ARSIP BULANAN : September 2018

Page 2

25 September 2018 23:17:32 Dibaca : 2236

Bismillahir Rohmaanir Rohiim

 


Masalah...

Itu pasti terjadi dalam hubungan

Selalu datang silih berganti

Meski awalnya Baik-kan

Namun akhirnya pergi

 

Pergi menjauh..

Bukanlah solusi untuk memecahkan masalah

Berpikirlah dengan hati yang terarah

Agar kita tak berada pada keputusan yang salah

 

Pilihan yang salah biasanya

Mengantarkan kita kepada hal yang lebih berbahaya

Biasanya saling diam adalah solusinya

solusi ..solusiii yang tak semestinya

 

Kadang timbulnya masalah

membuat kita lupa

Bahwa kita pernah

menciptakan bahagia

 

Saling diam dan nggak ada kabar

Bukanlah jalan keluar

Malah itu mengajarkanku

Untuk hidup tanpa dirimu

 

Mau cari pasangan lagi..?

Itu butuh yang namanya adaptasi

sangat butuh waktu lagi

Lebih baik saling memperbaiki diri

Kita sudah bisa menerima apa adanya

Contohnya...

kita sudah saling terbuka

Baik dikala suka maupun duka

 

 

Ikrar untuk selalu sama sama untuk apa diucapkan

kalau semuanya hanya untuk dilupakan

 

 

Kalau masih ingin Bersama

Kenapa harus ada kata pisah

Jika punya masalah diselesaikan

Bukan Pergi Menghilang

 

 

" Cintailah Cinta Sebelum Cinta Mencintai Cintanya Cinta "

Menentukan Kalor Jenis Air

21 September 2018 15:05:42 Dibaca : 3253

Bismillahirrohmaanirrohiim

 

Dandi Saputra Halidi

442417041

 

LAPORAN 
PERCOBAAN FISIKA 11 (PF 11) MENENTUKAN KALOR JENIS AIR


JUDUL
PENYERAPAN KALOR PADA PERUBAHAN SUHU


RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh dari waktu terhadap suhu air dalam kalorimeterelektrik ?
Bagaimana plot dan grafik hubungan antara waktu terhadap suhu air untuk menentukan kalor jenis air dengan menggunakan kalorimeterelektrik ?


TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh dari waktu terhadap suhu air dalam kalorimeterelektrik.
Mahasiswa dapat membuat plot dan grafik hubungan antara waktu terhadap suhu air untuk menentukan kalor jenis air dengan menggunakan kalorimeterelektrik.


DASAR TEORI
Bila dua sistem yang suhunya berbeda-beda bersentuhan satu sama lain, maka suhu akhir yang dicapai oleh kedua sistem berada di antara dua suhu permulaan tersebut. Perubahan suhu adalah perpindahan “sesuatu” dari sebuah benda pada suatu suhu yang lebih tinggi ke sebuah benda pada suatu suhu yang lebih rendah, dan “sesuatu” ini kita namakan kalor. Jadi, kalor berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah. Secara umum kalor adalah sebuah bentuk energi dan bukan merupakan sebuah zat.
Joule adalah orang yang memperlihatkan dengan eksperimen bahwa bila suatu kuantitas energi mekanis yang diberikan diubah menjadi kalor, maka kuantitas kalor yang sama selalu dihasilkan. Usaha dan kalor dipikirkan sebagai dua konsep yang terpisah sampai Thompson di tahun 1798, menyarankan bahwa kalor mempunyai suatu aspek mekanis, dan dengan demikian dia mengusulkan suatu hubungan diantara usaha dan kalor tersebut. Hubungan itu disebut prinsip dinamakan kesetaraan energi mekanik dan kalor. Di tahun 1850, untuk pertama kalinya Joule menggunakan sebuah alat yang di dalamnya terdapat beban-beban yang jatuh yang merotasikan sekumpulan pengaduk di dalam sebuah wadah air yang diisolasi.
Apabila suhu berbagai jenis benda dinaikkan dengan besar yang sama, ternyata setiap benda menyerap energi kalor dengan besar berbeda. Contohnya : empat buah bola masing-masing terbuat dari aluminium, besi, kuningan, dan timah yang memiliki massa sama ditempatkan di dalam beaker glass yang berisi air mendidih. Setelah sekitar 15 menit, keempat bola akan mencapai kesetimbangan termal dengan air dan akan memiliki suhu yang sama dengan suhu air. Kemudian keempat bola diangkat dan ditempatkan di atas kepingan paraffin. Setelah itu, bola aluminium dapat melelehkan paraffin dan jatuh menembus paraffin. Beberapa detik kemudian, bola besi mengalami kejadian yang sama. Bola kuningan hanya melelehkan paraffin sebagian sehingga bola tersebut masuk sampai kedalaman tertentu, namun tidak sampai menembus paraffin. Sedangkan bola timah hampir tidak melelehkan paraffin sehingga bola ini hanya masuk sedikit pada paraffin.
Dapat dijelaskan bahwa keempat bola menyerap energi kalor dari air mendidih, kemudian memindahkan energi kalor tersebut pada paraffin sehingga paraffin meleleh. Tetapi karena setiap bola memiliki kemampuan untuk melelehkan paraffin dengan besar yang berbeda, berarti setiap bola memindahkan energi kalor pada paraffin yang berbeda pula. Oleh karena itu, setiap benda mesti menyerap energi kalor yang berbeda pada air mendidih tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa benda yang berbeda akan menyerap energi kalor yang berbeda pula walaupun terjadi pada perubahan suhu yang sama.
Berdasarkan fenomena tersebut, kalor jenis suatu benda didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu zat sebesar 1 K. kalor jenis ini merupakan sifat khas suatu benda yang menunjukkan kemampuannya untuk menyerap kalor. Semakin besar kalor jenis suatu benda, semakin besar pula kemampuan untuk menyerap kalor pada perubahan suhu yang sama.
Kalor didefinisikan sebagai energi yang di transfer karena perubahan temperatur pada suatu zat. Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk merubah temperatur zat tertentu sebanding dengan massa zat tersebut dan dengan perubahan temperatur, dapat dinyatakan dengan persamaan
Q = mc∆T
Keterangan :
Q = kalor
m = massa
c = kalor jenis
∆T = perubahan temperatur.
Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda (zat) bergantung pada tiga faktor : massa jenis, jenis zat (kalor jenis), dan perubahan suhu.
Kalor dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu,
Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud (kalor laten).

REFERENSI
PENUNUTUN PRAKTIKUM fisika dasar 1 2017.UNG
SILABAN.PANTUR dan SUCIPTO ERWIN 2001 fisika jilid 1 edisi ketiga.JAKARTA :PENERBIT ERLANGGA
DOUGLS 2001.kalor jenis,JAKARAT :PENERBIT ERLANGGA
http://ww.artidefinisi.pdf.com
Variabel-variabel
Variabel bebas = massa
Variabel terikat = tegangan dan kuat arus
Variable Kontrol = waktu

Alat dan Bahan
Air
Kalorimeter elektrik
Catu daya
Kabel penghubung
Amperemeter analog
Voltmeter analog
Neraca mekanik
Termometer
Stopwatch
Statif dan clamp

Prosedur Kerja
Merangkai alat seperti yang tampak pada gambar memasang rangkaian lisrik seperti pada gambar
Menghubungkan dengan sumber tegangan, mengatur arusnya kira-kira 2 Ampere, kemudian mematikan lagi saklarnya.
Menimbang calorimeter kosong (bejana dalam) dan pengaduk
Mencatat massa calorimeter kosong
Mengisi calorimeter dengan air secukupnya (kumparan tercelup) dan menimbang kembali sehingga massa airnya diketahui.
Mencatat massa air dalam calorimeter
Memasang calorimeter yang sudah berisi air, mengukur suhu air dan calorimeter dan mencatat hasil pengukuran
Menyalakan catu daya dan menghidupkan stopwatch, mencatat penunjuk tegangan dan arus setiap 2 menit dan mengaduk terus air dalam calorimeter dengan pengaduk
Mencatat suhu air setiap 2 menit selama 8 menit

Pengolahan Data PF 11
Menentukankalorjenis air

Data HasilPercobaan
Tabel data hasilpenelitianvariasiwaktuterhadaptemperatur
No. V (Volt) I (A) t (S) Mk (gr) Ma (gr) T (oC) Takhir (0C)
1 1,6 1,5 4 465,4 558,3 260C 260C
2 1,6 1,7 8 465,4 558,3 260C 280C
3 1,6 1,9 12 465,4 558,3 260C 300C

Analisis Data
Tabelperhitungankalorjenis air
No.
Keterangan 1 2 3
V ( Volt)
1,6 1,6 1,6
I (A) 1,5 1,7 1,9
t (S) 4 8 12
MK (gr) 465,4 465,4 465,4
MA (gr) 558,3 558,3 558,3
T (OC) 26 26 26
TAkhir(OC) 26 28 30
W = V.I.t (Joule) 9,6 21,76 36,48
Q = W x 0,24 Kalori 2,304 5,2224 8,7552
C = Q/m∆T (kal/gr0C) 4,16 2,08 1,04

KalorJenis Air (Teori)
Cair=4.18 x 103 joule/KgK
= 1,0032kal/groC
KalorJenis Air Rata-Rata (Praktek)
Cair= (C1 + C2 + C3 )/3
Cair= (4,16+ 2,08 + 1,04)/3 = 2,42kal/gr0C
Persen Beda (%)
Persenbeda (%) = |(Cairteori-Cair Praktek)/Cairteori| X 100%
=|(1,0032-2,42)/1,0032| X 100%
= 141,22 %

GrafikHubunganWaktuTerhadapPerubahanSuhu

InterprestasiGrafik
Grafikhubunganantaraperubahanwaktu (t) danperubahansuhuberbandinglurus, artinyasemakinbesarwaktu (∆t) makasemakinbesar pula perubahansuhu.

