Pentingnya Partisipasi Politik Generasi-Z Dalam Pemilu tahun 2024 (Studi Kasus Di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo).
PARTISIPASI POLITIK GEN Z PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2024 DI SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO
Safrin Lamusrin
Jurusan Ilmu Hukum Dan Kemasyaraatan
Program Studi Pendidikan Panasila Dan Kewarganegaraan
Faultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak
Generasi Z menjadi objek sasaran dalam pemilihan umum tahun 2024 dikarenakan Generasi Z menyumbang 22,85 persen dari DPT Pemilu 2024. Maka dari itu Generasi Z dituntut untuk turut andil berpartisipasi dalam pemilihan umum tahun 2024, Partisipasi politik adalah kegiatan individu atau kelompok warga negara yang berusaha memengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi politik terbagi menjadi dua secara langsung dan tidak langsung. Paper ini melihat bentuk-bentuk apa saja yang dilakukan oleh generasi Z di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo, lalu apa saja Faktor-Faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Generasi Z di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. Metode yang digunakan ialah metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan pengumpulan inforasi melalui observasi dan wawancara. (1) hasil kecenderungan partisipasi politik secara konvensional yang di lakukan oleh generasi Z di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo menunjukkan bahwa mereka hanya menggunakan hak suaranya dalam memilih, (2) kurangnya keterlibatan dalam kampanye dikarenkan dikarenakan beberapa faktor diantaranya masalah minat, selera, kondisi lingkungan berupa desak-desakan, di dominasi oleh kaum Bapak-bapak ibu, ibu, dan mentari yang terik jika kamapanye dilaksanakan di ruangan yang terbuka. (3) Adanya kecenderungan terdapat intervensi dari orang tua untuk memilih, orang tua yang akan menentukan pilihan Generasi Z dalam memberikan suara kepada salah satu calon. (4) Kurangnya diskusi politik, diskusi politik hanya terjadi di dalam rumah, dan rang tua akan mengarahkan piliahnnya kepada anaknya.
Dokumentasi
Baca Selengkapnya :
Orientasi Pemilih Pemula Melalui Debat Pilkada Core
Orientasi Pemilih Pemula Melalui Debat Pilkada Core
Safrin Lamusrin¹
Jurusan Ilmu Hukum Dan Kemasyarakatan
Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan..
Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratis di mana orang secara langsung memilih pemimpin tertinggi di tingkat lokal, seperti gubernur untuk provinsi dan bupati atau wali kota untuk kabupaten atau kota. Rakyat mempunyai hak untuk memilih calon pemimpin yang mereka anggap paling mampu dan tepat untuk membawa kemajuan di daerah mereka. Kepala daerah tentunya memiliki tujuan mendekatkan pemerintah pusat dengan rakyat melalui kepala-kepala daerah, Rakyat yang memilih langsung merasa lebih terlibat dalam pemerintahan lokal dan merasa lebih bertanggung jawab. Meningkatkan akuntabilitas, Karena mandatnya berasal dari suara rakyat, kepala daerah yang dipilih langsung akan lebih bertanggung jawab kepada rakyat. Mendorong kompetensi sehat, Pemilihan memberi orang lebih banyak pilihan karena berbagai calon presiden muncul dengan berbagai program dan ide.
Baru-baru ini ramai di platform aplikasi Tiktok Video Debat pilkada Core dimana dalam video itu berisi Debat pemilihan kepala daerah yang dimana masing masing calon kepala daerah yang memperlihatkan Program program yang tidak masuk akal, Seperti terdapat video yang berdurasi berapa detik menampilkan Seorang kepala daerah di Kabupaten Nganjuk yang memaparkan program nya seperti akan membuat brambang menjadi Brambang Goreng, terdapat juga Di detik selanjutnya salah satu calon kepala daerah tanggerang yang mengatakan “Inflasi akan Meningkat”. Dan ada juga menit berikutnya debat calon wakil bupati Nganjuk yang mengajak calon Bupati Nganjuk untuk naik di atas podium padahal pada debat sesi itu hanya untuk Debat Calon Wakil Bupati. Penulis menyimpulkan bahwa Melalui video-video seperti itu, akan mengubah orientasi politik pemilih. Dalam teori Gabriel Almond Maka Media masa termasuk dalam kategori yang dapat mempengaruhi Orientasi Pemilih Pemula.
