ARSIP BULANAN : September 2022

Pendekatan Kepemimpinan

25 September 2022 18:15:02 Dibaca : 41

1. Pendekatan Sifat   

    Dalam pendekatan sifat timbul pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan, pemimpin bukan dibuat. Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun). Pendekatan secara turun temurun bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat, pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan dengan belajar/latihan tetapi dari menerima warisan, sehingga menjamin kepemimpinan dalam garis turun temurun dilakukan antar anggota keluarga. Dengan demikian kekuasaan dan kesejahteraan dapat dilangsungkan pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga yang saat itu berkuasa. Kemudian timbul teori baru yaitu “Physical Characteristic Theory” (teori dari Fisik). Kemudian timbul lagibahwa pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan sehingga setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Para ahli umumnya memiliki pandangan perlunya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang baik. Pandangan semacam ini dinamakan pendekatan sifat. Adapun sifat-sifat yang baik yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu:a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esab. Cakap, cerdik dan jujurc. Sehat jasmani dan rohanid. Tegas, berani, disiplin dan efisiene. Bijaksana dan manusiawif.  Berilmug. Bersemangat tinggih. Berjiwa matang dan berkemauan kerasi.  mempunyai motivasi kerja tinggij.  Mampu berbuat adilk. Mampu membuat rencana dan keputusanl.  Memiliki rasa tanggung jawab yang besarm. Mendahulukan kepentingan orang lain

2. Pendekatan Perilaku   

    Pendekatan perilaku adalah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin itu dilakukan  oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara memberi perintah, memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin, cara pengawasan dan lain-lain. Jika dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin dengan cara halus, simpatik, interaksi timbal balik, menghargai pendapat dan lain-lalin. Maka gaya kepemimpinan ini bergaya kepemimpinan demokratis.    Pandangan klasik menganggap sikap pegawai itu pasif dalam arti enggan bekerja, malas, takut memikul tanggung jawab, bekerja berdasarkan perintah. Sebaliknya pandangan modern pegawai itu manusia yang memiliki perasaan, emosi, kehendak aktif dan tanggung jawab. Pandangan klasik menimbulkan gaya kepemimpinan otoriter sedangkan pandangan modern menimbulkan gaya kepemimpinan demokratis. Dari dua pandangan di atas menimbulkan gaya kepemimpinan yang berbeda.

3. Pendekatan Kontingensi   

    Dalam pandangan ini dikenal dengan sebutan “One Best Way” (Satu yang terbaik), artinya untuk mengurus suatu organisasi dapat dilakukan dengan paralek tunggal untuk segala situasi. Padahal kenyataannya tiap-tiap organisasi memiliki ciri khusus bahkan organisasi yang sejenis akan menghadapi masalah berbeda lingkungan yang berbeda, pejabat dengan watak dan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu tidak dapat dipimpin dengan perilaku tunggal untuk segala situasi. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepepimpinan yang berbeda. Fromont E. Kast, mengatakan bahwa organisasi adalah suatu system yang terdiri dari sub sistem dengan batas lingkungan supra system. Pandangan kontingensi menunjukkan pendekatan dalam organisasi adanya natar hubungan dalam sub system yang terdiri daari sub sistem maupun organisasi dengan lingkungannya. Kontingensi berpandangan bahwa azas-azsa organisasi bersifat universal. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan maka dapat dikatakan bahwa tiap-tiap organisasi adalah unik dan tiap situsi harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tersendiri.

