri, agar Ikhwan meninggalkan demokrasi dan pemilu, dan memilih jalan jihad dalam menghadapi durjana militer Mesir?
Ayman al-Zawahiri, sebenarnya mula-mula juga anggota tandzim Ikhwan saat masih di Mesir. Kemudian, Ayman di penjara oleh rezim Mubarak, dan melihat Jamaah Ikhwan dianggap terlalu lembut menghadapi rezim militer di bawah Mubarak, selanjutnya Ayman keluar dari Ikhwan, saat masih dipenjara, dan mendirikan Jamaah Islamiyah. Sekarang Ayman menggantikan Usamah bin Laden, dan terus menggelorakan jihad melawan arogansi Amerika.
Ketika dipenjara tahun l956, sebelum dihukum gantung, Sayyid Qutb, sudah mengusulkan agar Ikhwan membentuk sayap militer, guna menjaga da'wah dari bencana musuh. Tetapi, sampai hari ini, Ikhwan yang sudah memiliki kader jutaan orang Mesir, masih tetap memilih dengan jalan demokrasi dan pemilu sebagai uslubnya. Kemudian, mengulangi sejarah yang kelam, yaitu dibantai oleh militer.
Satu-satunya Gerakan Ikhwan yang dapat mengambil pelajaran, dan kemudian mengubah uslub dan strategi perjuangan mereka, yaitu Hamas di Palestina.
Di mana Hamas merupakan cabang gerakan Ikhwan di Mesir itu, kemudian membangun kekuatan militer yang tangguh. Bukan hanya bisa mengahadapi al-Fatah yang sekuler yang menjadi kaki tangan Zionis dan Amerika, tetapi Hamas mampu menghadapi agresi militer Zionis-Israel selama sebulan, tahun 2009.
Hamas mendapatkan kemenangan dalam menghadapi agresi militer Zionis-Isreal, di mana Perdana Israel, Ehud Olmert, di tengah malam mengumumkan gencatan senjata. Hamas memenangkan peperangan melawan Zionis-Israel.
Hanya dengan jihad orang-orang Mukmin akan mendapatkan kemuliaan. Tidak dengan cara mengikuti demokrasi yang hanya akan menghancurkan barisan orang-orang Mukmin, dan mereka terperosok kedalam kehidupan subhat yang merusak.
Tinggalkan demokrasi dan pemilu. Lakukan persiapan dengan baik. Menghadapi kafir musyrik (yahudi dan nasrani), bukan dengan dialog dan menjadikan mereka sebagai teman atau pemimpin yang harus diikuti. Perintah Allah Rabbul Alamin memerangi mereka, sampai dimuka bumi ini tidak ada lagi fitnah dari kafir musyrik.
Mukmin di Afghanistan telah membuktikan dengan nyata dapat mengalahkan dua raksasa dunia, Soviet dan Amerika Serikat, dan mereka pergi selama-lamanya dari negeri mereka.
Orang-orang Mukmin Afghanistan, insya Allah akan dapat hidup berdaulat, merdeka, dan menikmati kebahagian dengan sistem Islam, dan mereka akan mendapatkan kebahagiaan bukan hanya di dunia, tetapi di akhirat. Allah Rabbul Alamin akan selalu menepati janji-Nya. Wallahu'alam.
Taliban Memberikan Tauladan Hakikat Dalam Persaudaraan
Taliban Memberikan Tauladan Hakikat Dalam Persaudaraan
Jakarta (voa-islam.com) Mukmin itu digambarkan sebagai "Kal jasadi wahid" (satu tubuh). Bila salah satu bagian tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh ikut merasakan sakitnya. Itulah hakikat Mukmin. Tidak pernah membiarkan bagian tubuh yang satu membiarkan bagian tubuh lainnya merasakan sakit.
Bagaimana kalau ada musuh mengoyak dan merusak bagian tubuh Mukmin? Bahkan, sekarang musuk bukan hanya mengoyak dan merusak tubuh Mukmin, tetapi musuh sudah menghancurkan dan meluluh-lantakkan tubuh Mukmin, mencabik-cabik, meyayat-yayat, dan merusak dengan berbagai jenis senjata, tanpa peduli dan sangat kejam.