Perilaku (Orientasi) Politik Pemilih Pemula
ORIENTASI POLITIK PEMILIH PEMULA
Oleh
Kelompok 5
TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA ILMU POLITIK
Baca Selengkapnya : https://www.academia.edu/124789347/ORIENTASI_POLITIK_PEMILIH_PEMULA
PEMBAHASAN.
1. Orientasi Politik.
Menurut Plano dkk dalam Moh. Ridwan (1997) (Supriyadi 2019) perilaku politik adalah: “Pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobying, kaukus, kampanye dan demonstrasi)”.
Menururt (Anwar 2016) yng dikutip dalam efriza (2012 : 109) Almond dan Verba mendefinisikan orientasi politik juga dapat dikatakan sebagai budaya politik terutama mengacu pada orientasi politik sikap seseorang atau kelompok masyarakat terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya (sub-sub sistem politik) dan bagaimana sikapnya terhadap perannya sendiri dalam sistem politik.
Menurut (Nurdin, Hamim, and Mahmud 2023) Keterlibatan pemilih pemulah dalam setiap Pemilu sudah dipastikan memiliki orientasi dan preferensi politik yang berbeda, baik secara individu maupun kelompok kepentingan. Orientasi politik akan melahirkan preferensi politik individu dalam menginsiasi maupun merefleksi kepentingan politiknya dalam menentukan pilihan maupun dukungan politik. Artinya, dukungan dan pilihan politik seserorang warga negara dalam Pemilu akan merepresenatasikan oriantasi politik mereka.
klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu :
a. Orientasi Kongnitif. yakni pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.(Anwar 2016)
b. Orientasi Afektif, Menurut (Farzianto and Rafni 2020) Orientasi afektif merupakan orientasi yang didasari oleh ikatan emosional atau perasaan yang dimiliki oleh individu terhadap politik. Orientasi afektif merupakan aspek yang paling berpengaruh merubah sikap individu, jika individu menganggap baik maka individu akan terlibat penuh.
c. Orientasi Evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.(Supriyadi 2019).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Orientasi Pemilih.
Menurut Menurut Mulyasa (2007:255) Dalam (Supriyadi 2019) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Mahasiswa sebagai pemilih pemula adalah sebagai berikut :
a. Faktor Sosial Ekonomi, Pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah mahasiswa adalah beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi mahasiswa sebagai pemilih pemula untuk berpartisipasi aktif dalam politik.
b. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan, Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas dan ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi, dan makhluk hidup, tempat berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok, serta lembaga dan pranatanya.
c. Nilai Budaya, Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat.
3. Pemilih Pemula.
Menurut (Anwar 2016) Pemilih pemula yang dikonotasikan sebagai pemegang hak pilih pertama kalinya memberikan hak suaranya dalam pemilu. Definisi pemilih pemula terdiri dari dua kata yaitu “pemilih“ dan “pemula”. Pemilih menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “orang yang memilih”, sedangkan kata pemula mempunyai arti “orang yang mulai atau mula- mula melakukan sesuatu”.
(Arumsari and Nugraheni 2018) Pemilih pemula yang kritis sudah pasti akan menggunakan hak pilih dengan menganalisis dan ikut mengkritisi kinerja pemerintahan. Jenis pemilih pemula yang seperti ini biasanya adalah pemilih yang memiliki pendidikan tinggi dan juga aktif dalam organisasi. Terdapat juga pemilih pemula yang tidak punya kesadaran bisa jadi disebabkan oleh kurangnya ketertarikan seseorang ke dalam dunia politik sehingga memunculkan kecendurungan dalam menentukan pilihannya mengikuti pilihan orang lain.
