2A KOMPAK, KOCAK, KEREN!

16 May 2025 23:58:05 Dibaca : 79

Lingkungan perkuliahan bukan sekadar ruang akademik, melainkan juga ruang sosial tempat mahasiswa membentuk identitas kolektif dan membangun jejaring emosional. Dalam konteks kelas 2A, suasana pertemanan yang terbentuk antara mahasiswa seperti Gustiani Paliya, Usman Pulao, Adelia Tri Nurfatul Saidi, dan Aswiti Paputungan merepresentasikan nilai-nilai solidaritas, dukungan emosional, dan kekompakan yang khas dalam kehidupan kampus. Persahabatan semacam ini, sebagaimana ditunjukkan oleh Haemmerli, Bréthaut, dan Ezbakhe (2024), mencerminkan relasi yang dibangun atas dasar kepercayaan dan pengalaman bersama, yang dapat memperkuat kemampuan kolaboratif dalam menyikapi tantangan akademik maupun sosial.

Kekompakan antar mahasiswa 2A tercermin dari berbagai interaksi dalam proyek kelompok, kegiatan kemahasiswaan seperti P2MW, maupun sekadar rutinitas kuliah yang penuh warna. Kolaborasi aktif yang ditunjukkan oleh Adelia Suimu, Aulia Ramadhani, dan Safa Azahra Damogalad menunjukkan bagaimana dinamika kelas dapat menjadi laboratorium sosial yang efektif dalam melatih kepemimpinan, komunikasi, dan tanggung jawab kolektif. Fenomena ini diperkuat oleh argumen Crilly (2018) yang menegaskan bahwa keberhasilan sosial dan akademik di lingkungan kelas sering kali lebih ditentukan oleh kekuatan jaringan sosial yang terbangun di antara mahasiswa.

Di balik interaksi akademik, mahasiswa juga sering menjadi tempat saling berbagi cerita personal, tekanan emosional, dan saran kehidupan. Ketika Priskawati Abdulah, Tesalonika Cristiani Oro, atau Syntia Nursyahbani menghadapi situasi sulit, respons teman sekelas yang hadir memberi dukungan emosional mencerminkan bentuk empati fungsional yang penting dalam perkembangan sosial mahasiswa. Hu et al. (2024) mengungkapkan bahwa keterlibatan emosional dalam menyikapi kondisi teman sebaya dapat memengaruhi kedalaman nasihat yang diberikan serta meningkatkan ikatan sosial di antara mereka.

Kenangan yang terbentuk dalam kelas 2A dari canda tawa Putri Tika, semangat Reyfika Adelia Ali, hingga kreativitas Fadillah Salsabila Momonto dan Natasya Salsabila Mokodongan bukan sekadar memori temporer, tetapi fondasi dari solidaritas yang akan bertahan melewati masa studi. Dalam penelitian Tovares dan Kulbayeva (2022), interaksi teman dalam konteks percakapan informal seperti berbagi keluh kesah maupun bercanda, membentuk komunitas emosional yang memperkuat kohesi sosial. Dengan demikian, harapan yang dimiliki mahasiswa 2A bukan hanya tentang pencapaian akademik individual, tetapi juga harapan kolektif untuk mempertahankan dinamika positif dan saling mendukung yang telah terbangun.

Peran mahasiswa lain seperti Melansyah Adam, Septian Hunta, Raplianto Toliwu, dan Fratiwi Patalangi semakin memperkaya dinamika kelas dengan karakter dan kontribusi masing-masing. Dalam konteks pendidikan tinggi, komunitas seperti kelas 2A tidak hanya menjadi tempat belajar formal, tetapi juga arena untuk pembentukan nilai-nilai kemanusiaan yang esensial mulai dari empati, resiliensi sosial, hingga etika kolektif. Maka, predikat “Kompak, Kocak, Keren” bukan sekadar label, melainkan representasi identitas kolektif yang terbangun melalui relasi yang tulus dan partisipatif di kalangan mahasiswa.