Tentang Keindahan dan Hasrat Memiliki
Jika kau mencintai pantai karena debur ombak dan senja yang memerah di cakrawala, maka jangan tergoda untuk membangun rumah dan menetap di sana. Jika kau jatuh hati pada gagahnya gunung, hijaunya lereng, dan bisu kabut pagi yang menyelimuti, maka jangan buru-buru mendirikan pondok untuk tinggal selamanya. Jika hatimu terpikat oleh tempat-tempat yang menakjubkan, maka berhati-hatilah untuk tidak mengikat dirimu terlalu lama di sana.
Mengapa? Karena manusia, pada hakikatnya, mudah bosan. Apa yang dahulu memesona, lambat laun akan terasa biasa. Yang kau kira cinta, mungkin hanya hasrat untuk memiliki. Dan hasrat, ketika telah mencapai puncaknya, seringkali meninggalkan kehampaan. Keindahan yang dulunya memukau akan tampak pudar jika kau terlalu lama menatapnya tanpa jeda.
Itulah mengapa awal cerita tak pernah sama dengan akhirnya. Itulah sebabnya orang berkata, “Kau yang sekarang, tak seperti dulu.”
Ketika kau ingin memiliki keindahan sepenuhnya, kau juga membuka celah bagi kebosanan merayap masuk. Dan saat keindahan tak lagi menggugah, ia akan dibuang, diabaikan, bahkan dilupakan—seperti barang bekas, seperti sampah.
Maka belajarlah mencintai tanpa memiliki. Kagumilah keindahan tanpa perlu menggenggam erat-erat. Sebab semakin kau genggam, semakin cepat ia lenyap.
Tidak ada yang abadi di dunia ini. Dan mungkin, justru karena itulah, sesuatu menjadi indah.