Kesimpulan
Dari hasilpercobaandapatdisimpulkanbahwakalorjenisadalahjumlahenergi yang dipindahkandarisuatubendaatautubuhkebenda lain. Akibatdarisuatuperbedaansuhudiantarabenda. Dari grafik di atasdilihatbahwawaktu (∆t) danperubahansuhu (∆T) berbandinglurusartinyasemakinbesarperubahanwaktu (∆t) makasemakinbesar pula perubahansuhu (∆t).

KemungkinanKesalahan
Kekeliruanmerangkaialat-alat.
Kesalahandalammeletekan thermometer kedalam calorimeter.

 

Pemuaian Linear

21 September 2018 15:02:01 Dibaca : 3700

Bismillahirrohmaanirrohiim

Dandi Saputra Halidi

442417041

 

Judul
KEOFISIEN MUAI LINIER LOGAM


Rumusan masalah :
Bagaimana menginterpretasikan apa yang ditunjukkan dalam grafik.?
Bagaimanamenghitung nilai koefisien muai linier dari masing-masing logam?
Bagaimananilai koefisien muai linier setiap batang logam yang di peroleh dari hasil perhitungan,dengan nilai koefisien muai linier logam yang ada pada tabel 10.2?


Tujuan :
Mahasiswa dapat menginterpretasikan apa yang ditunjukkan dalam grafik.
Mahasiswa dapat menghitung nilai koefisien muai linier dari masing-masing logam.
Mahasiswa dapat membandingkan nilai koefisien muai linier setiap batang logam yang di peroleh dari hasil perhitungan,dengan nilai koefisien muai linier logam yang ada pada tabel 10.2


Dasar teori :
Sebagian besar zat memuai ketika dipanaskan dan menyusut ketika didinginkan.Bagaimanapun,besarnya pemuaian dan penyusutan bervariasi bergantung pada materi itu sendiri. Secara eksperimen perubahan temperatur, ∆T pada batang logam yang mempunyai panjang L akan mengakibatkan perubahan panjang sebesar ∆L. Perubahan panjang ∆L ini berbanding lurus dengan L dan ∆T, maka dapat dituliskan:
∆L= ∆T α L0 .......(1)
Konstanta perbandingan α disebut koefisien muai linier. Sehingga persamaan (1) dapat di tulis sebagai berikut :
α=∆L / L0∆T.......(2)
Tabel Nilai Koefisien muai linier α dari beberapa batang logam
Logam α (per°C)
Aluminium 23 x 10-6
Kuningan 19 x 10-6
Tembaga 17 x 10-6
Baja 11 x 10-6

Pada umumnya kenaikan temperatur dari suatu benda diikuti oleh pemuaian volume benda itu. Dalarn beberapa hal tertentu yakni untuk zat tertentu dan dalam batasan temperatur tertentu akan terjadi hal yang sebaliknya.
Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian pada zat gas ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang (untuk satu demensi), pemuaian luas (dua dimensi) dan pemuaian volume (untuk tiga dimensi). Pemuaian dapat berlangsung dalam bermacarn-macam keadaan. Salah satu keadaan khusus adalah pemuaian yang berlangsung pada tekanan tetap tergantung pada suhu air sekitar koefisien muai atau daya muai dari benda tersebut. Pada tahun 1736, John Ellicott dengan alatnya telah mengukur pemuaian panjang (satu dimensi) dan pada prinsipnya, pengukuran pemuaian panjang sekarang adalah pengukuran Ellicott itu, yakni mengukur beda panjang sebelum dan sesudah penambahan temperatur.
Jika kita memandang pemuaian hanya pada satu dimensi saja, hal ini kita namakan pemuaian panjang. Pemuaian pada dua dimensi disebut pemuaian luas atau pemuaian permukaan sedangkan pada tiga dimensi disebut pemuaian isi, pemuaian mang, atau pemuaian kubik. Jika dari teori molekul atau atom kita menganggap benda terdiri dari molekul atau atom yang saling tarik-menarik, maka pada pemuaian, jarak antara molekul atau atom zat diperbesar. Jadi untuk jumlah benda yang tetap, volume sesungguhnya daripada molekul atau atom itu sendiri pada pemuaian adalah tetap pula. Yang bertambah adalah hampa antara molekul atau atom, sehingga volume yang ditempati oleh molekul atau atomlah yang bertambah. Dalam pembicaraan ini, kita memandang volume mangan yang bertambah ini. Jelaslah juga di sini bahwa pada peristiwa pemuaian, massa adalah tetap.
Jika temperatur diturunkan, umumnya, benda mengecil, tepat sebagai kebalikandaripada pemuaian, sehingga pengertian ini dapat juga dianggap sebagai pemuaian yang negatif.
Pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena menerima kalor. Pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat kecil dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut. Sehingga lebar dan tebal dianggap tidak ada. Contoh benda yang hanya mengalami pemuaian panjang saja adalah kawat kecil yang panjang sekali. Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang awal benda, koefisien muai panjang dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang suatu benda sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan. Pemuaian linear benda padat, ketika suatu benda padat mengalami peningkatan temperatur ∆T, pertambahan panjangnya ∆L hampir sebanding dengan panjang awalnya L0 dikalikan dengan T. Yaitu ∆L = α. L0 ∆T dimana konstanta perbandingan disebut sebagai koefisien pemuaian linear. Nilai tergantung pada sifat zat. Untuk berbagai keperluan, kita dapat menganggap α sebagai konstanta yang sepenuhnya bebas dari T, meskipun hal tersebut jarang benar. Dari persamaan di atas, α adalah perubahan panjang per satuan panjang awal per derajat perubahan temperatur. Secara matematis persamaan yang digunakan untuk menentukan pertambahan panjang suatu benda setelah dipanaskan pada suhu tertentu adalah :
∆L = LO.α.∆T

Ket : ∆L= Pertambahan panjang (m)
Lo = Panjang awal (m)
α = Koefisien muai panjang (/℃)
∆T= Perubahan suhu(℃ )
Lt = L0 (1 + α x ∆t)
= panjang akhir (m, cm)
= panjang awal (m, cm)
α = koefisien muai panjang (/°C)
Δt = perbedaan suhu (°C)
koefisien muai linier di definisikan sebagai bilangan yang menunjukkan berapa cm atau meter bertambahanya panjang tiap 1 cm atau 1 m suatu batang jika suhunya dinaikkan ℃.Jadi besarnya koefisien muai panjng suatu benda berbeda-beda tergantung jenis zatnya. Jika suatu benda panjang mula-mula pada suhu t0 ℃ adalah Lo koefisien muai panjang = ∝. Kemudian dipananskan sehingga suhunya menjadi ℃ maka :
∆L=L0. ∝(t1 – to)