Pemilih pemula yang terdaftar atas pelajar mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi sagmen yang sangat unik, sering kali menimbulkan kejutan dan tentunya menjanjikan secara kuantitas, penyebutan kata unik untuk para pemula sebab pemilih pemula sangat antusiasme tinggi, relatif dan rasional, haus akan perubahan dan sayangnya sangat tipis akan kadar polusi pragmatisme. (Elen Pitria et al. 2023) di sayangkan masih banyak pemilih pemula tidak berpartisipasi dalam pesta demokrasi dan tidak menggunakan hak suaranya, ada beberapa faktor yang membuat pemilih pemula tidak bersuara, salah satunya pemilih pemula sibuk dengan kegiatannya sehari hari, dimana kuantitas pemilih pemula pada umunya adalah pelajar dan pekerja, hal demikian yang membuat pemilih pemula mulai apatis terhadap kegiatan yang berbau politik.
Daftar Pustaka.
Anwar, Hairil. 2016. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 Di SMK Negeri 1 Pontianak.” (PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora (e-Journal)) 20(1):1–11. doi: 10.26418/proyeksi.v20i01.855.
Arumsari, Eta Yuni Lestari, and Nugraheni. 2018. “Partisipasi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Walikota Semarang Di Kota Semarang.” Integralistik 396(2):63–72.
Elen Pitria, Della Utari, Yesi Marseta, Moneka Tiara Sari, and Rizky Ayomi Pangestu. 2023. “Peran Pemilih Pemula Dalam Pemilu 2024.” KREATIF: Jurnal Pengabdian Masyarakat Nusantara 3(3):210–18. doi: 10.55606/kreatif.v3i3.2105.
Farzianto, Ronnie, and Al Rafni. 2020. “Orientasi Politik Santri Pada Pemilihan Umum Tahun 2019.” Journal of Civic Education 3(1):101–9. doi: 10.24036/jce.v3i1.338.
Nurdin, Jois, Udin Hamim, and Ramli Mahmud. 2023. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Menjelang Pemilu 2024 Di SMK Negeri 1 Paguyaman Pantai.” Journal of Social Science Research 3(2):1668–79.
Supriyadi, Agus. 2019. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Mahasiswa Unisri Dalam Pemilukada Jawa Tengah 2018.” Research Fair Unisri 3(1):310–22.
OTONOMI DAERAH DAN LAHIRNYA RAJA- RAJA KECIL DAERAH
Latar Belakang.
Jika kita berbicara tentang otonomi daerah, mungkin kata otonomi daerah sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kita sering mendengar kata Otonomi Daerah namun ada segelintir orang yang tidak tau apa itu otonomi daerah. Kita bisa melihat pelaksanaan otonomi daerah secara langsung yaitu dimana daerah diberikan hak dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintahan daerah baik dalam hal Keuangan, Administrasi, pelayanan, kebijakan daerah dan pembangunan daerah. Ini tentu kita dapat rasakan. Kita tinggal di suatu daerah yang mempunyai kepala daerah entah itu walikota, bupati ataupun gubernur, dan Tiap-tiap daerah tentunya mempunyai berbagai macam jenis kebijakan dan peraturan.
Apa itu otonomi daerah ? Otonomi daerah yaitu pelimpahan kekuasaan atau kewenangan dari pemerintah pusat kepemerintah daerah untuk mengurusi urusan pemerintahan daerah. Otonomi Daerah adalah konsep yang memberikan kewenangan kepada daerah atau wilayah tertentu untuk mengatur dan mengelola urusan-urusan pemerintahan di dalam wilayahnya sendiri. Beberapa definisi dari para ahli mengenai Otonomi Daerah
Dengan adanya otonomi daerah tentunya masyarakat mempunyai partisipasi diantaranya turut serta dalam pengambilan keputusan kebijakan yang diambil oleh oemerintah daerah, bukan hanya itu saja masyarakat tururt serta dalam memilih kepala daerah dengan cara demokrasi ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18, 18A. Pasal ini tentunya memberikan kewenangan kepada daerah untuk melakukan otonomi seluas-luasnya.
Akan tetapi lahirnya otonomi menciptakan kesenjangan Sosial di daerah disebabkan oleh daerah tidak mampu mengelola sumber daya alam, kebijakan pemerintah yang tidak prioritas dan ditambah dengan kualitas sumber daya alam yang tidak melimpah ditambah lahirnya Raja-raja kecil didaerah yang berujung pada nepotisme. Maka dalam hal ini penulis menemukan masalah diantaranya yaitu Pilkada dan lahirnya Raja-raja kecil, Kelemahan dan kekurangan otonomi daerah serta otonomi dan kesenjangan Sosial dalam otonomi daerah.