Apabila Mukmin dengan Mukmin lainnya itu, diibaratkan "kal jasadi wahid" pernahkah merasakan penderitaan saudara-saudara Mukmin lainnya? Di mana sekarang ini di berbagai negara nasib Mukmin menghadapi penghancuran dengan menggunakan jenis-jenis senjata yang sangat mengerikan oleh kafir musryik (yahudi dan nasrani).
Belum lama ini kantor berita Turki Anadolu, memberitakan sudah lebih 350 jenazah pejuang Taliban yang gugur di Suriah dipulangkan ke Afghanistan, melalui Tukri. Berita Anadolu itu benar-benar menunjukkan sikap dan karakter pejuang Taliban yang menunjukkan jati dirinya sebagai Mukmin yang sejati. Di mana pejuang Taliban menunjukkan sikap "itsar" (mendahulukan) saudara Mukmin lainnya, dibandingkan dengan dirinya sendiri.
Betapa mulianya sikap dan karakter yang dimiliki oleh para pejuang Taliban ini. Di mana mereka masih harus berjuang membebaskan negaranya yang sekarang masih diduduki oleh kafir musyrik (yahudi dan nasrani) yang dimotori Amerika Serikat dan Sekutunya, tetapi para pejuang Taliban, bergegas pergi ke Suriah, memenuhi panggilan jihad, dan bersatu dengan saudara-saudara Mukmin lainnya, bahu-membahu menghadapi kaki tangan kafir musyrik yaitu rezim Syiah Alawiyyin Bashar al-Assad.
Para pejuang Taliban itu dengan ikhlas pergi berjihad membantu saudara Mukmin yang sekarang ini menghadapi ancaman yang luar biasa dari musuh-musuh kafir musyrik yang sudah melakukan kejahatan dan penindasan yang tidak dapat dimaafkan. Terakhir rezim Syiah Alawiyyin, Bashar al-Assad menggunakan senjata pemusnah massal (senjata kimia) membunuh secara massal rakyatnya yang sebagian mayoritas Mukmin dan Muslim Sunni.
Betapa sikap "itsar" para pejuang Taliban itu, memberikan gambaran karakter dasar seorang Mukmin, yang lebih mendahulukan saudaranya Mukmin, dibandingkan dengan dirinya sendiri. Maka, ketika mendengar seruan jihad, dan melihat kondisi saudaranya yang menghadapi malapetaka, mereka langsung menyambut dengan penuh semangat bergegas pergi ke Suriah, ikut berjihad melawan musuh-musuh Islam yang sangat kejam itu.
Para pejuang Taliban, betapapun Afghanistan masih berada dalam cengkeraman kafir musyrik, tetapi mereka terpanggil ikut berjihad dan berjuang menghadapi musuh-musuh yang ingin mengoyak-ngoyak tubuh Mukmin, dan bahkan ingin memangsanya. Sesungguhnya itulah sikap Mukmin sejati, tidak pernah membiarkan bagian tubuh lainnya sakit, dan musuh mengoyaknya. Mereka berdiri tegak membela dan ingin menyelamatkan tubuh saudara Mukmin yang sekarang sedang mengerang.
Berbahagialah mereka yang dengan penuh kesadaran dan keyakian, serta menunjukkan sikap "itsar" yang sangat luar biasa, ketika saudaranya se-iman sendang menderita. Mereka tidak membiarkan saudara Mukmin itu, terus-menerus sendirian merasakan penderitaan yang mereka alami. Berbahagialah kelak para Mukmin yang selalu memiliki sikap "itsar" terhadap saudara Mukmin lainnya.
Ini seperti digambarkan dalam sebuah kisah, di mana tiga orang shahabat, yang luka dalam peperangan, sementara seorang diantara mereka sedang memegang air, dan ingin mereguk air, tetapi ada saudara di sampingnya membutuhkan air, kemudian air itu diberikan kepada saudara yang disampingnya.
Tetapi, belum lagi saudaranya itu mereguk air, terdengar erangan saudaranyang yang ada disampingnya itu, juga mengerang dan ingin mendapatkan air, kemudian suadaranya yang terakhir itu memberikan air kepada saudaranya, sampai kemudian ketiganya menemui kesyahidannya. Itulah kisah tentang "itsar" dari shahabat. Wallahu'alam.
Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin
Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin
Jakarta (voa-islam.com) Selama ini banyak aktivis Islam menilai Amien Rais sudah tamat, sudah gagal secara politik, terjerumus dalam pluralisme, dituduh mencari aman di balik punggung rezim.
Tapi sebagai kader Muhammadiyah, sebagai mantan Ketua PP Muhammadiyah, ternyata Amien Rais masih punya taji, resistensi, dan militansi. Itu terbukti dari isi ceramahnya yang cukup “radikal” di hadapan kader-kader Muhammadiyah Yogya, dalam acara “Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” tanggal 23-24 Februari 2013.
Ceramah yang kemudian ditranskrip itu dimuat di sebuah media internal milik Muhammadiyah. Dalam ceramahnya Pak Amien sempat bilang, “Nah, ini cuma sekedar cerita, ini tidak boleh keluar di wartawan.” Pembaca bisa baca sendiri kira-kira apa isi ceramah itu.
Karena isinya sangat penting, kami para jurnalis minta maaf ke Pak Amien, kalau ceramahnya akhirnya keluar juga ke tengah publik. Bukan tak menghargai privasi Prof. Amien, tapi kayaknya Umat perlu tahu gagasan-gagasan beliau.
Berikut ini kami kutipkan pernyataan-pernyataan Prof. Dr. H. Amien Rais dari ceramah yang ditranskrip menjadi tulisan berjudul, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik. Karena panjangnya artikel, hanya dikutip bagian-bagian tertentu saja yang dipandang sangat urgen diketahui Umat Islam. Selamat menyimak, semoga mencerahkan!
1. FONDASI AKIDAH
Saya akan membicarakan masalah yang mendasar terlebih dulu, bahwa kita ini sebagai orang beriman diperintahkan di dunia ini, hanyalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. “Tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadat kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Dalam pandangan orang Islam, hidup kita ini adalah bulat, tidak terbagi-bagi. Misalnya ini yang sekuler dan itu yang non sekuler, ini yang transenden dan itu yang intransenden.
Hal ini disebabkan, kita sudah memproklamasi dan mendeklarasikan, bahwa shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, aku persembahkan kepada Allah Tuhan semesta alam. Ini sudah jelas sekali.
Karena the core of our lives must be based on tauhid. Nabi kita itu pelanjut dari millah, agama, tradisi, keyakinan, dari nabi-nabi sebelumnya. (Kutipan hal. 18-19).
2. ANTI PLURALISME
Dalam hal ini saya wanti-wanti, karena kelompok non Muslim pandai sekali mencari istilah, yang enak dan sejuk didengar, yaitu pluralism atau kemajemukan.
Jangan sampai kita terseret gara-gara istilah kemajemukan itu kemudian menyangka semua agama itu seperti madzhab-madzhab yang mencari kebenaran di puncak gunung, dan boleh melewati lereng utara, lereng selatan atau barat, yang akhirnya akan sampai juga ke puncak.
Orang-orang keblinger itu seolah-olah menyatakan, bahwa semua agama itu sama.
Yang perlu digarisbawahi adalah, dari bacaan kita di koran, internet, dan sebagainya, ada semacam angin yang menyapu berbagai negeri Muslim yaitu angin pluralisme.
Sedihnya kemudian sebagian intelektualnya seperti kerbau tercocok hidungnya, tanpa menggunakan daya kritis ikut melambungkan paham pluralisme itu.
Padahal sekali kita menerima pluralisme tanpa kaca mata yang kritis, seperti kita mengerek agama Allah yang kaffah, yang diridai Allah itu, turun dari tingkat yang tinggi, seolah-olah agama kita sama dengan agama-agama yang lain.
Kadang kita tidak sadari, bahwa dengan ikut paham kemajemukan itu, kita justru sedang menurunkan martabat level agama Allah yang sempurna ini turun ke bawah, sama dengan Hindu, Budha, Kristen, Protestan, dan lain-lain.
Jadi kalau Allah mengatakan, kita harus mengimani wahyu yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan lain-lain, itu bukan berarti agama lain itu sama dengan agama kita. Karena Allah juga mengatakan, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al Baqarah: 120) (Kutipan hal. 19).
