KATEGORI : Paper

PENDAHULUAN

            Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Salah satu dampak positif dari perkembangan TIK adalah munculnya berbagai platform dan aplikasi yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran interaktif. Di antara banyak pilihan yang tersedia, Google Sites muncul sebagai salah satu alternatif yang menarik dan potensial untuk digunakan dalam konteks pendidikan.

            Google Sites adalah platform pembuatan situs web yang disediakan oleh Google sebagai bagian dari suite aplikasi Google Workspace (sebelumnya dikenal sebagai G Suite). Platform ini memungkinkan pengguna untuk membuat situs web dengan mudah tanpa memerlukan pengetahuan coding yang mendalam. Kemudahan penggunaan dan integrasi yang mulus dengan layanan Google lainnya menjadikan Google Sites sebagai pilihan yang menarik bagi para pendidik untuk mengembangkan media pembelajaran interaktif.

            Dalam era digital saat ini, kebutuhan akan media pembelajaran yang interaktif, mudah diakses, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa semakin meningkat. Penggunaan media pembelajaran interaktif seperti Google Sites dapat membantu meningkatkan engagement siswa, memfasilitasi pembelajaran mandiri, dan mendukung penerapan berbagai model pembelajaran modern seperti blended learning dan flipped classroom (Pratama et al., 2020).

         

PEMBAHASAN

 1. Fitur-fitur Google Sites yang Relevan untuk Pembelajaran

            Google Sites menawarkan berbagai fitur yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan media pembelajaran interaktif yang efektif. Beberapa fitur utama yang relevan untuk konteks pendidikan antara lain:

a. Desain Responsif: Google Sites menggunakan desain responsif yang memungkinkan situs dapat diakses dengan baik melalui berbagai perangkat, termasuk smartphone dan tablet. Hal ini sangat penting mengingat banyaknya siswa yang menggunakan perangkat mobile untuk mengakses materi pembelajaran (Susilawati & Supriyatno, 2020).

b. Integrasi dengan Layanan Google Lainnya: Google Sites dapat dengan mudah mengintegrasikan konten dari layanan Google lainnya seperti Google Docs, Google Sheets, Google Slides, Google Forms, dan YouTube. Integrasi ini memungkinkan pendidik untuk menyajikan berbagai jenis konten dalam satu platform (Handayani et al., 2021).

c. Kolaborasi Real-time: Fitur kolaborasi real-time memungkinkan beberapa pengguna untuk bekerja sama dalam membuat dan mengedit konten situs secara bersamaan. Ini sangat berguna untuk proyek kelompok atau pembelajaran kolaboratif (Wicaksono et al., 2019).

d. Pengaturan Privasi dan Berbagi: Google Sites menawarkan opsi pengaturan privasi yang fleksibel, memungkinkan pendidik untuk mengontrol siapa yang dapat melihat atau mengedit situs. Ini penting untuk menjaga keamanan dan privasi dalam konteks pendidikan (Nurrita, 2018).

e. Pengelolaan Halaman dan Navigasi: Fitur ini memungkinkan pendidik untuk mengorganisir konten pembelajaran dengan struktur yang jelas dan mudah dinavigasi oleh siswa (Permatasari et al., 2019).

f. Analitik Situs: Google Sites menyediakan data analitik dasar yang dapat membantu pendidik memahami bagaimana siswa berinteraksi dengan konten pembelajaran (Hapsari & Airlanda, 2018).

 

2. Manfaat Penggunaan Google Sites dalam Konteks Pendidikan

            Penggunaan Google Sites sebagai media pembelajaran interaktif membawa sejumlah manfaat bagi proses pembelajaran:

a. Aksesibilitas: Google Sites dapat diakses kapan saja dan di mana saja melalui internet, memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan dan preferensi mereka sendiri (Rahardja et al., 2019).

b. Fleksibilitas: Platform ini memungkinkan pendidik untuk dengan mudah memperbarui dan menyesuaikan konten pembelajaran sesuai kebutuhan, menjadikannya alat yang fleksibel untuk berbagai konteks pembelajaran (Wijaya et al., 2020).

c. Interaktivitas: Melalui integrasi berbagai jenis media dan alat interaktif, Google Sites dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan interaktif bagi siswa (Nurhayati et al., 2019).

d. Kolaborasi: Fitur kolaborasi memungkinkan siswa untuk bekerja sama dalam proyek kelompok, mendorong pembelajaran kolaboratif dan pengembangan keterampilan kerja tim (Sari & Suswanto, 2020).

e. Pengembangan Keterampilan Digital: Penggunaan Google Sites dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan digital yang penting, termasuk literasi digital dan kemampuan menggunakan teknologi untuk pembelajaran dan pemecahan masalah (Pratama & Arief, 2019).

f. Efisiensi: Bagi pendidik, Google Sites menawarkan cara yang efisien untuk mengelola dan menyajikan materi pembelajaran, mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan distribusi materi (Kusuma & Astuti, 2019).