Pilkada Melahirkan Raja-Raja Kecil Di daerah.
Otonomi daerah telah memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi sesuai tugas dan fungsi yang telah ditentukan berdasarkan undnag-undnag dasar pasal 18. Tak dapat dipungkiri, maka daerah diberikan keleluasaan oleh pemerintah pusat meburusi daerahnya masing-masing. Jika kita melihat latar belakang dibentuknya otonomi daerah yaitu berbagai macam kebutuhan-kebutuhan daerah yang harus segera diakomodasi oleh pemerintah pusat. Nah tentunya otonomi daerah juga mempunyai tujuan yang beragam yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendongkrak penyediaan pembagunan guna penyempurnaan fasilitas pelayanan, daerah tahu dengan kondisi masyarakat dan kebutuhan daerahnya, nah juga dapat memberikan legitimasi kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang ditawarkan oleh pemerintah daerah.
Partsispasi masyarakat diantaranya turut serta dalam menentukan kepal daerah yang dipilih secara demokratis dalam lima tahun sekali. Otonomi juga tentu melahirkan raja raja kecil didaerah yang berkuasa sehingga dapat menimbulkan nepotisme kelas daerah. Menurut Murulak Paradede (2018:128) Pemilihan kepala daerah (Pilkada atauPemilukada) dilakukan secara langsung olehpenduduk daerah administratif setempat yangmemenuhi syarat.Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup: Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi; Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten; Wali kota dan wakil wali kota untuk kota. Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.
Akan tetapi Pilkada juga tentu memberikan beberapa dampak negatif diantaranya Pertama, Membengkaknya anggran untuk biaya pemilukada, Kedua, Sering terjadinya Money Politic Di tingkat daerah yang tentu akan memperburuk jalannya konstitusi, Ketiga, Sering terjadi Konflik harizontal antar masyarakat yang sangat tinggi. Setiawandi Hakim Dalam ( Husein, 2011:185). Pemilihan kepala daerah tentu hanya satu tujuan akhirnya, yaitu dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Bukan menghasilkan kerusakan, kekacauan, korupsi dan korban jiwa.
Otonomi Dan Segudang Masalah Daerah.
Pemberian otonomi awalnya untuk mebuga keran keran kwenangan dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat yang ada didaerah. Namun seiring berkembangnya Zaman Otonomi daerah tentunya mempunya segudang masalah diantaranya Menurut Akmal Huda Nasution (2016: 209-212) Pertama, Adanya Eksploitasi PAD dimana pemerintah daerah memungut pajak dan hasil retribusi dari masyarakat. Kedua, Pemahaman terhadap Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang Belum Mantap Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Desentralisasi diperlukan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Ketiga, Penyedian Pelaksanaan Otonomi Deerah Yang Belum Memadai. Parlemen di daerah tumbuh menjadi kekuatan baru didaerah dimana mereka memilih Calon Gubernur dan walikota melalui Anggota DPRD. Keempat, Kondisi SDM Aparatur Pemerintahan yang Belum Menunjang Sepenuhnya Pelaksanaan Otonomi Daerah. Beberapa daerah sangat kurang akan Sumber Daya manusia yang bisa menunjang pelayanan Kepada masyarakatnya. Kelima, Munculnya Korupsi Di Daerah, begitu banyak kasus korupsi yang menjerat kepala daerah. Menurut ICW terhitung dari tahun 2004 Hingga Januari 2022 tercatat ada 22 Gubernur yang terjerat kasus Korupsi dan ada sekitar 148 Bupati/Walikota. Ditambah dengan kesenjangan Sosial dan kemiskinan yang merajalela didaerah bagi yang tidak mempunyai kemampuan Kualitas sumber daya manusia. Praktik rasuah yang mengemuka di awal tahun, sekali lagi ibarat fenomena gunung es. Sudah menjadi rahasia umum bahwa akar masalah dari maraknya korupsi kepala daerah salah satunya karena tingginya biaya politik. ICW mencatat (2018), mahalnya biaya politik setidaknya disebabkan dua hal yakni, politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). Menurut kajian Litbang Kemendagri tahun 2015, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20 – 100 miliar. Sementara, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar selama satu periode.