Kita ini tak boleh gegabah. Kalau anda dipuji-puji oleh orang “walan tardho” (Yahudi-Nashrani) itu jangan malah bangga. “Wah, aku pluralis.” Jangan, itu beracun. Saya punya seorang teman dekan dulu (dia dipuji sebagai Muslim pluralis). Saya jawab, “Loh, anda itu dipuji-puji begitu berarti kan Islamnya tipis, jadi komitmennya juga tipis to? Lha itulah, mereka senang dengan anda, karena anda tidak mungkin macam-macam.” (Kutipan hal. 22)
3. KERISAUAN
Muhammadiyah telah berumur satu abad. Alhamdulillah masih segar, tetapi kalau kita mau jujur, kita ini telah mengalami kekalahan. Tahun 1950-an jumlah umat Islam itu 92 % dan sekarang tahun 2000-2013 sekitar 86 %. Sehingga ada kemerosotan sekitar 6 %. Maka jika kemerosotan ini berlanjut, jangan-jangan 200 tahun lagi umat Islam akan tinggal 70 %.
Walaupun sesungguhnya sudah ada indikator kekalahan kita dalam perlombaan dakwah, yakni melakukan perebutan wilayah keagamaan di dalam wilayah bangsa besar yang kita cintai ini. Pendidikan dan hal-hal lain kita memang semakin bertambah, tetapi sesungguhnya secara komparatif, baik quality ataupun quantity, kita itu masih kalah.
Jumlah sekolah Islam dan sekolah Kristen, masih banyak sekolah Kristen. Jumlah RS MUhammadiyah dan rumah sakit mereka (Kristen), juga masih banyak mereka. Dan jumlah per kepala pun mereka terus bertambah, sedangkan kita turun dalam kurun waktu beberapa waktu ini. (Kutipan hal. 19)
4. MENGABAIKAN SYIAR JIHAD
Bahkan saya sering mengatakan, bahwa Muhammadiyah itu diam-diam juga mempraktikkan bid’ah. Kita sering mengatakan NU bid’ah, tapi kita kadang-kadang tidak terasa juga bid’ah, cuma bid’ah mengurangi (al ibdtida’u bil nuqshan). Dimana pengurangannya? Kita tidak sadar, kita tidak tahu, karena kita merasa tidak pernah melakukannya.
Tapi lihat dalam training-training Muhammadiyah atau Aisyiyah, atau di beberapa even Muhammadiyah, hampir jarang dibahas atau didorong tentang konsep Al Qur’an yang namanya Al Jihad. Kita itu sepertinya dengan konsep jihad, kalau alergi tidak, cuma sudah cukupkah jihad itu dengan teologi Al Ma’un.
Sejak saya kecil Al Ma’un, saya di IMM Al Ma’un, saya jadi ketua PP Muhammadiyah Al Ma’un, dan sampai sekarang Alhamdulillah juga masih tetap Al Ma’un. Itu betul dan tidak salah.
Teori Al Ma’un itu tetap, tapi harus kita tambah lagi, karena yang namanya jihad itu jumlahnya sebanyak kata zakat. Kenapa kita berani membicarakan soal zakat dan lain-lain, tetapi soal jihad itu tidak pernah kita ucapkan. (Kutipan, hal. 20)
5. IKHWANUL MUSLIMIN
Saya bukan pengagum Al Ikhwan, tapi saya kira Al Ikhwan itu betul. Misalnya, (semboyan mereka): Allahu Ghayatuna (Allah tujuan kami), Ar Rasulu Qudwatuna (Rasulullah teladan kami), Al Quran Dusturuna (Al Qur’an landasan hukum kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad jalan kami), Syahid fi Sabilillah Asma Amanina (mati Syahid di jalan Allah, cita-cita kami yang tertinggi).
Jadi mengapa Al Ikhwan seperti bergerak terus sampai ke Yordania, Eropa, Amerika, dan seterusnya. Mungkin karena kata jihad itu tidak dijauhi. Jadi kritik kita ke dalam, tiap kali kita baca Al Qur’an, jihad tidak pernah dibahas. Mungkin ini untuk para kader juga perlu dipahami. (Kutipan hal. 20)
6. PARTISIPASI POLITIK
Pada zaman Bung Karno dulu politik adalah panglima. Jika kita berbicara di tingkat realitas, justru memang politik itu adalah panglima. Definisi politik itu sebenarnya: politics is who gets what, when, and how (politik itu siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana).