Panjang batang pada suhu t1 ℃adalah :
Lt = L0 + ∆L
= L0 + Lo.∝. (t1 – t0)
= L0(1 + ∝∆t1)
Pemuaian panjang disini berarti panjang benda bertambah atau panjang benda berkurang. Biasanya panjang benda bertambah ketika suhu meningkat, sebaliknya panjang benda berkurang (benda memendek) ketika suhu menurun. Setiap benda padat, apapun itu pasti mengalami pemuaian panajng, meskipun tidak semua bagian benda itu mengalami pemuaian panjang.Jika suatu benda padat dipanaskan maka benda tersebut akan memuai kesegala arah,dengan kata lain ukuran panajng bertambah karena menerima kalor.
Beberapa manfaat pemuaian yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
Ban baja yang bediameter lebih kecil dari pelek roda ketika ingin dipasang harus dimuaikan lebih dulu untuk mempermudah.
Pembuka tutup botol logam
untuk membukanya tutup botol harus dipanaskan terlebih dahulu dengan api.ketika dipanaskan, tutup botol logam akan memuai lebih cepat dari pada botol kaca sehingga tutup botol akan longgar dan mudah dibuka.
Pengelingan
Menyambung dua pelat dengan menggunakan paku khusus dengan proses khusus disebut mengeling. Bagaimanakah cara pemasangan paku keling? Paku keling yang dipakai untuk mengeling sesuatu dalam keadaan panas sampai berpijar dan dimasukkan ke dalam lubang pelat yang hendak kita keling. Kemudian paku bagian atas dipukul-pukul sampai rata. Setelah dingin paku keling tersebut akan menyusut dan menekan kuat pelat tersebut. Pengelingan dapat kamu jumpai pada pembuatan badan kapal laut.
Pemasangan bingkai roda logam pada pedati dan kereta api. Roda pedati dan roda kereta api memiliki ukuran lebih kecil daripada ukuran bingkainya. Untuk dapat memasang roda logam tersebut, maka dengan cara pemanasan. Hal ini mengakibatkan roda logam akan mengalami pemuaian. Kemudian roda logam tersebut dipasang pada bingkainya, setelah dingin roda akan menyusut dan terpasang pada bingkainya dengan kuat.
Masalah yang Ditimbulkan oleh Pemuaian dalam Kehidupan Sehari-hari :
Pemasangan kaca jendela
Tukang kayu merancang ukuran bingkai jendela yang sedikit lebih besar dari pada ukuran sebenarnya. Hal ini di lakukan untuk memberi ruang kaca saat terjadi pemuaian. Apabila desain jendele tidak di beri ruang pemuaian,maka saat kaca memuai akan mengakibatkan retaknya kaca tersebut.
Celah pemuaian pada sambungan jembatan
Sering kamu jumpai sambungan antara dua jembatan beton terdapat celah diantaranya. Kal ini bertujuan agar jembatan tersebut tidak melengkung saat terjadi pemuaian.
Sambungan rel kereta api
Sambungan rel kereta api dibuat ada celah diantara dua batang rel tersebut.Hal ini bertujuan agar saat terjadi pemuaian tidak menyebabkan rel melengkung. Rancangan yang sering digunakan sekarang ini sambungan rel kereta api dibuat bertautan dengan ujung rel tersebut dibuat runcing. Penyambungan seperti ini memungkinkan rel memuai tanpa menyebabkan kerusakan.
Kawat telepon atau kawat listrik
Pemasangan kawat telepon atau kawat listrik dibiarkan kendor saat pemasangannya pada siang hari. Hal ini dilakukan dengan maksud,pada malam hari kawat telepon atau listrik mengalami penyusutan sehingga kawat tersebut tidak putus.
Refensi :
Giancoli, Douglas 2001. Fisika D asar 1 (terjemahan) Jakarta :
penerbit Erlangga
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/Fisika_Ilmu_panas
/bab2-pengaruh_temperatur_atas_zat.pdf.
Holliday dan Reanick, 1991. Fisika Jilid 1 (terjemahan) Jakarta :
Penerbit Erlangga

Variabel –Variabel :
1. Variabel bebas : panjang mula-mula batang logam
Variabel terikat : pertambahan panjang batang logam
Variabel kontrol : suhu awal
Alat dan Bahan :
Thermal expansion apparatus
Steam generator
Termometer
Batang logam
Mistar
Prosedu kerja :
Mengukur panjang batang logam sebagai L0 !
Menyusun peralatan !
Meletakkan termometer pada batang logam (diusahakan ujung termometer tepat mengenai batang logam).mencatat temperatur yang ditunjukkan termometer sebagai T0.
Mengisi steam generator dengan air sampai ¾ bagian. Kemudian tekan tombol ON untuk menyalakan steam generator. Putar tombol low-high pada skala maksimal hingga air mendidih.
Menghubungkan salah satu ujung selang dari steam generator ke salah satu ujung batang logam.
Mencatat perubahan panjang batang logam ∆L (dibaca pada skala metrika) untuk setiap kenaikan temperatur 2℃ (minimal 6 kali kenaikan). Sedapat mungkin lakukan kedua pengukuran ini secara serempak.mencatat hasil eksperimen.
Melakukan langkah 1 sampai 6, untuk batang logam yang lain.

Pengolahan Data PF 10
Pemuaian Linier

A. Menghitung panjang mula-mula (L0) dan suhu mula-mula (T0) ketiga logam.
1. Panjang mula-mula (L0)
a. Logam besi (LO)
L0 = 75 cm = 0,75 mm
∆L0 = 1/2 nst mistar
= 1/2 x 1 mm = 0,5cm
KR = (∆L₀)/(L₀) x 100%
= 0,5/0,075 x 100%
= 6,6 % (2AP)
(L0 ± ∆L0) = (0,75 ± 0,0005)
(7,5 ± 0,5) 10-2mm
b. LogamTembaga
L0 = 79 = 0,75 mm
∆L0 = 1/2 nst mistar
= 1/2 x 1 mm = 0,5 mm
KR = (∆L₀)/(L₀) x 100%
= 0,5/0,75 x 100%
= 6,6 % (2 AP)
(L0 ± ∆L0) = (0,75 ± 0,5) 10-2mm

c. Logamalmanium
L0 = 75 = 0,075 cm
∆L0 = 1/2 nst mistar
= 1/2 x 1 mm = 0,5mm
KR = (∆L₀)/(L₀) x 100%
= 0,5/0,75 x 100%
= 6,6 % (2 AP)
(L0 ± ∆L0) = (0,75 ± 0,0005)10-2mm

2. menghitung temperature awal
a. logambesi
T0 = 300 C
∆T0 = 1/2 Nst Termometer
= 1/2 x 1 0C
= 0,50C
KR = (∆T₀)/(T₀) x 100%
= 0,5/(30 ) x 100%
= 1,66% (3 AP)
(T0 ± ∆T0) = (3,00 ± 0,05) 100C

b.logamTembaga
T0 = 290C
∆T0 = 1/2 Nst Termometer
= 1/2 x 1 0C
= 0,50C
KR = (∆T₀)/(T₀) x 100%
= 0,5/(29 ) x 100%
= 1,72 % (3AP)
(T0 ± ∆T0) = (28 ± 0,05) 100C

c.logamalmanium
T0 = 290C
∆T0 = 1/2 Nst Termometer
= 1/2 x 1 0C
= 0,50 C
KR = (∆T₀)/(T₀) x 100%
= 0,5/(29 ) x 100% = 1,72% (3AP)
(T0 ± ∆T0) = (2,90 ± 0,05)100C

B. Menghitungpertambahanpanjng (∆L) danperubahansushu (∆T) logam.
1. Perubahan panjang
a. Logam besi
L1 = 0,32mm
∆L = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L1/L1 x 100%
= 0,005/0,32 x 100%
= 1,56 % (3 AP)
(L1 ± ∆L1) =(3,20 ±0,05) 10-1 mm
L2 = 0,35mm
∆L2 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L2/L2 x 100%
= 0,005/0,35 x 100%
= 1,42 % (3 AP)
(L2 ± ∆L2) = (3,50 ± 0,05) 10-2m
L3 = 0,35
∆L3 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L3/L3 x 100%
= 0,005/0,35 x 100% = 1,42 % (3AP)
(L3± ∆L3) = (3,80 ± 0,005) 10-1 mm
b. Logam Tembaga
L1 = 0,42 mm
∆L1 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L1/L1 x 100%
= 0,005/0,042 x 100%
= 1,1 % (3 AP)
(L1 ± ∆L1) = 4,20 ± 0,005) 10-1 m
L2 = 0,45 mm
∆L2 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L2/L2 x 100%
= 0,005/0,45 x 100%
= 1,1 % (3 AP)
(L2± ∆L2) = (4,50± 0,005) 10-1 m
L3 = 0,47 mm
∆L3 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L3/L3 x 100%
= 0,005/0,047 x 100% = 1,06 % (3 AP)
(L3± ∆L3) = (4,70 ± 0,005) 10-1 m
c. Logam Besi
L1 = 0,61 mm
∆L1 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L1/L1 x 100%
= 0,005/0,61 x 100%
= 0,81 % (3 AP)
(L1 ± ∆L1) = (6,10 ± 0,005) 10-1 m
L2 = 0,65 mm
∆L2 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005 mm
KR = ∆L2/L2 x 100%
= 0,005/0,65 x 100%
= 0,76 % (3 AP)
(L2 ± ∆L2) = (6,50 ± 0,005) 10-1 m
L3 = 0,68 mm = 0,00040m
∆L3 = 1/2 Nst mertika
= 1/2 x 0,01mm = 0,005mm
KR = ∆L3/L3 x 100%
= 0,005/0,68 x 100%
= 0,73% (3 AP)
(L3± ∆L3) = (6,80 ± 0,005) 10-1 m
PerubahanSuhu
a. Logam besi
T1 = 320C
∆T = 1/2Nst Termomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T1/T1 x 100%
= 0,5/32 x 100%
= 1,56 % (3 AP)
(T1 ± ∆T1) = (3,20 ± 0,05)0C
T2 = 34 0C
∆T2 =1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C = 0,50C
KR = ∆T2/T2 x 100%
= 0,5/34 x 100%
= 1,47 % (3AP)
(T2 ± ∆T2) = (3,40 ± 0,05)0C
T3 = 360C
∆T3 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T3/T3 x 100%
=0,5/36 x 100%
= 1,38 % (3AP)
(T3± ∆T3) = (3,60 ± 0,05)0C
b. LogamTembaga
T1 = 310 C
∆T1 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T1/T1 x 100%
= 0,5/31 x 100%
= 1,6 % (3 AP)
(T1 ± ∆T1) = (3,10 ± 0,05) 0C
T2 = 330C
∆T2 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T2/T2 x 100%
= 0,5/33 x 100%
= 1,5 % (3AP)
(T2 ± ∆T2) = (3,30 ± 0,05) 0C
T3 = 35 0C
∆T3 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T3/T3 x 100%
= 0,5/35 x 100%
= 1,42 % (3AP)
(T3± ∆T3) = (3,50 ± 0,05) 0C

