IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN 2 WANGGARASI

28 November 2023 19:47:49 Dibaca : 114 Kategori : PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pembelajaran Bahasa Indonesia dianggap mengalami problematika ketika di dalam pelaksanaannya terjadi berbagai anomali dan instabilitas. Bahasa Indonesia saja sebagai sebuah penggunaan praktis komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mengalami gejala kebahasaan yang terkait aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantiknya, diperparah ketika dibawa ke ranah pembelajaran yang mengalami kedangkalan mutu dan kualitas.

Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan sarana untuk meningkatkan  kemampuan berkomunikasi efektif peserta didik, mengembangkan kreativitasnya dan daya kritisnya, serta memberikannya ruang untuk berkolaborasi sehingga peserta didik dapat menumbuhkan kepribadian yang positif. Kompetensi tersebut dibutuhkan peserta didik untuk menghadapi tantangan di abad ke-21 ini (Dewayani, Subarna, & Setyowati, 2021, p. 1). Berkaitan dengan hal ini tentunya pembelajaran Bahasa Indonesia dirancang untuk menggali dan mengarahkan segenap kemampuan berbahasa dan bersastra peserta didik lewat keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak yang keempatnya ini tidak bisa dikotak-kotakkan dalam konten yang terpisah.

Peran vital guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam mengemas pembelajaran yang bermakna menjadi catatan penting untuk diidentifikasi semaksimal mungkin. Refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut yang tepat sudah menjadi keniscayaan untuk diprioritaskan dalam penuntasan problematika pembelajaran.

Atas pemaparan tersebut sehingga penulis menyusun makalah yang berjudul “Identifikasi Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia”.

 

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Bagaimanakah konsep dasar problematika pembelajaran?Bagaimanakah tujuan mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia?Bagaimanakah manfaat mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia?Bagaimanakah hasil identifikasi problematika pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka? 

1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk memahami konsep dasar problematika pembelajaran;Untuk memahami tujuan mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia;Untuk memahami manfaat mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia;Untuk mengetahui hasil identifikasi problematika pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka. 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

2.1.1 Konsep Dasar Problematika Pembelajaran

Problematika berakar kata dari Bahasa Inggris yakni ‘problematics’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri problematika ditautkan dengan kata ‘problem’. ‘Problematics’ dan ‘problem’ mempunyai makna harfiah sama yaitu masalah atau persoalan.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik (Djamaluddin & Wardana, 2019, p. 13). Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Nasution, Jalinus, & Syahril, 2019, p. 11). Proses pembelajaran ditandai dengan adanya interaksi edukatif yang terjadi, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan. Interaksi ini berakar dari pihak pendidik (guru) dan kegiatan belajar secara pedagogis pada diri peserta didik, berproses secara sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi (Pane & Dasopang, 2017). Berbagai pendefenisian mengenai pembelajaran tersebut bersesuaian dengan apa yang tersurat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Problematika pembelajaran adalah kendala atau persoalan dalam proses belajar mengajar yang harus dipecahkan agar tercapai tujuan maksimal (Angranti, 2016). Problematika  pembelajaran  merupakan  sutau  hal  yang  mengganggu,  mempersulit, menghambat, dan bahkan dapat mengakibatkan kegagalan dalam  mencapai tujuan dalam pembelajaran (Syahada, Wulandari, & Stiawan, 2022).

Berangkat dari pemaparan konseptual diatas maka penulis menyimpulkan bahwa problematika pembelajaran adalah segala hal yang teridentifikasi sebagai masalah berupa hambatan, tantangan dan rintangan yang menyebabkan penyimpangan, gangguan dan kegagalan terhadap proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Faktor-faktor yang menjadi kausal primer timbulnya problematika dalam pembelajaran berasal dari guru, peserta didik, sarana dan prasarana, dan lingkungan belajar. Problematika pembelajaran sendiri sebenarnya kendala utamanya bertalian erat dengan persoalan literasi yang minim. Berbagai fakta mencengangkan mengamini betapa tertinggalnya masyarakat Indonesia dalam hal literasi. ‘Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019’ (Perpustakaan Kemendagri, 2021). ‘UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca (Kominfo, 2017).