 

3. Strategi Implementasi Google Sites sebagai Media Pembelajaran Interaktif

         Untuk mengoptimalkan penggunaan Google Sites sebagai media pembelajaran interaktif, beberapa strategi dapat diterapkan:

a. Perencanaan yang Matang: Sebelum memulai pembuatan situs, penting untuk merencanakan struktur, konten, dan tujuan pembelajaran dengan baik. Ini meliputi pemetaan materi, penentuan aktivitas pembelajaran, dan perencanaan evaluasi (Setiawan et al., 2019).

b. Desain yang User-Friendly: Merancang situs dengan layout yang bersih, navigasi yang intuitif, dan hierarki informasi yang jelas akan membantu siswa dalam mengakses dan memahami materi pembelajaran (Putri & Muzakki, 2019).

c. Integrasi Multimedia: Memanfaatkan berbagai jenis media seperti teks, gambar, video, dan animasi dapat membantu dalam menyajikan materi secara lebih menarik dan komprehensif (Hartono et al., 2019).

d. Penggunaan Fitur Interaktif: Memanfaatkan fitur-fitur interaktif seperti kuis online, forum diskusi, dan formulir umpan balik dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (Rahmawati & Mukminan, 2018).

e. Penerapan Model Pembelajaran Inovatif: Google Sites dapat digunakan untuk mendukung berbagai model pembelajaran inovatif seperti flipped classroom, project-based learning, atau inquiry-based learning (Wati & Kamila, 2019).

f. Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan: Melakukan evaluasi secara berkala terhadap efektivitas penggunaan Google Sites dan melakukan perbaikan berdasarkan umpan balik dari siswa dan hasil evaluasi (Apriyanto & Hilmi, 2019).

 

4. Tantangan dan Solusi dalam Penggunaan Google Sites

         Meskipun Google Sites menawarkan banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya sebagai media pembelajaran interaktif:

a. Keterbatasan Akses Internet: Tidak semua siswa memiliki akses internet yang memadai, terutama di daerah terpencil. Solusi untuk hal ini bisa berupa penyediaan fasilitas internet di sekolah atau pengembangan konten yang dapat diakses offline (Utami & Mustadi, 2017).

b. Keterampilan Digital Pendidik: Tidak semua pendidik memiliki keterampilan yang cukup dalam menggunakan teknologi. Pelatihan dan dukungan teknis yang berkelanjutan dapat membantu mengatasi masalah ini (Prasojo et al., 2018).

c. Keamanan Data: Kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data siswa perlu diperhatikan. Penggunaan pengaturan privasi yang tepat dan edukasi tentang keamanan online dapat membantu mengatasi masalah ini (Husain, 2020).

d. Ketergantungan pada Layanan Pihak Ketiga: Penggunaan platform seperti Google Sites berarti bergantung pada layanan pihak ketiga. Penting untuk memiliki rencana cadangan dan backup data reguler untuk mengantisipasi perubahan kebijakan atau gangguan layanan (Budiman, 2021).

e. Adaptasi Siswa: Beberapa siswa mungkin memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan metode pembelajaran baru. Pendampingan dan panduan yang jelas dapat membantu proses adaptasi ini (Mulyani & Haliza, 2021).

 

5. Studi Kasus dan Contoh Penggunaan Google Sites dalam Berbagai Mata Pelajaran

Berikut adalah beberapa contoh penggunaan Google Sites dalam berbagai konteks pembelajaran:

a. Pembelajaran Bahasa: Dalam pembelajaran bahasa Inggris, Google Sites dapat digunakan untuk membuat portofolio digital siswa, menyajikan materi gramatikal interaktif, atau sebagai platform untuk proyek penulisan kolaboratif (Fitria et al., 2020).

b. Pembelajaran Sains: Untuk mata pelajaran sains, Google Sites dapat digunakan untuk membuat laboratorium virtual, menyajikan simulasi eksperimen, atau sebagai platform untuk proyek penelitian siswa (Wati et al., 2020).

c. Pembelajaran Sejarah: Dalam mata pelajaran sejarah, Google Sites dapat dimanfaatkan untuk membuat museum virtual, timeline interaktif, atau sebagai platform untuk proyek dokumentasi sejarah lokal (Hasan & Rahmat, 2019).

d. Pembelajaran Matematika: Google Sites dapat digunakan untuk menyajikan konsep matematika melalui visualisasi interaktif, kalkulator online, atau sebagai platform untuk pemecahan masalah kolaboratif (Putra & Suryani, 2020).

e. Pembelajaran Seni dan Budaya: Dalam konteks seni dan budaya, Google Sites dapat dimanfaatkan untuk membuat galeri seni virtual, mengorganisir festival budaya online, atau sebagai platform untuk proyek seni kolaboratif (Widodo & Wahyudin, 2018).

