LABEL : pembelajaran

KOMPUTER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN (E-LEARNING)

05 November 2022 04:48:22 Dibaca : 5409

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Era digital merambah dunia pendidikan khususnya aktifitas pembelajaran. Kebutuhan akan media pembelajaran interaktif yang disesuaikan dengan perkembangan jaman menempatkan komputer seabagai media pembelajaran memanfaatkan jaringan internet demi akses penggunaan e-learning sebagai proses pembelajaran. Pemanfaatan komputer sebagai e-learning tentunya mengedepankan aspek efisiensi dan fleksibilitas pembelajaran. Apalagi ketika pandemi Covid-19 bergejolak, pun berimbas dalam dunia pendidikan. Pada akhirnya, pembelajaran secara daring menjadi model pilihan utama bagi guru untuk tetap memastikan keberlangsungan proses pembelajaran.

Telah banyak website dan aplikasi yang menawarkan konsep pembelajaran online berbasis e-learning. Namun guru harus memastikan penggunaan e-learning tersebut harus memiliki karakteristik model yang sesuai diterapkan dalam pembelajaran. Sebelum mengaplikasikan e-learning, guru harus mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan e-learning tersebut sebagai langkah relevansinya diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Atas dasar asumsi tersebut, penulis menyajikan makalah ini.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Bagaimanakah hakikat komputer sebagai media pembelajaran?Bagaimanakah karakteristik media pembelajaran berbasis komputer?Bagaimanakah hakikat e-learning?Bagaimanakah fungsi dan manfaat e-learning?Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan e-learning?Bagaimanakah penerapan e-learning sebagai media pembelajaran? 

1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk memahami hakikat komputer sebagai media pembelajaranUntuk memahami karakteristik media pembelajaran berbasis komputerUntuk memahami hakikat e-learningUntuk memahami fungsi dan manfaat e-learningUntuk memahami kelebihan dan kekurangan e-learningUntuk memahami penerapan e-learning sebagai media pembelajaran 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 KOMPUTER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN (E-LEARNING)

2.1.1 Hakikat Komputer sebagai Media Pembelajaran

Komputer berasal dari bahasa latin Computare yang mengandung arti menghitung. Karena luasnya bidang garapan ilmu komputer, para pakar dan peneiiti sedikit berbeda dalam mendefinisikan terminologi komputer (Sudjiman:2018). Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan rumit. Satu unit komputer terdiri atas empat komponen dasar, yaitu input (misalnya keyboard dan writing pad), prosesor (CPU unit pemroses data yang diinput), penyimpanan data (memori yang menyimpan data yang akan diproses oleh CPU balk secara permanen (ROM) maupun untuk sementara (RAM), dan output misalnya layar monitor, printer atau plotter (Ramli, 2012:94).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komputer adalah alat elektronik otomatis yang dapat menghitung atau mengolah data secara cermat menurut instruksi, dan memberikan hasil pengolahan, serta dapat menjalankan sistem multimedia (film, musik, televisi, faksimile, dan sebagainya), biasanya terdiri atas unit pemasukan, unit pengeluaran, unit penyimpanan, serta unit pengontrolan. Harmayani et al. (2021:3-4) menyajikan berbagai definisi komputer dari beberapa ahli, sebagai berikut:

1.    Menurut  Robert  H.  Blissmer,  pengertian  komputer  adalah  suatu  alat elektronik  yang  mampu  melakukan  beberapa  tugas,  yaitu  menerima input,  memproses  input  sesuai  dengan  instruksi  yang  diberikan, menyimpan    perintah-perintah    dan    hasil    pengolahannya,    serta menyediakan output dalam bentuk informasi.

2.    Menurut    V.    C.    Hamacher,    definisi    komputer    adalah    mesin penghitung  elektronik  yang  cepat  dan  dapat  menerima  informasi input  digital,  kemudian  memprosesnya  sesuai  dengan  program  yang tersimpan di memorinya, dan menghasilkan output berupa informasi.

3.    Menurut Sanders, pengertian komputer adalah sistem elektronik yang digunakan untuk memanipulasi data yang cepat serta tepat, dirancang dan   diorganisasikan   agar   dapat   secara   otomatis   menerima   dan menyimpan   data,   memproses   data   hingga   menghasilkan   output berdasarkan perintah yang sudah tersimpan di dalam memori.

4.    Menurut Fuori, pengertian komputer adalah suatu alat pemroses data yang  bisa  melakukan  perhitungan  secara  besar  dan  cepat,  termasuk perhitungan  aritmatika  serta  operasi  logika,  dan  tidak  ada  campur tangan manusia.

5.    Menurut  Robert  H.  Blissmer, pengertian  komputer  adalah  suatu  alat elektronik   yang   mampu   melakukan   beberapa   tugas   diantaranya menerima input, memproses input, menyimpan perintah-perintah dan menghasilkan output yang berbentuk informasi.

6.    Menurut   Williams   &   Sawyer,   definisi   komputer   adalah   mesin serbaguna  yang  dapat  diprogram,  bisa  menerima  data  (fakta-fakta serta  gambar-gambar  kasar)  dan  memproses  atau  memanipulasi  data tersebut ke dalam informasi yang dapat digunakan.

Komputer memberikan beberapa kelebihan untuk produksi media audio visual. Komputer dapat menghasilkan grafik dan peta yang memiliki ketepatan statistik untuk bermacam-macam media visual. Beberapa komputer yang menghasilkan sistem grafis dapat dengan cepat menghasilkan beberapa pandangan dari suatu objek tiga dimensi. Dengan demikian dapat memberikan pilihan gambar kepada pemakainya. Film bingkai judul, film bingkai kata, dan film bingkai grafis yang menarik dapat dihasilkan dengan cepat dan relatif murah oleh sistem komputer. Komputer digunakan untuk penyuntingan yang tepat dan pengumpulan produksi video dan film. Komputer untuk keperluan sistem word processing pun sudah umum dalam sebagian besar media cetak (Ramli, 2012:94).