4. Pendekatan Terpadu   

    Sersley dan Blanchard, memadukan berbagai teori kedalam pendekatan kepemimpinan situasional dengan maksud menunjukkan kesamaan dari pada perbedaan diantara teori-teori tersebut. Teori-teori yang dipadukan adalah: a. Perpeduan antara teori motivasi jenjang kebutuhan teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

b. Perpaduan teori motivasi 2 faktor teori tingkat kematangan bawahan, dengan pendekatan situasional.

c. Perpaduan antar 4 sistem manajemen, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan situasional

d. Perpaduan antara teori x dan y, teori tingkat kematangan bawahan dengan kematangan situasional

e. Perpaduan antara pola perilaku A dan B, tori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

f. Perpaduan antara 4 anggapan tentang orang, teori kematangan bawahan dengan kepemimpinan situasional

g. Perpaduan antara teori “Ego State”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

h. Perpaduan antara teori”Life Position” , teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

i. Perpaduan antara teori system control, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

j. Perpaduan antara teori dasar daya, teori tingkat kamatangan bawahan dengan pendekatan kepemikmpinan situasional.

k. Perpaduan antara teori “Parent effektiviness training”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

l. Perpaduan antara teori pertumbuhan organisasi dengan pendekatan kepemimpinan situasional

m. Perpaduan antara teori proses pertumbuhan organisasi, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

n. Perpaduan antara teori siklus perubahan, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

o. Perpaduan antara teori modivikasi perilaku, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

p. Perpaduan antara teori “Force field analysis”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

Peran Kepemimpinan (Bagi Seorang Pemimpin)

17 September 2022 22:20:44 Dibaca : 2745

    Pengertian peran itu sendiri adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin. 

Adapun definisi peranan kepemimpinan menurut para ahli sebagai berikut;

1. Sarbin dan Allen (Thoha, 1995), merumuskan “peranan sebagai suatu rangkaian perilaku yang teratur, yang ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya suatu yang mudah dikenal”.

2. Wahjosumidjo (1994), “peranan kepemimpinan ditekankan kepada sederatan tugas-tugas apa yang perlu dilakukan oleh setiap pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan“.

3. Stoner dan Mintzberg, keduanya memandang kepemimpinan sebagai sub sistem dari manajamen.

A. Peran Pemimpin Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

    Peran utama manajemen (seorang manajer) yakni melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk memperoleh hasil yang ditargetkan perusahaan atau yang diinginkan oleh pelanggan. Sementara peran pemimpin dengan kepemimpinan mutunya adalah mengembangkan dan memperbaiki sistem agar program pengembangan mutu SDM berhasil sesuai harapan. Dalam prakteknya, seorang manajer di samping melaksanakan fungsi-fungsi manajemen juga harus mampu menjalankan kepemimpinan mutu SDM dengan efektif secara bersinambung.

B. Peran Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan

    Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia tidak dapat menjadi pemimpin untuk mengetahui baik tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya dinilai dari konsekuensi yang ditimbulkannya, melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya.

C. Peran Kepemimpinan Dalam Membangun Tim

    Proses pembentukan Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya. Tim adalah kelompok kerja yang dibentuk dengan tujuan untuk menyukseskan tujuan bersama sebuah kelompok organisasi atau masyarakat. Tujuan dari pembentukan tim di sini adalah membangun.

D. The Vision Role

    Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.

E. Peran Pembangkit Semangat

    Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan.  Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.

F. Peran Menyampaikan Informasi

    Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.

    Jadi Peran kepemimpinan sangat vital dalam strategi perusahaan menghadapi masa krisis, dengan visi ke depan sebagai arah perusahaan disertai penerapan yang tegas untuk kembali meraih keunggulan bisnis.

Filosofi Kepemimpinan Hasta Brata

08 September 2022 09:31:51 Dibaca : 590

     Hasta brata berasal dari bahasa Jawa kuno atau Sansekerta. Hasta artinya delapan dan Brata yaitu perilaku atau tindakan pengendalian diri. Secara etimologi Hasta Brata dapat dimaknai sebagai delapan laku atau sifat atau watak. Jadi Hasta Brata dapat diartikan sebagai delapan syarat yang harus dipegang oleh seorang pemimpin. Hasta Brata sebagaimana disimbolkan dalam pewayangan yang menceritakan Sri Bathara Kresna yang sukses memimpin negaranya, ajaran ini kemudian diwejangkan kepada Arjuna, yang kelak oleh Arjuna diwejangkan kepada putranya Abimanyu. 