 

PENUTUP

            Penggunaan Google Sites sebagai media pembelajaran interaktif membuka berbagai peluang untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas proses pembelajaran. Dengan fitur-fitur yang mendukung kolaborasi, interaktivitas, dan aksesibilitas, Google Sites dapat menjadi alat yang powerful bagi para pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar yang dinamis dan engaging.

            Namun, penting untuk diingat bahwa teknologi seperti Google Sites hanyalah alat. Keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada bagaimana para pendidik memanfaatkannya dalam konteks pedagogis yang tepat. Perencanaan yang matang, desain yang berpusat pada siswa, dan evaluasi yang berkelanjutan adalah kunci untuk memaksimalkan potensi Google Sites sebagai media pembelajaran interaktif.

            Tantangan-tantangan dalam implementasi Google Sites, seperti keterbatasan akses internet dan kebutuhan peningkatan keterampilan digital, perlu diatasi melalui kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem pendidikan. Dengan pendekatan yang holistik dan berpusat pada kebutuhan siswa, penggunaan Google Sites dapat menjadi katalis untuk transformasi positif dalam praktik pembelajaran di era digital.

 

            Ke depannya, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi dampak jangka panjang penggunaan Google Sites terhadap hasil belajar siswa, motivasi belajar, dan pengembangan keterampilan abad ke-21. Selain itu, studi komparatif dengan platform pembelajaran lainnya juga dapat memberikan wawasan berharga untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi pembelajaran yang lebih efektif di masa depan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, B., & Hilmi, M. I. (2019). Implementasi Google Sites dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Historis. Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia, 2(1), 51-63.

Budiman, H. (2021). Analisis Implementasi Google Sites sebagai Media E-learning pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, 5(1), 45-56.

Fitria, T. N., Nurweni, A., & Suka, R. G. (2020). Using Google Sites to Improve Students' Writing Skill in Narrative Text. U-JET: Unila Journal of English Teaching, 9(3), 1-12.

Handayani, S., Harta, R., & Prayitno, B. A. (2021). Pengembangan E-Modul Berbasis Google Sites untuk Pembelajaran Biologi. BIOEDUKASI: Jurnal Pendidikan Biologi, 14(1), 57-66.

Hapsari, A. S., & Airlanda, G. S. (2018). Pemanfaatan Google Sites dalam Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Blended Learning. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 5(2), 108-117.

Hasan, M. I., & Rahmat, A. (2019). Penggunaan Google Sites dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Historical Thinking Skills. Historia: Jurnal Pendidik dan

Perilaku (Orientasi) Politik Pemilih Pemula

17 October 2024 06:00:06 Dibaca : 36

ORIENTASI POLITIK PEMILIH PEMULA

Oleh

Kelompok 5

TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA ILMU POLITIK

Baca Selengkapnya : https://www.academia.edu/124789347/ORIENTASI_POLITIK_PEMILIH_PEMULA

PEMBAHASAN.

1. Orientasi Politik.

            Menurut  Plano dkk dalam Moh. Ridwan (1997) (Supriyadi 2019) perilaku politik adalah: “Pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobying, kaukus, kampanye dan demonstrasi)”.

         Menururt (Anwar 2016) yng dikutip dalam efriza (2012 : 109) Almond dan Verba mendefinisikan orientasi politik juga dapat dikatakan sebagai budaya politik terutama mengacu pada orientasi politik sikap seseorang atau kelompok masyarakat terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya (sub-sub sistem politik) dan bagaimana sikapnya terhadap perannya sendiri dalam sistem politik.

Menurut (Nurdin, Hamim, and Mahmud 2023) Keterlibatan pemilih pemulah dalam setiap Pemilu sudah dipastikan memiliki orientasi dan preferensi politik yang berbeda, baik secara individu maupun kelompok kepentingan. Orientasi politik akan melahirkan preferensi politik individu dalam menginsiasi maupun merefleksi kepentingan politiknya dalam menentukan pilihan maupun dukungan politik. Artinya, dukungan dan pilihan politik seserorang warga negara dalam Pemilu akan merepresenatasikan oriantasi politik mereka.

klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu :

a. Orientasi Kongnitif. yakni pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.(Anwar 2016)

b. Orientasi Afektif, Menurut (Farzianto and Rafni 2020) Orientasi afektif merupakan orientasi yang didasari oleh ikatan emosional atau perasaan yang dimiliki oleh individu terhadap politik. Orientasi afektif merupakan aspek yang paling berpengaruh merubah sikap individu, jika individu menganggap baik maka individu akan terlibat penuh.

c. Orientasi Evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.(Supriyadi 2019). 

 

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Orientasi Pemilih.