 

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Mengkaji Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tujuan mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia menurut hemat penulis adalah sebagai berikut:

1.    Untuk mengetahui mutu dan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia;

2.    Untuk memperdalam pemahaman terhadap karakteristik peserta didik;

3.    Untuk mengetahui efektifitas bahan ajar, media ajar, dan sumber belajar yang digunakan guru;

4.    Untuk merefleksi strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang digunakan guru;

5.    Untuk mengetahui gambaran minat, motivasi, dan hasil belajar peserta didik;

6.    Untuk mengidentifikasi penggunaan instrumen penilaian yang digunakan guru;

7.    Untuk merekonstruksi praktik baik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Manfaat mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia menurut penulis adalah sebagai berikut:

1.    Memberikan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia;

2.    Sumbangsih pemikiran terhadap studi pembelajaran dan pendidikan;

3.    Sebagai bahan komplementer rujukan instrumen evaluasi dan supervisi mata pelajaran Bahasa Indonesia;

4.    Menjadi bahan evaluasi penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan;

5.    Menjadi aspirasi dalam arah kebijakan yang dilakukan pihak sekolah.

 

2.1.3 Hasil Identifikasi Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis terkait problematika pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, terhadap guru Bahasa Indonesia dan peserta didik SMP Negeri 2 Wanggarasi ditemukan hasil identifikasi yang diuraikan sebagai berikut:

SMP Negeri 2 Wanggarasi terletak di Desa Bohusami, Kecamatan Wanggarasi, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Sekolah ini berjarak 45 Km dari Marisa, ibukota kabupaten, dan berjarak 200 Km dari ibukota provinsi. SMP Negeri 2 Wanggararasi terdiri atas tiga rombongan belajar, yakni kelas 7 yang jumlah peserta didiknya sebanyak 14 orang, kelas 8 yang jumlah peserta didiknya sebanyak 11 orang, dan kelas 9 yang jumlah peserta didiknya sebanyak 24 orang. Total keseluruhan peserta didik sebanyak 49 orang. Adapun guru mata pelajaran Bahasa Indonesia diampu oleh Sriyulan Mahmud, S.Pd., guru berstatus PNS dan telah memiliki sertifikat pendidik. Beliau alumni S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Gorontalo. SMP Negeri 2 Wanggarasi menyelenggarakan kegiatan akademik sekolah sehari penuh selama 5 hari efektif (Senin-Jumat). Sekolah ini menerapkan 2 kurikulum, yakni kurikulum merdeka untuk jenjang kelas 7 dan kurikulum 2013 untuk jenjang kelas 8 dan 9.

2.1.1.1  Hasil Identifikasi Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum 2013 di SMP Negeri 2 Wanggarasi

Adapun problematika pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 2013 di  kelas 8 dan 9 SMP Negeri 2 Wanggarasi adalah sebagai berikut:

1.      Minimnya media dan sumber belajar

2.      Metode pembelajaran tidak variatif

3.      Bahan ajar yang disajikan tidak kontekstual

4.      Peserta didik kebingungan dengan kurikulum yang direvisi terkait konten materi pembelajaran

5.      Peserta didik kurang motivasi dan minat

6.      Guru kesulitan melaksanakan pengayaan dan remedial

7.      Guru disibukkan mempersiapkan dokumen perangkat pembelajaran

8.      Dukungan akses fasilitas internet yang terbatas

9.      Karakteristik latar belakang siswa yang heterogen

10.  Partisipasi guru minim dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

2.1.1.2  Hasil Identifikasi Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Merdeka di SMP Negeri 2 Wanggarasi

Adapun problematika pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum merdeka di kelas 7 SMP Negeri 2 Wanggarasi adalah sebagai berikut:

1.      Dukungan akses fasilitas internet yang terbatas

2.      Guru masih dalam proses memahami garis besar kurikulum merdeka

3.      Bentuk asesmen(penilaian) tidak variatif

4.      Penilaian sumatif kurang merespon proses stimulus kemampuan berpikir peserta didik

5.      Peserta didik kesulitan membuat laporan karya ilmiah terkait hasil proyek penguatan profil pelajar Pancasila

6.      Guru kesulitan menangani peserta didik yang rendah keterampilan membaca

7.      Minimnya kegiatan literasi

8.      Minimnya buku referensi di perpustakaan sekolah

9.      Faktor kesibukan guru

2.1.1.3  Solusi terhadap Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Wanggarasi

Atas berbagai problematika pembelajaran Bahasa Indonesia yang penulis identifikasi di SMP Negeri 2 Wanggarasi, maka penulis sebagai peneliti menghadirkan sejumlah solusi sebagai berikut:

1.      Memperkaya sumber belajar yang digunakan tidak sebatas hanya mengandalkan buku paket pelajaran. Kehadiran sejumlah platform pembelajaran seperti Rumah Belajar, Quizizz, Tiktok bisa menjadi alternatif penunjang bagi guru. Sumber belajar tidak semata-mata hanya terkait objek buku, namun bisa menanfaatkan lingkungan sekitar berupa tempat, benda, atau orang (terkait peran dan profesi) dan sebagainya sebagai sumber belajar.

2.      Merancang media pembelajaran yang efektif, inovatif, dan kreatif dalam tatap muka pembelajaran. Inspirasi media pembelajaran bisa dipelajari di Youtube atau memanfaatkan sumber daya sekitar.