     Hasta Brata di Indonesia bukan hanya sebagai cerita pewayangan semata. Hasta Brata juga digunakan sebagai pegangan dalam bertindak oleh seorang pemimpin, bukan hanya raja, tetapi juga pemimpin lembaga pendidikan. Delapan sifat/watak dewa ini dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin. Banyak argumen yang menyatakan bahwa falsafah kepemimpinan Jawa yang terkandung dalam Hasta Brata lebih ideal dibandingkan yang lain. Karena begitu idealnya, tidak sedikit pemimpin yang tidak mampu menerapkan ajaran Hasta Brata dalam menjalakan tugasnya. Namun meskipun ajaran ini sulit untuk di aplikasikan secara tuntas, bukan berarti ajaran ini hanya cukup dipahami secara parsial.

     Hasta Brata merupakan ilmu delapan perwatakan alam yang menjadi dasar laku seorang pemimpin. Delapan perwatakan alam tersebut yaitu;

1. Hambeging Kisma (Watak Bumi)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat bumi yang kuat, kaya dan murah hati. Artinya seorang pemimpin haruslah tangguh, tidak mudah mengeluh serta siap untuk mengabdikan diri apapun resikonya. Pemimpin yang memiliki watak bumi akan mendorong dirinya untuk selalu peduli terhadap sesama. Hal ini didasarkan pada analogi bumi yang menjadi tempat tumbuh berbagai tanaman yang memberi manfaat kepada manusia. Bumi memiliki filosofi dapat menampung seluruh makhluk hidup. Seorangpemimpin harus mau manampung seluruh aspirasi masyarakat. Semua orang mempunyai hak untuk hidup di atas bumi, seorang pemimpin harus bersedia menerima tugas dan kewajiban melayani seluruh masyarakat dari berbagai status dan perangainya. Bumi sebagai sumber kehidupan yang kokoh dan tidak goyah membawa beban di atasnya senantiasa menyediakan segala kebutuhan dasar bagi para makhluk hidup. Harus memiliki jiwa yang kokoh dan tangguh dalam kepemimpinannya. 

2. Hambeging Tirta (Watak Air)   

   Watak ini menggambarkan seorang pemimpin harus selalu mengalir dinamis dan rendah hati. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan mengalir dapat diartikan kepala sekolah harus mampu mendistribusikan kekuasaannya agar tidak merangsangnya untuk melakukan korupsi. Bagaikan permukaan air rata, kepala sekolah harus berlaku adil dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang melibatkan seluruh anggota. Pemimpin juga harus meniru sifat Air yang selalu menyesuaikan dan memenuhi wadahnya dan mengisi setiap celah. Air juga tidak pernah pilih kasih untuk membasahi sesuatu. Artinya kepala sekolah harus mampu beradaptasi dengan menyesuaikan diri dengan orang lain maupun lingkungan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan kecil yang dapat mengganggu kinerja seluruh anggota. Kepala sekolah juga harus mampu melihat potensi, kebutuhan dan membuka pikirana seluruh anggotanya. Kepala sekolah tidak boleh membeda-bedakan setiap anggota yang nantinya akan menimbulkan kecemburuan.

3. Hambeging Samirana (Watak Angin)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat angin yang ada dimanapun dan mampu menyusup ke celah yang kecil sekalipun. Artinya seorang pemimpin haruslah selalu dekat dengan seluruh rakyat tanpa memberi sekat, pemimpin juga harus meneliti dan mengetahui permasalahan yang ada secara aktual tidak mendasarkan dari perkataan orang semata. Falsafah ini mengajarkan untuk berhati-hati dalam berbicara, tidak “ngawur”, dan tidak melontarkan statement atau instruksi yang sekiranya dapat memicu pertikaian. Setiap ucapan ataupun tindakan seorang pemimpin harus memiliki substansi serta landasan kuat yang dapat dipertanggungjawabkan. Tindakannya disertai dengan argumen dengan kelengkapan data dan fakta. Setiap keputusan maupun kebijakan yang diambil, terlebih dahulu harus dipahami secara komperhensif, tidak hanya mendasarkan pada pertimbangannya sendiri, tidak menonjolkan emosi atau nafsunya. Ciri lain dari angin adalah keberadaannya yang tidak terlihat pandangan mata tetapi dapat dirasakan. Begitu pula dengan kepemimpinan, meskipun tidak selalu hadir secara langsung dalam masyarakat, keberadaan dan pengaruhnya akan tetap dirasakan melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.