            Menurut Menurut Mulyasa (2007:255) Dalam (Supriyadi 2019) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Mahasiswa sebagai pemilih pemula adalah sebagai berikut :

a. Faktor Sosial Ekonomi, Pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah mahasiswa adalah beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi mahasiswa sebagai pemilih pemula untuk berpartisipasi aktif dalam politik.

b. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan, Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas dan ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi, dan makhluk hidup, tempat berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok, serta lembaga dan pranatanya.

c. Nilai Budaya, Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat.

 

3. Pemilih Pemula.

            Menurut (Anwar 2016) Pemilih pemula yang dikonotasikan sebagai pemegang hak pilih pertama kalinya memberikan hak suaranya dalam pemilu. Definisi pemilih pemula terdiri dari dua kata yaitu “pemilih“ dan “pemula”. Pemilih menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “orang yang memilih”, sedangkan kata pemula mempunyai arti “orang yang mulai atau mula- mula melakukan sesuatu”.

            (Arumsari and Nugraheni 2018) Pemilih pemula yang kritis sudah pasti akan menggunakan hak pilih dengan menganalisis dan ikut mengkritisi kinerja pemerintahan. Jenis pemilih pemula yang seperti ini biasanya adalah pemilih yang memiliki pendidikan tinggi dan juga aktif dalam organisasi. Terdapat juga pemilih pemula yang tidak punya kesadaran bisa jadi disebabkan oleh kurangnya ketertarikan seseorang ke dalam dunia politik sehingga memunculkan kecendurungan dalam menentukan pilihannya mengikuti pilihan orang lain.

Pemilih pemula yang terdaftar atas pelajar mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi sagmen yang sangat unik, sering kali menimbulkan kejutan dan tentunya menjanjikan secara kuantitas, penyebutan kata unik untuk para pemula sebab pemilih pemula sangat antusiasme tinggi, relatif dan rasional, haus akan perubahan dan sayangnya sangat tipis akan kadar polusi pragmatisme. (Elen Pitria et al. 2023) di sayangkan masih banyak pemilih pemula tidak berpartisipasi dalam pesta demokrasi dan tidak menggunakan hak suaranya, ada beberapa faktor yang membuat pemilih pemula tidak bersuara, salah satunya pemilih pemula sibuk dengan kegiatannya sehari hari, dimana kuantitas pemilih pemula pada umunya adalah pelajar dan pekerja, hal demikian yang membuat pemilih pemula mulai apatis terhadap kegiatan yang berbau politik.

 

Daftar Pustaka.

Anwar, Hairil. 2016. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 Di SMK Negeri 1 Pontianak.” (PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora (e-Journal)) 20(1):1–11. doi: 10.26418/proyeksi.v20i01.855.

Arumsari, Eta Yuni Lestari, and Nugraheni. 2018. “Partisipasi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Walikota Semarang Di Kota Semarang.” Integralistik 396(2):63–72.

Elen Pitria, Della Utari, Yesi Marseta, Moneka Tiara Sari, and Rizky Ayomi Pangestu. 2023. “Peran Pemilih Pemula Dalam Pemilu 2024.” KREATIF: Jurnal Pengabdian Masyarakat Nusantara 3(3):210–18. doi: 10.55606/kreatif.v3i3.2105.

Farzianto, Ronnie, and Al Rafni. 2020. “Orientasi Politik Santri Pada Pemilihan Umum Tahun 2019.” Journal of Civic Education 3(1):101–9. doi: 10.24036/jce.v3i1.338.

Nurdin, Jois, Udin Hamim, and Ramli Mahmud. 2023. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Menjelang Pemilu 2024 Di SMK Negeri 1 Paguyaman Pantai.” Journal of Social Science Research 3(2):1668–79.

Supriyadi, Agus. 2019. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Mahasiswa Unisri Dalam Pemilukada Jawa Tengah 2018.” Research Fair Unisri 3(1):310–22.

 

PERAN PENTING MOTIVASI BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN

12 October 2024 22:15:35 Dibaca : 45

PENDAHULUAN 

          Motivasi belajar merupakan salah satu faktor krusial yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, motivasi dapat didefinisikan sebagai dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku (Uno, 2011). Motivasi belajar tidak hanya penting untuk mendorong siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, tetapi juga berperan dalam mengembangkan keterampilan belajar sepanjang hayat dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran secara keseluruhan.

          Paper ini akan membahas peran penting motivasi belajar dalam proses pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta strategi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam konteks pendidikan Indonesia.

 

 

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Jenis Motivasi Belajar            

         Motivasi belajar dapat dibagi menjadi dua jenis utama: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri siswa, seperti minat, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk menguasai suatu keterampilan. Sementara itu, motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa, seperti penghargaan, hukuman, atau tekanan sosial (Djamarah, 2011).

