KETERGANTUNGAN PADA ARTIFICAL INTELLIGENCE (AI) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII DI SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO
*Safrin Lamusrin1, Muhamad Surya Pratama Ahmad2, Umar Rahman3
Safrinlamusrin11@gmail.com, suryaahmad2014@gmail.com, ur20042019@gmail.com
Jurusan Ilmu Hukum Dan Kemasyarakatan
Program Studi Pendidikan Dan Pancasila
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat dan menegetahui peluang dan tantangan kecerdasan buatan di sekolah terhadap menurunnya keterampilan kecerdasan buatan (AI) dan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan AI terhadap menurunnya keterampilan berpikir kritis siswa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder di dapatkan melalui kajian literatur terpercaya. Temuan dalam penelitian ini adalah : adanya kecenderungan siswa kelas XII dalam menggunakan bantuan kecerdasan buatan, adanya ketergantungan pada kecerdasan buatan dalam menemnukan jawaban yang diberikan oleh siswa, adanya kemalasan dalam berpikir yang mengarah pada kngnitif berpikir kritis menurun. Praktis, tidak membutuhkan waktu lama, dan cepat menjadi faktor kecenderungan penggunaan AI dalam mencari jawaban. Oleh karena itu AI memberikan dampak positif jika menggunakan secara baik, bijak dan benar. Akan tetapi jika menggunakan terlalu berlebihan bahkan mengarah pada ketergantungan maka akan berdampak pada ketrgantungan yang akan mengarah pada penurunan keterampilan berpikir siswa menurun.
Kata Kunci: Kecerdasan Buatan, Berpikir Kritis
Baca Selengkapnya Dan Unduh : https://bit.ly/BacaArtikelPeluangDanTantanganPeggunaanAI
perbedaan Negara Hukum Dan Negara Kekuasaan.
Menurut Prof. Dr. J.C.T. Simorangkir: Negara hukum adalah negara yang didasarkan atas hukum yang adil dan bukan berdasarkan atas kekuasaan yang sewenang-wenang, Sedangkan Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie Negara hukum adalah negara yang di dalam pergaulan hukumnya, baik antar warga negara maupun antara warga negara dengan pemerintah, terjamin adanya kepastian hukum. Negara hukum secara singkat pengertiannya adalah sebuah negara yang berlandaskan pada hukum sebagai acuan pelaksanaan kegiatan kegiatan dalam sistem pemerintahannya. Negara hukum tentu mencegah yang namanya kesewenang-wenangan atas penggunaan pemanfaat kekuassan untuk menghalalkan segala cara untuk melanggeng kekuasaan. Dalam prakteknya sehari hari bahwa negara hukum juga merupakan suatu kepastian bahwa warga negara juga mendapatkan kepastian hukum yang sama di mata hukum.
Negara hukum mempunyai ciri-ciri, Menurut Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, mengatakan beberapa ciri-ciri negara hukum diantranya; Supremasi hukum, Persamaan dalam hukum, Asas legalitas, Pembatasan kekuasaan, Pengakuan dan perlindungan HAM, Peradilan yang bebas dan tidak memihak, Peradilan administrasi, Legalisasi dan konstitusionalisasi HAM, Penegakan hukum yang bermoral, Keterbukaan dan partisipasi masyarakat, Akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan negara. Sedangkan Menurut F.J Sthal Bahwa negara hukum mempunyai ciri-ciri diantaranya : Pengakuan terhadap hak asasi manusia, Pemisahan kekuasaan negara, Pemerintahan berdasarkan undang-undang, Adanya peradilan administrasi.
Menurut Immanuel Kant bahwa tujuan dari negara hukum yaitu Melindungi hak dan kebebasan warga negara, Menjamin ketertiban hukum, Mewujudkan keadilan. Warga negara tentu mempunyai hak yang sama diantanranya hak untuk memenuhi hidup, berumah tangga(melanjutkan keturunan), berpendidikan yang cukup, melaksanakan kegiatan ekonomi serta adanya persamaan perlindungan hukum.
Akan tetapi Negara hukum tentunya mempunyai kekurangan, menurut Hans Kelsen dalam buku yang berjudul “Reine Rechtslehre” (1934) Negara hukum dapat menjadi formalitas kosong. Hukum yang tidak ditegakkan dengan efektif tidak memiliki makna. Adanya penegakan hukum yang tidak efektif dan penegakan yang lemah dalam memberikan hukuman seakan akan hanya tunduk pada penguasaseperti penegakan korupsi. Yang berikut adalah Negara hukum dapat mengabaikan realitas sosial. Hukum yang dibuat tanpa mempertimbangkan realitas sosial dapat menjadi tidak efektif dan bahkan berbahaya. Adanya pembuatan hukum yang tidak berdasarkan dan tidak melihat realitas sosial dan kebutuhan masyarakat. Hukum yang dibuat tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan realitas masyarakat dapat tidak efektif dan bahkan berbahaya. Hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat dapat sulit untuk ditegakkan dan ditolak oleh masyarakat. Masyarakat merasa tidak terwakili karena teralienasi oleh sistem hukum.
Isu-Isu Dalam Prespektif Analisis.
