Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Organik

23 February 2013 11:16:18 Dibaca : 1442

Alasan kesehatan dan kelestarian alam/lingkungan menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari segala asupan yang berbau sintetik, baik berupa pupuk sintetik, herbisida, maupun pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil produksi pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati non sintetik.

 

Tanah adalah habitat yang sangat kaya akan keragaman mikroorganisme seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah-tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba-mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian. Mikroba tanah antara lain berperan dalam mendegradasi limbah-limbah organik pertanian, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen dari udara, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan tanaman, biokontrol patogen tanaman, membantu penyerapan unsur hara tanaman, dan membentuk simbiosis menguntungan. Bioteknologi berbasis mikroba tanah dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tanah tersebut.

 

Teknologi Kompos Bioaktif

 

Salah satu masalah mendasar yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik tanah dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Pupuk hijau dan pupuk kandang sebenarnya adalah limbah-limbah organik yang telah mengalami penghacuran sehingga menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sampah dedaunan, seresah, kotoran-kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Secara alami proses pengkomposan ini memakan waktu yang sangat lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman. Proses penghancuran limbah organik dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang memiliki kemampuan tinggi. Penggunaan mikroba penghancur ini dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain. Dr. Didiek H Goenadi, Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, mendefinisikan kompos bioaktif sebagai kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, produk biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderman pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan mikroba-mikroba patogen penyebab penyakit tanaman. Keuntungan penggunaan kompos bioaktif untuk pertanian organik selain mempercepat waktu pengomposan dan menyediakan kompos yang berkualitas tinggi, juga berperan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan penyakit tanaman, terutama penyakit yang menyerang dari dalam tanah. Kekawatiran para petani organik akan tanamannya yang mudah diserang penyakit dapat di atasi dengan menggunakan kompos bioaktif.

 

Biofertilizer

 

Petani organik sangat alergi dengan pupuk-pupuk kimia atau pupuk sintetik lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik umumnya mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos yang sudah matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain seratus kilogram kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya kg Urea/ha, kg SP 36/ha dan kg KCl/ha, maka kompos yang dibutuhkan kurang lebih sebanyak ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak dan berimplikasi pula pada biaya produksi. Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupaun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat menyerap N dari udara. N harus difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp. Rhizobium sp hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang lama diberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia lipolitika, Pseudomonas sp, … ,………… Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K. Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza seringkali ditemukan pada tanaman-tanaman keras/berkayu, sedangkan endomikoriza ditemukan pada banyak tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan. Mikoriza hidup bersimbiosis pada akar tanaman. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering ditemukan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp. Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp. Mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat untuk melarutkan unsur hara, membantu penyerapan unsur hara, maupun merangsang pertumbuhan tanaman diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer untuk pertanian organik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang dikembangkan oleh BPBPI antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, dan Simbionriza.

 

Agen Biokontrol

 

Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia seperti jenis-jenis hibrida, umumnya sangat rentah terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan dengan sistim organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami. Di alam terdapat mikroba-mikroba dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Mikroba atau organisme patogen akan menyerang tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya. Di sini jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat dihindari. Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae. Mikroba-mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga yang menjadi hama tanaman. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp. Trichoderma sp mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), atau Phytoptora sp.

 

Aplikasi pada Pertanian Organik

 

Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk-produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan akan bahan organik tanah dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol. Selama ini petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu kawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama dan penyakit tanaman.

Pertanian Organik Sebagai Pertanian yang Berkelanjutan*)

23 February 2013 11:15:06 Dibaca : 1341

Mengamati perkembangan pangan dan komoditas pertanian akhir-akhir ini, khususnya perkembangan dalam harganya yang dicirikan oleh tren yang meningkat, yang merupakan kebalikan tren harga-harga komoditas pangan dan pertanian selama kurang-lebih setengah abad terakhir abad ke-20, sangatlah menarik. Apalagi kalau kita mengingat bahwa sebagian besar rumah tangga di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, lebih dari setengah pengeluaran pangannya dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, tidak seperti pangsa pengeluaran pangan rumah tangga di negara maju, yang proporsinya kurang dari 10 persen. Karena itu, bukan hanya kita harus meningkatkan pendapatan rumah tangga secara keseluruhan, tetapi yang lebih penting dan mendesak lagi adalah mencari jalan atau cara untuk bisa menekan biaya produksi pertanian tanpa mengorbankan produktivitasnya.

Kultur yang berkembang pada saat ini adalah kultur pertanian yang relatif mahal mengingat ketergantungannya pada input pertanian yang berkorelasi kuat dengan harga energi, khususnya minyak bumi, yang cenderung terus meningkat. Selain itu, ketergantungan pada pupuk yang disuplai secara eksternal dari luar sistem pertanian menghasilkan model pertanian yang tidak berkembang secara organik, yaitu membesar dan berkembang sebagai hasil kerja yang berproses di dalam tubuh pertanian, melainkan yang bergantung pada faktor eksternal. Lebih jauh lagi, pertanian Indonesia selama ini menggantungkan 100 persen kebutuhan unsur fosfat (P) dan potasium (K) melalui impor. Data menunjukkan bahwa nilai impor pupuk Indonesia meningkat dari US$ 564,3 juta pada 2006 menjadi US$ 1,4 miliar pada 2010 (BPS, 2011). Nilai impor tersebut jauh lebih besar daripada nilai ekspor pupuk Indonesia. BPS mencatat, misalnya, pada periode Januari hingga September 2011, nilai ekspor pupuk hanya mencapai US$ 351.48 juta.

Selain mahal, pertanian yang berbasis pada faktor eksternal di atas memberi banyak dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup, khususnya terhadap biodiversitas, polusi air, dan kontaminasi rantai ekosistem. Fenomena ini menggambarkan secara implisit bahwa pertanian Indonesia tidaklah memenuhi kriteria keberlanjutan, baik secara teknologi, ekonomi, maupun ekologi.

Pertanian organik dalam tulisan ini diartikan sebagai pertanian yang pertumbuhan dan perkembangannya lebih mengandalkan pada daya atau sifat intrinsik ekosistem alam yang berinteraksi dengan sistem sosial dan ekonomi sebagai faktor lingkungan yang diinternalisasi dalam proses ko-evolusi dari sistem pertanian tersebut. Kata organik analog dengan kata DNA atau gen yang mengatur pola hidup dan perkembangan suatu makhluk hidup dari dalam tubuh itu sendiri. Pertanian adalah sebagai makhluk atau sosok kehidupan itu sendiri. Tentu saja faktor lingkungan turut menentukan sifat dan sifat serta jenis, jumlah atau variasi hasil, serta hal lainnya yang menyatu dengan sistem pertanian organik tersebut secara keseluruhan.

Khudori (Koran Tempo, 30 Juli 2012), menggunakan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian, menyebutkan bahwa sekitar 73 persen lahan sawah (sekitar 5 juta hektare) memiliki kandungan C-organik sangat rendah sampai rendah (C-organik < 2 persen), 22 persen memiliki kandungan C-organik sedang (2-3 persen), dan 4 persen memiliki kandungan C-organik tinggi (> 3 persen). Tanah dengan kandungan C-organik < 2 persen dapat dikategorikan sebagai lahan sawah yang sakit dan kelelahan. Bila dibandingkan dengan lahan sawah sehat yang memiliki kandungan C-organik > 3 persen, kondisi itu sudah sangat kritis. Kondisi ini hanyalah satu ilustrasi bahwa sistem pertanian yang diterapkan selama ini menghasilkan output yang membahayakan keberlanjutan pertanian Indonesia, yang gejala kegagalannya sudah tampak sejak lama.

Kondisi yang disebutkan terakhir telah mendorong lahirnya kebijakan go organic. Sayang sekali, dalam pelaksanaannya, kebijakan ini banyak menghadapi permasalahan atau kendala. Saya berpendapat bahwa permasalahan utama dari program go organic ini bersumber dari kurang tepatnya pemahaman dan rancang bangun dari kebijakan yang diciptakan, yang akhirnya berdampak negatif terhadap implementasinya.

Pemahaman yang perlu dibangun sejak awal adalah bahwa pertanian organik adalah pertanian modern. Artinya, pertanian organik tidak sama dengan pertanian yang didasarkan semata-mata pada penggunaan pupuk organik atau pupuk kandang, walaupun pupuk organik tersebut telah distandardisasi. Pertanian organik dilandasi oleh konsep reaksi kehidupan antara mikro organisme sebagai unsur organik dan lingkungannya, seperti tanah dan faktor cuaca dalam kaitannya dengan produksi tanaman, ikan, atau ternak pada suatu wilayah yang telah dirancang sebelumnya sebagai kawasan pertanian organik. Output dari sistem pertanian organik adalah hasil pertanian, baik berupa pangan, hortikultura, perikanan, maupun peternakan yang sebagian besar input-nya adalah unsur kehidupan (mikroorganisme) yang dibawa oleh beragam bahan organik yang telah diolah berdasarkan teknologi mutakhir yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Produk lainnya adalah energi yang dihasilkan dari pemanfaatan biomassa yang dikonversi menjadi biogas atau bentuk energi lainnya. Dengan skala sistem pertanian organik yang besar, misalnya 10 ribu hektare, produk energi ini akan mencapai skala bilangan megawatt. Keberlanjutan lingkungan hidup dan kehidupan sosial yang berkembang pada suatu wilayah juga menjadi produk inherent dari sistem ini.

