Antara Cinta & Beban Moral Cerpen Fiksi
Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang pemuda bernama Raka. Ia adalah sosok yang ramah, baik hati, dan penuh tanggung jawab. Pekerjaannya sebagai seorang guru membuatnya dihormati di masyarakat. Namun, di balik senyum ramahnya, Raka menyimpan beban moral yang terus menghantuinya setiap hari. Raka mencintai seorang perempuan bernama Nisa. Mereka telah bersahabat sejak kecil. Nisa adalah pribadi yang hangat, lembut, dan selalu tahu bagaimana membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Hubungan mereka tak hanya sekadar pertemanan, melainkan tumbuh menjadi rasa cinta yang mendalam. Namun, ada satu hal yang membuat Raka selalu ragu untuk menyatakan perasaannya. Nisa adalah tunangan sahabat Raka sendiri, Andi.
Andi adalah sahabat terdekat Raka sejak SMA. Mereka sudah melalui banyak hal bersama, saling mendukung di saat suka dan duka. Ketika Andi memperkenalkan Nisa sebagai tunangannya beberapa tahun lalu, Raka berusaha menerima kenyataan tersebut. Awalnya, Raka berpikir bahwa perasaannya hanya sebatas kekaguman biasa. Namun, semakin hari, rasa cinta itu tumbuh semakin kuat hingga tak terbendung lagi. Setiap kali Raka melihat Andi dan Nisa bersama, hatinya berperang. Di satu sisi, ia mencintai Nisa dengan tulus. Tapi di sisi lain, persahabatan dan rasa hormatnya kepada Andi tak bisa diabaikan. Raka tak ingin merusak kebahagiaan sahabatnya, namun ia juga merasa tak mampu membohongi perasaannya sendiri. Suatu hari, di tengah malam yang sunyi, Raka menerima pesan dari Nisa. Ia mengajak Raka bertemu di taman kota, tempat biasa mereka bertemu saat masih remaja. Di sana, di bawah pohon besar yang rindang, Nisa duduk sendiri, tampak gelisah.
"Raka, aku butuh bicara," suara Nisa terdengar pelan namun tegas.
Raka duduk di sampingnya, berusaha menenangkan hatinya yang berdebar tak karuan.
"Apa yang terjadi, Nis?" tanya Raka, meski sebenarnya ia bisa merasakan ada sesuatu yang berat di hati Nisa.
Nisa menatap lurus ke depan, menghela napas panjang sebelum berkata, "Aku tahu kamu mencintaiku."
Kalimat itu membuat jantung Raka seakan berhenti berdetak. "Aku..." Raka terbata, tak tahu harus berkata apa.
Nisa melanjutkan, "Aku juga mencintaimu, Raka. Tapi aku juga mencintai Andi. Dan aku tak tahu harus bagaimana."
Mendengar pengakuan Nisa, beban moral yang selama ini Raka rasakan semakin berat. Ia merasa seolah berada di persimpangan jalan, di mana setiap pilihan yang diambil akan melukai seseorang. Raka terdiam cukup lama, berusaha mencerna situasi yang ada.
"Aku tak pernah ingin menyakitimu, Nisa, apalagi menyakiti Andi," kata Raka dengan suara berat. "Tapi kita tak bisa melanjutkan ini."
Nisa menunduk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tahu, tapi... aku juga tak ingin kehilangan kamu."
Raka menatap langit malam, merasakan dinginnya angin yang menusuk kulitnya. Ia sadar, cinta terkadang bukan hanya tentang memiliki. Terkadang cinta berarti merelakan, meski rasanya begitu menyakitkan.
"Yang terbaik untuk kita sekarang adalah menjaga perasaan Andi. Dia sahabatku, dan dia juga pantas bahagia bersamamu," ujar Raka dengan tegas, meski di dalam hatinya ada bagian yang hancur.
Nisa terisak pelan, namun ia mengangguk. Ia tahu, keputusan Raka benar. Keduanya berdiam diri dalam keheningan malam, merasakan perasaan yang bercampur aduk antara cinta, kesetiaan, dan beban moral yang harus dipikul.
Malam itu, di bawah pohon besar yang telah menyaksikan persahabatan mereka bertahun-tahun, Raka dan Nisa memutuskan untuk melepaskan cinta mereka demi menjaga persahabatan dan kebahagiaan orang lain. Mereka tahu, pilihan ini mungkin akan meninggalkan luka yang dalam, tetapi mereka juga tahu bahwa hidup tak selalu tentang apa yang diinginkan hati. Dalam perjalanannya pulang, Raka merasa bebannya sedikit terangkat. Meski hatinya terluka, ia tahu bahwa ia telah melakukan yang benar. Di dunia ini, terkadang yang kita cintai tak selalu bisa kita miliki, dan itulah beban moral yang harus ia terima.
Tamat.