PEMLIHAN PRESIDEN BEM UNG 2025 MENJADI DASAR PENDIDIKAN POLITIK KAMMPUS BAGI MAHAISWA BARU 2024
Mentari pagi menyapa wajah-wajah penuh antusiasme mahasiswa baru Universitas Negeri Gorontalo (UNG) angkatan 2024. Mereka datang dengan segudang harapan dan semangat untuk menimba ilmu serta mengukir pengalaman di lingkungan kampus. Di tengah hiruk pikuk adaptasi dengan ritme akademik dan dinamika sosial yang baru, sebuah momentum penting tengah menanti: Pemilihan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNG untuk periode 2025. Lebih dari sekadar memilih pemimpin organisasi kemahasiswaan tertinggi, proses ini menyimpan potensi besar sebagai fondasi awal pendidikan politik yang krusial bagi para mahasiswa baru.
BEM UNG, sebagai representasi suara dan aspirasi mahasiswa, memiliki peran sentral dalam kehidupan kampus. Ia menjadi jembatan antara mahasiswa dan pihak rektorat, sekaligus menjadi garda terdepan dalam mengadvokasi kepentingan mahasiswa. Pemilihan Presiden BEM adalah peristiwa penting yang tidak hanya menentukan arah gerak organisasi ini, tetapi juga menjadi cerminan dari kehidupan politik kampus secara keseluruhan. Artikel ini berargumen bahwa proses dan hasil Pemilihan Presiden BEM UNG 2025 dapat menjadi landasan yang kokoh dalam memberikan pendidikan politik yang praktis dan relevan bagi mahasiswa baru angkatan 2024. Melalui pengamatan dan partisipasi dalam proses ini, mahasiswa baru dapat memperoleh pemahaman awal tentang mekanisme demokrasi, pentingnya visi dan misi, strategi komunikasi politik, serta tanggung jawab sebagai pemilih.
Pemilihan Presiden BEM UNG 2025 dapat diibaratkan sebagai laboratorium politik mini bagi mahasiswa baru. Proses pendaftaran calon, kampanye dengan berbagai metode, debat kandidat yang mempertajam gagasan, hingga akhirnya pemungutan suara, semuanya merefleksikan mekanisme demokrasi dalam skala kampus. Mahasiswa baru memiliki kesempatan emas untuk menyaksikan secara langsung bagaimana konsep-konsep politik seperti partisipasi aktif, representasi aspirasi, dan akuntabilitas kepemimpinan diwujudkan dalam praktik. Mereka dapat mengamati bagaimana para calon berusaha meyakinkan pemilih melalui argumentasi dan program kerja yang ditawarkan.
Lebih lanjut, visi dan misi para calon Presiden BEM menjadi materi pembelajaran yang berharga. Mahasiswa baru dapat belajar menganalisis isu-isu krusial yang dihadapi oleh komunitas mahasiswa dan kampus secara keseluruhan. Dengan mencermati tawaran-tawaran program kerja dan menelusuri rekam jejak para kandidat (jika ada), mahasiswa baru akan terlatih untuk berpikir kritis dalam mengidentifikasi platform politik yang paling sesuai dengan nilai dan kepentingan mereka. Proses ini secara tidak langsung mengajarkan mereka tentang pentingnya informasi yang akurat dan kemampuan untuk membedakan antara retorika dan substansi.
Strategi kampanye dan komunikasi politik yang digunakan oleh para calon juga menawarkan pelajaran yang berharga. Mahasiswa baru dapat mengamati bagaimana para calon membangun citra diri, menyampaikan pesan, dan meraih dukungan dari berbagai kelompok mahasiswa. Mereka dapat belajar tentang pentingnya komunikasi yang efektif, persuasi yang argumentatif, dan mobilisasi dukungan yang terorganisir. Namun, yang tak kalah penting adalah belajar untuk mengidentifikasi dan menghindari praktik-praktik kampanye negatif yang tidak etis. Pengalaman ini akan membekali mereka dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika opini publik dan potensi pengaruh media.
Partisipasi aktif dalam Pemilihan Presiden BEM adalah esensi dari pendidikan politik praktis. Bagi mahasiswa baru, ini adalah kesempatan pertama untuk merasakan secara langsung hak dan tanggung jawab sebagai pemilih dalam konteks komunitas. Menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab, setelah mempertimbangkan informasi yang relevan dan visi misi para calon, adalah langkah awal yang penting dalam menumbuhkan kesadaran politik. Partisipasi ini bukan hanya tentang memilih, tetapi juga tentang memahami bahwa setiap suara memiliki kontribusi dalam menentukan arah organisasi dan, secara lebih luas, kehidupan kampus.
