KATEGORI : Puisi

Ketika Pena Tak Lagi Menuliskan Tentangmu?

09 March 2025 19:57:22 Dibaca : 1

Aku pernah menulis betapa indahnya alam ini

aku juga pernah mengukir aksara dengan penaku

bahkan tanpa melihat secarik kertas pun aku bisa menuliskan aksaraku.

bait utama yang mulai aku goreskan adalah tentang mu

 

menuliskan tentangmu yang membawa kedamaian, 

akhirnya aku mematahkan penaku dan tinta habis sebelum tulisanku selesai

maka izinkanlah aku menuliskan dan mengukir keindahannmu melalui doa yang aku panjatkan 

untuk menggantikan bahwa aku tidak akan menulis lagi semua tentangmu

maka abdilah dirimu dalam hati dan Doa ku

meski begitu aku sudah berhenti untuk menulis kembali..

Kesedihan dan Keikhlasan atas Kehilangan

02 March 2025 20:32:43 Dibaca : 12

Seberapa keras kau menangis malam ini,Ia tak akan datang kepadamu dan menenangkanmu,Seperti malam-malam yang sudah kau dan dia lewati,Karena apa...?Ia telah hilang dan pergi menjauh untuk selamanya,Hanya meninggalkan sebuah kerinduanyang akan membunuhmu.

Keikhlasan akan menuntunmu agar kau tidak berharap lagi kepadanya.Bangkitlah dan ikhlaskan ia yang telah tiada,Menerima kebenaran adalah pelajaran bagimu.

Di Bawah Rintiik Hujan Dan Kesunyiaan

23 February 2025 19:56:53 Dibaca : 20

Rintik hujan semakin deras, membalut kedinginan yang merasuk. Mencari kehangatan, namun kesunyian di luar sana seakan memekakkan telinga.

Apakah ini kedamaian atau tidak? Entahlah... Kudengar dari dalam kamarku, hanya ada rintik hujan yang seolah-olah turun semakin deras, membawa kehangatan yang tak terduga.

Kulayangkan pandangan, dan kulihat matanya yang sayup, tersenyum sedikit, seakan menyimpan rahasia.

Manusia adalah makhluk yang selalu belajar, belajar dari hal-hal baru yang melintas di kehidupan.

 

Porsa Enigma Sanubari : Elegi Hangat?

23 February 2025 19:48:02 Dibaca : 13

Ku tuliskan porsa ini yang rudita dengan sanubari. Padika, ini akan menjadi sebuah porsa yang penuh enigma. Semua menganndung Elegi yang sangat atulya untuk diungkapkan oleh sanubari yang memberikan serayu hangat.

Part 2 Cinta yang Abadi di Tengah Waktu yang Terbatas

23 February 2025 19:41:22 Dibaca : 18

Part 2

Keesokan Harinya.....

 

Mentari pagi menyinari seisi ruangan dengan lembut, membawa harapan baru dan semangat baru. Cahaya pagi itu menyapu wajah Arini yang terbaring di ranjang rumah sakit, membuatnya terbangun dari tidurnya. Di sampingnya, Bima tertidur pulas, wajahnya terlihat lelah namun damai.

Arini menatap Bima dengan penuh kasih sayang dan rasa bersalah. "Kamu terlalu lelah, Bima. Aku minta maaf jika merepotkanmu. Aku hanya ingin kau melupakan semua tentangku," ucap Arini dengan suara lirih, sembari menatap Bima yang masih tertidur.

Tak lama kemudian, Bima terbangun dengan menggosok-gosok matanya. "Eh, Rin, baru bangun ya? Maaf aku ketiduran," katanya sambil tersenyum manis, menyambut sang pujaan hati.

"Iya, kamu kelihatan capek banget. Nanti kamu istirahat aja dulu di rumah, kan ada ayah sama bunda, mereka sebentar lagi sampai," pinta Arini lembut.

"Nggak papa kok, aku nggak capek," balas Bima sambil mencoba meyakinkan Arini.

"Tidak, Bima. Kamu harus balik. Kalau kamu sakit nanti orang tua kamu yang repot, terus kalau kamu sakit aku gimana?" jelas Arini penuh makna.

"Iya, manis..." jawab Bima sambil tersenyum.

Akhirnya, senyum kembali terukir di wajah Arini. Selang beberapa menit, kedua orang tua Arini pun tiba di ruangan.

"Apa kabar anak ayah? Maaf lama ya," sapa ayah Arini sambil memeluk anaknya dengan penuh rindu, bersamaan dengan ibunya yang ikut memeluk.

"Eh, Bima, gimana Arini, nggak rewel kan?" tanya ibu Arini kepada Bima.

"Eh, tante, aman kok, tante," jawab Bima sambil tersenyum.

"Apaan sih, Mah, emangnya aku anak kecil," ujar Arini dengan muka cemberut.

"Heh, anak ayah jangan cemberut dong, malu sama Bima, hahaha," kata ayah yang membuat suasana ruangan kembali terhibur.

"Nggak kok, anak ayah tetap cantik," sambung ayah sambil tersenyum.

"Tante, aku pamit dulu ya, kasihan ibu sendiri di rumah. Ayah belum balik dari kota sebelah," kata Bima sambil bersalaman dengan ibu Arini.

"Oh iya, makasih ya, Bima, sudah menjaga Arini," kata ibu Arini dengan tulus.

"Sama-sama, tante, Om. Kalau begitu, saya pamit dulu ya. Rin, aku pamit," kata Bima sambil tersenyum kepada Arini, kemudian perlahan meninggalkan ruangan itu.