Cuma karena kita orang beriman, kita tambah dengan why. Karena hal ini merupakan niat, innamal a’malu bin niyat. Politik itu sebenarnya adalah alokator dari segenap keperluan hidup manusia, dengan keputusan modern.
Membangun itu bukan keputusan ekonomi, itu keputusan politik. Kita biarkan atau kita awasi kegiatan Zending (Kristenisasi) orang-orang asing, itu politik. Kita mau meminjam uang IMF atau Bank Dunia, itu politik.
Mengapa HPH yang sekian ratus hektar itu kita berikan si fulan dan bukan si fulan? Sekarang Papua ingin merdeka, itu juga merupakan political decision. Menghadapinya bukan dengan Tahlilan atau doa bersama; tapi juga dengan liku-liku aksi politik.
Pada waktu reformasi, hanya dengan dua atau tiga partai yang mulai berbicara di tingkat power sharing, kita bisa mendudukkan tiga anggota Muhammadiyah menjadi Menteri Pendidikan, Pak Yahya Muhaimin, Malik Fadjar, dan Bambang Soedibyo.
Tetapi sekarang untuk mendapatkan uang ratusan juta saja, kita ini berat? Karena apa? Karena politik itu alokasi, alokasi APBN, alokasi apapun itu namanya politik.
Saya ingin mengatakan, bahwa di lembar abad kedua ini kita perlu menambah wawasan kita. Apa yang sudah kita warisi dalam hal education and health terus kita tambah, tapi kita juga harus melakukan pencak silat politik, karena Islam itu kaffah.
Kita diberi Allah untuk memperkuat dunia kita ini, supaya kita di waktu mendatang bisa bersyukur dan berbahagia, bahwa Muhammadiyah itu semakin kuat, tidak lagi pinggiran.
Saya ingin Muhammadiyah tidak lagi marginal, tidak di peran pinggiran, tidak lagi menjadi penonton, tapi harus di tengah. Bukan hanya penonton, tetapi Muhammadiyah itu harus memegang kanvas, ikut melukis masa depan Indonesia.
Kalau kita ikut melukiskan, paling tidak kalau terlalu merah bisa ikut kita mudakan (warnanya), terlalu kuning bisa kita agak dekatkan ke hijau warna Islam.
Atau kalau memegang pahat, bisa ikut mengukir bersama anak bangsa yang lain, untuk masa depan negeri kita ini. Tetapi jika hanya menonton, maaf hanya plonga-plongo, maka akan sangat menyakitkan. (Kutipan hal. 20-21)
7. MENGAMBIL ORANG KAFIR SEBAGAI PEMIMPIN
Pertama-tama, kita harus mencamkan, bahwa kita ini anak-cucunya Nabi Ibrahim, anak cucunya Nabi Adam, dan sebagai pewarisnya, (kita) jangan sampai tidak punya keinginan untuk memegang imamah.
Jadi pemimpin umat manusia yang beragama Kristen, Katolik, Kong Hu Chu, Nasrani, Zoroaster, PKI, dan lain sebagainya itu; pemimpinnya seharusnya orang beriman. Tetapi (janji Allah tentang imamah pada Surat Al Baqarah 124) tidak pernah sampai, tidak pernah mengenai orang-orang yang masih zalim.
Orang zalim itu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, sudah tahu korupsi itu tidak boleh, malah nekat; sudah tahu bohong itu gak boleh, malah nekat.
Bahwa kepemimpinan ini amat sangat penting. Kalau menurut saya, dari Al Qur’an itu orang beriman menjadi imaman lil muttaqin dan imaman lin naas (lihat Surat Al Furqan: 74).
Nah sekarang saya beritahu, kesalahan fatal umat Islam di muka bumi, kesalahan fatal UII (Umat Islam Indonesia), kesalahan fatal umat Muhammadiyah, barangkali karena tidak memperhatikan pesan-pesan Al Qur’an.
Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al Maa’idah: 51)
(Jangan menjadikan Yahudi dan Nasrani) tempat berlabuhmu, tempat bersandarmu, tempat referensimu. Yahudi dan Nasrani itu sokong-menyokong untuk menggencet orang Islam. Itu sudah jelas untuk menghancurkan umat Islam.
