MENGAPA PERLU CINTA DALAM KEHIDUPAN?
Mohamad Riadi Muslim
Mohamad Fikri Baid
Cinta adalah perasaan kasih sayang yang mendalam dan penuh pengorbanan terhadap seseorang atau sesuatu yang dianggap istimewa. Ini meliputi perhatian, perasaan ingin melindungi, dan keinginan untuk berbagi kebahagiaan serta kesedihan bersama. Cinta juga sering kali menginspirasi tindakan yang positif dan pengorbanan untuk kebaikan orang yang dicintai. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa cinta dapat diartikan secara berbeda oleh setiap individu. Ada yang menganggap cinta sebagai sesuatu yang menunjukkan keagungan, seperti singa atau pedang. Ada pula yang melihatnya sebagai bencana yang menunjukkan kepedulian. Dan ada yang menganggap cinta seperti khamar yang memabukkan, menunjukkan kecintaan yang sangat dalam. Meskipun ada perbedaan dalam pandangan ini, semua pengertian tersebut pada akhirnya bersatu dalam satu konsep cinta yang lebih kompleks.(Loka, M. P., & Yulianti, E. R. 2019).
Lalu seberapa penting dalam kehidupan kita. Cinta adalah sebuah kebutuhan emosional dan sosial yang fundamental dalam kehidupan manusia. Kehadirannya memberikan makna dan tujuan yang mendalam dalam hubungan antarindividu, baik dalam konteks romantis, keluarga, persahabatan, maupun komunitas secara luas. Pertama-tama, cinta memungkinkan kita untuk merasa diterima dan dihargai. Ini tidak hanya meningkatkan rasa percaya diri dan kebahagiaan personal, tetapi juga memperkuat ikatan antara individu-individu yang terlibat dalam hubungan tersebut. Selain itu, cinta berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Melalui cinta, seseorang belajar untuk memberikan dan menerima kasih sayang, pengertian, dan dukungan secara mendalam. Ini membantu membangun keterampilan interpersonal yang kuat, mengajarkan toleransi, kesabaran, dan kemampuan untuk menanggapi perasaan orang lain dengan empati. Cinta juga memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang merasakan cinta dan memiliki dukungan sosial yang kuat cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah, tekanan darah yang lebih stabil, dan sistem kekebalan tubuh yang lebih baik. Hubungan yang penuh cinta juga dikaitkan dengan peningkatan kualitas tidur, mood yang lebih baik, dan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi secara keseluruhan. Di samping itu, cinta memberikan inspirasi dan motivasi untuk mencapai tujuan hidup yang lebih besar. Ketika seseorang merasa dicintai dan dicintai dengan tulus, mereka merasa didorong untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri, baik dalam karier, pengembangan diri, maupun pencapaian pribadi lainnya. Cinta memotivasi kita untuk mengatasi rintangan dan mengatasi tantangan dengan keyakinan bahwa ada seseorang atau beberapa orang yang selalu ada untuk mendukung dan memotivasi.Dengan demikian, cinta bukan hanya sebuah emosi atau perasaan, tetapi juga fondasi dari hubungan yang sehat dan membangun kebahagiaan yang berkelanjutan dalam kehidupan manusia. Kehadirannya memperkaya pengalaman hidup kita, memberikan arti yang mendalam, dan menginspirasi kita untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik. (Jailani, M. S. 2013).
Kesimpulan dari pernyataan tersebut adalah bahwa cinta merupakan perasaan kasih sayang yang mendalam dan penuh pengorbanan terhadap sesuatu atau seseorang yang dianggap istimewa. Konsep ini meliputi perhatian, keinginan untuk melindungi, serta keinginan untuk berbagi kebahagiaan dan kesedihan bersama. Cinta juga menginspirasi tindakan positif dan pengorbanan demi kebaikan orang yang dicintai. Dalam perspektif yang lebih luas, cinta adalah kebutuhan emosional dan sosial yang fundamental dalam kehidupan manusia, memberikan makna dan tujuan yang mendalam dalam hubungan antarindividu, baik dalam konteks romantis, keluarga, persahabatan, maupun komunitas secara umum. Cinta tidak hanya memperkuat ikatan personal, tetapi juga mendukung pertumbuhan pribadi, membangun keterampilan interpersonal, dan memiliki dampak positif signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental. Selain itu, cinta memberikan inspirasi dan motivasi untuk mencapai tujuan hidup yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Jailani, M. S. (2013). Kasih sayang dan kelembutan dalam pendidikan. Al-Fikrah: Jurnal Kependidikan Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 4, 56476
Loka, M. P., & Yulianti, E. R. (2019). Konsep Cinta (Studi Banding Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dan Erich Fromm). Syifa Al-Qulub, 3(2), 72-84.
PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM MENDORONG PRESTASI AKADEMIK YANG BERKELANJUTAN
Konselor adalah seorang profesional yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam membantu individu mengatasi masalah pribadi, sosial, emosional, atau akademis mereka. Mereka berfokus pada memberikan dukungan psikologis, bimbingan, dan pendampingan untuk membantu klien mencapai potensi mereka yang optimal, mengidentifikasi solusi untuk masalah, dan mengembangkan keterampilan coping yang efektif. Konselor bekerja dengan berbagai pendekatan terapi dan teknik evaluasi untuk memahami dan merespons kebutuhan unik setiap individu, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional klien mereka secara menyeluruh.
Menurut Baruth dan Robinson, peran konselor adalah apa yang diharapkan dari posisi yang dijalani oleh seorang konselor dan bagaimana orang lain melihat posisi tersebut. Jadi, ketika seseorang menjadi konselor, orang lain akan memiliki harapan tertentu terhadap mereka. Sementara itu, peran konselor adalah peran yang melekat pada seseorang yang berfungsi sebagai konselor. Artinya, ketika seseorang menjadi konselor, mereka secara otomatis memiliki tanggung jawab untuk memenuhi peran tersebut.
Selain itu, Kartadinata menjelaskan bahwa bimbingan adalah proses membantu individu agar bisa membuat pilihan dan keputusan sendiri, serta bertanggung jawab atas keputusan tersebut, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya. Jadi, ketika seseorang mendapat bimbingan, mereka dibantu untuk bisa mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab atas pilihan yang mereka buat. Sebagai contoh, bayangkan seseorang yang sedang bingung memilih jurusan kuliah. Dengan bantuan seorang konselor, individu tersebut dapat mengeksplorasi minat dan kemampuannya untuk akhirnya memilih jurusan yang sesuai. Dengan demikian, bimbingan membantu individu agar bisa membuat keputusan yang tepat untuk masa depan mereka. (Ulfah, U., & Arifudin, O. 2019).
Strategi konseling untuk peningkatan prestasi akademik melibatkan pendekatan holistik yang berpusat pada memahami setiap siswa secara individual, mengidentifikasi tantangan mereka dalam belajar, dan merancang solusi yang sesuai. Konselor akan bekerja sama dengan siswa untuk mengembangkan tujuan akademik yang realistis dan terukur, serta menyusun rencana tindakan yang konkret untuk mencapainya. Selain itu, konselor juga akan memberikan dukungan emosional dan motivasional kepada siswa, membantu mereka mengatasi kecemasan atau rasa tidak percaya diri yang mungkin menghambat pencapaian akademik mereka. Dalam proses ini, penting bagi konselor untuk berkolaborasi dengan orang tua dan guru untuk memastikan adanya dukungan yang konsisten di lingkungan belajar siswa. Melalui pendekatan ini, strategi konseling tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan hasil akademik, tetapi juga untuk membangun kepercayaan diri dan kemandirian siswa dalam mengelola pendidikan mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ulfah, U., & Arifudin, O. (2019). Peran Konselor Dalam Mengembangkan Potensi Peserta Didik. Jurnal Tahsinia, 1(1), 92-100.
PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA BESERTA PANDANGAN AHLI
Istilah cognitive berasal dari kata cogniton dalam terjemahan bahasa inggris yang berarti pengertian dan memiliki makna yang sejalan dengan kata knowing yang berarti mengetahui M. Uyun & Idi Warsah dalam (Simanjuntak & Siregar, 2022). Secara umum, kata kognitif dimaknai sebagai potensi intelektual yang dimulai dari tahap pengenalan informasi, kemudian ketahap pemahaman, dari pemahaman dapat mengembangkannya, menganalisis, hingga dapat menciptakan, dan terakhir mengevaluasinya. Hunt dalam (Simanjuntak & Siregar, 2022), berpangan bahwa kemampuan kognitif merupakan kecakapan seseorang dalam memproses informasi yang diperoleh melalui indra Molli & Nini dalam (Simanjuntak & Siregar, 2022). Dilihat dari sudut pandang psikologi, kognitif membahas tentang persepsi individu terhadap informasi, pemahaman, alur pikiran dan proses pemecahan masalah Maria Elena dalam (Simanjuntak & Siregar, 2022). Dalam artian bagaimana cara individu dapat memperoleh dan memproses sebuah informasi dengan menyimpan dan mengolahnya di otak untuk kemudian di wujudkan dalam sebuah perilaku atau tindakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kognitif adalah proses aktivitas berpikir yang melibatkan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang didapatnya.
Vygotsky mengemukakan bahwa kemampuan kognitif untuk membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam melakukan tindakan, memperluas kemampuan, dan melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Artinya bahwa dengan memiliki kemampuan kognitif anak menggunakan alat berpikirnya untuk mengamati, menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa guna memecahkan masalah seefektif dan seefisien mungkin dalam mencapai tujuan. (Wardani et al., 2023)
Teori Vygotsky, atau lebih dikenal sebagai teori perkembangan sosial-kognitif, berfokus pada bagaimana interaksi sosial dan budaya mempengaruhi perkembangan kognitif seseorang. Berikut adalah beberapa indikator utama dari teori Vygotsky:
- Pembelajaran Sosial (social learning) Vyotsky berpandangan, peserta didik dapat belajar dari interaksi yang dilakukannya dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten atau cakap. Interaksi sosial tersebut dapat memancing terbentuknya ide baru dan memperluas perkembangan intelektual peserta didik.
- Zona Perkembangan ZPD Konsep ZPD (zone of proximal development) biasa dikenal sebagai zona perkembangan yaitu orang terdekat peserta didik (guru, teman sebaya, dan orang tua) yang diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memecahkan masalah. Maksudnya disini, peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan sendiri tugasnya akan dapat terselesaikan dengan bimbingan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sejawatnya.
- Scaffolding (Perancahan) Scaffholding merupakan proses memberikan bantuan berupa petunjuk kepada peserta didik di awal tahap pembelajaran yang diharapkan peserta didik dapat belajar secara mandiri kedepannya.(Simanjuntak & Siregar, 2022)
Sedangkan menurut Brunner mengusung teori discovery learning yaitu dalam kegiatan belajar akan berjalan dengan maksimal dan kreatif jika peserta didik dapat menemukan sendiri suatu aturan atau memproses sendiri informasi yang diterimanya. Menurut Brunner perkembangan kognitif peserta didik sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan terkhusus bahasa yang digunakan dalam kehiduannya. Perkembangan bahasa disini memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan kognitif. Menurut Brunner, terdapat 3 tahapan perekembangan kognitif yang terjadi pada individu yaitu:
- Tahap Enaktif Pada tahap enaktif, individu belajar untuk memahami lingkungan disekitarnya melalui kegiatan-kegiatan atau respon terhadap suatu objek. Dalam artian memahami dunia sekitarnya dengan menggunakan kemampuan motoriknya. Seperti melalui sentuhan, pegangan dan gigitan.
- Tahap Ikonik Pada tahap ikonik, individu memahami dunia sekitarnya menggunakan visualisasi melalui penggunaan model dan gambar gambar.
- Tahap Simbolik Pada tahap simbolik, individu mampu memiliki gagasan atau pemikiran abstrak, yaitu dengan memahami simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan lain sebagainya.
