Skripsi dan Patah Hati

01 April 2025 22:36:53 Dibaca : 12

Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di tengah pengalaman patah hati menghadapi tantangan psikologis yang kompleks. Putusnya hubungan romantis dapat memicu berbagai reaksi emosional, termasuk kesedihan mendalam, kehilangan motivasi, serta gangguan kognitif yang dapat menghambat proses akademik (Reimer & Estrada, 2021). Bagi sebagian mahasiswa, patah hati dapat menyebabkan penurunan performa akademik, sementara bagi yang lain, pengalaman ini justru dapat menjadi pemicu pertumbuhan pribadi dan akademik (Carter, Knox, & Hall, 2018).

Dalam konteks akademik, patah hati sering kali berkontribusi terhadap stres dan kecemasan yang berdampak negatif pada konsentrasi serta kemampuan mengelola waktu. Nikitovich (2017) menyoroti bahwa mahasiswa yang mengalami kesedihan emosional akibat kehilangan, termasuk putus cinta, sering kali mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas akademik yang membutuhkan fokus dan pemikiran analitis. Hal ini semakin diperburuk oleh keterlibatan digital dalam hubungan, seperti media sosial, yang dapat meningkatkan distress emosional pasca putus cinta, sebagaimana dikemukakan oleh Lukacs & Quan-Haase (2015). Paparan terhadap informasi mengenai mantan pasangan di media sosial dapat memperpanjang fase pemulihan emosional, sehingga memperberat tekanan akademik yang sedang dihadapi.

Namun, beberapa strategi adaptasi telah dikembangkan untuk membantu mahasiswa dalam menghadapi tantangan emosional ini. Akun et al. (2024) menemukan bahwa terapi berbasis ekspresi diri, seperti penulisan terapeutik, dapat menjadi sarana efektif bagi mahasiswa yang mengalami stres akibat patah hati. Dengan menyalurkan emosi ke dalam tulisan, mahasiswa dapat mengatasi distress psikologis dan meningkatkan kembali produktivitas akademik mereka. Pendekatan ini menunjukkan bahwa transformasi emosi negatif menjadi pengalaman reflektif dapat membantu individu mengembangkan ketahanan psikologis.

Oleh karena itu, mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di tengah patah hati perlu mengembangkan strategi koping yang sehat, seperti menyeimbangkan waktu antara akademik dan pemulihan emosional, serta memanfaatkan teknologi berbasis terapi ekspresi untuk mengelola emosi mereka. Dengan pendekatan yang tepat, pengalaman kehilangan dapat diubah menjadi proses pembelajaran yang mendukung pertumbuhan akademik dan pribadi.

 daftar pustaka

Akun, A., Andreani, W., Purnomo, F., Putri, R. A., Persada, I. B., & Ario, M. K. (2024). Poe-life: emphatic technology in sanative writing application as a way of assisting underachieving students. Journal of Poetry Therapy, 0(0), 1–13. doi:10.1080/08893675.2024.2400667

Carter, K. R., Knox, D., & Hall, S. S. (2018). Romantic Breakup: Difficult Loss for Some but Not for Others. Journal of Loss and Trauma, 23(8), 698–714. doi:10.1080/15325024.2018.1502523

Lukacs, V., & Quan-Haase, A. (2015). Romantic breakups on Facebook: new scales for studying post-breakup behaviors, digital distress, and surveillance. Information, Communication & Society, 18(5), 492–508. doi:10.1080/1369118X.2015.1008540

Nikitovich, M. (2017). Epitaph for a Thesis: Bridging the Gap between Grief and Growth. Smith College Studies in Social Work, 87(4), 371–374. doi:10.1080/00377317.2017.1372527

Reimer, J. E., & Estrada, A. R. (2021). College Students’ Grief Over a Breakup. Journal of Loss and Trauma, 26(2), 179–191. doi:10.1080/15325024.2020.1757992