Move On dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling

04 April 2025 03:34:52 Dibaca : 14

Dalam konteks bimbingan dan konseling, move on bukan sekadar melupakan pengalaman masa lalu, tetapi lebih pada proses adaptasi psikologis dan penguatan diri untuk mencapai kesejahteraan emosional. Menurut Jameson (1987), layanan bimbingan dan konseling di lingkungan pendidikan berperan dalam membantu individu mengembangkan strategi koping yang efektif guna menghadapi tantangan emosional dan sosial. Dalam hal ini, move on dapat dipahami sebagai bagian dari perkembangan pribadi yang memungkinkan individu melepaskan keterikatan emosional terhadap pengalaman negatif dan membangun kembali identitas diri yang lebih sehat.

Dari perspektif kebijakan sosial, Helps dan Segrave (2023) menyoroti bahwa konsep move on juga memiliki dimensi sosial yang lebih luas, terutama dalam kaitannya dengan eksklusi sosial dan regulasi perilaku individu dalam suatu masyarakat. Dalam praktiknya, perintah move-on sering kali diterapkan sebagai bentuk kontrol sosial, tetapi dalam bimbingan dan konseling, konsep ini lebih diarahkan pada pemberdayaan individu untuk keluar dari kondisi yang menghambat perkembangan diri.

Selain itu, penelitian oleh Quick (1990) menekankan bahwa proses move on perlu dilihat sebagai bagian dari intervensi pencegahan dalam layanan kemanusiaan. Dalam konteks ini, konselor perlu membekali klien dengan keterampilan resilien, seperti regulasi emosi, pemecahan masalah, serta dukungan sosial yang kuat. Hal ini sejalan dengan pandangan Muribwathoho dan Shumba (2006) yang menekankan pentingnya layanan bimbingan dan konseling dalam membangun ketahanan psikologis, terutama di lingkungan sekolah.

Lebih lanjut, Gledhill (2014) dalam analisisnya terhadap sistem peradilan menyoroti bahwa keputusan untuk move on sering kali terkait dengan perubahan dalam regulasi dan kebijakan. Dalam ranah bimbingan dan konseling, hal ini dapat dianalogikan dengan perlunya individu menerima perubahan sebagai bagian dari perkembangan diri dan tidak terjebak dalam pengalaman emosional yang stagnan.

Dengan demikian, proses move on dalam perspektif bimbingan dan konseling bukan hanya sekadar upaya melupakan masa lalu, tetapi merupakan strategi yang terstruktur untuk membantu individu mengelola perubahan, meningkatkan ketahanan emosional, serta membangun kehidupan yang lebih bermakna. Konselor memiliki peran penting dalam membimbing individu agar dapat menerima, memahami, dan mengembangkan diri secara positif dalam menghadapi pengalaman emosional yang sulit.

Daftar Pustaka

 

Gledhill, K. (2014). Brind – Time to Move On? Judicial Review, 19(2), 103–108. doi:10.5235/10854681.19.2.103

Helps, N., & Segrave, M. (2023). Move-on powers and practices of social exclusion: an examination of governance. Policing and Society, 33(4), 369–384. doi:10.1080/10439463.2021.2011276

Jameson, R. H. (1987). Guidance and Counseling Services in the Smaller School District. TACD Journal, 15(1), 39–46. doi:10.1080/1046171X.1987.12034292

Muribwathoho, H. N., & Shumba, A. (2006). Guidance and Counseling Services in South African Schools: Issues and Challenges. Journal of Psychology in Africa, 16(1), 123–126. doi:10.1080/14330237.2006.10820112

Quick, J. F. (1990). Time to Move On? Prevention in Human Services, 8(1), 239–250. doi:10.1300/J293v08n01_15