Jejak yang Tertinggal (CERPEN)

14 September 2024 23:47:20 Dibaca : 78

Malam itu, hujan turun deras di luar jendela kamar. Cici duduk di sudut tempat tidurnya, memeluk bantal erat-erat. Pikirannya melayang pada kenangan-kenangan yang pernah ia lalui bersama Koko, mantan kekasih yang baru saja mengakhiri hubungan mereka beberapa hari yang lalu. Mereka berdua sudah bersama selama tiga tahun. Semua kenangan itu, dari tawa hingga air mata, seperti film yang berputar dalam pikirannya. Cici masih bisa merasakan hangatnya genggaman tangan Koko, cara dia tersenyum saat mereka saling bertukar pandang, dan bagaimana suara tawanya mengisi hari-harinya. Tapi sekarang, semuanya hanya bayangan masa lalu. "Kenapa semuanya jadi seperti ini?" gumam Cici, menatap foto mereka berdua yang masih terpajang di meja sebelah tempat tidur. Dalam foto itu, mereka terlihat bahagia, berlibur di pantai, dengan matahari terbenam di belakang mereka. Seolah-olah tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Namun kenyataannya, sesuatu telah berubah di antara mereka. Perbedaan kecil yang dulu dianggap sepele kini menjadi jurang yang memisahkan hati mereka. Koko mulai sibuk dengan pekerjaannya, dan Cici merasa terabaikan. Pertengkaran kecil yang tadinya bisa mereka selesaikan dengan tawa, perlahan menjadi besar dan tak terhindarkan. "Aku masih sayang sama dia," bisik Cici pada dirinya sendiri, meskipun ia tahu dalam hatinya bahwa cinta saja kadang tidak cukup untuk mempertahankan hubungan.

Di sisi lain kota, Koko duduk sendirian di sebuah kafe yang biasa mereka kunjungi. Tangannya memegang cangkir kopi, tapi pikirannya melayang pada sosok Cici. Ia tahu bahwa perpisahan itu adalah keputusan yang sulit, tapi dia merasa itu adalah yang terbaik untuk mereka berdua. Ada rasa bersalah yang tak bisa ia singkirkan, meskipun ia yakin itu adalah hal yang benar. "Apakah dia baik-baik saja?" pikir Koko, mengaduk kopinya dengan perasaan tak menentu. Ia mengingat momen-momen manis mereka, dari obrolan panjang hingga perjalanan spontan ke tempat-tempat yang selalu membuat Cici tertawa. Tapi seiring berjalannya waktu, mereka berdua semakin jarang tertawa bersama. Ketika Cici meminta waktu untuk berbicara, Koko tahu arah pembicaraan itu. Keduanya tahu bahwa hubungan mereka sudah tidak lagi seperti dulu. Dan meskipun sulit, mereka sepakat untuk berpisah. Namun, perpisahan itu tidak serta merta menghapus perasaan yang mereka miliki. Masih ada cinta di sana, meskipun terbungkus dalam kepedihan. Cici menatap langit-langit, berharap semua perasaan ini bisa segera hilang. Tapi ia juga tahu bahwa melupakan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya tidak akan semudah itu. "Aku butuh waktu," pikirnya, sambil menarik napas dalam-dalam.

Di luar, hujan masih turun. Hujan yang sama yang dulu sering mereka nikmati bersama, kini menjadi saksi perpisahan mereka. Hujan yang menutupi air mata Cici dan Koko, meski mereka berada di tempat yang berbeda. Waktu akan menyembuhkan luka mereka, meskipun jejak kenangan itu akan selalu ada. Dan mungkin suatu hari nanti, mereka akan kembali tersenyum saat mengingat semua ini, meski kini, yang tersisa hanya rasa kehilangan.