Menyebarkan Salam Berarti Menebar Cinta Kasih

10 September 2013 12:59:22 Dibaca : 908

Dari Abu Darda' ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Pada hari kiamat nanti Allah akan mem-bangkitkan beberapa kaum; di wajah mereka terdapat cahaya; mereka berada di atas mimbar-mimbar yang ter-buat dari permata. Orang- orang in kepadanya, padahal mereka bukan para nabi dan bukan pula syuhada." Abu Darda' berkata, "Seorang Arab Badui tiba-tiba ber-lutut dan berkata, 'Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami sehingga kami dapat mengenali mereka.' Rasulullah saw. bersabda, 'Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, dari kabilah dan negara yang berbeda-beda, berkumpul untuk melakukan dzikrullah.'" (HR. Thabrani dengan sanad Hasan)
Seorang muslim yang mempunyai dasar hati yang bersih ketika membaca hadits ini, dengan kehalusan perasaan dan kesadaran hati nurani, tentu takjub dengan anugerah ilahiah itu. Suatu anugerah yang hanya diberikan Allah kepada orang-orang tertentu; bukan para nabi dan bukan pula para syuhada, namun orang lain ingin sekali menjadi seperti mereka karena kedudukannya di sisi Allah swt. Sifat-sifat mulia yang dapat mengangkat derajat pemiliknya ini mampu menggerakkan perasaan seorang Badui, hingga la bertanya kepada Rasulullah saw. agar lebih mengenal mereka, tertarik, lalu mencintai mereka. Juga agar ia dapat membantu mereka dalam menegakkan kebenaran. Rasulullah saw. menjelaskan, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, dari kabilah dan negara yang berbeda-beda, berkumpul untuk melakukan dzikrullah." Rasulullah saw. telah memudahkan jalan untuk mereka, agar hati dapat bertemu dengan hati, ruh saling berpelukan, nurani terpaut dengan nurani, dan perasaan pun menjadi dinamis.
Inilah cara dakwah yang cerdas, yang dapat menjadikan hati orang-orang beriman berdebar-debar karena rindu dan ingin bertemu dengan saudara-saudara mereka tercinta. Alangkah agungnya perkataan orang Badui itu, "Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami sehingga kami dapat mengenali mereka."
Setiap kali Rasulullah saw. menjelaskan sifat-sifat mereka yang luhur dan akhlaknya yang tinggi, setiap kali pula kerinduan itu bertambah, sebagaimana dikata-kan dalam sebuah hadits. "Ruh adalah satu pasukan yang solid: yang saling
mengenal akan saling terikat, yang saling mengingkari akan bercerai-berai."
Da'i yang terbimbing dengan pertolongan Allah senantiasa mendukung berbagai kebaikan, keutamaan, dan akhlak mulia, baik yang ada pada saudaranya sendiri maupun pada yang lain, sehingga ia sendiri menjadi penganjur dan penyeru kepadanya. Selain itu, ia gemar menyebutkan berbagai perilaku mulia yang sementara tersembunyi pada diri orang lain. Dengan itulah ia menjadi mediator yang mengantarkannya ke hati mereka.
Syair menuturkan: Saya mencintainya sebelum melihat Karena indahnya sifat yang disebut Seperti surga yang dicinta Karena keindahannya, meski belum diindra

Pintu Memasuki Hati

10 September 2013 12:58:39 Dibaca : 1053

Membuka pintu hati yang baru adalah pekerjaan yang sulit dan membingungkan. Memang tidaklah masuk akal bila engkau bertemu seseorang yang sama sekali belum kamu kenal lalu kamu katakan, "Maaf, saya ingin berkenalan dengan Anda?" Tentu orang itu akan memandangmu dengan penuh keheranan dan asing, bahkan boleh jadi akan memandangmu dengan sinis. Hal itu terjadi jika pertemuan itu terjadi di tempat umum. Lain halnya jika hal itu terjadi di masjid, pada waktu-waktu menjelang atau usai shalat, sampai batas tertentu masih bisa diterima dan masuk akal. Karena orang yang datang ke masjid tentu tidak memiliki prasangka sebagaimana orang di tempat umum tadi. Sama halnya jika hal itu terjadi di suatu acara resepsi, misalnya. Pada saat itu, ada perasaan saling berdekatan dan akrab. Lalu bagaimana jika kita tidak menemukan kondisi seperti ini? Bagaimana caranya? Inilah yang diarahkan Rasulullah saw. kepada kita dengan sabdanya, "Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga beriman, dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian saya tunjukkan suatu amal yang bila dikerjakan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!" Sungguh benar Rasulullah saw.
Langkah awal menuju hati adalah, "ucapkan salam kepadanya", baik orang itu kau kenal atau belum kau kenal, karena dakwah Islam ditujukan untuk semua dan engkau menginginkan mereka. Bila engkau telah meng-ucapkan salam kepadanya, hukumnya sunah, maka dia harus menjawabnya, karena menjawab salam hukumnya
fardhu 'ain. Allah swt. berfirman,
"Apabila kalian dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan yang serupa)," (An-Nisaa: 86)