c. Logamaluminium
T1 = 310C
∆T1 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T1/T1 x 100%
= 0,5/31 x 100%
= 1,6 % (3 AP)
(T1 ± ∆T1) = (3,10 ± 0,05) 0C
T2 = 330C
∆T2 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C
= 0,50C
KR = ∆T2/T2 x 100%
= 0,5/33 x 100%
= 1,5 % (3AP)
(T2± ∆T2) = (3,30 ± 0,05) 0C
T3 = 350C
∆T3 = 1/2NstTermomter
= 1/2 x 10C = 0,50C
KR = ∆T3/T3 x 100%
= 0,5/35 x 100%
= 1,42 % (3 AP)
(T3± ∆T3) = (3,50 ± 0,05) 0C
2. Tabel Hasil Pengolahan Data
a. Logam besi
( T ± ∆L) mm ( L ± ∆T) 0C
(3,20 ± 0,05) 10 -1 mm (3,20 ± 0,05) 0C
(3,50 ± 0,05) 10-1mm (3,40 ± 0,05) 0C
(3,80 ± 0,05) 10 -1mm (3,60 ± 0,05) 0C

b. LogamTembaga
( L ± ∆L) mm ( T ± ∆T) 0C
(4,20 ± 0,05) 10-1 mm (3,10 ± 0,05) 0C
(4,50 ± 0,05) 10-1 mm (3,300 ± 0,05) 0C
(4,70 ± 0,05) 10-1 mm (3,50 ± 0,05) 0C

c. Logamaluminium
( L ± ∆L) mm ( T ± ∆T) 0C
(6,10 ± 0,05) 10-1 (3,10 ± 0,05) 0C
(6,50 ± 0,05) 10-1 (3,30 ± 0,05) 0C
(6,80 ± 0,05) 10-1 (3,50 ± 0,05) 0C
3.Membuat grafik hubungan antara perubahan suhu (∆T) terhadap pertambahan panjang (∆L).

a. Logambesi

b. Logam Tembaga

c. Logamaluminium

E. Interpretasi perbandingan
Dari ketigagrafikdapatdisimpulkanbahwahubunganantara ∆L berbandingluruskarenasetiapperubahanataukenaikansuhu, panjangbatanglogamjugabertambah.

F. Kesimpulan
Dari hasilpercobaandapatdisimpulkanbahwapemuaianpadamasingmasingbendaberbedatergantungjenisbendatersebut, sertanilai temperature jugamempengaruhipadapemuaiankarenapertambahanpanjangberbandinglurusdengan temperature.

G. Kemungkinankesalahan
1. Kemungkinankesalahanpratikumdalammelihatnilaipadaalatukur.

 

Hukum Charles

21 September 2018 14:57:53 Dibaca : 8782

Bismillahirrohmanirrohiim

 

Dandi Saputra Halidi

442417041

 

LAPORAN
PERCOBAAN FISIKA 9 (PF 9) HUKUM CHARLES


JUDUL
TEKANAN GAS DAN SUHU


RUMUSAN MASALAH
Bagaimana volume gas pada posisi-posisi piston yang berbeda-beda ?
Bagaimana grafik hubungan antara volume dan temperatur ?
Bagaimana kemiringan dan ketidakpastian grafik ?
Bagaimana kuantitas gas yang diperoleh lewat grafik dengan kuantitas gas yang diperoleh secara teoritis ?


TUJUAN
Agar mahasiswa mengetahui volume gas pada posisi-posisi piston yang berbeda-beda.
Agar mahasiswa mengetahui grafik hubungan antara volume dan temperatur.
Agar mahasiswa mengetahui kemiringan dan ketidakpastian grafik.
Agar mahasiswa mengetahui kuantitas gas yang diperoleh lewat grafik dengan kuantitas gas yang diperoleh secara teoritis.

 


DASAR TEORI
Pengaruh tekanan sampel gas diselidiki oleh Jacques Charles. Beliau mendapati gas akan mengembang apabila dipanaskan pada tekanan tetap.

SUHU T (K)
Tekanan tetap
Gambar 9.1
Garisan lurus dalam gambar 9.1 menunjukan terdapat perkadaran terus antara tekanan gas dan suhunya. Semua gas nyata akan terkondensasi jika disejukan pada suhu yang cukup rendah dan didapati garisan tersebut akan bertemu pada titik yang sama yaitu bersamaan dengan isi padu sifat dan suhu 273,15oC atau 0 K. Suhuh ini adalah suhu terendah yang boleh dicapai dan disebut suhu mutlak. Untuk kegunaan umum seperti dalam perkiraan, kita hanya akan menggunakan tiga angka berarti yaitu 273 K. Dalam gambar 9.1 setiap peringkat ujikaji dijalankan pada tekanan malar atau disebut isobar.
Perhubungan diatas dapat disimpulkan sebagai Hukum Charles yang menyatakan, pada tekanan tetap, volume dari massa tertentu atau kuantitas gas bervariasi secara langsung dengan temperatur.
V = cT
Hukum charles yaitu volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan temperature mutlak ketika tekanan dijaga konstan. Hukum Charles dapat dituliskan :
PV ∝ T
Hubungan ini menunjukkan bagaimana besaran P.V atau T akan berubah ketika yang kalinya diubah. Hubungan ini mengecil menjadi hukum boyle, Charles, dan gay-lussac ketika temperature tekanan dan volume berturut-turut tetap dijaga konstan. Temperature dan tekanan konstan, volume V dari sebuah gas ditempat tertutup bertambah dengan perbandingan lurus dengan massa m dari gas yang ada dengan demikian dituliskan :
PV ∝ mT
Dalam termodinamika dan kimia fisik, hukum Charles adalah hukum gas ideal pada tekanan tetap yang menyatakan bahwa pada tekanan tetap, volume gas ideal bermassa tertentu berbanding lurus terhadap temperaturnya (dalam Kelvin). Secara matematis, hukum Charles dapat ditulis sebagai:

dengan
V = Volume gas (m3),
T = Temperatur gas (K), dan
K = Konstanta.
Hukum ini pertama kali dipublikasikan oleh joseph Louis Gay Lussac pada tahun 1802, namun dalam publikasi tersebut Gay-Lussac mengutip karya Jacques Charles dari sekitar tahun 1787, yang tidak dipublikasikan. Hal ini membuat hukum tersebut dinamai hukum Charles. Hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum Gay-Lussac merupakan hukum gas gabungan. Ketiga hukum gas tersebut bersama dengan hukum Avogadro dapat digeneralisasikan oleh hukum gas ideal Hukum Boyle dan Charles. Ada banyak sekali penerapan hukum Boyle dan Charles. Hukum Boyle dan Charles digunakan dalam gas. Secara umum, keduanya mengandung pengertian yang hampir sama. Pembahasan hukum Boyle dan Charles adalah sebagai berikut.
Hukum ini menyangkut hubungan antara suhu, volume, dan tekanan. Dinyatakan bahwa bila tekanan tetap konstan, volume dari sejumlah gas tertentu adalah berbanding lurus dengan suhu absolut. Hukum ini sangat erat hubungannya dengan sifat kompresi dan dekompresi dari gas-gas yang juga berkaitan dengan gas-gas dalam aliran darah berwujud cair di tubuh manusia yang dapat menjadi lewat jenuh saat menyelam dengan udara tekan (tabung).
Suhu air di sekitar tubuh kita akan menentukan kenyamanan penyelaman dan durasi. Semua perairan bersuhu lebih dingin dari pada suhu tubuh normal (37'C atau 98'F) dan karenanya seorang penyelam akan kehilangan panas tubuhnya ke air karena faktor konduksi. Lapisanlapisan isolasi dan lemak atau baju selam dapat mengurangi pengaruh ini. Pada penyelaman satu-rasi, pemeliharaan suhu badan seorang penyelam menjadi suatu kebutuhan utama. Suhu air makin berkurang secara nyata bersamaan dengan bertambahnya kedalaman. Perubahan suhu muali terjadi setelah 10 meter pertama disebabkan oleh karena hilangnya sebagian besar panas matahari di kedalaman. Air dingin dapat menyebabkan gangguan-gangguan fisiologi yang bisa menjadi kritis seperti gangguan irama pernafasan, vertigo (pusing) dan sakit kepala berdenyut-denyut.
Hukum Charles, menyatakan “pada tekanan tetap, volume gas dengan massa tertentu berbanding lurus dengan temperatur (Kelvin)”. Dinyatakan menggunakan persamaan berikut.
Hukum Boyle menyatakan volume sejumlah tertentu gas berbanding terbalik dengan tekanan, asalkan suhu tetap konstan.
Secara matematis hukum Boyle dapat dinyatakan sebagai P1 V1 = P2 V2. Misalkan gas dengan 45,0 ml volume dan memiliki tekanan 760.mm. Jika tekanan meningkat menjadi 800mm dan suhu tetap konstan, maka menurut Hukum Boyle volume baru adalah 42,8 ml. (760mm)(45,0ml)=(800mm)(V2)
V2 = 42,8ml.
Hukum Charles dapat dinyatakan sebagai jika wadah ditempati oleh sampel gas pada tekanan konstan maka volume berbanding lurus dengan suhu.
V / T = konstan
V adalah volume
T adalah temperatur (diukur dalam Kelvin)
Pengaruh tekanan gas diselidiki oleh Jacques Charles. Beliau mendapati gas akan mengembang apabila di panaskan pada tekanan tetap yang menunjukkan adanya perkadaran terus antara tekanan gas dan suhunya.Semua gas nyata akan terkondensasi jika disejukkan pada suhu yang cukup rendah dan akan bertemu pada titik yang sama yaitu bersamaan dengan isi padu sifat dan suhu 273,15 0C atau 0 K. Suhu ini adalah suhu terendah yang boleh dicapai dan disebut suhu mutlak.Perhubungan ini disimpulkan sebagai Hukum Charles yang menyatakan “Pada tekanan tetap,volume dari massa tertentu atau kuantitas gas bervariasi secara langsung dengan temperature absolute”.
Secara kualitatif, temperatur dari sebuah objek (benda) dapat diketahui dengan merasakan sensasii panas atau dinginnya benda tersebut pada saat disentuh. Dengan demikian, temperatur merupakan ukuran panas-dingin suatu benda. Panas-dingin suatu benda berkaitan dengan energi kinetik (kecepatan atom-atom/molekul-molekul bergerak) yang terkandung dalam benda tersebut. Makin besar energi kinetiknya, makin besar temperaturnya. Temperatur merupakan sifat kasar dari suatu sistem yang dapat ditangkap secara inderawi (bisa diamati di laboratorium), oleh karenanya dikatakan sebagai besaran makroskopik. Selain temperatur, kuantitas makroskopik yang lain diantaranya adalah volume dan tekanan. Kuantitas-kuantitas makroskopik tersebut membentuk dasar bagi pengembangan ilmu termodinamika. Sedangkan energi kinetik sistem (termasuk di dalamnya adalah laju, massa, momentum, sifat tumbukan atom/molekul-molekul di dalam suatu sistem) merupakan kuantitas mikroskopik yang tidak dapat langsung diobservasi. Kuantitas-kuantitas ini, atau perumusan matematis yang didasarkan pada kuantitas-kuantitas tersebut, membentuk dasar bagi pengembangan ilmu mekanika statistika.
Jika sebuah volume gas dipanasi, sehingga volumenya berubah dari V1 ke V2 dan temperatur berubah dari T1 ke T2, maka
V1/V2 = T1/T2
Asalkan tekanan gas adalah konstant.
Secara sistematis hukum charles / Gay-lussac dapat dinyatakan
P α T atau P/T=K
Hukum ini dapat dibuktikan melalui teori kinetik gas. Karena temperatur adalah ukuran rata-rata energi kinetik, dimana jika energi kinetik gas meningkat, maka partikel gas akan bertumbukan dengan dinding / wadah lebih cepat, sehingga meningkatkan tekanan.
Hukum Gay-lussac dapat dituliskan sebagai perbandingan dua gas:
( P1)/T1 = (P2 )/T2 atau P1T2 = P2T1
Dalam termodinamika “ Hukum Charles” adalah hukum (pada gas ideal) pada tekanan tetap yang menyatakan bahwa “pada tekanan tetap, volume gas ideal bermassa tertentu berbanding lurus terhadap temperaturnya (dalam kelvin)”. Pernyataan Hukum Charles yaitu “volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak ketika tekanan dibaca konstan”. Hukum Charles dituliskan : V α T [ P konstan ]. Hukum Charles didapat dengan bantuan teknik yang sangat berguna di sains yaitu menjaga satu atau lebih variabel tetap konstan untuk melihat akibat dari perubahan variabel saja. Hukum Charles disebut juga hukum Gay-lussac, yakni pada tekanan tetap, semua gas mulia kira-kira dengan 1/273 dari volumenya pada suhu 0C dengan persamaan:
V1 = V0 =⦋1+t/273,16⦌ dapat juga pada tekanan tetap, permulaan gas sebanding dengan suhu mutlaknya, dengan persamaan 1/T tetap.
Untuk suatu tekanan tertentu terrdapat suatu suhu saturasi yang sesuai, sehingga dalam daerah kubah uap, suatu proses tekanan konstan adalah juga proses isotermis. Akibat pemanasan, uap menjadi semakin kering dan kalor yang di serap q adalah sebagai berikut:
q = x2 hfg1 – x1 hfg1
= hfg1 (x2 – x1)
Jika uap dipanaslanjutkan, kalor yang diserap adalah perbedaan antara kalor total panas lanjut dengan kalor total uap jenuh.
q = hsup1 – hg1
Pada daerah super panas, suhu uap akan meningkat dan tidak lagi berekspansi dengan suatu suhu konstan atau isotermis.

Referensi :
Buku penuntun.2017.Penuntun Fisika Dasar 1.Gorontalo:UNG
Halliday, dkk. 2010. FISIKA DASAR Edisi Ketujuh Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Giancoli, Douglas C. 2001. FISIKA Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
http://rumus-fisika.PDF.com/2010/06/teori-kinetik-gas-part-1-fisika.html. Diakses pada tanggal 24 November 2017.

VARIABEL-VARIABEL
Variabel Bebas : air panas dan es, diameter piston
Variabel Terikat : temperature, waktu
Variabel Kontrol : waktu dan volume gas

ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang akan digunakan pada saat praktikum :
Heat engine gas law apparatus
Termometer
Kontainer air panas
es

PROSEDUR KERJA
Berikut adalah langkah - langkah kerja praktikum :
Menyusun peralatan praktikum.
Menggunakan one hole stopper dan plain pipa, sambungkan ke base apparatus dan tangki udara.
Membaringkan slinder(pada posisi ini gaya yang berkerja pada apparatus adalah tekanan atmosfir dan sama sepanjang jangkauan operasi piston)
Meletakan tangki udara dalam kontainer yang telah diisi air panas. Setelah tangki mencapai keadaan setimbang. Mencatat temperatur dan jangkauan piston
Menambahkan es ke dalam kontainer dan catat temperatur pada interval waktu 30 dan 60 detik
Menhitung volume gas pada posisi-posisi piston yang berbeda-beda yang telah diukur(diameter piston 32,5 mm).


HASIL PENGAMATAN
PF-9

Waktu : 30 detik
t0 = 90o C h0= 17 mm

t h
70 11,5
58 7

NST heat engine gas law apparatus : 1 mm
NST thermometer : 10C
Stopwatch : 0,01 s

t0 = 90o C h0= 17 mm
waktu : 60 detik

t h
69 9
42 5


PENGOLAHAN DATA PF 9
HUKUM CHARLES
Menghitung kesalahan relatif untuk interval waktu 30 detik dan 60 detik
Menghitung kesalahan relatif tekanan (h)
Untuk interval waktu 30 detik
h1 = 17 mm = 0,017 m
∆h_1 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
KR = (∆h_1 )/h_1 x 100 %
= 0,0005/0,017 x 100 %
= 2,94 % (3 AP)
(h1 ± Δh1) = (1,70 ± 0,05) 10-2 m
h2 = 15 mm = 0,0115 m
∆h_2 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
KR = (〖∆h〗_2 )/h_2 x 100 %
= 0,0005/0,0115 x 100 %
= 4,37 % (3 AP)
(h2 ± Δh2) = (1,10 ± 0,05 ) 10-2 m
h3 = 7 mm = 0,007 m
∆h_3 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
KR = (〖∆h〗_3 )/h_3 x 100 %
= 0,0005/0,007 x 100 %
= 7,1 % (2 AP)
(h3 ± Δh3) = (1,30 ± 0,05) 10-2 m
Untuk interval waktu 60 detik
h1 = 17 mm = 0,017 m
∆h_1 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
KR = (∆h_1 )/h_1 x 100 %
= 0,0005/0,017 x 100 %
= 2,94 % (3 AP)
(h1 ± Δh1) = (1,70 ± 0,05) 10-2 m
h2 = 9 mm = 0,009 m
∆h_2 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
KR = (〖∆h〗_2 )/h_2 x 100 %
= 0,0005/0,009 x 100 %
= 5,55 % (2 AP)
(h2 ± Δh2) = (9,0 ± 0,5 ) 10-2 m
h3 = 5 mm = 0,005 m
∆h_3 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
KR = (〖∆h〗_3 )/h_3 x 100 %
= 0,0005/0,005 x 100 %
= 10 % (2 AP)
(h3 ± Δh3) = (5,0 ± 0,5) 10-2 m