Sehingga dapat disimpulkan dari pemaparan teori Brunner bahwa, perkembangan kognitif peserta didik dapat didukung dengan menciptakan situasi agar peserta didik dapat belajar secara mandiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan struktur konsep, teori, atau pemahaman yang telah dipelajarinya. (Simanjuntak & Siregar, 2022)
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, K., & Siregar, R. S. (2022). Perkembangan Kognitif Peserta Didik dan Implementasi dalam Kegiatan Pembelajaran. Jurnal Riyadhah: Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 111–124.
Wardani, I. R. W., Putri Zuani, M. I., & Kholis, N. (2023). Teori Belajar Perkembangan Kognitiv Lev Vygotsky dan Implikasinya dalam Pembelajaran. DIMAR: Jurnal Pendidikan Islam, 4(2), 332–346. https://doi.org/10.58577/dimar.v4i2.92
MEMAHAMI PSIKOLOGI PERCERAIAN DALAM KEHIDUPAN KELUARGA
Pengertian Perceraian
Perceraian adalah proses hukum atau sosial di mana pasangan yang sebelumnya hidup bersama sebagai suami dan istri secara sah mengakhiri hubungan pernikahan mereka. Proses ini melibatkan serangkaian langkah formal yang dapat meliputi pengajuan gugatan perceraian, mediasi atau proses penyelesaian alternatif lainnya, dan akhirnya pemberian keputusan pengadilan yang mengakhiri ikatan pernikahan mereka secara resmi. Perceraian tidak hanya merupakan pemutusan hubungan pribadi antara dua individu, tetapi juga melibatkan implikasi hukum yang kompleks terkait dengan pembagian harta, dukungan anak, hak asuh, dan berbagai aspek kehidupan yang sebelumnya terkait dengan status perkawinan. Selain itu, perceraian juga sering kali mempengaruhi individu secara emosional, finansial, dan sosial, serta dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap keluarga yang terlibat, anak-anak, dan jaringan sosial di sekitarnya.
Pengertian Perceraian Menurut Ahli
Menurut Fuad Said, perceraian adalah ketika suami dan istri memutuskan untuk tidak lagi hidup bersama sebagai pasangan. Menurut Zahry Hamid, pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan bisa berakhir karena beberapa alasan, misalnya karena suami atau istri meninggal dunia atau karena keduanya memutuskan untuk bercerai. Pernikahan yang berakhir ketika suami dan istri masih hidup bisa disebabkan oleh keinginan salah satu pasangan atau terjadi tanpa sepengetahuan keduanya. Jadi, intinya adalah perceraian adalah ketika suami dan istri memutuskan untuk tidak lagi hidup bersama sebagai pasangan, entah itu karena keinginan salah satu pasangan atau karena faktor lain seperti kematian. (Muhammad Syaifuddin, dkk. 2022)
Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
Perceraian adalah langkah terakhir yang diambil oleh pasangan suami-istri ketika mereka menghadapi masalah yang tidak bisa diselesaikan dalam pernikahan mereka. Ini bukanlah tujuan utama saat menikah, tetapi lebih sebagai bencana yang menghancurkan hubungan suami-istri. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perceraian menurut para ahli adalah kekerasan verbal, masalah ekonomi, perjudian, penyalahgunaan minuman keras, dan perselingkuhan. Meskipun demikian, para ahli tidak memberikan detail yang jelas tentang faktor-faktor penyebab tersebut. Contoh sederhana dari faktor penyebab perceraian ini adalah ketika seorang suami sering menggunakan kata-kata kasar dan mengancam istri secara verbal, hal ini dapat menyebabkan ketegangan dalam hubungan mereka. Atau ketika salah satu pasangan terlibat dalam perjudian dan menghabiskan uang keluarga untuk hal tersebut, hal ini juga bisa menjadi pemicu perceraian. (Dariyo, A., & Esa, D. F. P. U. I. 2004).