Komputer sebagai media pembelajaran memberikan pengertian bahwa pemanfaatan komputer diterapkan sebagai salah satu komponen penunjang kegiatan pembelajaran. Saefulloh (2007) mengungkapkan keistimewaan komputer sebagai media pembelajaran, adalah sebagai berikut:

1.    Komputer dapat berperan sebagai media yang efektif untuk menumbuhkembangkan minat dan kreativitas siswa dalam pembelajaran.

2.    Komputer dapat menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran (terciptanya hubungan interaktif).

3.    Dengan menggunakan komputer sebagai media pembelajaran, seringkali siswa berhasil mempelajari bahan ajar yang sama banyaknya dengan waktu yang lebih sedikit.

4.    Siswa yang belajar dengan media komputer mempunyai kemampuan mengingat materi kuliah dalam waktu yang lebih lama dan dapat menggunakannya dalam bidang-bidang lain.

5.    Komputer memberi fasilitas bagi siswa untuk mengulangi pelajaran apabila diperlukan, dengan tujuan memperkuat proses belajar dan memperbaiki ingatan.

6.    Komputer membantu siswa memperoleh umpan balik secara leluasa dan bisa memacu motivasi siswa dengan peneguhan positif yang diberikan jika siswa memberikan jawaban.

 

2.1.2 Karakteristik Media Pembelajaran Berbasis Komputer

Pemanfaatan komputer sebagai media pembelajaran mengisyaratkan penyajian berbagai model pembelajaran melalui pendekatan komputer. Adapun beberapa model pembelajaran melalui pendekatan komputer menurut Saefulloh (2007) adalah sebagai berikut:

 

 

1.    Simulasi

Pada model simulasi, komputer menyediakan suatu situasi buatan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya, di mana siswa dapat melakukan latihan sama persis seperti dalam situasi yang sesungguhnya tanpa harus menghadapi risiko buruk seperti yang terjadi dalam situasi sesungguhnya. Siswa menganalisis suatu hipotesis/konsep, mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diberikan dan membuat kesimpulan

2.    Latihan dan Praktik (Drill and Practice)

Model ini membantu siswa dalam mengingat dan menggunakan informasi yang diberikan dosen, menguatkan pelajaran yang sudah lewat melalui pengulangan, misalnya dalam memahami fakta, konsep, aturan, dan prosedur (algoritma). Latihan berfungsi untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam mengaplikasikan konsep dan ide yang telah dipelajarinya.

3.    Hiperteks dan Hipermedia

Konsep hiperteks mulai diperkenalkan oleh Vannevar Bush pada tahun 1945. Hiperteks adalah penyampaian informasi dalam bentuk teks atau kalimat dengan cara yang tidak berurutan, pengguna komputer boleh mencari kata yang diperlukan mengikuti yang dikehendakinya tanpa harus mengikuti urutan tertentu melalui kata kunci (password) dan teks yang diberi warna lain (hotword) yang terdapat dalam teks. Adapun hipermedia adalah gabungan berbagai media seperti video, suara, musik, teks, animasi, film, grafik dan gambar yang diatur oleh hiperteks.

4.    Tutorial

Tutorial dirancang untuk menyampaikan materi perkuliahan yang baru, di mana siswa belum pernah diajarkan materi ini sebelumnya. Program komputer diformat berupa dialog antara komputer dan siswa, informasi disajikan, pertanyaan diajukan oleh siswa dan jawaban diberikan, lalu keputusan dibuat untuk melanjutkan materi baru atau me-review materi yang telah disajikan.

5.    Permainan (Game)

Pola interaksi dalam bentuk permainan menyajikan materi pembelajaran dengan cara yang kompetitif dan menghibur dalam upaya memelihara minat belajar siswa.Pembelajaran yang memanfaatkan komputer dalam bentuk permainan dapat berfungsi sebagai pembelajaran yang bersifat instruksional hanya jika sajian di dalamnya mengandung unsur-unsur yang bersifat akademis-edukatif dan memuat tujuan pembelajaran (instruksional yang harus dicapai), di samping menawarkan unsur-unsur yang meningkatkan keterampilan.

Adapun karakteristik media pembelajaran berbasis komputer menurut Cahdriyana dan Richardo (2016) adalah sebagai berikut:

1.        Tujuan pembelajaran jelas

Salah satu menu yang ditampilkan dalam media pembelajaran berbasis komputer adalah menu kompetensi, yang menampilkan beberapa tujuan dari penggunaan media. Hal ini dimaksudkan agar siswa mengetahui kompetensi apa saja yang dapat mereka kuasai nantinya. Pernyataan ini disimpulkan dari hasil analisis lembar penilaian media pembelajaran matematika interaktif oleh guru dan lembar respon oleh siswa yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

2.        Materi yang disajikan sesuai dengan kompetensi kurikulum

Materi yang ada dalam media berbasis komputer harus menunjukkan adanya kesesuaian dengan kurikulum sehingga dapat membimbing siswa untuk memiliki kompetensi yang diharapkan.

3.        Kebenaran konsep

Penyampaian materi yang dituangkan dalam bentuk animasi ataupun simulasi interaktif pada media pembelajaran berbasis komputer tidak menyimpang dari konsep yang ada.

4.        Alur pembelajaran jelas

Analisis kurikulum yang dilakukan pada tahap awal penyusunan media berbasis komputer ditujukan agar materi yang disampaikan mempunyai sistematika yang baik dan benar. Pengguna (siswa) dapat mengetahui urutan penguasaan materi melalui tampilan awal media yang memperlihatkan link-link submateri yang tersusun secara berurutan.

5.        Penjelasan materi sesuai kemampuan berpikir siswa

Bentuk simulasi melalui percobaan-percobaan merupakan salah satu cara agar siswa tergerak untuk mempelajari lebih dalam tentang materi yang sedang mereka pelajari. Interaksi seperti ini merupakan upaya untuk mengurangi sifat abstrak dari materi sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa.

