Indikator Ganteng Menurut Pak Jumadi: Punya Cewek di Jurusan Bimbingan dan Konseling

07 May 2025 03:03:14 Dibaca : 3

Dalam kehidupan kampus, istilah "ganteng" sering kali tidak hanya merujuk pada penampilan fisik. Kegantengan bisa dinilai dari gaya berbicara, kecerdasan, kepercayaan diri, bahkan status sosial. Namun, sebuah pernyataan menarik keluar dari mulut Pak Jumadi, seorang figur yang dikenal di kalangan mahasiswa: “Indikator ganteng itu kalau kamu punya cewek di jurusan Bimbingan dan Konseling.” Pernyataan ini tentu mengundang senyum, tawa, dan juga tanda tanya.

Fenomena ini mencerminkan betapa standar kegantengan bisa sangat kontekstual dan bahkan unik. Di balik kesan candaan, tersimpan sebuah konstruksi sosial yang layak dikaji. Mengapa memiliki pasangan di jurusan tertentu bisa dianggap sebagai penanda kegantengan? Apakah ini mencerminkan relasi kuasa, status sosial, atau sekadar stereotip yang berkembang di lingkungan kampus?

Secara sosiologis, pernyataan semacam ini menggambarkan bagaimana simbol-simbol sosial dibentuk dan diwariskan. Dalam hal ini, jurusan Bimbingan dan Konseling (BK) tampak memiliki daya tarik tersendiri. Bisa jadi karena citra mahasiswa jurusan BK yang dikenal ramah, empatik, dan komunikatif sehingga memiliki pasangan dari jurusan ini dianggap sebagai “prestasi sosial” tersendiri. Namun, makna di balik pernyataan tersebut bisa beragam tergantung dari sudut pandang mahasiswa. Beberapa mungkin menanggapinya sebagai candaan yang mempererat hubungan dosen-mahasiswa. Sementara yang lain bisa saja mengkritisinya karena mengandung stereotip gender atau membangun ekspektasi sosial yang kurang relevan.

Untuk itu, penting dilakukan refleksi terhadap bagaimana mahasiswa memaknai indikator ganteng seperti ini, dan sejauh mana pengaruhnya terhadap interaksi sosial di kampus. Apakah hal ini memperkuat rasa percaya diri seseorang? Atau justru menimbulkan tekanan sosial bagi mereka yang belum memenuhi “standar ganteng” versi Pak Jumadi?. Dari sudut pandang akademik, pernyataan ini membuka ruang kajian tentang bagaimana konstruksi sosial terbentuk dalam lingkungan pendidikan tinggi. Konsep ganteng yang sebelumnya mungkin hanya dikaitkan dengan wajah rupawan atau tubuh ideal, kini turut melibatkan aspek sosial seperti status relasi dengan mahasiswa dari jurusan tertentu.

Secara teoritis, tulisan ini dapat memperkaya diskusi mengenai citra diri (self-image) dan dinamika sosial antar mahasiswa. Sedangkan secara praktis, refleksi dari fenomena ini dapat menjadi pengingat agar interaksi di lingkungan kampus tetap sehat, egaliter, dan tidak terjebak dalam stereotip yang bisa menyempitkan makna relasi antarindividu. Pada akhirnya, ganteng bukan soal punya pacar di jurusan mana, melainkan soal bagaimana seseorang membawa diri dengan baik, menghargai orang lain, dan mampu membangun relasi sosial yang positif. Dan mungkin, bagi Pak Jumadi, punya cewek di jurusan BK adalah metafora dari keberhasilan seseorang dalam membangun relasi yang berkualitas atau bisa jadi, sekadar candaan khas ruang dosen yang penuh kehangatan.