Strategi Psikologis dalam Forum Dialog Umum
Terkadang, dalam suatu acara kita dihadapkan pada sesuatu yang mendadak dan mendesak, serta masalah yang tidak ada kesepakatan sebelumnya. Bahkan seba-gian hadirin tidak pernah kenal sebelumnya. Suatu ketika —dalam suatu diskusi—, tiba- tiba pembicaraan berkisar tentang dakwah Ikhwanul Muslimin. Saya paparkan beberapa pom seputar pemikiran Al-Ikhwanul Muslimun, sejarah, dan hal-hal
yang berkaitan dengannya. Setelah ceramah, saya menunggu reaksi para peserta. Muncullah pertanyaan dari salah seorang peserta, ia mengatakan, "Kita adalah Ikhwan, apa sikap kita terhadap orang-orang yang menghalangi dakwah kita? Saya ingin penjelasan tentang pokok-pokok pemikiran Ikhwan dan sejarahnya sehingga saya dapat membelanya?"
Pada saat yang bersamaan ada peserta lain yang bertanya, "Kalian adalah Ikhwan. Bagaimana kalian menghadapi tantangan, tuduhan, dan rencana musuh- musuh dakwah Islam?"
Dari dua tanggapan tersebut, saya menyadari sekali-gus menyimpulkan bahawa penanya pertama telah dibu-kakan hatinya oleh Allah sehingga merespon dan merasa mantap terhadap dakwah Ikhwan. Sementara penanya kedua masih ragu-ragu dan belum mantap menerima manhaj dakwah Ikhwan, sehingga masih perlu mendapat banyak penjelasan. Maka, langsung saja saya mengarah-kan perhatian dan pembicaraan kepada penanya kedua dengan penuh rasa hormat. Saya tidak berusaha mem-bantah dan menghubungkan pertanyaannya dengan penanya pertama. Seandainya saya melakukan hal itu, bererti saya telah membuat jarak secara kejiwaan antara keduanya kerana terjadi perbezaan pemikiran/pendapat.
Sebenarnya, secara kejiwaan seseorang itu tidak menyukai orang lain yang tidak sependapat dengannya. Saya menyadari bahawa menyampaikan dakwah pada sekelompok orang yang mempunyai latar belakang dan tujuan berbeda-beda, kecil kemungkinannya dapat me- nembus hati dan pikiran mereka, kerana jumlahnya yang banyak. Yang terjadi justru munculnya perbezaan pen-dapat dan madzhab. Kerana kebiasaan seorang pembi-cara adalah mempertahankan pendapatnya, baik ber-dalih kepada kebenaran maupun kebatilan, sehingga timbullah perdebatan yang tak bermanfaat.
Akan tetapi dakwah fardiyah adalah menyentuh inti permasalahan dan memberikan kesempatan lebih luas dalam berdialog yang bebas dan tenang atau dalam baha-sa dakwah "billati hiya ahsan ", 5ehingga dapat saling tukar pandangan dan adu argumentasi. Dakwah fardiyah me-rupakan cara untuk saling terbuka, kerana terkadang ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat diungkap di depan umum. Seperti tuduhan-tuduhan buruk yang sempat merasuki pikiran generasi muda, yang tidak mengetahui hakikat sebenarnya tentang kondisi politik : Kairo yang
dikendalikan oleh musuh-musuh dakwah Islam, yaitu musuh-musuh yang selalu ingin menutup jalan Allah. Namun, Allah berkuasa terhadap utusan-Nya, "Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (Yusuf:21
Ucapan Salam sebagai Pembuka Hati dan Pemberi Kedamaia
Seorang teman bercerita kepada saya,— ketika berada di dalam penjara tahanan militer tahun 1954— mengenai satu peristiwa yang mengharukan sekaligus memilukan. la bersama teman-temannya hidup di penjara dalam kondisi ketakutan dan dicekam rasa ngeri, serta tidak ada sedikit pun rasa tenang. Yang ada hanya cuaca gelap diselimuti kegalauan pekat dan berbagai hal yang mencekam.
Di saat mereka sedang dalam kondisi gelap seperti ini, tiba-tiba pintu penjara dibuka dan muncullah seorang kepala polisi seraya mengucapkan salam, "Assalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh." Kontan seluruh penghuni penjara menangis histeris dengan nada sedih dan takut. Sehingga membuat polisi merasa kaget dan gemetaran. Belakangan kepala polisi itu menyadari kesedihan yang dalam di hati mereka. Ucapan salam tersebut dalam pikiran mereka adalah sesuatu yang tak pernah diduga oleh siapa pun dan ham-pir tidak mungkin terjadi di dalam penjara seperti ini.
Demikianlah, ketika salam terucap kepada mereka, ia bagai air dingin menyiram api yang tengah berkobar.
Optimisme yang Penuh Senyum dan Lapang Dada
Banyak aktivis dakwah mengukur keterlibatan orang lain dalam kancah dakwah dengan standar-standar yang sempit dan terbatas. Seseorang yang tidak mahu mencurahkan semua potensi, waktu, dan hartanya, dianggap sebagai cacat. Di antara mereka ada yang menuduh saudaranya tidak mengetahui problematika kehidupan sosial yang pelik, yang tengah dihadapi umat saat ini.
Ketika seorang akh masih berstatus sebagai maha-siswa, ia memiliki waktu untuk dakwah yang relatif banyak, namun sumbangan dananya relatif sedikit. Setelah lulus dan menjadi pegawai, ia memberikan sumbangan dana lebih besar, tetapi memiliki waktu luang lebih sempit untuk dakwah. Ketika ia menikah, nilai harta dan waktu baginya menjadi berkurang. Bahkan, ketika punya anak, ia tidak dapat memenuhi tugas-tugasnya selain menurut kemampuannya.
Dalam pandangan para aktivis dakwah, sering dipersepsi bahawa setiap orang harus mencurahkan segala sesuatu yang dimilikmya, padahal Allah berfirman,
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (Al-Baqarah: 286)
Fitnah yang Hanya Mampu Dihadapi Seorang Nabi
Saya membaca dan merenungkan (hadith) ketika Rasul saw. mengatakan, "Kita pulang dan jihad kecil menuju jihad yang lebih besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa jihad yang lebih besar itu?" Rasul menjawah, "Jihad melawan nafsu." Saya membayangkan hidup bersama Rasulullah dan para sahabatnya pada Perang Hunain, berkenaan dengan firman Allah swt..
"Dan ingatlah peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak kerana banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikitpun." (At-Taubah: 25
Tidak ada Paksaan Dalam Agama
Ada orang yang mengimani sebuah kepercayaan lantaran tergiur pesona material atau paksaan dari pihak lain. Jika orang seperti ini tersadar dan mengetahui mana yang benar mana yang salah, maka ia akan langsung beralih dari kepercayaan itu dengan sikap tegas dan keras. Oleh kerana itu, Islam tidak mengajarkan paksaan dalam agama. Allah berfirman,
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar darijalan yang salah...." (Al-Baqarah: 256)
"Serulah (manusia) ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan mahu'izhah hasanah, dan bantahlah mereka dengan bantahan yang lebih baik." (An-Nahl: 125)
"Dan bersabarlah kalian bersama-sama orang yang menyeru Rabbnya dipagi dan senja hari dengan mengha-rap keridhaan-Nya." (Al-Kahfi: 28)
"Maka berilah peringatan, kerana sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberiperingatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka." (Al-Ghasyiyah: 21- 22)
"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu), 'Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu, bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat...." (Al-Baqarah: 83)
Inilah dasar-dasar penyebaran dakwah islamiah.