6.        Terdapat petunjuk yang jelas

Media berbasis komputer memiliki petunjuk umum penggunaan media yang terletak pada tampilan awalnya. Setiap menu yang ditampilkan juga memiliki petunjuk khusus yang dapat menuntun pengguna untuk menelusuri setiap penjelasan materi yang disampaikan

7.        Terdapat apersepsi

Bagian intro (pendahuluan) pada media berbasis komputer memuat apersepsi yang menampilan contoh-contoh materi yang dihubungkan dengan kehidupan nyata. Apersepsi tersebut juga memuat kalimat pertanyaan interaktif yang berfungsi untuk mengaktifkan siswa dalam menyebutkan hal-hal yang dimaksud.

8.        Terdapat kesimpulan, contoh, dan latihan yang disertai umpan balik

Media berbasis komputer mempunyai beberapa submateri yang masing-masing memiliki kesimpulan, contoh, ataupun latihan yang disertai umpan balik yang berfungsi sebagai penguatan terhadap uraian dan penjelasan materi yang telah disajikan. Misalnya, pada latihan soal meminta siswa untuk memasukkan jawaban dari soal dengan umpan balik berupa tanda silang untuk jawaban salah dan kata “oke” untuk jawaban benar.

9.        Mampu membangkitkan motivasi belajar siswa

Tanggapan yang dituliskan beberapa siswa pada kolom “komentar/saran” dalam lembar respon menunjukkan bahwa siswa antusias menggunakan media pembelajaran berbasis komputer karena tampilannya yang menarik dan tidak membosankan. Selain itu, simulasi interaktif yang disajikan mempermudah siswa dalam mempelajari materi yang ada.

10.    Terdapat evaluasi yang disertai hasil dan pembahasan

Setiap akhir pengerjaan soal terdapat “hasil evaluasi” yang berfungsi agar siswa mengetahui tingkat kemampuannya, sedangkan “pembahasan” yang berfungsi sebagai penjelasan dari soal yang diberikan.

11.    Gambar, animasi, teks, warna tersaji serasi, harmonis, dan proporsional

Suatu media berbasis komputer telah mencapai desain visual yang baik karena pemilihan jenis dan ukuran huruf yang tepat, pemakaian jenis huruf yang konsisten, pengaturan jarak yang tepat, tampilan gambar yang disajikan terlihat jelas dan tidak memecah konsentrasi, perpaduan warna yang tepat, dan tata letak unsur-unsur dalam slide yang konsisten.

12.    Interaktif

Penyajian materi dalam media pembelajaran menuntut pengguna untuk melakukan berbagai percobaan-percobaan melalui simulasi yang disajikan.

13.    Navigasi mudah

Setiap tombol di dalam media pembelajaran didesain dan diletakkan sedemikian rupa sehingga mudah dimengeri oleh pengguna

14.    Bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh siswa

Penggunaan bahasa baku, tidak menimbulkan penafsiran ganda, dan komunikatif menjadikan bahasa dalam media berbasis komputer ini mudah dipahami oleh siswa.

2.1.3 Hakikat E-Learning

Di dunia pendidikan dan pelatihan sekarang, banyak sekali praktik yang disebut E-Learning. Sampai saat ini pemakaian kata E-Learning sering digunakan untuk menyatakan semua kegiatan pendidikan yang menggunakan media komputer dan Internet. Banyak pula terminologi lain yang mempunyai arti hampir sama dengan E-Learning, diantaranya : Web-based training, online learning, computer-based training/ learning, distance learning, computer-aided instruction, dan lainnya (Suanti dan Soleh, 2008). Purbo (2002) dalam Elyas (2018) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.  Fenny (2016) dalam Marlina et al. (2021) menyatakan Electronic Learning atau di singkat E-Learning adalah suatu konsep pembelajaran dengan memanfaatkan media elektronik sebagai instrumen dalam media pembelajarannya. E-learning adalah proses pembelajaran yang difasilitasi dan didukung melalui pemamfaatan teknologi informasi dan internet (Chandrawati, 2010).

Purbo dan Hartanto (2002) dalam Susanti dan Sholeh (2008) menjelaskan konsep E-Learning adalah penyediaan kelas-kelas baru setara dengan kelas konvensional di lembaga pendidikan yang selama ini ada. Oleh karena itu, pembangunan sebuah lembaga pendidikan virtual seperti E-Learning ini haruslah memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan cita-cita untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan konvensional. Intinya, sistem E-Learning ini diadaptasikan dari sistem yang ada di lembaga pendidikan konvensional ke dalam sebuah sistem digital melalui Internet. Sebagai sebuah hasil pencangkokan dari benih sistem pendidikan induk yang sama, juga mewarisi sifat-sifat dan sistem yang dilakukan oleh induknya. Salah satu contoh yang paling nyata adalah proses belajar-mengajar. Seorang pengajar akan memberikan materinya kepada para siswa yang ada di berbagai tempat dengan dihubungkan oleh Internet. Metode ini kurang lebih sama dengan proses belajar-mengajar yang ada di sekolah konvensional. Dari sifat tersebut, jelaslah bahwa pengembangan teknologi E-Learning harus didasarkan pada sifat dan karakter asli dari sistem pendidikan yang telah ada.

 

2.1.4 Fungsi dan Manfaat E-Learning

Pembelajaran dengan menggunakan media elektronik. E-learning, seperti juga namanya “Electronic Learning” disampaikan dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan Internet (World Wide Web yang menghubungkan semua unit komputer di seluruh dunia yang terkoneksi dengan Internet) dan Intranet (jaringan yang bisa menghubungkan semua unit komputer dalam sebuah perusahaan). Jika Anda memiliki komputer yang terkoneksi dengan Internet, Anda sudah bisa berpartisipasi dalam e-learning. Dengan cara ini, jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur. Dalam e-learning, modul-modul yang sama (informasi, penampilan, dan kualitas pembelajaran) bisa diakses dalam bentuk yang sama oleh semua siswa yang mengaksesnya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional di kelas, karena alasan kesehatan atau masalah pribadi, satu instruktur pun bisa memberikan pelajaran di beberapa kelas dengan kualitas yang berbeda (Elyas, 2018).