Saya sudah menjelajah dunia Islam ini, saya sudah dari Malaysia sampai Merauke, dari Thailand sampai Uzbekistan, kesalahannya mereka juga tidak menyimak pesan Al Qur’an itu.
Arab Saudi itu masih adem ayem kalau sama Amerika. “Itulah sekutu kami.” Padahal itu kan Yahudi dan Nasrani, sehingga ini yang menyebabkan kita tidak bisa kuat.
Pukulan telak dan kesalahan fatal, yaitu ketika Jokowi dan Ahok itu menang menjadi Gubernur DKI. Ini membuat saya agak resah, sampai mungkin tidak bisa tidur dua atau tiga malam. Karena saya tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. (Kutipan hal. 21).
8. TANGGUNG-JAWAB KEBANGSAAN
Kalau kita melihat Al Qur’an, kita tidak boleh menjadi pupuk bawang, jadilah lokomotif. Syuhada ‘alannaas. Syuhada itu orang di depan, jadi referensi, jadi teladan, jadi contoh, di depan. Sebab tidak mungkin syuhada kok di kanan atau di kiri. Syuhada itu selalu di depan.
Bagaimanapun seandainya kalian tahu jeroan-nya Indonesia ini, umat Islam itu betul-betul hanya hanya jadi penonton. Perbankan, pertambangan, perkebunan, pertanian, kehutanan, dikuasai dan digenggam oleh mereka (orang kafir). Umat Islam ini hanya diberi remah-remah kecil, tapi yang the big goal, the biggest share, itu mereka yang genggam.
Kita ini di samping sebagai kader yang memiliki kadar Islam dan niat yang mendalam, tapi sebagai orang yang hidup di suatu bangsa, tidak ada salahnya kita juga punya semangat wathoniyah, kebangsaan, atau ketanahairan. Pandu kita bernama Hizbul Wathan, partainya tanah air.
Kata Hasan Al Bana, wathoniyah itu sesuatu panggilan yang sangat alami. Wathoniyah itu adalah sesuatu yang naluriah.
Nabi itu ketika hijrah ke Madinah, betul-betul ingin kembali ke tumpah darahnya, kembali ke Mekkah. Kembali ke masa muda, kembali ke masa kecil, itu sesuatu yang sangat alami.
Di sini saya berbeda dengan orang-orang ekstrim itu, bahwa “kebangsaan itu taghut, Islam itu menyeluruh, tidak usah ada kebangsaan. Jadi negara bubarkan saja, tidak perlu ada negara, Khilafah Islamiyah saja”.
Tapi itu kan hanya dalam imagination, kenyataannya tidak ada. Tapi dalam kebangsaan ini, saya wanti-wanti, bahwa kebangsaan itu sesuatu yang alami acceptable, dapat kita terima; tetapi dalam hal kepemimpinan bangsa, kita tidak boleh main-main. Apalagi kemudian kita serahkan (kepemimpinan) kepada orang-orang yang laisa min hum (bukan golongan Islam).
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan teman kepercayaanmu orang-orang dari luar kalanganmu, (karena) mereka tak henti-hentinya menimbulkan kemadharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka, adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118)
Jadi masalah leadership itu sesuatu yang sentral. Kita cinta negeri ini, kita cinta bangsa kita, kita cinta tanah air kita. Kemudian yang penting adalah mengupayakan, bagaimana agar pimpinan itu ada pada kita, sehingga bangsa ini enlighten, disinari oleh agama Islam. (Kutipan hal. 22)
9. MISSI MENEGAKKAN KEADILAN
Kemudian yang menyukai politik, yang memang terampil, biarlah masuk ke sana. Diharapkan mereka tidak kagetan, tidak gumunan, dan tidak gampang terjungkal hanya karena gebyar kilau dunia. Dalam hal ini ada cerita ringan.
Golkar itu dulu anak didiknya Pak Harto, jadi teman-teman Golkar dengan KKN itu lumayan dekat. Tapi Golkar itu mengelus dada melihat partai Islam (?) yang lebih pintar dan lebih ngawur dalam korupsi.