Dampak Yang Akan Dialami Anak Saat Terjadinya Perceraian
Perceraian orang tua adalah ketika kedua orang tua memutuskan untuk tidak tinggal bersama lagi. Hal ini bisa menjadi masalah besar bagi anak-anak, terutama yang masih bersekolah dasar. Anak-anak pada usia ini sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua mereka. Kondisi rumah tangga bisa memengaruhi perkembangan dan pendidikan anak-anak yang masih bersekolah dasar. Jika suasana di rumah tidak baik, anak-anak mungkin tidak bisa belajar dengan baik. Bahkan, hal ini bisa berdampak negatif pada perkembangan emosional anak saat mereka sedang tumbuh dewasa. Pengalaman yang dialami oleh anak saat kecil akan memengaruhi kehidupan mereka di masa depan. Contoh sederhananya, jika anak sering melihat pertengkaran antara orang tuanya, maka anak tersebut mungkin akan merasa cemas atau sedih. Hal ini bisa berdampak pada konsentrasi belajarnya di sekolah. Sebaliknya, jika anak merasa dicintai dan diperhatikan oleh kedua orang tuanya, maka anak tersebut mungkin akan merasa lebih percaya diri dan bahagia. (M Yusuf, M. Y. 2014).
Yang Harus Dilakukan Orangtua Ketika Sudah Bercerai
Ketika orangtua sudah bercerai, ada beberapa hal penting yang perlu mereka lakukan:
- Prioritaskan Kesejahteraan Anak. Pastikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama dalam segala keputusan yang diambil.
- Komunikasi yang Efektif. Tetaplah berkomunikasi secara terbuka dan jujur tentang kebutuhan anak-anak. Hindari konflik yang berpotensi merugikan anak.
- Tetap Terlibat. Meskipun bercerai, tetaplah terlibat dalam kehidupan anak-anak dengan cara yang positif dan mendukung.
- Pemahaman terhadap Perasaan Anak. Bantu anak-anak memahami dan mengatasi perasaan mereka terkait perceraian orangtua.
- Buatlah Kesepakatan Bersama. Buatlah kesepakatan terkait pengasuhan anak yang jelas dan adil bagi semua pihak.
- Dukungan Emosional. Berikan dukungan emosional baik kepada anak-anak maupun satu sama lain sebagai orangtua.
- Jaga Keseimbangan. Jaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan tanggung jawab sebagai orangtua yang bercerai.
Kesimpulan
Perceraian adalah proses hukum atau sosial di mana pasangan mengakhiri hubungan pernikahan mereka secara sah. Proses ini tidak hanya melibatkan aspek hukum seperti pembagian harta dan hak asuh, tetapi juga dapat memiliki dampak emosional, finansial, dan sosial yang signifikan bagi keluarga yang terlibat, terutama anak-anak.Anak-anak yang mengalami perceraian orang tua dapat mengalami dampak negatif, termasuk masalah emosional dan kesulitan dalam pendidikan mereka. Konflik rumah tangga yang terjadi sebelum perceraian bisa memengaruhi konsentrasi belajar anak dan perkembangan emosional mereka di masa depan.Orangtua yang bercerai memiliki tanggung jawab untuk memprioritaskan kesejahteraan anak, berkomunikasi dengan baik, terlibat secara positif dalam kehidupan anak, dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan. Penting juga untuk membuat kesepakatan yang jelas terkait pengasuhan anak dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan pribadi dan tanggung jawab sebagai orangtua yang bercerai. Dalam situasi tertentu, bantuan profesional seperti konselor atau mediator dapat membantu mengelola konflik dan mempertahankan hubungan yang baik antara orangtua serta mendukung kesejahteraan anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Dariyo, A., & Esa, D. F. P. U. I. (2004). Memahami psikologi perceraian dalam kehidupan keluarga. Jurnal Psikologi, 2(2), 94-100.
M Yusuf, M. Y. (2014). Dampak perceraian orang tua terhadap anak. Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah, 20(1).
Muhammad Syaifuddin S. H., Sri Turatmiyah, S. H., & Annalisa Yahanan, S. H. (2022). Hukum perceraian. Sinar Grafika.
MAKNA CINTA DARI BERBAGAI PERSPEKTIF AHLI
Cinta adalah perasaan yang mendalam terhadap seseorang atau sesuatu yang membuat seseorang merasa bahagia, ingin melindungi, dan peduli secara tulus. Cinta bisa berupa kasih sayang, perhatian, keinginan untuk berbagi kehidupan bersama, dan adanya rasa empati yang mendalam. Cinta adalah sebuah pengalaman yang kompleks dan mendalam yang melibatkan perasaan kasih sayang, keintiman emosional, dan komitmen yang mendalam terhadap orang atau hal tertentu. Lebih dari sekadar perasaan, cinta mencakup pengertian yang dalam akan nilai-nilai, keutuhan, dan keinginan untuk berbagi kehidupan dengan orang yang dicintai. Ini melampaui aspek fisik semata dan mencakup dimensi spiritual, psikologis, dan sosial dalam hubungan manusia.
Adapun cinta menurut pandangan beberapa ahli, berikut pernyataannya:
- Erich Fromm (2005: 28) menyatakan bahwa cinta sebenarnya adalah suatu tindakan, bukan hanya suatu kekuatan yang pasif. Dalam pandangan Fromm, cinta seharusnya diwujudkan dengan bertahan dan berkomitmen, bukan hanya terjatuh secara tiba-tiba. Artinya, cinta sejati adalah tentang memberi, bukan hanya menerima. Sebagai contoh, ketika seseorang mencintai pasangannya, mereka akan melakukan tindakan nyata untuk menunjukkan cintanya, seperti memberikan perhatian, dukungan, dan pengorbanan demi kebahagiaan pasangan. Ini menunjukkan bahwa cinta sejati melibatkan tindakan dan komitmen yang aktif. Jadi, inti dari konsep cinta menurut Fromm adalah tentang bagaimana kita bertindak dan berkomitmen dalam hubungan, bukan hanya merasakan perasaan cinta tanpa tindakan nyata. (Apriantika, S. G., 2021).
- Kahil Gibran menjelaskan makna cinta menurut pandangannya. Menurutnya, cinta adalah memberikan diri kita sepenuhnya kepada orang lain tanpa mengharapkan apapun sebagai imbalannya. Cinta bukanlah tentang memiliki atau dimiliki, melainkan tentang memberikan tanpa pamrih. Cinta sudah cukup dengan menjadi cinta itu sendiri. Contoh sederhananya, ketika kita mencintai seseorang, kita tidak mengharapkan sesuatu sebagai imbalan atas cinta kita. Kita hanya ingin memberikan yang terbaik untuk orang yang kita cintai tanpa memikirkan keuntungan yang mungkin kita dapatkan. Jadi, cinta sejati adalah ketika kita rela memberikan segalanya tanpa pamrih. (Septiananta, B. N. E., 2023).
- Freud memandang cinta sebagai energi psikologis yang mendasari perilaku manusia. Menurutnya, cinta bisa menjadi sumber kedamaian dan konflik dalam kehidupan.
Kesimpulan dari pandangan beberapa ahli tentang cinta adalah bahwa cinta merupakan pengalaman yang kompleks dan mendalam yang melibatkan perasaan kasih sayang, keintiman emosional, dan komitmen yang mendalam terhadap seseorang atau sesuatu. Erich Fromm menekankan bahwa cinta sejati melibatkan tindakan nyata dan komitmen yang aktif, bukan sekadar perasaan pasif. Kahil Gibran mengajarkan bahwa cinta sejati adalah tentang memberikan sepenuhnya tanpa mengharapkan imbalan, menekankan bahwa cinta sudah cukup dengan menjadi dirinya sendiri. Sementara Freud melihat cinta sebagai energi psikologis yang dapat mempengaruhi perilaku manusia, baik dalam membawa kedamaian maupun konflik dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriantika, S. G. (2021). Konsep Cinta Menurut Erich Fromm; Upaya Menghindari Tindak Kekerasan dalam Pacaran. Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi, 10(1), 44-60.
Septiananta, B. N. E. (2023). Memaknai cinta dan kehilangan melalui puisi “cinta yang agung” karya kahil gibran dengan pendekatan struktural. Jurnal Insan Pendidikan dan Sosial Humaniora, 1(1), 183-194