Menurut Yustanti dan Novita (2019) E-learning memiliki fungsi sebagai berikut:

1.    Suplemen (tambahan)

Peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik.Mengakses materi pembelajaran elektronik hanya sebagai himbauan pengajar kepada peserta didik.

2.    Komplemen (pelengkap)

Materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas, sebagai pengayaan bagi peserta didik berkemampuan rata-rata, atau remedial bagi peserta didik yang lamban kemampuan belajarnya.

3.    Substitusi (pengganti)

E-learning sebagai pengganti digunakan di beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju.Tujuannya untuk membantu mempermudah siswa mengelola kegiatan pembelajaran/perkuliahan sehingga siswa dapat menyesuaikan waktu dan aktivitas lainnya dengan kegiatan perkuliahan.Siswa dapat memilih model kegiatan pembelajaran yaitu tatap muka saja, sebagian tatap muka dan sebagaian melalui internet, atau sepenuhnya melalui interne

Menurut Elyas (2018), beberapa manfaat yang bisa dinikmati dari proses pembelajaran dengan e-learning, diataranya:

1.    Fleksibilitas.

Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka elearning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses elearning.

2.    Independent Learning

E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Ia bisa mulai dari topik-topik ataupun halaman yang menarik minatnya terlebih dulu, ataupun bisa melewati saja bagian yang ia anggap sudah ia kuasai. Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Jika ia tidak sempat mengikuti dialog interaktif, ia bisa membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (di Website pengelola). Banyak orang yang merasa cara belajar independen seperti ini lebih efektif daripada cara belajar lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah ditetapkan.

3.    Biaya

Banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning. Biaya di sini tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi non-finansial. Secara finansial, biaya yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya: biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP).

 

2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan E-Learning

Menurut Susanti dan Sholeh (2008), E_Learning memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan E-Learning:

1.         Biaya

Kelebihan pertama E-Learning adalah mampu mengurangi biaya pelatihan. Organisasi perusahaan atau pendidikan dapat menghemat biaya karena tidak perlu mengeluarkan dana untuk peralatan kelas seperti penyediaan papan tulis, proyektor dan alat tulis.

2.         Fleksibilitas Waktu

E-Learning membuat pelajar dapat menyesuaikan waktu belajar, karena dapat mengakses pelajaran di Internet kapanpun sesuai dengan waktu yang diinginkan.

3.         Fleksibilitas tempat

Adanya E-Learning membuat pelajar dapat mengakses materi pelajaran dimana saja, selama komputer terhubung dengan jaringan Internet.

4.         Fleksibilitas kecepatan pembelajaran

E-Learning dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing siswa.

5.         Efektivitas pengajaran

E-Learning merupakan teknologi baru, oleh karena itu pelajar dapat tertarik untuk mencobanya sehingga jumlah peserta dapat meningkat. E-Learning yang didesain dengan instructional design mutahir membuat pelajar lebih mengerti isi pelajaran.

6.         Ketersediaan On-demand

E-Learning dapat sewaktu-waktu diakses dari berbagai tempat yang terjangkau Internet, maka dapat dianggap sebagai “buku saku” yang membantu menyelesaikan tugas atau pekerjaan setiap saat.

Kekurangan E-Learning:

1.         Budaya

Pengguna E-Learning menunutut budaya self-learning, dimana seseorang memotivasi diri sendiri agar mau belajar. Sebaliknya, pada sebagian besar penduduk di Indonesia, motivasi belajar lebih banyak tergantung pada pengajar. Pada E-Learning 100% energi dari pelajar, oleh karena itu, beberapa orang masih merasa segan berpindah dari pelatihan di kelas ke pelatihan E-Learning.

2.         Investasi

Walaupun E-Learning menghemat banyak biaya, tetapi suatu organisasi harus mengeluarkan investasi awal cukup besar untuk mengimplementasikan E-Learning. Investasi dapat berupa biaya desain dan pembuatan program learning management system, paket pelajaran dan biaya lain, seperti promosi.

3.         Teknologi

Karena teknologi yang digunakan beragam, ada kemungkinan teknologi tersebut tidak sejalan dengan yang sudah ada dan terjadi konflik teknologi sehingga E-Learning tidak berjalan baik.

4.         Infrastruktur Internet belum terjangkau semua kota di Indonesia. Akibatnya belum semua orang atau wilayah dapat merasakan E-Learning dengan internet.

5.         Materi

Walaupun E-Learning menawarkan berbagai fungsi, ada beberapa materi yang tidak dapat diajarkan melalui E-Learning. Pelatihan yang memerlukan banyak kegiatan fisik, seperti praktek perakitan hardware, sulit disampaikan secara sempurna.

 

2.1.6 Penerapan E-Learning sebagai Media Pembelajaran

1.    Google Classroom sebagai E-Learning

Google Classroom juga merupakan media e-learning karena Google classroom adalah fitur terbaru dari google app for education yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Google Classroom atau ruang kelas Google merupakan suatu serambi pembelajaran campuran untuk ruang lingkup pendidikan yang dapat memudahkan pengajar dalam membuat, membagikan dan menggolongkan setiap penugasan tanpa kertas (paperless). Jadi, dapat dikatakan sangat efisien karena dapat diakses dimana saja dan kapan saja.Berdasarkan website resmi dari Google, Google Classroom ini memberikan beberapa manfaat seperti: 1) Kelas dapat disiapkan dengan mudah; pengajar dapat menyiapkan kelas dan mengundang siswa serta asisten pengajar. Kemudian di dalam aliran kelas, mereka dapat berbagi informasi seperti tugas, pengumuman dan pertanyaan; 2) Menghemat waktu dan kertas; pengajar dapat membuat kelas, memberikan tugas, berkomunikasi dan melakuan pengelolaan, semuanya di satu tempat; 3) Pengelolaan yang lebih baik; siswa dapat melihat tugas di halaman tugas, di aliran kelas maupun di kalender kelas. Semua materi otomatis tersimpan dalam folder Google Drive; 4) Penyempurnaan komunikasi dan masukan; pengajar dapat membuat tugas, mengirim pengumuman dan memulai diskusi kelas secara langsung. Siswa dapat berbagi materi antara satu sama lain dan berinteraksi dalam aliran kelas melalui email. Pengajar juga dapat melihat dengan cepat siapa saja yang sudah dan belum menyelesaikan tugas, serta langsung memberikan nilai dan masukan real -time; 5) Dapat digunakan dengan aplikasi yang anda gunakan; kelas berfungsi dengan Google Document, Calender, Gmail, Drive dan Formulir; 6) Aman dan terjangkau; kelas disediakan secara gratis. Kelas tidak berisi iklan dan tidak pernah menggunakan konten atau data siswa untuk tujuan iklan. Sebagai tambahan, Google Classroom dapat diakses melalui 2 cara yaitu melalui website dan aplikasi. Google Classroom sebagai media pembelajaran yang juga cocok diterapkan sebagai pemanfaatan e-learning karena sangat efisien bagi para pendidik dan peserta didik yang tidak mengharuskan pembelajaran face to face, dan dapat diakses melalui handphone