Konsep keterpaduan komoditas, wilayah, teknologi, dan sosial-ekonomi pada suatu wilayah dengan skala ekonomi yang memadai (misal, 10 ribu ha) yang diintegrasikan oleh suatu badan usaha, misalnya yang saya namakan Badan Usaha Milik Petani (BUMP), merupakan institusi operasionalisasi pertanian organik sebagaimana dimaksud dalam tulisan ini. Karena itu, dapat dikatakan bahwa pertanian organik sebagaimana diuraikan adalah landasan bagi terwujudnya pertanian yang berkelanjutan.

Prinsip dasar pengembangan pertanian organik

23 February 2013 11:12:50 Dibaca : 1439

Akhir-akhir ini dan kedepan masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya dan dampak negative yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam bidang pertanian.  Orang semakin arif memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.  Gaya hidup sehat “back to nature” makin menggaung mengurangi dominasi pola hidup lama yang mengandalkan penggunaan bahan kimia non alami, seperti pupuk anorganik, pestisida kimia sintesis dan hormone tumbuh dalam produksi pertanian.  Pangan yang sehat dan bergizi dapat diproduksi dengan cara yang dikenal sebagai pertanian organik.

Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian yang berorientasi pada pemanfaatan bahan-bahan alami (lokal)  tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintesis seperti pupuk, pestisida (kecuali bahan yang diperkenankan).  Teknik budidaya lainnya bertumpu pada peningkatan  produksi, pendapatan serta berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dan tidak merusak lingkungan.  Slogan “hidup sehat” telah melembaga secara internasional sehingga produk-produk pertanian disyaratkan memiliki atribut jaminan mutu “ aman konsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).

Tulisan ini memuat bahasan tentang prinsip dasar pertanian organik, mudah-mudahan bermanfaat dalam rangka menyambut dan mempersiapkan berbagai hal untuk memenuhi  permintaan produk-produk organik yang semakin meningkat ke depan, baik dalam  negeri maupun mancanegara.

PENGERTIAN UMUM PERTANIAN ORGANIK

Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan  bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan ( IASA, 1990).

 

Produk organik adalah  produk (hasil tanaman/ternak yang diproduksi melalui praktek-praktek yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan mutunya baik (nilai gizi dan keamanan terhadap racun terjamin).  Oleh karena itu pertanian organik tidak berarti hanya meninggalkan praktek pemberian bahan non organik, tetapi juga harus memperhatikan cara-cara budidaya lain, misalnya pengemdalian erosi, penyiangan  pemupukan, pengendalian hama dengan bahan-bahan organik atau non organik yang diizinkan.  Dari segi sosial ekonomi, keuntungan yang diperoleh dan produksi pertanian organik hendaknya dirasakan secara adil oleh produsen, pedagang dan konsumen (Pierrot, 1991).  Budidaya organik juga bertujuan untuk meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan mikro organism, flora, fauna, tanah, mempertahankan  dan meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan segala bentuk polusi dan mempertimbangkan dampak social ekologi yang lebih luas.

 

Sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik (kecuali yang diizinkan) tetapi hanya menggunakan bahan alami berupa bahan atau pupuk organik disebut sebagai Sistem Pertanian Organik Absolut.  Sistem pertanian yang menggunakan bahan organic sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik), disertai dengan aplikasi herbisida dan pestisida secara selektif dan rasional dinamakan Sistem Pertanian Organik Rasional (Fagi dan Las, 2007).

 

Produk Organik dari suatu sistem pertanian organik dalam konteks pertanian organik standar tentunya mangacu pada sistem pertanian organik absolut.  Selama ini masih banyak kalangan masyarakat yang beranggapan bahwa pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dari suatu pertanaman/lahan (produk) yang telah menggunakan/memanfaatkan bahan organik dalam proses produksinya, sekalipun dalam sistem produksi masih digunakan pupuk/pestisida anorganik atau belum memenuhi standar organik yang ditetapkan oleh IFOAM.  Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak mengecewakan dikemudian hari.