Menghitung kesalahan relatif temperatur (T)
Untuk interval waktu 30 detik
T1 = 90 ℃
ΔT1 = ½ x nst termometer
= ½ x 1 ℃
= 0,5 ℃
KR = 〖∆T〗_1/T_1 x 100 %
= 0,5/90 x 100 %
= 0,55 % (3 AP)
(T1 ± ΔT1) = (9,00 ± 0,05) 10 ℃
T2 = 70 ℃
ΔT2 = ½ x nst termometer
= ½ x 1 ℃
= 0,5 ℃
KR = 〖∆T〗_2/T_2 x 100 %
= 0,5/70 x 100 %
= 0,71 % (3 AP)
(T2 ± ΔT2) = (7,00 ± 0,05) 10 ℃
T3 = 58 ℃
ΔT3 = ½ x nst termometer
= ½ x 1 ℃
= 0,5 ℃
KR = 〖∆T〗_3/T_3 x 100 %
= 0,5/58 x 100 %
= 8, 62 % (2 AP)
(T3 ± ΔT3) = (5,8 ± 0,5) 10 ℃
Untuk interval waktu 60 detik
T1 = 90 ℃
ΔT1 = ½ x nst termometer
= ½ x 1 ℃
= 0,5 ℃
KR = 〖∆T〗_1/T_1 x 100 %
= 0,5/90 x 100 %
= 0,55 % (3 AP)
(T1 ± ΔT1) = (9,00 ± 0,05) 10 ℃
T2 = 69 ℃
ΔT2 = ½ x nst termometer
= ½ x 1 ℃
= 0,5 ℃
KR = 〖∆T〗_2/T_2 x 100 %
= 0,5/69 x 100 %
= 0,72 % (3 AP)
(T2 ± ΔT2) = (6,90 ± 0,05) 10 ℃
T3 = 42 ℃
ΔT3 = ½ x nst termometer
= ½ x 1 ℃
= 0,5 ℃
KR = 〖∆T〗_3/T_3 x 100 %
= 0,5/42 x 100 %
= 1,19 % (2 AP)
(T3 ± ΔT3) = (4,2 ± 0,5) 10 ℃

Tabel untuk interval waktu 30 detik
( h ± ∆h ) m ( T ± ∆T ) 0C
(1,7 ± 0,5) 10-2 m
(1,10 ± 0,05 ) 10-2 m
(7,0 ± 0,5) 10-2 m
(9,00 ± 0,05). 10 ℃
(7,00 ± 0,05) 10 ℃
(5,8 ± 0,5) 10 ℃

Menentukan volume gas pada posisi yang berbeda-beda
Untuk interval waktu 30 detik
h1 = 115 mm = 0,0115 m
∆h_1 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
V1 = 1/4 π D2 h1
= 1/4 π (0,0005)2 . 0,0115
= 1/4 3,14 . 0,00000025. 0,0115
= 0,000001963 x 0,0115
= 0,000000023
〖∆V〗_1 = (∆h_1 )/h_1 x V1
= 0,0005/0,0115 x 0,00000023
= 0,0000001
KR = 〖∆V〗_1/V_1 x 100 %
= 0,0000001/0,000000023 x 100 %
= 4,34 % (3 AP)
(V1 ± ΔV1) = (2,30 ±0,03 ) 10-5 m3

h2 = 9 mm = 0,009 m
∆h_2 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
V2 = 1/4 π D2 h2
= 1/4 π (0,0005)2 . 0,007
= 1/4 3,14 . 0,00000025 . 0,009
= 0,00000019 x 0,009
= 0,0000000017
〖∆V〗_2 = (∆h_2 )/h_2 x V2
= 0,0005/0,009 x 0,0000000017
= 0,00000000094
KR = 〖∆V〗_2/V_2 x 100 %
= 0,00000000094/0,0000000017 x 100 %
= 5,55 % (2 AP)
(V2 ± ΔV2) = (1,7 ±0,9 ) 10-8 m3
h3 = 5 mm = 0,005 m
∆h_3 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
V3 = 1/4 π D2 h1
= 1/4 π (0,0005)2 . 0,005
= 1/4 3,14 . 0,00000025. 0,005
= 0,0000019 x 0,005
= 0,00000001
〖∆V〗_1 = (∆h_1 )/h_1 x V1
= 0,0005/0,0005 x 0,0000001
= 0,0000001
KR = 〖∆V〗_1/V_1 x 100 %
= 0,0000001/0,00000001 x 100 %
= 10 % (2 AP)
(V1 ± ΔV1) = (1,0 ±0,1 ) 10-8 m3

Tabel hasil pengamatan pada interval waktu 30 detik
( h ± ∆h ) m ( T ± ∆T ) 0C (V ± ∆V) m3
(1,7 ± 0,5) 10-2 m
(9,0 ± 0,5 ) 10-2 m
(5,0 ± 0,5) 10-2 m
(9,00 ± 0,05) 10 ℃
(6,90 ± 0,05) 10 ℃
(4,2 ± 0,5) 10 ℃ (3,20 ±0,09 ) 10-8 m3
(1,7 ±0,9 ) 10-8 m3
(1,0 ±0,1 ) 10-8 m3

Grafik hubungan antara temperature (T) Dan Volume (V)

Interpretasi grafik :
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan temperatur dan volume berbanding lurus dimana semakin naik temperatur atau suhunya maka semakin bertambah pula volumenya.

Tabel untuk interval waktu 60 detik
( h ± ∆h ) m ( T ± ∆T ) 0C
(1,7 ± 0,5) 10-2 m
(9,0 ± 0,5 ) 10-2 m
(5,0 ± 0,5) 10-2 m
(9,00 ± 0,05). 10 ℃
(6,90 ± 0,05) 10 ℃
(4,2 ± 0,5) 10 ℃

Menentukan volume gas pada posisi yang berbeda-beda
Untuk interval waktu 60 detik
h1 = 17 mm = 0,017 m
∆h_1 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
V1 = 1/4 π D2 h1
= 1/4 π (0,0005)2 . 0,017
= 1/4 3,14 . 0,00000025. 0,017
= 0,0000019 x 0,017
= 0,000000032
〖∆V〗_1 = (∆h_1 )/h_1 x V1
= 0,0005/0,017 x 0,00000032
= 0,00000094
KR = 〖∆V〗_1/V_1 x 100 %
= 0,00000094/0,000000032 x 100 %
= 2,93 % (3 AP)
(V1 ± ΔV1) = (3,20 ±0,09 ) 10-8 m3
h1 = 17 mm = 0,017 m
∆h_1 = ½ x nst piston
= ½ x 1
= 0,5 mm = 0,0005 m
V1 = 1/4 π D2 h1
= 1/4 π (0,0005)2 . 0,017
= 1/4 3,14 . 0,00000025. 0,017
= 0,0000019 x 0,017
= 0,000000032
〖∆V〗_1 = (∆h_1 )/h_1 x V1
= 0,0005/0,017 x 0,00000032
= 0,00000094
KR = 〖∆V〗_1/V_1 x 100 %
= 0,00000094/0,000000032 x 100 %
= 2,93 % (3 AP)
(V1 ± ΔV1) = (3,20 ±0,09 ) 10-8 m3

Kemiringan grafik pada interval waktu 30 detik
M = (V_2-V_1)/(T_2-T_1 ) = ((0,000000014) – (0,00000000023))/(58-70)
= 1,25 kg
∂(∆V) = 1/2 . nst grafik
= 1/2 . 0,1 mm = 0,00005 m
∂(∆T) = 1/2 . nst grafik
= 1/2 . 0,1 mm = 0,00005 m
(∆M )/M= |(∂(∆V))/V|+ |(∂(∆T))/T|
= |0,00005/0,0000000009|+ |0,00005/12|
= 55,5 + 0,000041667
= 55,5000014607 x 1,25 kg
KR = ΔM/M x 100 %
= 69,37500/1,25 x 100 %
= 5,55 % (2 AP)
(M ± ΔM) = (1,2 ± 0,6 ) 10 kg

B. Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin banyak es yang ditambahkan pada kontainer maka semakin tinggi volume yang dimiliki dan temperaturnya pun berubah menjadi turun karena air menjadi dingin. Piston adalah sumbat geser yang terpasang di dalam sebuah silinder mesin pembakaran dalam silinder hidraulik, pneumatik, dan silinder pompa. Tujuan piston dalam silinder adalah mengubah volume dari isi silinder dan perubahan volume ini diakibatkan karena piston mendapat tekanan dari isi silinder atau piston menekan isi silinder. Piston yang menerima tekanan dari fluida dan akan mengubah tekanan tersebut menjadi gaya (linear). Bunyi Hukum Charles sendiri yaitu : Volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak ketika tekanan dijaga konstan.

C. Kemungkinan kesalahan
Kurangnya keterampilan praktikan dalam menggunakan alat ukur
Kurangnya keterampilan praktikan dalam melihat waktu untuk mengukur suhu dan voluime dari suatu zat cair.
Kurangnya ketelitian praktikan dalam meletakkan es batu untuk melakukan percobaan dalam interval waktu 30 detik sehingga harus dilakukan berulang.

 

Visikositas

21 September 2018 14:48:20 Dibaca : 2211

Bismillahirrohmanirrohiim

 

Dandi Saputra Halidi

442417041

 

JUDUL :

KOEFISIEN VISKOSITAS FLUIDA DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI

 


RUMUSAN MASALAH


Bagaimana koefisien viskositas dari oli dengan menggunakan peralatan sederhana?
Bagaimana ketidakpastian pada hasil percobaan dan menjelaskan arti statistiknya?
Bagaimana contoh penerapan viskositas dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam disiplin ilmu yang diketahui ?