2. Peran Motivasi Belajar dalam Proses Pembelajaran

a. Meningkatkan Keterlibatan Siswa Siswa yang termotivasi cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, bertanya, dan mencari informasi tambahan di luar kelas.

b. Meningkatkan Ketekunan Motivasi belajar yang tinggi mendorong siswa untuk tetap fokus dan tekun dalam menghadapi tugas-tugas yang menantang.

c. Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Siswa yang termotivasi cenderung lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan ide-ide baru.

d. Meningkatkan Prestasi Akademik Berbagai penelitian menunjukkan korelasi positif antara tingkat motivasi belajar dengan prestasi akademik siswa (Hamdu & Agustina, 2011).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

a. Faktor Internal - Minat dan bakat siswa - Kondisi fisik dan mental - Cita-cita dan aspirasi

b. Faktor Eksternal - Lingkungan belajar (sekolah dan rumah) - Metode pembelajaran - Dukungan keluarga dan teman sebaya - Sistem penghargaan dan hukuman  

4. Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar

a. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Lingkungan fisik yang nyaman dan atmosfer psikologis yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

b. Menggunakan Metode Pembelajaran yang Variatif Penerapan berbagai metode pembelajaran seperti diskusi kelompok, proyek kolaboratif, dan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan minat dan keterlibatan siswa.

c. Memberikan Umpan Balik yang Konstruktif Umpan balik yang spesifik dan membangun dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi siswa untuk terus belajar. d. Menghubungkan Materi Pembelajaran dengan Kehidupan Nyata Mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan relevansi dan motivasi belajar siswa.

e. Membangun Hubungan Positif antara Guru dan Siswa Hubungan yang positif dan suportif antara guru dan siswa dapat menciptakan atmosfer belajar yang menyenangkan dan memotivasi. 

 PENUTUP 

         Motivasi belajar memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Sebagai pendorong utama aktivitas belajar, motivasi tidak hanya mempengaruhi prestasi akademik siswa, tetapi juga kualitas proses pembelajaran secara keseluruhan. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar dan menerapkan strategi yang tepat untuk meningkatkannya merupakan langkah krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan bermakna.       

        Dalam konteks pendidikan Indonesia, upaya peningkatan motivasi belajar harus mempertimbangkan keragaman latar belakang sosial-budaya siswa, keterbatasan sumber daya, dan tantangan sistem pendidikan yang ada. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung dan memotivasi siswa untuk belajar sepanjang hayat.         

        Dengan memahami dan menerapkan konsep motivasi belajar secara efektif, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat terus meningkat, menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki keterampilan dan motivasi untuk terus belajar dan berkembang dalam menghadapi tantangan abad ke-21.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S. B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar IPA di sekolah dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(1), 90-96. Sardiman, A. M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Uno, H. B. (2011). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Wlodkowski, R. J., & Jaynes, J. H. (2004). Motivasi Belajar. Jakarta: Cerdas Pustaka.  

       

Sumber Gambar : https://id.pngtree.com/templates/anti-korupsi

          Korupsi adalah suatu tindakan curang yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki wewenang, seperti pejabat publik, pegawai negeri, atau orang yang memiliki posisi penting dalam suatu organisasi.

         Menurut (D. Putri, 2021) Korupsi adalah  istilah yang berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri,maling, seiring dengan pendapat Nurdjana menyatakan bahwa korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio”, yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat  disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum.

         Korupsi memberikan dampak diberbagai sektor seperti di sektor politik, ekonomi, dan sosial. Dampak korupsi di bidang politik misalnya, menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pejabat publik dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat. Melambatanya pertumbuhan ekonomi, menurunnya kualitas barang dan jasa publik, kesenjangan tingkat pendapatan masyarakt, dan kerugian keuangan negara menjadi salah satu dampak korupsi di bidang ekonomi. Mari coba kita lihat di bidang sosial, bidang sosial juga acap kali terkena dampak yang paling signifikan terhadap kasus korupsi. Salah satu contonya adalah terjadinya ketimpangan sosial, dan terjadinya hambatan pembangunan baik berbasis Infrastruktur sarana dan prasarana maupun kualitas sumber daya manusia.

         Pendidikan menjadi kunci utama dari pemberantasan korupsi sejak dini dengan memberikan mereka bekal awal berupa pengetahuan tentang bahaya korupsi bagi mereka dan implikasinya terhadap bangsa negara, bukan hanya sebatas memberikan pengetahuan saja melainkan dengan tindakan dan aksi berupa implementasi nilai-nilai memberantas korupsi harus di tanam dalam diri dan  aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter menjadi kunci keberhasilan fenomena korupsi saat ini. Pendidikan karakter anti korupsi adalah upaya sistematis untuk menanamkan nilai-nilai etika dan moral yang kuat dalam diri peserta didik, dengan tujuan membentuk individu yang berintegritas, jujur, dan bertanggung jawab (Tantangannya, 2024).