 

PRINSIP DASAR BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK

 

Prinsip dasar pertanian organic yang dirumuskan oleh IFOAM, International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

1. Lingkungan

Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik.  Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan.  Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian organik.

2. Bahan Tanaman

Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negative terhadap lingkungan.

3. Pola Tanam

Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan

4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh

Bahan organik sebagai pupuk adalah sebagai berikut :

- Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik
- Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak, sampak kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
- Pupuk buatan (mineral)
- Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl, tidak boleh digunakan
- K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; kapur, kieserite, dolomite, fosfat batuan boleh digunakan
- Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan

5. Pengelolaan Organisme Pengganggu

- Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM
- Pestisida hayati diperbolehkan

 

SERTIFIKASI DAN STANDARDISASI  PERTANIAN ORGANIK

 

Suatu produk dapat diakui sebagai produk organik apabila telah melalui proses sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi resmi yang telah terdaftar pada IFOAM (IFOAM,1986).  Lembaga-lembaga Standardisasi Internasional yang diakui adalah IFOAM dan The Codex Alimentarius.  Standar IFOAM merupakan standar dasar untuk produk organik dan prosesnya, ditetapkan sejak tahun 1980.  Standar The Codex Alimentarius  adalah standar yang disusun dengan penyesuaian Standar IFOAM dengan beberapa standar dan aturan lain.

 

Tiap Negara terus berusaha menyusun standar pertanian organiknya.  Uni Eropa misalnya mencapai kesepakatan mengenai aturan baru tentang produksi dan pelabelan organik dalam pertemuan di Brussel Belgia, Juni 2007.  Peraturan ini berlaku efektif Januari 2009.  Aturan baru ini mewajibkan pelabelan organik Uni Eropa bagi produk organik yang dipasarkan di Uni Eropa, namun produk tersebut dapat menyertakan label logo organik nasional atau swasta.

 

Adanya standar masing-masing Negara sering membuat salah tafsir sehingga menimbulkan pasar produk organik terhambat.  Untuk mengatasi ini diperlukan suatu panduan harmonisasi dan kesetaraan standar organik yang dibangun dalam pertemuan-pertemuan badan/lembaga dunia.

 

Otoritas Pertanian Organik India telah memperoleh kesetaraan sistem dengan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan Uni Eropa sejak tahun 2006 sehingga memudahkan produsen India memasarkan produk organiknya ke Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan sertifikat organik yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi lokal.

 

Departemen Pertanian Republik Indonesia juga telah menyusun standar pertanian organik di Indonesia, tertuang dalam  SNI 01-6729-2002.  Sistem Pertanian Organik menganut paham organik proses artinya semua proses Sistem Pertanian Organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pasca panen memenuhi standar budidaya organik, bukan dilihat dari produk organik yang dihasilkan.   SNI Sistem Pangan Organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga harus diakreditasi oleh Departemen Pertanian dan Pusat Standardisasi dan Akreditasi (PSA).

 

PELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

 

Peluang

 

Indonesia khususnya Sulawesi Selatan memiliki potensi dan peluang yang cukup besar dalam rangka pengembangan pertanian organik. Potensi sumberdaya pertanian antara lain lahan, tanaman, manusia, teknologi dan lain-lain, cukup tersedia. Sistem pertanian organik sudah sejak dulu dilakukan oleh petani sebelum program BIMAS (Revolusi hijau).  Hingga saat ini masih dijumpai di beberapa daerah, petani tetap mempertahankan cara pertanian tersebut. Oleh karena itu teknologi pengembangan pertanian organik tidak akan menghadapi problem yang berarti dalam penerapannya. Teknologi pertanian organik relatif tersedia dan mudah dilakukan. Teknologi pembuatan kompos, pupuk-pupuk organik, telah siap. Jerami, pupuk kandang, sisa (limbah) tanaman, sampah kota, juga tersedia dan melimpah serta mudah diperoleh di lapang (Tandisau, 2009).