2.    Aplikasi Moodle sebagai Virtual Learning Environment

Seiring kemajuan teknologi dan perubahan tren serta gaya hidup manusia yang cenderung bergerak secara dinamis (mobile), kebutuhan akan proses belajar jarak jauh atau yang biasa disebut dengan teleedukasi semakin meningkat pula. E-learning sebagai salah satu bagian dari teleedukasi memberikan alternatif cara belajar baru. Murid dan guru tidak berada dalam ruang dan waktu yang sama. Meskipun demikian, proses belajar dan mengajar tetap dapat berjalan dalam lingkungan virtual. Oleh karena itu, e-learning sering disebut juga dengan Virtual Learning Environment (VLE). Moodle adalah sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat merubah sebuah media pembelajaran kedalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk kedalam “ruang kelas” digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan menggunakan Moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal elektronik dan lain-lain. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment. Moodle merupakan sebuah aplikasi Course Management System (CMS) yang gratis dapat diunduh, digunakan ataupun dimodifikasi oleh siapa saja dengan lisensi secara GNU (General Public License). Anda dapat mendownload aplikasi Moodle di alamat http://www.moodle.org. yang dikembangkan oleh Martin Dougiamas. Saat ini Moodle sudah digunakan pada lebih dari 150.000 institusi di lebih dari 160 negara di dunia. Beberapa keunggulan dan yang kita dapatkan dari membangun e-learning dengan menggunakan Moodle: (1) Sederhana, efisien, ringan dan kompatibel dengan banyak browser, (2) Mudah cara instalasinya serta mendukung banyak bahasa, termasuk Indonesia, (3) Tersedianya manajemen situs untuk pengaturan situs keseluruhan, mengubah theme, menambah module, dan sebagainya, ( 4) Tersedianya manajemen pengguna.( 5) Manajemen kursus, penambahan jenis kur sus, pengurangan, atau pengubahan kursus, (6) Modul Chat, modul pemilihan (polling), modul forum, modul untuk jurnal, modul untuk kuis, modul untuk survei dan workshop, dan masih banyak lainnya. (7) Free dan open source software. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dengan IGOSnya, Moodle bersifat free dan open source. Oleh karena itu, Moodle sesuai digunakan di lingkungan pendidikan. Di samping itu, Moodle bisa dimodifikasi dan disesuaikan dengan kultur yang ada di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Komputer sebagai media pembelajaran memberikan pengertian bahwa pemanfaatan komputer diterapkan sebagai salah satu komponen penunjang kegiatan pembelajaran. Karakteristik komputer sebagai media pembelajaran adalah interaktif, navigasi dan penggunaan mudah, tampilan menarik, dan dirancang efisien dan efektif. Beberapa konsep model pembelajaran yang menggunakan komputer yaitu simulasi, latihan dan praktik, tutorial, hiperteks dan hipermedia, dan game edukasi.

E-learning adalah proses pembelajaran yang difasilitasi dan didukung melalui pemamfaatan teknologi informasi dan internet E-Learning memiliki fungsi sebagai pelengkap, pengganti maupun tambahan dalam kehadirannya sebagai media pembelajaran. Pemanfaatan E-Learning sebagai media pembelajaran sangat fleksibel, efisien, hemat biaya, dan berorientasi kemandirian pembelajaran. Meskipun begitu e-learning tak dapat menggantikan proses pembelajaran yang membutuhkan aktifitas fisik secara nyata, serta mahalnya biaya pembuatan website yang dikembangkan sebagai e-learning.

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai komputer sebagai media pembelajaran (e-learning). Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu  pembaca untuk lebih memahami baik konsep maupun penerapan penerapan aplikasi media dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan agar lebih variatif lagi kajian tentang komputer sebagai media pembelajaran(e-learning) dan semakin banyak kehadiran media pembelajaran berbasis e-learning.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Cahdriyana, R. A., & Richardo, R. (2017). Karakteristik media pembelajaran berbasis komputer untuk siswa SMP. AlphaMath: Journal of Mathematics Education, 2(2).

Chandrawati, S. R. (2010). Pemamfaatan E-learning dalam Pembelajaran. Jurnal Cakrawala Kependidikan, 8(2).

Elyas, A. H. (2018). Penggunaan model pembelajaran e-learning dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Warta Dharmawangsa, (56).

Harmayani, H., Abdilah, D., Mapilindo, M., Oktopanda, O., & Hutahaean, J. (2021). Aplikasi Komputer. Drestanta Pelita Indonesia Press, 1-89.

Ramli, Muhammad. (2012). Media dan Teknologi Pembelajaran. Banjarmasin: IAIN Antasari Press.

Saefulloh, A. (2007). Penggunaan Komputer sebagai Media Pembelajaran di perguruan tinggi. INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 12(1), 57-65.

Sudjiman, P. E., & Sudjiman, L. S. (2018). Analisis Sistem Informasi Manajemen Berbasis Komputer dalam Proses Pengambilan Keputusan. TeIKa, 8(2), 55-66.