          Peran generasi muda sangat penting dalam memberantas koruspsi, mengapa demikian? Karena generasi muda merupakan agen perubahan yang disiapkan untuk memegang tongkat estafet kedepan untuk mewujudkan cita-cita dan harapan bangsa. Tentunya melalui pembentukan karakter memeberikan bekal awal kepada generasi muda untuk diberikan bekal kepada mereka guna memerangi praktik-praktik korupsi dan memberikan pemahaman kepada mereka.

              Menurut (Hasan, 2015) Sebagai bagian integral dari pendidikan anti korupsi, pendidikan karakter atau pendidikan yang berbasis pada pembangunan karakter mahasiswa menjadi wacana yang ramai dibicarakan di dunia pendidikan maupun di kalangan masyarakat umumnya. Karena degradasi moral yang terus menerus yang terjadi pada generasi ini dan nyaris membawa bangsa ini pada kehancuran, sangat dibutuhkan pendidikan untuk menghasilkan manusia Indonesia. Penyalahgunaan narkoba dan peredaran narkoba yang semakin meningkat, tawuran antar pelajar, dan berbagai kejahatan yang telah menghilangkan rasa aman setiap orang adalah bukti nyata dari degradasi moral generasi ini. Budaya korupsi seakan telah mengakar pada kehidupan bangsa ini dari tingkat kampung hingga pejabat tinggi negara.

            Menurut (M. K. Putri, 2023)  Pendidikan karakter akan mendidik siswa untuk menjadi orang yang berani, jujur, dan bertanggung jawab dalam dunia pekerjaan setelah mereka lulus sekolah. Pendidikan anti korupsi adalah salah satu hasil dari pendidikan karakter karena menghasilkan siswa yang unggul dengan menciptakan karakter yang memiliki keadaan mental yang kuat, kekuatan yang tidak mudah terpengaruh dan mudah menyerah, moral yang kuat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, dan keyakinan yang kuat dalam diri mereka sendiri yang mampu membentuk kepribadian yang baik dan benar yang akan melekat pada diri mereka sepanjang hidup mereka.

         Korupsi adalah ancaman serius bagi masa depan bangsa. Untuk membangun Indonesia yang lebih baik, kita perlu mulai dari generasi muda dengan memberikan bekal pendidikan karakter yang kuat. Dengan demikian, mereka dapat menjadi pemimpin masa depan yang berintegritas dan mampu membawa perubahan positif bagi bangsa. Pendidikan karakter menjadi kunci utama dalam upaya pencegahan korupsi sejak dini. Dengan menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan integritas pada siswa sejak usia dini, kita dapat membentuk generasi muda yang memiliki kesadaran akan bahaya korupsi dan berani menolak segala bentuk tindakan yang tidak jujur. Upaya pencegahan korupsi tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan membutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan karakter menjadi salah satu upaya yang paling efektif dalam mencegah korupsi sejak dini.

 DAFTAR PUSTAKA.

  

 

 

         Berbicara tentang guru, maka ada sangat enak untuk dibahas, pasalnya guru merupakan akar daripda keberhasilan peserta didik. Guru menjadi bahan bakar untuk melahirkan tunas-tunas bangsa yang unggul dan mampu berdaya saing. Sejatinya guru diartikan sebagai sumber belajar yang paling utama, guru menjadi panutan bagi setiap siswa. tak heran guru harus memiliki perilaku yang baik agar bisa dicontohi oleh peserta didik. Berbicara tentang guru maka tak luput dari peran, tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik.  

        Guru merupakan pendidik yang mendidik peserta didik, dalam proses pembelajaran guru tentunya mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mendidik peserta didik agar memperoleh pengetahuan dan memiliki sikap berbudi pekerti luhur. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 yang berbunyi “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.”

       Salah satu tanggung jawab guru sebagai profesi adalah mengajar, dan melatih. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan prinsip hidup dan kehidupan, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan melatih berarti meneruskan dan mengembangkan keterampilan siswa. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi keberhasilan pendidikan (Darmadi, 2015). Karena itu tidak mengherankan jika setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam perubahan kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia selalu bermuara pada faktor guru.

         Stigma yang terbangun dikalangan masyarakat, bahwa seorang guru atau pendidik sangat amat dihormarti di lingkungan masyarakat karena peran dan fungsinya yang sangat mulia. Menururt (Darmadi, 2015) Guru seyoginya mempunyai tugas diantaranya

1. Tugas guru sebagai pengajar (Intruksional). Sebagai pengajar (intruksional), guru memiliki tanggung jawab untuk merencanakan program pengajaran, menerapkan program tersebut, dan melakukan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan.

2. Tugas guru sebagai seorang pendidik. Sebagai pendidik (edukator), tanggung jawab guru adalah mengarahkan siswa mereka ke tingkat kedewasaan yang berkepribadian sempurna.

3. Tugas guru sebagai pemimpin (Managerial). Sebagai pemimpin, guru bertanggung jawab untuk memimpin dan mengendalikan diri sendiri, siswa, dan masyarakat yang terkait dalam hal pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan keterlibatan dalam program.