Otonomi daerah Dan Kesenjangan Sosial.
Otonomi daerah tentunya mempunya kelebihan akan tetapi juga kelemahan, karna sudah menjadi hukum alam ada yabihbdan ada yang kurang, awalnya otonomi daerah diberikan kepada daerah agar daerah mampu membangun daerah agar lebih maju buka hanya itu saja dalam bidang pembangunan dan pelayanan serasatau daerah yang tahu akan kondisi kebutuhan para konstituen. Masyarakat turut andil dalam pengambilan kebijakan sebagai legitimasi adanya otonomi daerah mendorong masyarakat proaktif memberikan saran dan masukan. Akan tetapi Otonomi tentunya mempunya kelemahan yang mendasar yang ditinjau dari beberpa faktor yaitu Pertama, Perbedaan Sumber Daya Alam, Terkadang daerah yang mempunyai kekayaan yang berbeda beda harus mampu mengelola sumber daya alam dengan bijak, dewasa ini pemerintah yang ada didaerah memanfaatkan sumber daya alamn sebagai pembah PAD sehingga terjadinya eksploitasi yang berujung pada rusaknya alam.
KeduaKetidaksetaraan Menajerial, Setiap daerah tentu mempunyai manajemen daerah masing-masing bagaiamana keterampilan daerah dalam menata dan mengelola birokrasi yang ada di daerah. Ketiga, Perbedaan Pendapatan dan Investasi, Terkadang ada beberapa daerah yang memiliki beberapa perbedaan dalan segi pendapatan, Pendapatan hdaerah yang kurang akan dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan daerah dalam hal ini belanja-belanja daerah yang tidak bisa diakomodir oleh anggaran daerah.
Keempat, Adanya pengambilan kebijakan lokal yang berbeda-beda. Kebijakan di daerah tentu sangat beragam tentunya, nah ini juga tentu akan menyebabkan beberapa masalah diantaranya kebijakan .
Kesimpulan.
Otonomi daerah telah memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi sesuai tugas dan fungsi yang telah ditentukan berdasarkan undnag-undnag dasar pasal 18. Tak dapat dipungkiri, maka daerah diberikan keleluasaan oleh pemerintah pusat meburusi daerahnya masing-masing. Jika kita melihat latar belakang dibentuknya otonomi daerah yaitu berbagai macam kebutuhan-kebutuhan daerah yang harus segera diakomodasi oleh pemerintah pusat. Pemberian otonomi awalnya untuk mebuga keran keran kwenangan dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat yang ada didaerah. Otonomi daerah tentunya mempunya kelebihan akan tetapi juga kelemahan, karna sudah menjadi hukum alam ada yabihbdan ada yang kurang, awalnya otonomi daerah diberikan kepada daerah agar daerah mampu membangun daerah agar lebih maju buka hanya itu saja dalam bidang pembangunan dan pelayanan serasatau daerah yang tahu akan kondisi kebutuhan para konstituen. Masyarakat turut andil dalam pengambilan kebijakan sebagai legitimasi adanya otonomi daerah mendorong masyarakat proaktif memberikan saran dan masukan.
Daftar Pustaka
Paradede Marulak (2018). “Legitimasi Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Daerah”. Dalam Jurnal Penelitian Hukum. Vol. 18. No. 2. Hlm 127-148. Jakarta.
Hakim Setiawan. (2018). ”Dampak Negatif Pemilihan Kepala Daerah langsung Dan Pemilihan Melalui DPRD Serta Pemilihan Kepala Daerah Ideal”. Dalam Jurnal SAWALA. Vol. 6. No. 2. Banten.
Indonesia Coruption Watch. (2022). Korupsi Kepala Daerah. Online (https://antikorupsi.org/id/korupsi-kepala-daerah) Diakses pada : 04 Desemper 2023. Pukul 23.28. Jakarta.
Faisal, Nasution Akmal Huda. (2016). “Otonomi Daerah : Masalah Dan Penyelesaiannya Di Indonesia”. Dalam Jurnal Akuntansi. Vol.4. No.2. Hlm. 206-2015.