3.      Bahan ajar yang digunakan harus sesuai konteks dimana siswa berada. Guru harus meramu bahan ajar dengan memasukkan unsur kearifan lokal dan memerhatikan perkembangan kognitif peserta didik.

4.       Guru harus meramu konten materi pembelajaran yang sederhana agar tidak menimbulkan kebingungan bagi peserta didik

5.      Motivasi dan minat belajar siswa yang minim harus menjadi perhatian serius guru dengan melakukan asesmen diagnosis kognitif  dan nonkognitif secara berkala untuk mengetahui karakteristik, latar belakang, dan perkembangan peserta didik. Guru juga harus memahami bahwasanya tidak semua siswa memiliki minat ketertarikan terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia, hal ini juga berkaitan dengan antusiasme dan potensi yang dimiliki siswa terhadap ketertarikan dalam mata pelajaran tertentu. Guru harus bersyukur dan semaksimal mungkin memberikan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik.

6.      Guru harus membangun hubungaan interpersonal dengan peserta didik dan orangtua melalui kunjungan tentatif ke rumah peserta didik atau menghadiri kegiatan di tengah masyarakat sebagai bentuk pendekatan dan pembauran guru.

7.      Pengayaan dan remedial dilaksanakan bukan untuk menghukum peserta didik atas ketidaktercapaian ketuntasan belajar, namun sebagai bentuk tindak lanjut refleksi sehingga dilaksanakan secara intensif namun tidak memberatkan.

8.      Kolaborasi guru dengan rekan sejawat mata pelajaran yang sama antar sekolah dalam mendiskusikan perangkat pembelajaran yang efektif. Guru harus mampu mengatur waktu dan tepat waktu dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran.

9.      Karakteristik peserta didik yang heterogen latar belakang sosial budayanya ditangani dengan merancang pembelajaran secara koperatif, dan konsistensi penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar selama pembelajaran dikarenakan sebagai ruang formal.

10.  Fasilitas internet yang terbatas agar dikomunikasikan dengan kepala sekolah untuk bersama memperjuangkan dukungan fasilitas internet di sekolah. sebagai informasi tambahan, Keminfo tengah membangun fasilitas sinyal pemancar Bakti Aksi  di desa untuk memaksimalkan jaringan internet.

11.  Guru harus melibatkan diri dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia baik secara daring maupun luring

12.  Guru harus bertindak proaktif dalam pemahaman garis besar kurikulum merdeka, tidak hanya sebatas menunggu pelatihan dari pemangku kebijakan terkait, namun mempelajari secara otodidak dengan memanfaatkan akses informasi teknologi dan membuka ruang diskusi nonformal dengan sesama guru mata pelajaran terkait.

13.  Bentuk asesmen (penilaian) harus beragam dan menyesuaikan ketercapaian tujuan pembelajaran. Langkah ini dilakukan melalui bentuk penilaian yang tidak hanya tertulis namun juga menghadirkan penilaian secara lisan. Guru harus memperhatikan penilaian bukan hanya aspek kognitif, namun juga aspek keterampilan dan berbasis praktik dan produktifitas karya.

14.  Penilaian sumatif hendaknya memperhatikan aspek kemampuan berpikir siswa melalui rancangan bentuk soal tes berkategori HOTS (High Order Thinking Skill).

15.  Melakukan pendampingan dan pelatihan yang sistematis dan berkelanjutan terhadap peningkatan peserta didik dalam membuat karya ilmiah terkait pelaporan projek penguatan pelajar Pancasila.

16.  Guru harus menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi yang melingkupi diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk. Diferensasi konten mengenai materi ajar yang disampaikan hendaknya bersifat beragam sumber dan aktual (kekinian). Diferensiasi proses mengenai strategi dan metode pembelajaran yang variatif yang memperhatikan tujuan pembelajaran dan aspek tingkat kemampuan pemahaman peserta didik yang berbeda-beda. Diferensiasi produk mengenai hasil produk karya dan keterampilan siswa yang tidak monoton pada satu jenis, harus memperhatikan minat peserta didik dan menerima berbagai cara peserta didik dalam presentasi yang tanggap terhadap teknologi dan media sosial yang beragam jenis.

17.  Guru harus memberikan perhatian serius dan porsi waktu tambahan di luar jam pembelajaran kepada peserta didik yang diidentifikasi memiliki kemampuan membaca yang terbatas.

18.  Guru harus menggiatkan kegiatan literasi di sekolah dengan berkomunikasi dengan pimpinan dan rekan sejawat dikarenakan membutuhkan sumber daya dan sumber dana untuk menggiatkan literasi sekolah. Kegiatan literasi dapat dilakukan melalui kegiatan pembiasaan pada hari-hari tertentu dalam bentuk membaca dan mendiskusikan bacaan di pagi hari sebelum pembelajaran di kelas dimulai. Kegiatan lainnya dalam bentuk bedah karya, kelompok menulis, pameran literasi, dan sebagainya.

19.  Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang juga menjabat sebagai kepala perpustakaan SMP Negeri 2 Wanggarasi harus berkomunikasi dengan kepala sekolah terkait pengadaan buku referensi bacaan di perpustakaan khususnya buku referensi literatur dan sastra, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan buku lainnya yang menunjang pembelajaran Bahasa Indonesia.

20.  Guru harus bersikap profesional mengemban tugas sebagai pendidik dengan memanajemen urusan sekolah dan urusan di luar sekolah.

21.  Guru senantiasa menghadirkan apersepsi dalam tatap muka pembelajaran guna mempersiapkan konsentrasi dan antuasiasme peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru juga harus memahami bahwa ruang pembelajaran tidak melulu di kelas, akan tetapi dapat memanfaatkan tempat lainnya yang menunjang seperti perpustakaan, gazebo, di bawah pohon yang rindang, dan tempat di sekitar sekolah lainnya yang dirasa efektif.

22.  Guru harus bermitra dengan pihak profesi lain yaitu perorangan maupun kelompok organisasi untuk diundang secara daring maupun tatap muka di kelas dalam rangka memberikan motivasi, berbagi wawasan, dan pengalaman baru untuk peserta didik.

23.  Guru harus memahami karakteristik pembelajaran Bahasa Indonesia abad 21. Karakteristik pembelajaran Bahasa Indonesia abad 21, yakni: (1) membangun rasa ingin tahu dan pertanyaan pemandu; (2) membaca dan mendiskusikan jawaban atas pertanyaan; (3) mengubah genre teks (Malabar, 2017).

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Simpulan

Problematika pembelajaran adalah segala hal yang teridentifikasi sebagai masalah berupa hambatan, tantangan dan rintangan yang menyebabkan penyimpangan, gangguan dan kegagalan terhadap proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Faktor-faktor yang menjadi kausal primer timbulnya problematika dalam pembelajaran berasal dari guru, peserta didik, sarana dan prasarana, dan lingkungan belajar.

Tujuan dan manfaat mengkaji problematika pembelajaran Bahasa Indonesia pada intinya merupakan bahan introspeksi guru yang berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Identifikasi problematika pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Wanggarasi menyajikan sekelumit persoalan yang tidak bisa dipandang remeh dan membutuhkan segera penanganan yang holistik.

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai problematika pembelajaran Bahasa Indonesia. Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami permasalahan dan solusi yang dapat menangani problematika pembelajaran. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan sebagai berikut:

3.2.1        Bagi linguis, dosen, peneliti

a.       Memperkaya multi penafsiran kajian problematika pembelajaran

b.      Memproduksi teori problematika pembelajaran

c.       Mendokumentasikan penelitian bidang problematika pembelajaran secara kontinuitas

3.2.2        Bagi guru dan mahasiswa bahasa

a.       Mendalami kajian problematika pembelajaran dengan sumber beragam dan terbaru

b.      Melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil penelitian terkait problematika pembelajaran

c.       Berkolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam berkarya

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Angranti, W. (2016). Problematika Kesulitan Belajar Siswa (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Tenggarong). Jurnal Gerbang Etam, 10(1) , 28-37.

Dewayani, S., Subarna, R., & Setyowati, C. E. (2021). Buku Panduan Guru Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Djamaluddin, A., & Wardana. (2019). Belajar dan Pembelajaran: 4 Pilar Peningkatan Kompetensi Pedagogis. Pare-Pare: Penerbit Kaaffah Learning Center.

Kominfo. (2017, October 10). Teknologi Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos. Retrieved February 25, 2023, from kominfo.go.id: https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media#:~:text=Fakta%20pertama%2C%20UNESCO%20menyebutkan%20Indonesia,1%20orang%20yang%20rajin%20membaca!

Malabar, S. (2017). Karakteristik Rancangan Pembelajaran Bahasa Indonesia Abad 21. Prosiding Seminar Internasional Riksa Bahasa XI "Penguatan Pendidikan Bahasa Indonesia pada Abad ke-21" (pp. 773-778). Bandung: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Nasution, N., Jalinus, N., & Syahril. (2019). Buku Model Blended Learning. Pekanbaru: Unilak Press.

Pane, A., & Dasopang, M. D. (2017). Belajar dan Pembelajaran. FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 3(2) , 333-352.

Perpustakaan Kemendagri. (2021, March 23). Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah, Ranking 62 Dari 70 Negara. Retrieved February 25, 2023, from perpustakaan.kemendagri.go.id: https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661

Syahada, N. L., Wulandari, I., & Stiawan, A. (2022). Problematika Peserta Didik dalam Pembelajaran dan Alternatif Solusi pada Peserta Didik di SDN Kowel 3. Jurnal Elementer: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 1(1) , 49-57.