         Dari tugas guru diatas dapat menunjukkan bahwa tugas guru mempunyai tiga tugas yaitu sebagai pengajar, sebagai seorang pendidik dan sebagai pemimpin. Guru juga tentunya mempunyai fungsi. Menururt (Munawir et al., 2022) guru mempunyai fungsi diantaranya ;

1. Guru sebagai pendidik. Guru menjadi tauladan bagi peserta didik, oleh karena itu guru disebut sebagai pendidik. Guru mendidik peserta didik baik dari segi pengetabuan, keterampilan, maupun nilai-nilai moral dan sikap.

2. Guru sebagai Manager (Pemimpin). Guru mengapa demikian diakatakan sebagai pemimpin, karena guru selalu yang berdiri didepan dan memimpin jalannya proses pembelajaran. Oleh karena itu guru disebut sebagai pemimpin. Tanpa adaanya guru didalam kelas maka akan berdampak pada proses pembelajaran di dalam kelas yang tidak maksimal. Guru memainkan peran sebagai fungsi mengatur dengan mengacu pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

3. Guru Sebagai Administrator. Mengapa Demikian ? Karena guru tentunya mencatat hasil dan perkembangan peserta didik ddidalam kelas.

4. Guru Sebagai Motivator. Guru tentunya mempunyai peran sebagai motivator. yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Motivasi dapat didefinisikan sebagai adanya keinginan untuk mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku pada individu yang belajar (Hamdu & Agustina, 2011). Oleh karena itu guru dituntut untuk memberikan motivasi kepada peserta didik agar semangat belajar siswa meningkat.

5. Peran Guru sebagai Dinamisator. Guru dinamisator harus memiliki perspektif dan upaya untuk membangun karakter siswa mereka. Guru harus memiliki cara unik untuk membangun karakter siswa mereka dan menjalin hubungan dinamis dengan seluruh warga sekolah.

6. Peran Guru Sebagai Evaluator. Guru mempunyai fungsi untuk melakukan evaluasi kepada peserta didik, sejauh mana tingkat perkembangan peserta didik. Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk membantu proses, kemajuan, dan perkembangan hasil belajar siswa secara konsisten, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang tertentu, dan memberikan informasi kepada orang tua dan wali siswa tentang peringkat atau penentuan kelas kelulusan mereka (Phafiandita et al., 2022).

         Sedangkan menururt (Ramli, 2015) Fungsi guru diantanya ;

1. Guru Korektor, Guru harus memiliki kemampuan untuk membedakan nilai yang buruk dari yang baik. Dalam kehidupan sosial, kedua prinsip yang berbeda ini harus dipahami dengan baik. Sebelum anak masuk sekolah, kedua nilai ini mungkin sudah ada.

2. Guru Sebagai Inspirator, Guru harus memiliki kemampuan untuk memberikan inspirasi yang kuat untuk kemajuan belajar siswa mereka. Masalah utama siswa adalah belajar. Guru harus memberikan inspirasi untuk belajar yang baik. Rekomendasi tidak selalu bersumber dari teori-teori belajar; penaglaman pun dapat digunakan sebagai garis besar bagaimana belajar dengan baik.

3. Informator, Guru harus dapat memberikan bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran dalam kurikulum, serta informasi tentang perkembangan ilmu pengeahuan dan teknologi. Sangat penting bagi guru untuk memberikan informasi yang berkualitas dan berguna. Kesalahan informasi merugikan siswa.

4. Organisator, adalah sisi lain dari tugas yang dibutuhkan guru. Dalam bidang ini, guru harus mengelola kegiatan akademik, membuat tata tertib sekolah, membuat kalender akademik, dan tugas lainnya. Semuanya disusun dengan cara yang memungkinkan anak didik untuk belajar secara efektif dan efisien.

5. Inisiator, Guru harus memiliki kemampuan untuk menciptakan gagasan untuk kemajuan dalam pendidikan pengajaran dalam peran mereka sebagai inisiator.

6. Fasilitator, Anak-anak akan malas belajar karena lingkungan kelas yang tidak menyenangkan, ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, dan fasilitas belajar yang tidak memadai.

7. Pembimbing, Peran ini harus lebih diprioritaskan. Karena tugas guru adalah membimbing anak-anak menjadi orang dewasa. Anak-anak akan menghadapi tantangan dalam perkembangan diri mereka jika mereka tidak menerima bantuan.

8. Demonstrator Dan Mengelola Kelas, dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

          Menurut (Yahyu et al., 2023) guru memiliki berbagai macam perilaku diantaranya ;

1. Guru yang demokratis, suka bekerja sama, dan baik hati. Guru demokratis membuat lingkungan belajar yang inklusif. Ia memberikan ruang bagi setiap siswa untuk menyuarakan pendapat mereka, mengajukan pertanyaan, dan mengembangkan potensi mereka. Demokrasi di kelas tidak hanya tentang memilih guru atau ketua, tetapi juga tentang menghargai perbedaan pendapat dan mengajarkan siswa untuk berpikir kritis. Guru yang adil akan selalu berusaha untuk memahami pendapat siswa dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan.