Susanti, E., & Sholeh, M. (2008). Rancang Bangun Aplikasi E-Learning. Jurnal Teknologi, 1(1), 53-57.

Yustanti, I., & Novita, D. (2019). Pemanfaatan e-learning bagi para pendidik di era digital 4.0 utilization of e-learning for educators in digital era 4.0. In Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang (Vol. 12, No. 01).

 

Sumber referensi:

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komputer

KONSEP DASAR KURIKULUM

10 October 2022 16:52:09 Dibaca : 14740

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak perubahan pada dunia pendidikan. Perubahan tersebut berupa perubahan konsep pendidikan yang berimplikasi pada proses pendidikan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Proses pencapaian tujuan pendidikan yang tepat guna bagi siswa mengedepankan pentingnya aspek kurikulum.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Untuk kurikulum pendidikan di Indonesia harua berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah dan dasar negara. Pada perkembangannya, kurikulum nasional  telah mengalami beberapa kali perubahan sejak negara kesatuan ini berdiri, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, 2013, dan teranyar 2022.

Terdapat banyak definisi kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dipahami karena dasar filsafat yang dianut oleh penulis berbeda-beda. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari definisi-definisi tersebut yang berupa satu fungsi kurikulum, yaitu kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di Indonesia, tujuan kurikulum tertera pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 yang menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum merupakan bagian integral dari proses pembelajaran secara khusus dan pendidikan pada umumnya. Kurikulum dipedomani untuk seluruh aktivitas kegiatan pendidikan di satuan pendidikan. Oleh karena itu kurikulum sudah menjadi keniscayaan mesti dipahami dengan baik oleh berbagai elemen yang terlibat di dalam pengelolaan pendidikan. Kurikulum memegang peranan vital yang berkedudukan strategis yang menyelimuti segenap kegiatan pendidikan di sekolah. sehingga penyusunan dan pengembangan kurikulum membutuhkan pemahaman yang menyeluruh terhadap konsep dasar kurikulum demi terlaksananya pengimplementasian kurikulum di sekolah. Termasuk mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menjadi salah satu podasi struktur kurikulum.

Atas dasar uraian tersebut, makalah ini disusun untuk mengkaji secara deskriptif mengenai konsep dasar kurikulum pendidikan bahasa dan sastra Indonesia

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Bagaimanakah pengertian kurikulum?Bagaimanakah dimensi?Bagaimanakah karakteristik kurikulum?Bagaimanakah komponen kurikulum?Bagaimanakah fungsi kurikulum?Bagaimanakah peranan kurikulum?1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk memahami pengertian kurikulumUntuk memahami dimensi kurikulumUntuk memahami karakteristik kurikulumUntuk memahami komponen kurikulumUntuk memahami fungsi kurikulumUntuk memahami peranan kurikulum 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 KONSEP DASAR KURIKULUM

2.1.1 Pengertian Kurikulum

Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Pada awalnya, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Latin, kurikulum berasal dari kata currere yang berarti berlari (running) sebagai suatu pengalaman hidup (Marsh, 2009: 3). Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. Ragan (dalam Arifin, 2011: 3) mengemukakan bahwa “The curriculum has mean the subject taught in school or the course of study.”

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan tuntutan masyarakat, perkembangan seni-budaya, peledakan informasi dan penduduk, mengakibatkan tugas dan tanggung jawab sekolah semakin kompleks. Hal ini juga berdampak terhadap perubahan pengertian kurikulum secara luas. Terdapat banyak definisi kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dipahami karena dasar filsafat yang dianut oleh penulis berbeda-beda. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari definisi-definisi tersebut yang berupa satu fungsi kurikulum, yaitu kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir, 2010: 1).

Ornstein & Hunkins (2009: 10-11) memberikan lima pokok pengertian kurikulum. Kelima pokok pengertian kurikulum tersebut meliputi: 1) kurikulum dapat didefinisikan sebagai sebuah rencana yang disusun untuk mencapai tujuan-tujuan;2)definisi secara luas, kurikulum berhubungan dengan pengalaman-pengalaman belajar peserta didik; 3) kurikulum adalah sebuah sistem yang berhubungan dengan orang banyak; 4) kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu bidang studi yang terdiri dari dasar, bidang ilmu pengetahuan, penelitian, teori, prinsip, dan ahli-ahli di dalamnya; dan 5) kurikulum didefinisikan sebagai dengan istilah mata pelajaran (Matematika, IPA, Bahasa Inggris, Sejarah, dan lain-lain) atau materi (bagaimana cara yang ditempuh untuk mengorganisasi dan mengasimilasi informasi).

Berikut definisi kurikulum dari berbagai ahli yang disadur dari Longstreet & Shane dalam Ruhimat, dkk.(2011: 3-5):