Presentasi Kelompok di sampaikan Pada Mata pelajaran Prespektif Global
(Safrin Lamusrin, Tiara Iman, dan Irsan Pou)
Baca Selengkapnya:https://docs.google.com/presentation/d/1N0sQ9nYfZ-pspOuePuGd1tvvLm4_OBdm/edit?usp=sharing&ouid=114692201635166164743&rtpof=true&sd=true
Kelemahan-kelemahan apa saja di dalam memberantas korupsi ?
Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk keuntungan pribadi atau kelompok yang merugikan kepentingan publik atau negara. Biasanya, korupsi melibatkan suap, pemerasan, penyelewengan anggaran, atau penggelapan dana. Tindakan ini dapat terjadi dalam berbagai sektor, baik di pemerintahan, swasta, maupun lembaga lainnya. Korupsi dapat merusak sistem sosial, ekonomi, dan pemerintahan, serta menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan korupsi, karena pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial yang baik.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan karakter sangat penting dalam konteks pencegahan korupsi.
Dalam upaya memberantas korupsi, terdapat berbagai kelemahan yang dapat menghambat efektivitasnya. Beberapa kelemahan tersebut antara lain:
- Kurangnya Penegakan Hukum yang Tegas: Meskipun ada undang-undang yang mengatur tentang pemberantasan korupsi, penerapan hukum sering kali kurang tegas. Proses hukum yang lambat, ketidakadilan dalam pengadilan, dan lemahnya sistem peradilan dapat menyebabkan banyak pelaku korupsi tidak dihukum dengan adil.
- Keterbatasan Sumber Daya dan Fasilitas: Lembaga-lembaga yang bertugas memberantas korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sering kali menghadapi kendala dalam hal anggaran, tenaga ahli, dan fasilitas yang memadai. Tanpa dukungan yang cukup, tugas mereka menjadi lebih sulit.
- Keterlibatan Pejabat dan Penguasa: Korupsi sering terjadi dalam lingkup pemerintahan atau di kalangan pejabat tinggi. Keterlibatan mereka dalam praktik korupsi dapat menghalangi upaya pemberantasan karena mereka memiliki kekuasaan untuk menghambat investigasi, menekan pihak yang berwenang, atau menyalahgunakan posisi mereka.
- Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran Publik: Banyak masyarakat yang kurang memahami dampak buruk dari korupsi atau merasa tidak berdaya untuk melawan praktik tersebut. Kurangnya pendidikan mengenai pentingnya integritas dan antikorupsi juga memperburuk keadaan, karena tanpa kesadaran masyarakat, korupsi sulit diberantas.
- Politik dan Konflik Kepentingan: Konflik kepentingan sering muncul ketika politisi atau pejabat negara terlibat dalam praktik korupsi, karena mereka tidak ingin merugikan diri sendiri atau kelompoknya. Sistem politik yang tidak transparan dan penuh kepentingan pribadi dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
- Tidak Ada Perlindungan untuk Saksi dan Whistleblower: Saksi atau pelapor tindak pidana korupsi sering kali terancam keselamatannya, dan kurangnya perlindungan hukum bagi mereka membuat banyak orang takut untuk melaporkan korupsi. Tanpa perlindungan yang memadai, upaya pemberantasan korupsi akan mengalami kesulitan.
- Kompleksitas Kasus Korupsi: Kasus korupsi sering kali melibatkan banyak pihak dan transaksi yang rumit, sehingga sulit untuk membuktikan keterlibatan seseorang secara jelas. Pengungkapan kasus-kasus besar sering memerlukan waktu lama dan bukti yang sangat kuat.
Bagaimana pendidikan pengembangan karakter bagi mahasiswa dalam pemberantasan korupsi.
Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk keuntungan pribadi atau kelompok yang merugikan kepentingan publik atau negara. Biasanya, korupsi melibatkan suap, pemerasan, penyelewengan anggaran, atau penggelapan dana. Tindakan ini dapat terjadi dalam berbagai sektor, baik di pemerintahan, swasta, maupun lembaga lainnya. Korupsi dapat merusak sistem sosial, ekonomi, dan pemerintahan, serta menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan korupsi, karena pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial yang baik. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan karakter sangat penting dalam konteks pencegahan korupsi.
Pendidikan karakter mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, disiplin, dan rasa tanggung jawab. Nilai-nilai ini menjadi fondasi bagi individu untuk menghindari perilaku koruptif dan membuat keputusan yang sesuai dengan norma moral yang berlaku. Pendidikan karakter membantu individu memahami pentingnya kepentingan bersama dan dampak buruk dari korupsi terhadap masyarakat dan negara. Kesadaran sosial ini akan mendorong seseorang untuk bertindak jujur dan adil, serta menghindari tindakan yang merugikan orang lain.
Pendidikan karakter juga penting dalam membentuk pemimpin yang berintegritas. Pemimpin yang memiliki karakter yang baik cenderung memiliki kemampuan untuk memimpin dengan jujur, transparan, dan bertanggung jawab, yang dapat mengurangi peluang terjadinya korupsi di dalam organisasi atau pemerintahan. Pendidikan karakter yang dilaksanakan secara terus-menerus di sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat membantu membentuk budaya yang menolak korupsi. Jika nilai-nilai tersebut diterapkan sejak dini, maka generasi mendatang akan lebih cenderung untuk hidup dengan prinsip kejujuran dan transparansi.
Secara keseluruhan, pendidikan karakter membantu menciptakan individu yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan moral yang kuat, yang pada gilirannya dapat mengurangi potensi terjadinya korupsi di masyarakat.