2. Guru yang sabar, adil( tidak pilih kasih), konsisten. Guru menjadi penuntun yang tak tergantikan dalam perjalanan panjang menuntut ilmu. Seorang guru yang baik tidak hanya mengajar siswa tetapi juga menjadi inspirasi bagi mereka. Tiga pilar penting yang menopang proses pembelajaran adalah kesabaran, keadilan, dan konsistensi, yang merupakan kualitas yang harus dimiliki seorang guru.

          Kesabaran adalah permata yang menghiasi sifat guru. Kesabaran sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang baik karena semua siswa memiliki tingkat kemampuan dan kepribadian yang berbeda. Dengan sabar, guru dapat memberikan penjelasan berulang kali hingga siswa benar-benar memahami apa yang diajarkan. Selain itu, guru harus sabar ketika menghadapi kesalahan siswa karena dengan cara ini mereka dapat memberikan koreksi dan mendorong siswa untuk terus berusa ha memperbaiki diri.

     Keadilan adalah landasan kokoh untuk membangun hubungan yang baik antara pendidik dan murid. Guru yang jujur tidak akan membedakan siswa berdasarkan latar belakang, kemampuan, atau popularitas mereka. Setiap siswa berhak atas kesempatan yang setara untuk berkembang. Pemberian nilai dan penilaian terhadap hasil kerja siswa adalah dua contoh lain dari keadilan. Dengan bertindak jujur, guru akan mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari semua siswa.

3. Bersikap terbuka, suka menolong, dan ramah. Sikap terbuka berarti mau menerima perbedaan pendapat, pandangan, dan latar belakang orang lain. Dengan bersikap terbuka, kita dapat lebih mudah memahami perspektif orang lain dan menghindari konflik yang tidak perlu. Sikap terbuka juga membantu kita belajar hal baru dan berkembang.

4. Humoris, memiliki berbagai macam minat, menguasai bahan pelajaran. Kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran secara menyeluruh adalah kunci kesuksesan dalam berbagai bidang. Meskipun demikian, kecerdasan semata tidak cukup. Seseorang menjadi komunikator yang efektif jika dia memiliki kemampuan untuk menyampaikan konsep yang kompleks dengan cara yang sederhana dan lucu. Humor tidak hanya dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan, tetapi juga dapat menjadi alat yang berguna untuk membangun ikatan dan menciptakan suasana hati yang positif.

5. Sikap menolong dan menggunakan contoh atau istilah yang baik. Memberikan dukungan moral dan emosional selain bantuan materi adalah bagian dari membantu. Dengan membantu seseorang yang mengalami kesulitan, kita tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga memberikan harapan dan semangat untuk bangkit. Membantu teman yang mengalami kesulitan mengerjakan tugas sekolah, memberikan pertolongan pertama kepada orang yang terluka, atau mengunjungi tetangga yang sedang sakit adalah beberapa contoh tindakan menolong yang sederhana.

6. Tidak ada yang lebih disenangi, tidak pilih kasih, dan tidak ada anak emas atau anak tiri. Dalam Konsep ini guru harus objektif, tidak memilih dan memilih mana siswa yang berprestasi dan mana siswa yang bodoh.

7. Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa hormat pada anak.

8. Berusaha agar pekerjaan menarik, dapat membangkitkan keinginankeinginan bekarja sama dengan anak didik

Daftar Pustaka

Darmadi, H. (2015). Tugas, peran, kompetensi, dan tanggung jawab menjadi guru profesional. Jurnal Edukasi, 13(2), 161–174.

Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Pestasi Belajar Ipa Di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(1), 25–33.

Munawir, M., Salsabila, Z. P., & Nisa’, N. R. (2022). Tugas, Fungsi dan Peran Guru Profesional. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 7(1), 8–12. https://doi.org/10.29303/jipp.v7i1.327

Phafiandita, A. N., Permadani, A., Pradani, A. S., & Wahyudi, M. I. (2022). Urgensi Evaluasi Pembelajaran di Kelas. JIRA: Jurnal Inovasi Dan Riset Akademik, 3(2), 111–121. https://doi.org/10.47387/jira.v3i2.262

Ramli, M. (2015). Hakikat pendidikan dan peserta didik. Tarbiyah Islamiyah, 5(1), 61–85. https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/1825

Yahyu, O., Yususf, H., Andrianti, D., Endriani, L., & Taunar, I. (2023). Perilaku Guru yang Menumbuhkan Hubungan Positif Antara Guru dan Siswa. 2(1), 587–591.