Dakwah kepada Allah adalah Rezeki

10 September 2013 12:57:53 Dibaca : 1030

Pada tahun 1937 saya menjadi siswa sebuah sekolah perindustrian bernama Sekolah Muhammad Ali di Iskandaria. Suatu waktu, selesai shalat zhuhur saya menyampaikan ceramah singkat (kultum) pada sekelompok teman. Hadir dalam majelis itu seorang pelajar yang bernama Muhammad Shuhbi Hilal rahimahullah, Pelajar itu tinggal berdekatan dengan saya. Kami shalat bersama di Masjid Hujjaj di Jalan Al-Firdaus. Meskipun demikian, ia tidak berusaha mengenalku dan saya juga tidak secepatnya berusaha mengenalnya, meskipun ingin sekali.
Pada saat pembukaan Cabang Ikhwanul Muslimin di Mahram Bik, saya melihat Al-Akh Hamid Abdul Razaq, seorang aktivis dakwah pula, memasuki kantor cabang bersama Al-Akh Muhammad Shuhbi Hilal. Saya sangat bergembira sekaligus kaget dengan sesuatu yang sebenarnya saya impikan. Saya sendiri terheran-heran, mengapa saya yang jadi temannya di sekolah, shalat senantiasa bersama di masjid, juga tinggal berdekatan, tetapi tidak dapat memperoleh pahala ini (yakni pahala membawanya ke dalam aktivitas dakwah). "Sungguh jika Allah memberikan hidayah kepada seseorang karena dakwahmu, hal itu lebih baik bagimu daripada unta merah." Maka kukatakan pada diriku, "Memang, ternyata dakwah kepada Allah itu rezeki!"
Bisa jadi, di sebuah pantai ada dua orang penangkap ikan berdiri berdampingan. Namun yang satu mendapatkan rezeki dari Allah dan yang lain pulang dengan
tangan hampa. Allah lah yang menentukan semua ini dengan kearifan-Nya.

Cinta kerana Allah adalah pembuka hati

10 September 2013 12:56:30 Dibaca : 732

Cinta kerana Allah adalah pembuka hati, namun terkadang muncul beberapa perilaku yang menghambat cinta tersebut. Mengekspresikan perasaan cinta tanpa pertimbangan, tanpa penahapan, tanpa kesesuaian dan keserasian, atau tanpa memperhatikan momen dan kesempatan, dapat menyebabkan kontraproduktif. Cinta kerana Allah dan persaudaraan kerana-Nya, bukan sarana untuk menikmati pelampiasan perasaan, atau untuk membuang-buang waktu dengan mengobrol, atau
Kiat Memikat Objek Dakwah
www.dakwah.info 129
kegiatan lain yang mengasyikkan namun tanpa faedah. Juga bukan sekedar untuk mencairkan beban sesama muslim dalam meringankan amanah dan tanggung jawab dakwah yang berat dengan kunjungan, memberi sedekah, membuat forum diskusi, surat menyurat, duduk-duduk berbincang tentang berbagai hal yang menghabiskan waktu dan menyia-nyiakan berbagai kewajiban dan tanggung jawab konkret padahal bagi mereka waktu adalah kehidupan itu sendiri dengan harapan bahwa semua itu merupakan jalan mudah menuju surga.
Bukan semua ltu. Namun persaudaraan kerana Allah adalah curahan perasaan, berjuang untuk mem-bantu saudaranya demi peningkatan potensi diri secara bersama- sama, dengan tarbiyah dan takwiniyab, "penyemaian biji", "pencabutan rumput", dorongan semangat dan hasrat, penyebaran dakwah melalui persaudaraan yang tulus, ibadah yang khusyuk, serta kontinuitas dalam menyampaikan dakwah dengan cara yang baik. Tidak ada derajat cinta kerana Allah yang lebih agung daripada cinta yang dapat memunculkan keagungan dakwah, membangun kerangkanya, dan menegakkan daulah Islam di dunia.

Menggunakan Sarana yang Menyenangkan Hati

10 September 2013 12:55:14 Dibaca : 995

Sesungguhnya jalan menembus hati dalam dakwah tidak tergantung pada ceramah, khotbah, atau pengajian saja. Tetapi dapat menggunakan cara-cara yang menyenangkan hati, namun tidak menyimpang dari ketentuan syar'i. Cara inilah yang seharusnya digunakan dalam menyampaikan risalah dakwah kepada semua kalangan umat Islam yang beraneka ragam latar belakang, wawasan, dan lingkungannya. Sebagai contoh, nasyid islami yang dapat membang-kitkan semangat harakah islamiah "HAMAS" di Pales-tina. Nyanyian tersebut hanyalah salah satu cara yang dapat menarik hati dan menyentuh perasaan. Bermunculannya beberapa kelompok hiburan pada acara-acara pernikahan di Mesir merupakan sarana yang paling sukses dalam menyampaikan pesan sambil meng-hibur. Ini terbukti dengan mulai disukainya nasyid sema-cam ini dan semakin surutnya kelompok-kelompok yang melantunkan lagu-lagu yang bertentangan dengan etika Islam. Kelompok nasyid ini sedang menunggu fatwa para ulama tentang boleh tidaknya menggunakan alat-alat mu-sik seperti rebana (walaupun bergenta), genderang, dan alat-alat yang lain. Bila musik itu saja boleh, tentunya alat-alat musik tersebut tidak mengandung fitnah bahkan merupakan alat untuk mengungkapkan nilai-nilai positif