 

Beberapa tahun terakhir dan di masa yang akan datang, konsumen semakin sadar untuk mengkonsumsi produk-produk yang sehat, tidak tercemar, aman dari racun sebagaimana yang disinyalir dihasilkan oleh pertanian modern yang banyak menggunakan bahan-bahan sintetik dan kimia. Diperkirakan pangsa pasar produk pertanian organik di dunia sekitar 20 % dari total produk pertanian dunia (Surip et al. 1994), dan total penjualan diperkirakan sekitar $USD 20 M (Winaryo 2002). Sayangnya pangsa pasar produk organik di Indonesia belum termonitor. Di Indonesia, perhatian terhadap produk organik masih kurang, namun sebagian masyarakat telah memahami akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang aman dan sehat. Karena itu produk organik memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di masa depan, baik untuk pasar domestik maupun luar negeri. Harga pupuk dan pestisida semakin mahal, tidak terjangkau petani sehingga petani akan mencari alternatif pengganti yang lebih murah dan selalu tersedia dan melimpah di daerah yaitu bahan-bahan organik (alamiah).

 

Harga produk pertanian organik umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan non organik. Selisih harga mencapai ≥ 30%. Dengan penerapan teknologi pertanian organik secara baik, diharapkan hasil yang diperoleh relatif sama dengan pertanian non organik. Dengan demikian pendapatan petani akan meningkat, lingkungan sehat dan aman, kondisi lahan tetap sunur, mampu memberikan hasil yang tinggi secara kontinyu. Karena itu dengan tingkat harga yang menarik tersebut, petani akan tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan pertanian organik. Dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat kuat dalam rangka pengembangan pertanian organik karena cara tersebut dapat mengatasi masalah lingkungan. Karena itu, pengembangan pertanian organik di Sulawesi Selatan cukup prospektif di masa depan.

 

Tantangan

 

Dalam pelaksanaan dan pengembangan sistim pertanian organik, beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut :

- Pertanian organik menekankan  pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup. Disamping itu membutuhkan biaya angkutan yang besar terutama jika jarak kebun dan rumah sangat jauh.  Dengan demikian diperlukan tenaga, waktu dan biaya yang cukup dalam pengelolaan pertanian organik (Syers dan Craswell 1995; Tandisau dan Sariubang, 1995)

 

  1. Produktivitas pertanian organik lebih rendah, sehingga jika tidak ada insentif harga untuk produk organik maka petani tidak akan tertarik berusaha tani pertanian organik.
  2. Pengakuan sebagai pelaku pertanian organik harus melalui proses akreditasi dan sertifikasi. Pembentukan lembaga akreditasi untuk produk tiap sub sektor di Indonesia mungkin belum terpenuhi. Karena itu masih memerlukan waktu yang cukup untuk bisa mengembangkan pertanian organik tiap komoditas.
  3. Biaya sertifikasi lahan/produk cukup mahal, tidak terjangkau petani perorangan.
  4. Lembaga pendukung kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran, serta pendukung lainnya harus dipersiapkan
  5. Sikap petani selama ini terlena oleh cara pertanian yang relatif serba cepat, mudah, kebutuhan relatif lebih sedikit sehingga menjadi tantangan untuk dapat merobah kembali menjadi petani yang tekun, sabar dan mau bekerja keras.
  6. Diperlukan inovasi teknologi pemanfaatan bahan organik yang sederhana, cepat, mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak dalam proses pembuatan dan penanganan sampai pada aplikasinya. Ini merupakan tantangan bagi peneliti.
  7. Diperlukan inovasi teknologi pengembangan peranan organik yang memberi hasil (produktivitas tinggi).

 

Strategi Pengembangan

Pengembangan sistem pertanian organik ke depan dalam jangka pendek lebih baik di arahkan ke daerah-daerah yang masih mempertahankan sistem pertanian lokal-tradisional (daerah pegunungan, pedalaman).  Komoditas-komoditas yang dimungkinkan antara lain kopi, teh, padi-padi lokal bermutu baik, tanaman rempah dan obat serta sayuran dan buah-buahan. Kakao, merica, jambu mete (tanaman ekspor) juga potensial untuk diusahakan dalam pertanian organik. Sistem integrasi tanaman-ternak juga merupakan pilihan untuk dikembangkan kedepan.

Pemerintah perlu mendorong terbentuknya lembaga sertifikasi produk pertanian organik yang dibutuhkan (yang belum ada).  Disamping itu pembentukan, pengembangan, dan penguatan lembaga-lembaga pendukung seperti kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran (pasar khusus produk oragnik) perlu persiapan dan pembenahan. Selain itu diperlukan kegiatan sosialisasi untuk member pemahaman dan bekal tentang makna dan manfaat pertanian organik kepada masyarakat produsen (petani), konsumen (pengguna), pedagang, pemerintah daerah, penyuluh serta pelaku pertanian dan institusi terkait lainnya.