4. Hambeging Samodra (Watak Lautan)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat lautan yang luas serta menyejukkan. Artinya seorang pemimpin harus memiliki hati yang lapang, siap menerima keluhan dari seluruh rakyat, mendasarkan setiap kebijakan dan tindakan berdasarkan kecintaan kepada rakyatnya. Lautan adalah muara bagi semua aliran sungai dengan apapun yang mengalir mengikuti aliran sungai itu. semua yang dibawa oleh sungai diterima tanpa adanya penolakan. Lautan juga memberi limpahan manfaat seperti beragam hewan laut yang indah dan mempesona.

5. Hambeging Candra (Watak Bulan)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat bulan yang menjadi penerang dalam kegelapan. Artinya seorang pemimpin haruslah mampu memberi keindahan spirit (dukungan moril atau spiritual) baik di saat suka maupun kondisi kedukaan. Pemimpin yang memiliki sifat Bulan adalah pemimpin yang bijak, dapat memberi rasa aman dan menjadi sinar dibalik gelap malam, memimpin dengan kearifan dan visioner. Dalam kondisi yang gelap (sulit) setiap anggota memerlukan sebuah dorongan yang mampu memacu kembali semangat kerjanya. Kebutuhan sebuah dorongan yang tidak atau belum terpenuhi menyebabkan ketegangan dan lambat laun menjadi semakin kumulatif. Ketegangan ini kemudian menciptakan dinamika praksis. Praksis yang timbul ini nantinya akan beragam, jika kebutuhan dorongan dari seorang pemimpin tersebut dapat terpenuhi maka akan berdampak positif terhadap kinerja anggota, dan begitupun sebaliknya. 

6. Hambeging Surya (Watak Matahari)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat matahari yang memberi cahaya dan energi kehidupan di bumi. Matahari merupakan sumber kehidupan yang menyinari tanpa pilih-pilih, menyibak kegelapan dan memberi kehidupan alam semesta. Artinya seorang pemimpin haruslah mampu memberi kekuatan atau power kepada orang lain, membimbing dan mendidik anggotanya agar terhindar dari gelapnya kebodohan tanpa pilih kasih. Sifat lain yang melekat pada Matahari adalah memenyelesaikan tugasnya dengan sabar dan tuntas. 

7. Hambeging Dahana (Watak Api)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat api yang panas dan membakar apapun yang disentuhnya. Artinya seorang pemimpin harus memiliki wibawa dan mampu menegakkan keadilan dengan menyelesaikan permasalahan secara adil tanpa pandang bulu. Api juga dapat mematangkan beberapa bahan makanan, dan menggambarkan keberanian dan keyakinan yang kuat. Dalam kontek kepemimpinan pendidikan api bersifat konstruktif. Sifat ini mengajarkan perlunya memgang teguh sebuah keadilan dengan menghukum yang bersalah.

8. Hambeging Kartika (Watak Bintang)   

   Watak ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus meneladani sifat bintang yang memiliki sinar terang di ketinggian dan dapat menjadi petunjuk arah. Artinya seorang pemimpin harus memiliki tujuan yang baik, bijaksana dan dapat dijadikan tauladan. Bukan hanya menunjukkan keindahannya saja, ia juga memberi petunjuk arah mata angin. Dalam pendidikan. Menjadi pedoman berarti menjadi inspirasi bagi orang lain. Ajaran ini setidaknya sudah sering di dengar oleh masyarkat indonesia secara umum dalam sebuah pribahasa yang berbunyi “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Pribahasa ini mengindikasikan tentang sifat anak yang cenderung meniru atau meneladani orangtuanya. Ajaran keteladanan sudah sejak lama diajarkan dalam ungkapan Jawa “ing ngarso sung tulodho”. Petuah Ki Hadjar Dewantara ini menjadi implementasi dan realisasi seorang kepala sekolah.