Dalam beberapa kasus, dinamika koalisi antar organisasi mahasiswa dalam mendukung calon tertentu juga dapat menjadi pelajaran berharga. Mahasiswa baru dapat mengamati bagaimana aliansi dibangun berdasarkan kesamaan visi atau kepentingan, serta bagaimana representasi dari berbagai kelompok mahasiswa diakomodasi. Hasil akhir pemilihan, dengan terpilihnya seorang presiden dan kemungkinan tim kabinet yang beragam, mencerminkan preferensi dan aspirasi mayoritas mahasiswa. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana suara kolektif membentuk kepemimpinan.
Pemilihan Presiden BEM UNG 2025 bukan sekadar agenda rutin organisasi kemahasiswaan. Lebih dari itu, ia adalah momentum emas yang dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai fondasi pendidikan politik yang kokoh bagi mahasiswa baru angkatan 2024. Melalui pengamatan dan partisipasi aktif dalam setiap tahapan prosesnya, mahasiswa baru memiliki kesempatan unik untuk belajar tentang mekanisme demokrasi, pentingnya visi dan misi, strategi komunikasi politik, serta tanggung jawab sebagai pemilih.
Pemahaman yang diperoleh dari proses ini akan memiliki implikasi jangka panjang bagi keterlibatan mahasiswa baru tidak hanya dalam kehidupan kampus, tetapi juga dalam masyarakat luas di masa depan. Oleh karena itu, pihak universitas dan organisasi kemahasiswaan perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memaksimalkan nilai edukatif dari Pemilihan Presiden BEM. Diskusi pasca-pemilihan, forum refleksi, atau bahkan pengintegrasian studi kasus pemilihan BEM dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru dapat menjadi cara untuk memperkuat pembelajaran politik ini.
Mari kita sambut Pemilihan Presiden BEM UNG 2025 bukan hanya sebagai pesta demokrasi kampus, tetapi juga sebagai gerbang awal bagi mahasiswa baru angkatan 2024 untuk menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif, dan memiliki kesadaran politik yang tinggi. Pendidikan politik di tingkat kampus adalah investasi berharga yang akan membentuk pemimpin masa depan bangsa yang bertanggung jawab dan berintegritas.
PENGERTIAN POLITIK DAN ILMU POLITIK
Laswell mengutarakan bahwa politik merupakan sebuah pengetahuan yang membahas siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. Selanjutnya Syarbaini dk menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang membahas mengenai hubungan kekauasaan yang mencakup sesama warga negara, antar negara, dan negara yang berhubungan sesama warga negara.
Diketahui politik mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan urusan yang ada dalam negara baik itu kekuasaan, kebijakan, tuntutan, dan lain sebagaianya.
1. Pengertian Politik.
Kata politik itu bersumber dari kota Yunani, Yunani menjadi negra yang melahirkan politik. Politik merupakan sebuah kata yang berasal dari Greek yang dipahami sebagai polis. Akar kata politik berasal dari bahasa inggris Politics yang bermakna kebijaksanaan.
Politik bermuara kepada bagaiamana mewujudkan tujuan negara, atau bisa dengan kata lain bagaiamana upaya yang dilakukan untuk menggapai kehidupan yang lebbih baik. Aktor politik mnjalankan wewenang dan kekuasaan secara bersih.
1.1 Pengertian Politik Menurut Para Ahli.
Menurut Budiarjo menyatakan bahwa politik merupakan berbagai kegiatan dalam sebuah sistem politik (Atau Negara) yang berkaitan dengan proses menentukan tujuan-tujuan daari sistem serta melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Maka dengan itu politik dipandang perlu menentukan atau ditentukan oleh publik. Perbedaan pengertian politik serta paham mengenai politik dari ahli tentunya dipengaruhi oleh latar belakang
Pentingnya Partisipasi Politik Generasi-Z Dalam Pemilu tahun 2024 (Studi Kasus Di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo).
PARTISIPASI POLITIK GEN Z PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2024 DI SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO
Safrin Lamusrin
Jurusan Ilmu Hukum Dan Kemasyaraatan
Program Studi Pendidikan Panasila Dan Kewarganegaraan
Faultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak
Generasi Z menjadi objek sasaran dalam pemilihan umum tahun 2024 dikarenakan Generasi Z menyumbang 22,85 persen dari DPT Pemilu 2024. Maka dari itu Generasi Z dituntut untuk turut andil berpartisipasi dalam pemilihan umum tahun 2024, Partisipasi politik adalah kegiatan individu atau kelompok warga negara yang berusaha memengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi politik terbagi menjadi dua secara langsung dan tidak langsung. Paper ini melihat bentuk-bentuk apa saja yang dilakukan oleh generasi Z di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo, lalu apa saja Faktor-Faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Generasi Z di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. Metode yang digunakan ialah metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan pengumpulan inforasi melalui observasi dan wawancara. (1) hasil kecenderungan partisipasi politik secara konvensional yang di lakukan oleh generasi Z di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo menunjukkan bahwa mereka hanya menggunakan hak suaranya dalam memilih, (2) kurangnya keterlibatan dalam kampanye dikarenkan dikarenakan beberapa faktor diantaranya masalah minat, selera, kondisi lingkungan berupa desak-desakan, di dominasi oleh kaum Bapak-bapak ibu, ibu, dan mentari yang terik jika kamapanye dilaksanakan di ruangan yang terbuka. (3) Adanya kecenderungan terdapat intervensi dari orang tua untuk memilih, orang tua yang akan menentukan pilihan Generasi Z dalam memberikan suara kepada salah satu calon. (4) Kurangnya diskusi politik, diskusi politik hanya terjadi di dalam rumah, dan rang tua akan mengarahkan piliahnnya kepada anaknya.
Dokumentasi
Baca Selengkapnya :
Orientasi Pemilih Pemula Melalui Debat Pilkada Core
Orientasi Pemilih Pemula Melalui Debat Pilkada Core
Safrin Lamusrin¹
Jurusan Ilmu Hukum Dan Kemasyarakatan
Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan..
Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratis di mana orang secara langsung memilih pemimpin tertinggi di tingkat lokal, seperti gubernur untuk provinsi dan bupati atau wali kota untuk kabupaten atau kota. Rakyat mempunyai hak untuk memilih calon pemimpin yang mereka anggap paling mampu dan tepat untuk membawa kemajuan di daerah mereka. Kepala daerah tentunya memiliki tujuan mendekatkan pemerintah pusat dengan rakyat melalui kepala-kepala daerah, Rakyat yang memilih langsung merasa lebih terlibat dalam pemerintahan lokal dan merasa lebih bertanggung jawab. Meningkatkan akuntabilitas, Karena mandatnya berasal dari suara rakyat, kepala daerah yang dipilih langsung akan lebih bertanggung jawab kepada rakyat. Mendorong kompetensi sehat, Pemilihan memberi orang lebih banyak pilihan karena berbagai calon presiden muncul dengan berbagai program dan ide.
Baru-baru ini ramai di platform aplikasi Tiktok Video Debat pilkada Core dimana dalam video itu berisi Debat pemilihan kepala daerah yang dimana masing masing calon kepala daerah yang memperlihatkan Program program yang tidak masuk akal, Seperti terdapat video yang berdurasi berapa detik menampilkan Seorang kepala daerah di Kabupaten Nganjuk yang memaparkan program nya seperti akan membuat brambang menjadi Brambang Goreng, terdapat juga Di detik selanjutnya salah satu calon kepala daerah tanggerang yang mengatakan “Inflasi akan Meningkat”. Dan ada juga menit berikutnya debat calon wakil bupati Nganjuk yang mengajak calon Bupati Nganjuk untuk naik di atas podium padahal pada debat sesi itu hanya untuk Debat Calon Wakil Bupati. Penulis menyimpulkan bahwa Melalui video-video seperti itu, akan mengubah orientasi politik pemilih. Dalam teori Gabriel Almond Maka Media masa termasuk dalam kategori yang dapat mempengaruhi Orientasi Pemilih Pemula.
Perilaku (Orientasi) Politik Pemilih Pemula
ORIENTASI POLITIK PEMILIH PEMULA
Oleh
Kelompok 5
TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA ILMU POLITIK
Baca Selengkapnya : https://www.academia.edu/124789347/ORIENTASI_POLITIK_PEMILIH_PEMULA
PEMBAHASAN.
1. Orientasi Politik.
Menurut Plano dkk dalam Moh. Ridwan (1997) (Supriyadi 2019) perilaku politik adalah: “Pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobying, kaukus, kampanye dan demonstrasi)”.
Menururt (Anwar 2016) yng dikutip dalam efriza (2012 : 109) Almond dan Verba mendefinisikan orientasi politik juga dapat dikatakan sebagai budaya politik terutama mengacu pada orientasi politik sikap seseorang atau kelompok masyarakat terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya (sub-sub sistem politik) dan bagaimana sikapnya terhadap perannya sendiri dalam sistem politik.
Menurut (Nurdin, Hamim, and Mahmud 2023) Keterlibatan pemilih pemulah dalam setiap Pemilu sudah dipastikan memiliki orientasi dan preferensi politik yang berbeda, baik secara individu maupun kelompok kepentingan. Orientasi politik akan melahirkan preferensi politik individu dalam menginsiasi maupun merefleksi kepentingan politiknya dalam menentukan pilihan maupun dukungan politik. Artinya, dukungan dan pilihan politik seserorang warga negara dalam Pemilu akan merepresenatasikan oriantasi politik mereka.
klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu :
a. Orientasi Kongnitif. yakni pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.(Anwar 2016)
b. Orientasi Afektif, Menurut (Farzianto and Rafni 2020) Orientasi afektif merupakan orientasi yang didasari oleh ikatan emosional atau perasaan yang dimiliki oleh individu terhadap politik. Orientasi afektif merupakan aspek yang paling berpengaruh merubah sikap individu, jika individu menganggap baik maka individu akan terlibat penuh.
c. Orientasi Evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.(Supriyadi 2019).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Orientasi Pemilih.
Menurut Menurut Mulyasa (2007:255) Dalam (Supriyadi 2019) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Mahasiswa sebagai pemilih pemula adalah sebagai berikut :
a. Faktor Sosial Ekonomi, Pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah mahasiswa adalah beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi mahasiswa sebagai pemilih pemula untuk berpartisipasi aktif dalam politik.
b. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan, Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas dan ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi, dan makhluk hidup, tempat berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok, serta lembaga dan pranatanya.
c. Nilai Budaya, Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat.
3. Pemilih Pemula.
Menurut (Anwar 2016) Pemilih pemula yang dikonotasikan sebagai pemegang hak pilih pertama kalinya memberikan hak suaranya dalam pemilu. Definisi pemilih pemula terdiri dari dua kata yaitu “pemilih“ dan “pemula”. Pemilih menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “orang yang memilih”, sedangkan kata pemula mempunyai arti “orang yang mulai atau mula- mula melakukan sesuatu”.
(Arumsari and Nugraheni 2018) Pemilih pemula yang kritis sudah pasti akan menggunakan hak pilih dengan menganalisis dan ikut mengkritisi kinerja pemerintahan. Jenis pemilih pemula yang seperti ini biasanya adalah pemilih yang memiliki pendidikan tinggi dan juga aktif dalam organisasi. Terdapat juga pemilih pemula yang tidak punya kesadaran bisa jadi disebabkan oleh kurangnya ketertarikan seseorang ke dalam dunia politik sehingga memunculkan kecendurungan dalam menentukan pilihannya mengikuti pilihan orang lain.
Pemilih pemula yang terdaftar atas pelajar mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi sagmen yang sangat unik, sering kali menimbulkan kejutan dan tentunya menjanjikan secara kuantitas, penyebutan kata unik untuk para pemula sebab pemilih pemula sangat antusiasme tinggi, relatif dan rasional, haus akan perubahan dan sayangnya sangat tipis akan kadar polusi pragmatisme. (Elen Pitria et al. 2023) di sayangkan masih banyak pemilih pemula tidak berpartisipasi dalam pesta demokrasi dan tidak menggunakan hak suaranya, ada beberapa faktor yang membuat pemilih pemula tidak bersuara, salah satunya pemilih pemula sibuk dengan kegiatannya sehari hari, dimana kuantitas pemilih pemula pada umunya adalah pelajar dan pekerja, hal demikian yang membuat pemilih pemula mulai apatis terhadap kegiatan yang berbau politik.
Daftar Pustaka.
Anwar, Hairil. 2016. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 Di SMK Negeri 1 Pontianak.” (PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora (e-Journal)) 20(1):1–11. doi: 10.26418/proyeksi.v20i01.855.
Arumsari, Eta Yuni Lestari, and Nugraheni. 2018. “Partisipasi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Walikota Semarang Di Kota Semarang.” Integralistik 396(2):63–72.
Elen Pitria, Della Utari, Yesi Marseta, Moneka Tiara Sari, and Rizky Ayomi Pangestu. 2023. “Peran Pemilih Pemula Dalam Pemilu 2024.” KREATIF: Jurnal Pengabdian Masyarakat Nusantara 3(3):210–18. doi: 10.55606/kreatif.v3i3.2105.
Farzianto, Ronnie, and Al Rafni. 2020. “Orientasi Politik Santri Pada Pemilihan Umum Tahun 2019.” Journal of Civic Education 3(1):101–9. doi: 10.24036/jce.v3i1.338.
Nurdin, Jois, Udin Hamim, and Ramli Mahmud. 2023. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Menjelang Pemilu 2024 Di SMK Negeri 1 Paguyaman Pantai.” Journal of Social Science Research 3(2):1668–79.
Supriyadi, Agus. 2019. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Mahasiswa Unisri Dalam Pemilukada Jawa Tengah 2018.” Research Fair Unisri 3(1):310–22.