Dukungan dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah berupa insentif harga produk dan subsidi biaya sertifikasi lahan (produk) diperlukan dalam rangka pengembangan pertanian organik.

Atlet Bulutangkis Masih Mempesona Sponsor

23 February 2013 11:05:56 Dibaca : 1164
Para atlet dan pelatih menandatangani kontrak individu.(foto:Alfa/okezone)
Para atlet dan pelatih menandatangani kontrak individu.(foto:Alfa/okezone)

 

JAKARTA – Prestasi bulutangkis Indonesia boleh melorot, tapi atlet bulutangkis nasional dan pelatih ternyata tak kehilangan pesona. Di tengah grafik prestasi nasional yang kurang membanggakan ini, sejumlah pebulutangkis andalan nasional mendapat dukungan sponsor.

"PBSI baru pertama kali memperkenalkan langsung atlet dengan pihak sponsor. Tujuan kontrak individu kepada atlet adalah untuk memicu prestasi kepada para atlet untuk meningkatkan prestasi atlet," ujar Ketua Komite Bidang Dana PBSI Anton Subowo, dalam acara penandatanganan kontrak sponsor di Senayan Golf, Senayan, Jakarta, Jumat (22/2/2013).

Setidaknya ada tujuh brand olahraga khususnya produsen peralatan badminton yang memberikan dukungan. Yonex,Victor,Fly Power, Li-Ning, Astec,RS, dan Babolat.

Atlet yang menandatangani sponsor individu antara lain Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad (Victor). Hendra Setiawan dan M. Aksan (Yonex).Untuk pelatih sendiri di wakili oleh Christian Hadinata pelatih ganda putra.

 Pihak Victor yang diwakili Jeff Chen- General Manager, mengaku ingin mempromosikan brand Victor di Indonesia. Sebelumnya, Victor juga sudah bekerja sama dengan Timnas Korea.

"Victor memang mau menggencarkan promosi di Indonesia dan mengakomodir para pemain top Indonesia. Victor memutuskan untuk menggandeng Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad," ujar Jeff Chen."Durasi kontrak kepada Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad selama 2 tahun," Chen menambahkan.

Pendatang Baru Kalahkan Jakarta Pertamina Energi

23 February 2013 11:04:55 Dibaca : 744

 

 

Suasana pertandingan Proliga (Foto: Okezone)
Suasana pertandingan Proliga (Foto: Okezone)

 

PALEMBANG - Pendatang baru di ajang BSI Proliga, Manokwari Valeria Papua Barat berhasil membuat kejutan dengan mengalahkan Jakarta Pertamina Energi pada putaran pertama minggu kedua di gedung Palembang Sport Convention Center (PSCC) Palembang, Jumat (22/2/2913) . Manokwari Valeria Papua Barat menang 3-1, dengan skor 25-22, 22-25, 25-21 dan 25-16.

Penampilan impresif pemain asing yang dimiliki Manokwari Valeria Papua Barat, Regia Bell melalui spike tajam dan block sempurna yang dimlikinya membuat tim asal Papua ini menguasai jalannya pertandingan yang berlangsung ketat pada set pertama. Jakarta Pertamina Energi harus mengakui keunggulan lawannya dengan skor 25-22.

Memasuki set kedua, permainan kedua tim semakin menarik dan ketat. Jakarta Pertamina Energi melalui dua pilarnya Wivian Carine dan Tassia Oliviera berhasil mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Skor sempat berimbang 10-10 pada pertengahan babak sebelum akhirnya ditutup dengan kemenangan Jakarta Pertamina Energi dengan skor sama 25-22.

Kombinasi menyerang melaui smash keras dan bertahan yang sama baiknya,  membuat Manokwari Valeria Papua Barat langsung menekan dan berhasil unggul di awal set ketiga. Anak asuh Eko Waluyo ini kembali menunjukan tajinya dengan berhasil merebut set ini dengan skor 25-21.

Dukungan penonton yang memadati gedung PSCC yang sebagian besar mendukung perjuangan Jakarta Pertamina Energi, tidak dapat memompa semangat untuk dapat mengalahkan Manokwari Valeria Papua Barat. Set keempat berakhir untuk kemenangan sang pendatang baru dengan 25-16 sekaligus menutup pertandingan. (acf)