Perempuan dalam Bayang Malam

24 January 2025 18:03:32 Dibaca : 9

Fenomena perempuan yang bekerja di dunia malam merupakan isu kompleks yang melibatkan berbagai aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Di balik gemerlap kehidupan malam, terdapat realitas yang sering kali tersembunyi dari pandangan publik, seperti tekanan ekonomi, keterbatasan pendidikan, hingga stereotip sosial yang melekat pada perempuan di sektor ini. Menurut Hatty (1989), perempuan yang terlibat dalam dunia malam kerap menghadapi berbagai bentuk kekerasan, baik secara fisik maupun psikologis. Kekerasan ini tidak hanya berasal dari lingkungan kerja mereka, tetapi juga dari stigma sosial yang mengakar kuat di masyarakat. Sementara itu, penelitian oleh Kao et al. (1997) menunjukkan bahwa perempuan di sektor ini juga berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan, seperti infeksi virus hepatitis G yang kemungkinan besar ditularkan melalui kontak seksual.

Dalam konteks historis, Paik (2022) menyoroti bagaimana perempuan yang bekerja di dunia malam di India sering kali dikaitkan dengan sistem kasta yang memperburuk kondisi sosial dan ekonomi mereka. Selain itu, Lubove (1962) mencatat bahwa gerakan progresif di Amerika Serikat pernah berupaya untuk merehabilitasi perempuan dalam dunia malam melalui berbagai program sosial dan pendidikan. Dari perspektif religius dan budaya, Leite (1996) mengungkapkan bahwa di Brasil, perempuan yang bekerja di dunia malam memiliki keterkaitan erat dengan nilai-nilai budaya dan religius tertentu yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap mereka. Chase & Teasley (1995) bahkan mengaitkan perempuan dalam dunia malam dengan simbolisme dalam cerita rakyat, seperti dongeng "Little Red Riding Hood," yang mencerminkan bagaimana masyarakat membentuk persepsi tentang perempuan dalam konteks seksualitas. Dari sisi psikologis, perempuan dalam dunia malam dihadapkan pada tekanan emosional yang signifikan. Ketidakstabilan jam kerja, ekspektasi sosial yang tinggi, serta risiko kesehatan fisik dan mental menjadi tantangan yang kerap dihadapi. Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan sosial dan kebijakan yang inklusif untuk melindungi hak-hak mereka.

Oleh sebab itu, perlu adanya pendekatan yang lebih holistik dalam memahami fenomena ini. Dukungan berupa pelatihan keterampilan, akses terhadap pendidikan, serta perlindungan hukum yang memadai merupakan langkah penting dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan yang bekerja di dunia malam. Dengan demikian, kebijakan yang inklusif dan berbasis pada kesetaraan gender dapat membantu mereka keluar dari bayang-bayang stigma dan memberikan peluang yang lebih baik di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Hatty, S. (1989). Violence Against Prostitute Women: Social and Legal Dilemmas. Australian Journal of Social Issues, 24(4), 235–248. doi:10.1002/j.1839-4655.1989.tb00867.x

Kao, J. H., Chen, W., Chen, P. J., Lai, M. Y., Lin, R. Y., & Chen, D. S. (1997). GB virus-C/hepatitis G virus infection in prostitutes: Possible role of sexual transmission. Journal of Medical Virology, 52(4), 381–384. doi:10.1002/(SICI)1096-9071(199708)52:4<381::AID-JMV6>3.0.CO;2-Y

THE PROBLEM OF THE PROSTITUTE. (1918). Medical Journal of Australia, 1(9), 176–176. doi:10.5694/j.1326-5377.1918.tb11382.x

Paik, S. (2022). Dr Ambedkar and the ‘Prostitute’: Caste, Sexuality and Humanity in Modern India. Gender & History, 34(2), 437–457. doi:10.1111/1468-0424.12557

Lubove, R. (1962). The Progressives and the Prostitute. Historian, 24(3), 308–330. doi:10.1111/j.1540-6563.1962.tb01725.x

Chase, R., Jr, & Teasley, D. (1995). Little Red Riding Hood: Werewolf and Prostitute. Historian, 57(4), 769–776. doi:10.1111/j.1540-6563.1995.tb01367.x

Arnett, A. A. (2024). Exploring Love and Sexuality as the Daughter of a Prostitute. Women in Higher Education, 33(6), 6–6. doi:10.1002/whe.21411

Leite, G. S. (1996). THE PROSTITUTE MOVEMENT IN BRAZIL: CULTURE AND RELIGIOSITY. International Review of Mission, 85(338), 417–426. doi:10.1111/j.1758-6631.1996.tb02748.x