 


TUJUAN


Agar mahasiswa mengetahui koefisien viskositas dari oli dengan menggunakan peralatan sederhana.
Agar mahasiswa mengetahui ketidakpastian pada hasil percobaan dan menjelaskan arti statistiknya.
Agar mahasiswa mengetahui contoh penerapan viskositas dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam disiplin ilmu yang diketahui.


DASAR TEORI


Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan besaran yang disebut koefisien viskositas (ɳ). Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah Ns/m2 atau pascal sekon (Pa s).
Suatu cairan dikatakan memiliki kekentalan yang sangat besar apabila cairan cairan tersebut sangat sukar untuk mengalir, ini berarti menandakan bahwa keofisien viskositas yang dimiliki oleh suatu cairan juga sangat besar. Oleh sebab itu, koefisien viskositas sering disebut dengan angka kekentalan yang disimbolkan dengan ɳ. Apabila suatu benda bergerak dengan kelajuan v dalam suatu fluida kental yang koefisien viskositasnya ɳ, maka benda tersebut akan mengalami gaya gesekan fluida sebesar Fs = k ɳ v. dengan k adalah konstanta yang bergantung pada bentuk geometris benda.
Berdasarkan perhitungan laboratorium, pada tahun 1845, Sir George Stoker menunjukkan bahwa untuk benda yang bentuk geometrisnya berupa bola nilai k = 6 π R. Bila nilai k dimasukkan ke dalam persamaan, maka diperoleh persamaan yang dikenal sebagai hukum Stokes.
Fs = 6 π ɳ Rv
Keterangan:
Fs = gaya gesekan stokes (N)
ɳ = koefisien viskositas fluida (Pa s)
R : jari-jari bola (m)
v : kelajuan bola (m/s)
Ketidakleluasan pengaliran cairan yang disebabkan oleh gesekan dibagian dalam suatu fluida terjadi akibat ketidak kesamaan kecepatan air antara lapisan-lapisan cairan. Viskositas ada pada zat cair maupun gas dan pada intinya merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian pada fluida pada waktu lapisan-lapisan tersebut bergerak satu melewati yang lain. Pada zat cair, viskositan terutama disebabkan oleh gaya kohesi antara molekul. Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul.
Viskositas sering dinyatakan dalam sentipoise (cP) yang besarnya seperseratus poise. Berikut ini adalah tabel yang memuat koefisien viskositas untuk berbagai fluida pada temperatur tertentu.
Tabel Koefisien Viskositas untul Berbagai Fluida
Fluida Temperatur (0C) Koefisien Viskositas ɳ
(Pa.s)
Air

Darah Utuh
Plasma Darah
Ethyl Alkohol
Oli Mesin (SAE 10)
Gliserin
Udara
Hidrogen
Uap Air 0
20
100
37
37
20
30
20
20
0
100 1,8 x 10-3
1,0 x 10-3
0,3 x 10-3
= 4 x 10-3
= 1,5 x 10-3
1,2 x 10-3
200 x 10-3
1500 x 10-3
0,018 x 10-3
0,009 x 10-3
0,013 x 10-3
Koefisien viskositas dapat ditentukan dengan menjatuhkan kelereng kedalam cairan fluida yang akan ditentukan koefisien viskositasnya, lalu diukur kecepatannya, sehingga jari-jari kelereng diketahui atau telah diukur sebelum mendapat ɳ koefisien viskositasnya. Pengukuran kecepatan diukur sewaktu kecepatannya telah mencapai kecepatan akhir yang tetap, sehingga pada waktu itu
mg – a = 6 π R ɳv
Dimana m = massa benda yaitu:
m = 4/3 π R3 ρ
Dimana ρ = massa jenis kelereng
Dengan a = gaya tekan archimedes, yang besarnya
α = 4/3 R3 ρ, g
Sehingga dari persamaan diatas dapat diperoleh koefisien viskositasnya adalah:
ɳ = 2/9 . R2 . (ρ- ρ')/v . g
Dengan ρ, = massa jenis fluida

Ketidak leluasan pengaliran cairan yang disebapkan oleh gesekan dibagian dalam suatu fluida disebut viskositas. Gesekan yang terjadi dibagian dalam fluida terjadi akibat ketidak kesamaan kecepatan air antara lapisan-lapisan cairan.

Viskositas ada pada zat cair maupun gas, dan pada intinya merupakan gaya gesekan antara lapsan-lapisan yang besisian pada fluida pada waktu lapisan-lapisan tersebut bergerak atau melewati yang lainnya.

Pada zat cair, viskositas terutama disebapkan oleh gaya kohesi antar molekul. Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan antar molekul. Suatu cairan dikatakan memiliki kekentalan yang sangat besar apabila cairan-cairan tersebut sangat sukar untuk mengalir, ini berarti menandakan bahwa koefisien viskositas yang dimiliki oleh suatu cairan juga sangat besar.
Oleh sebab itu koevisien viskositas sering disebut dengan angka kekentalan yang disimbolkan dengan Æž. Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas.

cairan mempuyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas. Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur. Koefisien gas pada tekanan tidak terlalu besar, tidak tergantung tekanan, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tegangan.

Viskositas (kekentalan) dapat diartikan sebagai suatu gesekan di dalam cairan zat cair. Kekentalan itulah maka diperlukan gaya untuk menggerakkan suatu permukaan untuk melampaui suatu permukaan lainnya.

jika diantaranya ada larutan baik cairan maupun gas mempunyai kekentalan air lebih besar daripada gas, sehingga zat cair dikatakan lebih kental daripada gas.

Kekentalan suatu cairan akan memperlambat laju benda, khususnya benda yang berbentuk bola. Derajat kekentalan suatu cairan dikenal dengan sebutan viskositas(Å‹).

Ketika benda berada di dalam cairan yang kental maka terjadi gaya gesek (Fs), gaya geseknya dapat di rumuskan:
Fs = -6p h r v
Persamaan di atas di kenal sebagai persamaan Stokes dan dalam penerapannya.

Referensi :
Buku penuntun.2017.Penuntun Fisika Dasar 1.Gorontalo:UNG
Halliday, dkk. 2010. FISIKA DASAR Edisi Ketujuh Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Giancoli, Douglas C. 2001. FISIKA Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
http://www.artidefinisi,com.pengertian –viskositas.html

VARIABEL-VARIABEL
Variabel Bebas : ketinggian, kecepatan
Variabel Terikat : waktu
Variabel Kontrol: massa , volume

ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang akan digunakan pada saat praktikum :
Tabung / gelas ukur
Kelereng
Mistar
Oli
Sendok
Stopwatch
Neraca mekanik
Jangka sorong

PROSEDUR KERJA
Berikut adalah langkah - langkah kerja praktikum :
Meyusun peralatan praktikum.
Mengukur massa kelerang dan mencatat sebagai Mkelereng
Mengukur diameter kelereng dan catat sebagai d
Mengukur massa gelas ukur kosong dan catat sebagai Mgk
Mengukur massa dari oli dengan volume tertentu dan catat sebagai Moli
Masukan oli dalam tabung sampai ketinggian 94 cm
Menjatuhkan kelereng dalam cairan oli dan mengamati gerak kelereng sampai bergerak dengan kecepatan konstan
Menentukan titik awal dan titik akhir kelereng mulai bergerak dengan kecepatan konstan pada skala yang tertera pada tabung. Mencatat intervalnya sebagai h pada tabel 8.2 dan mencatat waktu yang ditempuh oleh kelereng pada interval tersebut sebagai t.
Mengulangi langkah 5 sampai 6 sebanyak empat kali

HASIL PENGAMATAN
Tabel.8.2 Data Hasil Percobaan
d = 1,6 cm
Mgk = 208 gr
Mkelereng = 5,5 gr
Moli = 122 gr
Voli = 150 ml
t (s) h (cm)
0,77 s
0,69 s
0,60 s 41,9 cm
40,9 cm
33,4 cm

nst neraca mekanik duduk = 0,1 gr
nst gelas ukur = 2 ml
jangka sorong = 0,05 mm
nst stopwatch = 0,01 s
nst neraca mekanik berdiri = 0,01 gr

PENGOLAHAN DATA
VISKOSITAS
Menghitung Kesalahan Relatif
Mkel = 5,5 gr = 0,0055 kg
ΔMkel = ½ nst neraca mekanik duduk
= ½ 0,1 gr
= 0,05 gr = 0,00005 kg
KR = (∆M_kel)/M_kel x 100 %
= 0,00005/0,0055 x 100 %
= 0.90 % (3 AP)
(Mkel ± ΔMkel) = (5,50 ± 0,05) 10-3 kg

Dkel = 1,6 cm = 0,0016 m
ΔDkel = ½ . nst jangka sorong
= ½ . 0,05 mm
= 0,025 mm = 0,000025 m
KR = (∆D_kel)/D_kel x 100 %
= 0,000025/0,0016 x 100 %
= 1.56 % (3 AP)
(Dkel ± ΔDkel) = (1,60 ± 0,02) 10-3 m

Mgk = 208 gr = 0,208 kg
ΔMgk = ½ . nst neraca mekanik duduk
= ½ . 0,1 gr
= 0,05 gr = 0,00005 kg
KR = (∆M_gk)/M_gk x 100 %
= 0,00005/0,208 x 100 %
= 0,024 % (5 AP)
(Mgk ± ΔMgk) = (2,0800 ± 0,0005) 10-1 kg