Nama AhliTahunKurikulumJohn Dewey1916….education consistes primarily in transmission through comunication. …. As societes become more complex in structure and resources, the need for formal or intentional teaching and learning increases.Wiliam C. Bagley1907[The curriculum]… is a storehouse of organized race experience, conserved [until] needed in the constructive solution of new and untried  problemsFrederi ck G. Bonser1920…experiences in which pupils are expected to enganged in school, and the general…..sequence in which these experiences are to come.Franklin Bobbitt1924...the series of things which children and youth must do and experience by way of developing abilities to do the things well that make up the affairs of adult life; and to be in all respect what adult should beHollis L. Caswell and Doak S. Campbell1935...all of experinces choldren have under the guidances of teachersRobert M. Hutchins1936The curriculum should include grammar, reading, rhetoric and logic, and mathematics, and in addition at the secondary level introduce the great books of Western worldPickens E. Harris1937...real curriculum development is individual. It is also multiple in the sense that there are teachers and separate children....there will be a curriculum for each child.Henry C. Marrison1940...the content of instruction without reference to instructional ways or means.Dorris Lee and Murray Lee1940...those experiences of the child which the school in any way utilizes or attempts to influence.L. Thomas Hopkins1941The curriculum [is a design made] by all of those who are most intimately concerned with the activities of the life of the children while they are in school... a curriculum must be as flexibel as life and living. It cannot be made beforehand and given to pupils and teachers to install. [also it]...represent those learning each child select, accepts, and incorporetes into himself to act with, in, and upon in subsequent experiences.H. H. Giles, S. P. McCutchen, and A. N. Zechiel1942...the curriculum is...the total experiences with which the school deals in educating young peopleHarold Rugg1947[the curriculum is] the...stream of guided activities that constitutes the life of young people and theirs elders. [in a much earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the traditional curriculum as one”...passing on descriptions of earlier cultures and to perpetuating dead languages nad abstract techniques which were useful to no more than a negligible fraction of our population.”]Ralph Tyler1949...learning take place through the experinces the learner has...”learning experinces”...[the curriculum consist of]...all of the learning of students which is planned by and directed by the school to attain its educational goals.Edward A. Krug1950...all learning experiences under the direction of the school.B  Othanel Smith, W.O. Stanley, and J. Harlan Shores1950...a sequences of potential experinces...set up in school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and actingRoland B. Faunce and Nelson L. Bossing1951...those learning experiences that fundamental for all learners  because they derive from (1) our common, individual drivers and needs and (2) our civil and social needs as participating members of a democratic society.Authur E. Bestor1953The economic, political, and spiritual health of democratic state,,,requires of every man and women a variety of complex skill which rest upon sound knowledge of science, history, economic, philosophy, and other fundamental discplines...the fundamental discplines...have become, in the jargon of educationists, “sunject matter fields.” But a discpline is by no means the same as a subject matter field. The one is a way of thinking, the other a mere aggregation of facts.Harold Alberty1953All of the activities that are provided for students by the school constitute its curriculumGeorge Beauchamp1956...the design of a social group for the educational experiences of their children in school. [Dr. Beauchamp reflects growing emphasis on group processes by the 1950s]Philip H. phenix1962The curriculum should consist entirely of knowledge which comes from the disciplines [while] education should be conceived as guided recapitulation of the processes of inquiry  which gave rise to the fruitful bodies of organized knowledge comprising the established disciplines.Hilda Taba1962A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has beating on the shaping of a curriculumJohn I. Goddlad1963A curriculum consists of all those learning intended for a student or group of studentHarry S. Broudy, B. Othanel Smith, and Joe R. Burnett1964...modes og teaching are not, strictly speaking, a part of the curriculum [which] consist primarily of certain kinds of content organized into categories of instructionJ. Galen saylor and William M. Alexander1966 and 1974[the curriculum is]...all learning opportunities provided by the school...a plan for providing sets of learning opportunities to achieve broad educational goals and related specific objectives for an identifiable population served by single school center.The Plowden Report (British)1967The curriculum, in the narrow sense, [consist of] the subjects studied,,,in the period 1898 to 1944...Mauritz Johnson, Jr.1967...a structured series of intended learning outcomesW.J. Popham and Eva L. Baker1970...alll planned learning outcomes for which the school is responsibleDaniel Tanner and laurel Tenner1975...the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes, formulated through the systematic reconstruction of knowledge and experiences under the auspices of the school, for the learner’s continuous and will full growth in personal-social competenceDonald E. Orlosky and B. Othanel Smith1978Curriculum is the substances of the school program, it is the content pupils are expected to learnPeter F. Oliva1982Curriculum [is] the plan or program for all experiences which the learner encounters under the direction of the school. 

Dari definisi-definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, terdapat perbedaan pandangan dari para ahli. Beberapa ahli mendefinisikan kurikulum dalam makna sempit dan beberapa ahli lainnya mendefinisikan kurikulum dalam makna luas. Kurikulum bermakna sempit memandang bahwa kurikulum hanya merupakan materi-materi pelajaran yang harus diberikan kepada siswa. Selain itu, kurikulum dipandang sebagai seperangkat rencana pelajaran yang harus diberikan kepada siswa. Dalam pandangan yang lebih luas lagi, kurikulum dipandang  sebagai seluruh ativitas yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

Di Indonesia sendiri, pengertian kurikulum diterjemahkan pada Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 adalah sebagai berikut. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kurikulum ini lebih banyak berhubungan dengan fungsi dan kegiatan guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah, baik dalam dimensi rencana, dimensi kegiatan, maupun dimensi hasil. Implikasi dari pengetian ini adalah: 1) kurikulum harus memiliki rencana; 2) kurikulum memuat tujuan, isi, materi pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran; dan 3) kurikulum harus ada hasil sesuai dengan tujuan pendidikan, baik yang berbentuk pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai sebagai akibat terjadinya kegiatan belajar.

 

2.1.2 Dimensi Kurikulum

Pengertian kurikulum senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, maka secara teoretis satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat agak sulit untuk ditentukan. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum.

R. Ibrahim (dalam Ruhimat, dkk., 2011: 5) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagai subtansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi pertama, kurikulum sebagai substansi, memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat juga merujuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan tujuan, bahan ajar, kegiatan pembelajaran, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat.

Dimensi kedua, kurikulum sebagai sistem, memandang kurikulum sebagai bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Kurikulum merupakan hasil kajian dari para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan, dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, sehingga menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.

Sukmadinata (dalam Ruhimat, 2011: 6) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana. Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, asumsi, teori-teori, dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannnya dengan sistem-sistem lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Demikian pula, dengan rancangan atau desain, terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.

Hasan (dalam Ruhimat, dkk., 2011: 6) mengemukakan bahwa istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, meliputi: 1) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi; 2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai ide; 3) kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) yang merupakan bentuk implementasi kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan 4) kurikulum sebagai suatu hasil belajar yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

 

2.1.3 Karakteristik Kurikulum

Terdapat beberapa karakteristik atau konsep dalam kurikulum yang perlu dipahami. Walker (dalam Marsh, 2009: 9) mengemukakan tiga konsep dasar dalam kurikulum, meliputi isi, tujuan, dan organisasi.