  Kepemimpinan Hasta Brata yang digambarkan dengan delapan dewa atau alam merupakan kesatuan konsep yang integral. Artinya delapan perwatakan yang diajarkan konsep Hasta Brata harus menyatu dalam diri pemimpin. Bukan perkara yang benar jika pemimpin hanya mengambil atau menerapkan sebagian ajaran dan mengabaikan sebagian yang lain. Jika kedelapan watak tersebut dapat diterapkan dalam laku kepemimpinan maka watak tersebut dapat dikatakan sebagai wolu-woluning ngatunggal (delapan dalam satu).

Sejarah dan Teori Kepemimpinan

08 September 2022 08:13:24 Dibaca : 719

     Masalah kepemimpinan sama tuanya dengan sejarah manusia. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan dan kelebihan tertentu pada manusia. Kepemimpinan adalah terjemahan dari bahasa lnggris leadership yang berasal dari kata leader. Kata leader muncul pada tahun 1300-an sedangkan kata leadership muncul belakangan sekitar tahun 1700-an. Antara tahun 1940-an hingga 1960-an berkembang teori kepemimpinan tingkah laku. Teori kepemimpinan tingkah laku yang mengusulkan bahwa tingkah laku tertentu membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Berdasarkan teori ini kepemimpinan itu dapat diajarkan, maka untuk melahirkan pemimpin yang efektif kita bisa mendesain sebuah program khusus. Selanjutnya antara tahun 1960-an hingga tahun 1970-an berkembang kajian-kajian kepemimpinan yang mendasarkan pada teori kemungkinan. Teori kemungkinan atau situasional mendasarkan bukan pada sifat atau tingkah laku seorang pemimpin, namun efektivitas kepemimpinan dipengaruh oleh situasi tertentu. Dalam situasi tertentu memerlukan gaya kepemimpinan tertentu, demikian pula pada situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain. Teori kepemimpinan mutakhir berkembang antara tahun 1970-an hingga tahun 2000-an. Teori yang berkembang selanjutnya tidak didasarkan pada sifat, tingkat laku atau situasi tertentu melainkan didasarkan pada kemampuan lebih pada seorang pemimpin dibandingkan dengan yang lain. 

     Dalam definisi secara luas kepemimpinan adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah seni mempengairuhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan itu melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu. 

     Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988), kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diforinalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.

A. Model Kepemimpinan Kontingensi

     Dikembangkan oleh. Fiedler, model kontingensi dari efektifitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh. Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia mengembangkan Least Prefemd Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan: 1). Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif. 2). Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan. Sedangkan kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu:  1) Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baik/buruknya hubungan antara pemimpin dan bawahan.  2) Struktur tugas, yaitu derajat tinggi/rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas pekerjaan.  3) Kekuasaan posisi, yaitu derajat kuat/lemahnya kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variable-variabel kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi.

B. Model Partisipasi Pemimpin oleh Vroom clan Y etton

     Suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. 5 Kebalikan dari Fiedler, Vroom clan Yetton berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi. Dalam mengembangkan modelnya mereka membuat sejumlah asumsi: a). Model tersebut harus bermanfaat bagi pemimpin atau manajer dalam menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka gunakan dalam berbagai situasi. b). Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan dalam berbagai situasi. c). Perhatian utama terletak pada masalah yang harus dipecahkan dan situasi dimana terjadi permasalahan. d). Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan dalam situasi yang lain. e) Terdapat sejumlah proses sosial yang mempengaruhi kadar keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah.