STRATEGI KONSELING UNTUK MELEPASKAN MASA LALU
Dalam proses konseling untuk membantu individu melupakan pengalaman traumatis, seperti hubungan yang berakhir buruk atau perselingkuhan, pendekatan berbasis bukti sangat penting. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemulihan dari pengalaman emosional mendalam memerlukan kombinasi teknik terapi yang berpusat pada klien dan pendekatan yang didukung secara empiris (Mauldin & Hildreth, 1997).
Mauldin dan Hildreth (1997) mengusulkan model konseling pasangan yang mengalami perselingkuhan. Dalam konteks ini, elemen utama adalah membantu individu menghadapi emosi seperti rasa bersalah, marah, atau kecewa. Teknik seperti terapi naratif dapat digunakan untuk merekonstruksi makna dari peristiwa yang dialami sehingga klien mampu menciptakan narasi baru yang lebih memberdayakan. Selain itu, intervensi yang menekankan pada pengampunan ditemukan efektif dalam membantu klien melepaskan emosi negatif yang berkaitan dengan pengalaman traumatis (Moorhead, Gill, Minton, & Myers, 2012).
Dalam konteks multikultural, pendekatan konseling harus mempertimbangkan dimensi budaya dan identitas klien. Gipson (2017) menekankan bahwa seni terapi dapat menjadi alat yang kuat dalam membantu klien menghadapi trauma. Seni sebagai media terapi tidak hanya memberikan ekspresi bagi emosi yang sulit diungkapkan, tetapi juga memungkinkan klien untuk merefleksikan identitas mereka dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Hal ini relevan ketika menangani klien yang menghadapi tekanan dari norma sosial atau nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan pengalaman mereka.
Richard Zamora, Winterowd, dan Roring (2013) menemukan bahwa gaya cinta dan keterikatan emosional memainkan peran penting dalam cara individu memproses hubungan yang berakhir. Klien dengan gaya keterikatan yang aman cenderung lebih mudah untuk pulih dibandingkan mereka dengan gaya keterikatan yang cemas atau menghindar. Oleh karena itu, konselor dapat memanfaatkan wawasan ini untuk menyesuaikan pendekatan mereka, misalnya dengan menggunakan terapi perilaku kognitif (CBT) untuk menantang pola pikir disfungsi terkait hubungan masa lalu.
Kesimpulan:
Konseling untuk membantu klien melupakan pengalaman traumatis memerlukan pendekatan yang holistik, adaptif, dan berbasis bukti. Dengan mengintegrasikan teori keterikatan, pendekatan multikultural, serta intervensi berbasis seni dan pengampunan, konselor dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan klien. Pendekatan ini tidak hanya membantu klien untuk melepaskan masa lalu, tetapi juga untuk membangun kembali kehidupan mereka dengan keyakinan dan harapan baru
DAFTAR PUSTAKA
Gipson, L. (2017). Challenging Neoliberalism and Multicultural Love in Art Therapy. Art Therapy, 34(3), 112–117. doi:10.1080/07421656.2017.1353326
Jones, F., Hamilton, J., & Kargas, N. (2025). Accessibility and affirmation in counselling: An exploration into neurodivergent clients’ experiences. Counselling and Psychotherapy Research, 25(1), e12742. doi:10.1002/capr.12742
Mauldin, G. R., & Hildreth, G. J. (1997). A Model for Counseling Couples Who Have Had an Extramarital Affair. TCA Journal, 25(2), 58–67. doi:10.1080/15564223.1997.12034504
Moorhead, H. J. H., Gill, C., Minton, C. A. B., & Myers, J. E. (2012). Forgive and Forget? Forgiveness, Personality, and Wellness Among Counselors-in-Training. Counseling and Values, 57(1), 81–95. doi:10.1002/j.2161-007X.2012.00010.x
Richard Zamora, J. K., Carrie Winterowd, & Roring, S. (2013). The Relationship Between Love Styles and Romantic Attachment Styles in Gay Men. Journal of LGBT Issues in Counseling, 7(3), 200–217. doi:10.1080/15538605.2013.812927