Saya lima tahun di MPR, teman-teman (Golkar) berkata, “Pak Amin, kami kalah Pak. Jam terbang kami sudah tiga dasawarsa, ini baru tiga tahun sudah luar biasa.” (Orang Golkar 30 tahunan korupsi dengan cara-cara yang “sopan”, tapi orang zaman reformasi baru 3 tahun memimpin cara korupsinya seperti orang kesetanan).
Kita punya kebangsaan yang harus kita kembangkan jadi kepemimpinan. Jangan lupa, dalam kebangsaan itu pun seluruh nilai Islam harus dimasukkan. Kita ini punya semboyan Amar Makruf Nahi Munkar. Itu bagus, tapi belum cukup. It is just good, but not good enough.
Di samping Amar Makruf Nahi Munkar, kita juga (perlu) mengembangkan Ya’muru bil ‘Adli wa Nahyu ‘aniz Zulmi (memerintahkan berbuat adil, mencegah kezhaliman).
Samakah orang yang jadi budak tadi itu, yang tergantung pada bangsanya itu dengan orang yang menegakkan keadilan dan dia berada di jalan yang lurus?
Kalau Allah SWT memerintahkan orang beriman menegakkan keadilan, tentu sisi yang lain, adalah mencegah kezaliman. Syirik sendiri disebut kezaliman yang teramat besar.
Muhammadiyah yang besar ini (perlu) memantau dari Papua sampai Aceh, kira-kira mana saja yang ada potongan jahitan yang bisa masuk ke gelanggang politik. Karena itu penting jangan jangan sampai ditinggalkan.
Kalau kita tidak masuk ke situ, kita seperti anak yatim piatu. Kita mau buat apapun, kalau payung politiknya tidak ramah, serba tidak bisa. Seperti Muhammadiyah di Bangkalan itu, tidak pernah bisa mengadakan Isra’ Mi’raj bersama-sama di gedung, karena (diganjal) bupati, sekda, dan lain-lain.
Dulu pernah ada menteri (pendidikan) namanya Daoed Joesoef. Waktu itu ada ratusan dosen yang mau (sekolah) ke luar negeri. Asal namanya Islam, dicoret. Walaupun tidak shalat, minum arak, kalau namanya Islam ya dihabisi. Seperti salah seorang kawan saya bernama Amirudin.
Dulu karena kita tidak punya kekuatan politik, siswa SMA negeri yang memakai jilbab diundang kepala sekolahnya, disuruh lepas jilbab atau keluar. Sekarang kalau ada seperti itu, tentu kepala sekolahnya yang disuruh keluar, karena sudah tidak zamannya lagi (melarang siswi sekolah memakai jilbab).
Dalam hal kebangsaan itu, memang harus cerdas dan selalu berpegang kepada Al Qur’an. Dan kita menghadapinya dengan optimis. Semoga Muhammadiyah abad kedua ini tidak lagi di pinggir, tapi di mainstream. Tidak lagi tangan di bawah, tetapi tangan di atas. Kalau kita kuat, kita akan menghidupi banyak orang. SELESAI. (Kutipan hal. 22-23)
Prof. John L.Esposito : Politik Tidak Akan Pernah Mati
Prof. John L.Esposito : Politik Tidak Akan Pernah Mati
Washington DC (voa-islam.com) Profesor John L. Esposito dari Departemen Bidang Internasional di Georgetown University, yang menulis buku : "The Future of Islam", mengklaim bahwa politik Islam tidak akan pernah mati. Sebaliknya, Esposito menegaskan bahwa terus berkembang menjadi bentuk ekspresi yang baru.
Esposito yang menaruh perhatian mendalam tentang situasi di Mesir, pasca kudeta militer yang menggulingkan presiden Mohammad Mursi awal Juli, di mana banyak pengamat berkomentar, kudeta militer menandai kematian politik Islam. Namun, Esposito mengingatkan para pengamat dari Mark Twain yang mengatakan, "Laporan kematian politik Islam dinilai sangat berlebihan", ungkapnya.
Memang, ini bukan pertama kalinya bahwa Ikhwanul Muslimin menghadapi penindasan. Meskipun, mereka selalu menghadapi makar dan musibah dalam berpolitik, tetapi mereka sepertinya selalu lahir kembali, dan menjadi lebih kuat.