Moli = 122 gr = 0,122 kg
ΔMoli = ½ . nst neraca mekanik duduk
= ½ . 0,1 gr
= 0,05 gr = 0,00005 kg
KR = (∆M_oli)/M_oli x 100 %
= 0,00005/0,122 x 100 %
= 0,040 % (5 AP)
(Moli ± ΔMoli) = (1,2200 ± 0,0005) 10-1 kg

Voli = 150 Ml = 0,15 L
ΔVoli = ½ . nst gelas ukur
= ½ . 2 Ml
= 1 Ml = 0,001 L
KR = (∆V_oli)/V_oli x 100 %
= 0,001/0,15 x 100 %
= 0,66 % (3 AP)
(Voli ± ΔVoli) = (1,50 ± 0,01) 10-1 L

Menghitung t, h, v, dan vavg
t1 = 0,77 sekon
Δt1 = ½ . nst stopwatch
= ½ . 0,01
= 0,005 sekon
KR = 〖∆t〗_1/t_1 x 100 %
= 0,005/0,77 x 100 %
= 0,64 % (3 AP)
(t1 ± Δt1) = (7,70 ± 0,05).10-1 sekon

t2 = 0,69 sekon
Δt2 = ½ . nst stopwatch
= ½ . 0,01
= 0,005 sekon
KR = 〖∆t〗_2/t_2 x 100 %
= 0,005/0,69 x 100 %
= 0,72 % (3 AP)
(t2 ± Δt2) = (6,90 ± 0,05).10-1 sekon

t3 = 0,60 sekon
Δt3 = ½ . nst stopwatch
= ½ . 0,01
= 0,005 sekon
KR = 〖∆t〗_3/t_3 x 100 %
= 0,005/0,60 x 100 %
= 0,83 % (3 AP)
(t3 ± Δt3) = (6,00 ± 0,05).10-1 sekon

h1 = 41,9 cm = 0,0419 m
Δh1 = ½ . nst mistar
= ½ . 0,1
= 0,05 cm = 0,0005 m
KR = 〖∆h〗_1/h_1 x 100 %
= 0,0005/0,0419 x 100 %
= 1,19 % (3 AP)
(h1 ± Δh1) = ( 4,19 ± 0,05) 10-2 m

h2 = 40,9 cm = 0,0409 m
Δh2 = ½ . nst mistar
= ½ . 0,1
= 0,05 cm = 0,0005 m
KR = 〖∆h〗_2/h_2 x 100 %
= 0,0005/0,0409 x 100 %
= 1,22 % (3 AP)
(h2 ± Δh2) = (4,09 ± 0,05) 10-2 m

h3 = 33,4 cm = 0,0334 m
Δh3 = ½ . nst mistar
= ½ . 0,1
= 0,05 cm = 0,0005 m
KR = 〖∆h〗_3/h_3 x 100 %
= 0,0005/0,0334 x 100 %
= 1,49 % (3 AP)
(h3 ± Δh3) = (3,34 ± 0,05) 10-2 m

Menghitung V
V1 = h_1/t_1
= 0,0419/0,77 = 0,054 m/s
ΔV1 = [|〖∆h〗_1/h_1 | + |〖∆t〗_1/t_1 |] x V1
= [|0,0005/0,0419| + |0,005/0,77|] x 0,054
= [|0,011| + |0,0064|] x 0,054
= 0,0174 x 0,054
= 0,0009 m/s
KR = 〖∆v〗_1/v_1 x 100 %
= 0,0009/0,054 x 100 %
= 1,66 % (3 AP)
(V1 ± ΔV1) = (5,40 ± 0,05) 10-2 m/s

V2 = h_2/t_2
= 0,0409/0,69 = 0,059 m/s
ΔV2 = [|〖∆h〗_2/h_2 | + |〖∆t〗_2/t_2 |] x V2
= [|0,0005/0,0409| + |0,005/0,69|] x 0,059
= [|0,012| + |0,007|] x 0,059
= 0,019 x 0,059
= 0,0011 m/s
KR = 〖∆v〗_2/v_2 x 100 %
= 0,0011/0,059 x 100 %
= 1,86 % (3 AP)
(V2 ± ΔV2) = (5,90 ± 0,01) 10-2 m/s

V3 = h_3/t_3
= 0,0334/0,60 = 0,055 m/s
ΔV3 = [|〖∆h〗_3/h_3 | + |〖∆t〗_3/t_3 |] x V3
= [|0,0005/0,0334| + |0,005/0,60|] x 0,055
= [|0,041| + |0,008|] x 0,055
= 0,049 x 0,055
= 0,002 m/s
KR = 〖∆v〗_3/v_3 x 100 %
= 0,002/0,055 x 100 %
= 3,63 % (3 AP)
(V3 ± ΔV3) = (5,50 ± 0,02) 10-2 m/s

V (m/s) V2 (m/s)
0,054
0,059
0,055 0,0029
0,0034
0,0030
ΣV = 0,168 m/s ΣV2 = 0,0093 m/s
(ΣV)2 = 0,028 m/s

Menghitung Vavg
n = 3
Vavg = ΣV/n
= 0,168/3 = 0,056 m/s
ΔVavg = √((n ΣV^2 – (ΣV)^2)/(n^2 (n – 1)))
= √((3 .0,0093 – 0,028)/(3^2 (3 – 1)))
= √((0,0279 – 0,028)/(9 (2)))
= √(0,0001/18)
= √0,0000055
= 0,000000003 m/s
KR = 〖∆V〗_avg/V_avg x 100 %
= 0,000000003/0,056 x 100 %
= 0,0000005% (10 AP)
(Vavg ± ΔVavg) = (5,600000000 ± 0,000000003) 10-2 m/s
Menghitung Massa Jenis (ρ) Kelereng dan Oli
Massa Jenis Oli (ρoli)
ρoli = m_oli/v_oli
= 0,122/0,15 = 0,81 kg/m3
Δρ = [|(∆m oli)/(m oli)| + |(∆V oli)/(v oli)|] x ρoli
= [|0,00005/0,122| + |0,001/0,15|] x 0,81
= [|0,0004| + |0,006|] x 0,81
= 0,0064 x 0,81
= 0,0051 kg/m3
KR = 〖∆ρ〗_oli/ρ_oli x 100 %
= 0,0051/0,81 x 100 %
= 0,62 % (3 AP)
(ρoli ± Δρoli) = (8,10 ± 0,05) 10-1 kg/m3

Massa Jenis Kelereng (ρkelereng)
m = 4/3 πr3ρ r = 1/2 x Dkelereng
= 4/3 . 3,14 . 0,00107 = 1/2 x 0,0016 = 0,0008 m
= 4,18 . 0,00107 Δr = 1/2 x nst jangka sorong
= 0,00447 kg = 1/2 x 0,05 mm = 0,025 mm = 0,000025 m
ρ = 3m/(4πr^3 )
= (3 x 0,00447)/(4 x 3,14 〖(0,0008)〗^3 )
= 0,01341/(12,56 x 0,00107)
= 0,01341/0,01343
= 0,99 kg/m3
Δρkelereng = [|(∆m kelereng)/(m kelereng)| + |∆r/r|] x ρkelereng
= [|0,00005/0,005| + |0,000025/0,0008|] x 0,99
= [|0,01| + |0,03125|] x 0,99
= 0,04125 x 0,99
= 0,0408 kg/m3
KR = 〖∆ρ〗_kelereng/ρ_kelereng x 100 %
= 0,0408/0,99 x 100 %
= 4,12 % (3 AP)
(ρkelereng ± Δρkelereng) = (9,90 ± 0,04) 10-1 kg/m3
Menghitung Koefisien Viskositas
η = 2/9 kel2 ρ_(kel - ρ_oli )/v_avg g
= 2/9 x (0,0008)2 (0,99 – 0,81)/0,054 10
= 2/9 x 0,0008 (0,99 – 0,81)/0,54 10
= 0,0001 0,18/0,54 10
= 0,0001 x 3.33
= 0,000333 Pa s
∆η/η = |(∆r kel)/(r kel)| + |(∆ρ kel)/(ρ kel)| + |(∆ρ oli)/(ρ oli)|
= |0,000025/0,0008| + |0,0408/0,99| + |0,0051/0,81|
= |0,031| + |0,041| + |0,0062|
= 0,0782 Pa s
Δη = ∆η/η x η
= 0,0782 x 0,000333
= 0,000026 Pa s
KR = ∆η/η x 100 %
= 0,000026/0,000333 x 100 %
= 7,80 % (2 AP)
(η ± Δη) = (3,3 ± 0,2) 10-4 Pa s

Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dapat disimpulkan bahwa viskositas yang berukuran kekentalan akan makin besar viskositas suatu fluida maka makin sulit pun suatu fluida mengalir dan makin sulit pula suatu benda bergerak didalam fluida tersebut.
Kemungkinan Kesalahan
Kurangnya keterampilan praktikan dalam menggunakan alat ukur.
Kurangnya ketelitian praktikan dalam melihat skala pada sebuah alat ukur yang digunakan.