Esposito menyebutkan bahwa kematian politik Islam juga dinyatakan berkali-kali sebelumnya, saat Jamaah Ikhwanul Muslimin mengalami penidasan yang sangat hebat, seperti di zaman Presiden Gamal Abdul Nasser, di tahun l954.
Tetapi, tahun 2012, Jamaah Ikhwanul Muslimin, berhasil menunjukkan kembali jati dirinya, sebagai sebuah gerakan dakwah yang tangguh, dan memiliki akar dikalangan rakyat Mesir. Di mana mendapatkan dukungan rakyat Mesir, dan kaum Muslimin.
Justeru disaat banyak pengamat mengatakan, bahwa terjadi kematian politik Islam, sebaliknya kalangan Gerakan Islam, dan kalangan Islam politik, bangkit dan memimpin di berbagai kawasan.
John Esposito melihat kembali Ikhwan di Mesir, kembalinya Ennahda dan Rasyid Ghannoushi di Tunisia, dan Partai Keadilan da Pembangunan di Maroko, Gerakan Islam di Libya, Partai Ishlah di Yaman, Partai Kesejahteraan yang Erbakan, yang dibubarkan militer, kemudian munculnya AKP di Turki yang pimpin Erdogan dan Abdullah Gul, Hamas di Palestina, dan berbagai tempat lainnya'', tegas Esposito.
Esposito lebih lanjut, mengatkan bahwa berbagai tantangan baru muncul, dan Gerakan Islam akan belajar dari kesalahan dan beradaptasi, serta akan menampilkan dirinya dalam berbagai bentuk dengan cara yang terorganisir yang lebih baik. ''Era baru mungkin akan lahir, dan bukan menampilkan gaya lama Politik Islam. Dan, tidak mungkin setiap gerakan atau kelompok atau kelompok kepentingan untuk mengabaikan Islam", tambahnya.
John Esposito mengkritik militer Mesir yang melakukan tindakan kejam terhadap Ikhwanul Muslimin dan Islam politik di negara itu. Menurut Esposito, sikap militer itu menunjukkan adanya "ambigu" (bermuka dua) dalam berdemokrasi,katanya.
''Jika pemerintah yang dipimpin militer ingin meminggirkan dan melemahkan Ikhwanul Muslimin, percayalah bahwa tindakank militer telah ditolak oleh mayoritas rakyat Mesir. Mengapa mereka tidak sekarang segera menyelenggarakan pemilu? Apa yang mereka takutkan?", tandasnya.
Esposito membandingkan situasi di Mesir dengan Aljazair sebelum perang sipil, yaitu setelah hasil pemilu yang demokratis dibatalkan, karena yang menang dan merengkuh kekuasaan adalah Partai Islam. Militer melakukan tindakan keras terhadap kelompok Islam, dan memaksa pendukungnya yang melakukan gerakan damai untuk mengangkat senjata melawan penindasan militer dalam kasus yang terjadi di Aljazair, dan tidak tertutup kemungkinan akan menyusul di Mesir, tambahnya.
Namun, Jamaah Ikhwan di Mesir menghadapi berbagai kekuatan kepentingan yang menyatu, kristen-koptik, sekuler, liberal, nasionalis, dan militer, serta kekuatan regional yang takut dengan perubahan baru di Mesir. Di mana Mesir menjadi "episentrum" (pusat pengaruh) di Timur Tengah, dan jatuh ke tangan Ikhwan.
Satu-satunya negara yang sangat takut terhadap kekuasaan Gerakan Islam di Mesir, tak lain, adalah Arab Saudi. Raja Abdullah lah yang memerintahkan Jenderal Abdul Fattah al-Sissi memberangus Jamaah Ikhwan, menggulingkan Presiden Mursi, dan membubarkan Partai Kebebasan dan Keadilan.
Arab Saudi dan Raja Abdullah tidak takut terhadap Zionis-Israel ataupun Iran, tetapi penguasa Arab Saudi, lebih takut terhadap pengaruh Jamaah Ikhwan yang telah mengguncang dunia Arab dan melahirkan revolusi, dan inilah yang membuat para raja dan pangeran Arab mimpi buruk. Jalan satu-satunya memberangus Jamaah Ikhwan, betapa harus dibayar dengan mahal. af/hh