Longstreet dan Shane (dalam Marsh, 2009: 9-10) mengemukakan empat konsep utama dalam kurikulum, yaitu: 1) society-oriented curriculum, yaitu tujuan sekolah adalah untuk melayani masyarakat; 2) student-centred curriculum, yaitu siswa adalah sumber daya atau input yang sangat penting dalam kurikulum; 3) knowledge-centred curriculum, yaitu ilmu pengetahuan adalah jantung dalam kurikulum; dan 4)  eclectic curriculum.

Arifin (2011: 7) mengemukakan bahwa dalam studi tentang kurikulum dikenal beberapa konsep kurikulum, meliputi kurikulum ideal, kurikulum nyata, kurikulum tersembunyi, dan kurikulum dan pembelajaran. Berikut akan diuraikan lebih lanjut tentang keempat konsep dalam kurikulum tersebut.

1.    Kurikulum ideal (ideal curriculum), yaitu kurikulum yang berisi susuatu yang baik, yang diharapkan atau dicita-citakan, sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum.

2.    Kurikulum nyata (real curriculum or actual curriculum), yaitu kegiatan-kegiatan nyata yang dilakukan dalam proses pembelajaran atau yang menjadi kenyataan dari kurikulum yang direncanakan, sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum. Kurikulum aktual ini seyogyanya sama dengan kurikulum ideal, atau sekurang-kurangnya mendekati kurikulum ideal, meskipun tidak mungkin sama dengan kenyataannya.

3.    Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala esuatu yang mempengaruhi peserta didik secara positif ketika sedang mempelajari sesuatu. Pengaruh ini mungkin dari pribadi guru, peserta didik itu sendiri, suasana pembelajaran, dan sebagainya. Kurikulum tersembunyi terjadi ketika berlangsungnya kurikulum ideal atau dalam kurikulum nyata. Kurikulum tersembunyi sangat kompleks, sukar diketahui, dan sukar dinilai. Gordon, orang pertama yang memperkenalkan istilah hidden curriculum, berpendapat bahwa sikap sebaiknya diajarkan di lingkungan pendidikan formal (keluarga) melalui hidden curriculum.

4.    Kurikulum dan pembelajaran (curriculum and instruction), yaitu dua istilah yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Perbedaannya hanya terletak pada tingkatannya. Kurikulum menunjuk pada suatu program yang bersifat umum, untuk jangka lama, dan tidak dapat dicapai dalam waktu seketika, sedangkan pembelajaran bersifat realitas atau nyata, bersifat khusus dan harus dicapai saat itu juga. Pembelajaran adalah implementasi kurikulum secara nyata dan bertahap yang menuntut peran aktif peserta didik.

 

2.1.4 Komponen Kurikulum

Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan mempunyai komponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi, dan strategi (Surahmad dalam Nurgiyantoro, 2008:9-11), penjelasannya sebagai berikut:

1.    Tujuan Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Tujuan inilah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan banyak pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum sekolah, pasti dicantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan.

2.    Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apakah suatu bidang studi menopang tujuan itu atau tidak. Berdasarkan kriteria itu maka jenis bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah misalnya SMA, akan berbeda dengan sekolah lain misalnya SMK. Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenarnya adalah isi kurikulum itu sendiri., atau ada juga yang menyebutkan sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas oleh pihak guru. Penentuan pokok-pokok dan sub pokok bahasan didasarkan pada tujuan instruksional.

3.    Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu srtuktur horisontal dan struktur vertikal. Struktur horisontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata pelajaran   itu dapat secara terpisah (separate subject), kelompok-kelompok mata pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran (integrated). Tercakup pula di sini adalah jenis-jenis program pendidikan umum, akademis, keguruan, keterampilan, dan lain-lain. Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. Misalnya apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas, atau gabungan antara keduanya, dengan sistem unit semester atau caturwulan. Termasuk dalam hal ini adalah juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi untuk tiap tingkat. Misalnya bidang studi bahsa indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas I, II, dan III. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.

4.    Strategi kurikulum dimaksudkan strategi pelaksanaan kurikulum di sekolah. Masalah strategi pelaksanaan itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media pengajaran, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk seluruh bidang studi) atau dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran, dan sebagainya.

 

 

 

2.1.5        Fungsi Kurikulum

Berkaitan dengan fungsi kurikulum, terdapat enam fungsi kurikulum((Ruhimat,dkk., 2011: 9-10),  yaitu:

1.    Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)

Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan  yang terjadi di lingkungannya.

2.    Fungsi integrasi (the integrating function)

Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya  merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

3.    Fungsi diferensiasi (the differentiating function)

Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

4.    Fungsi persiapan (the propaedeutic function)

Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya

5.    Fungsi pemilihan (the selective function)

Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberikan kesempatan bagi siswa tersebut untuk  memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.

6.    Fungsi diagnostik (the diagnistic function)

Fungsi diagnosik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimiliknya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

 

2.1.6        Peranan Kurikulum

Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madarasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kreatif, dan peranan kritis/evaluatif (Hamalik, 1990 dalam Ruhimat, 2011:10-12).

1.      Peranan Konservatif

Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum  dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial  yang hidup di lingkungan masyarakatnya.

2.      Peranan Kreatif

Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru selesai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

3.      Peranan Kritis/Evaluatif

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Pada awalnya, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Latin, kurikulum berasal dari kata currere yang berarti berlari (running) sebagai suatu pengalaman hidup. Secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah.

Kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, meliputi: 1) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi; 2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai ide; 3) kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) yang merupakan bentuk implementasi kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan 4) kurikulum sebagai suatu hasil belajar yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan mempunyai komponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Kurikulum memiliki karakteristik atau konsepnya tersendiri yaitu: konsep kurikulum ideal, kurikulum nyata, kurikulum tersembunyi, dan kurikulum dan pembelajaran.  Kurikulum memiliki enam fungsi yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi integrasi, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik. Kurikulum memiliki tiga peranan utama yaitu peranan konservatif, pernana kreatif, peranan kritis/evaluatif

 

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai konsep dasar kurikulum.. Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami baik konsep maupun penerapan pengembangan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah dan kampus. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan sebagai berikut:

3.2.1        Bagi linguis, dosen, peneliti

a.       Memperkaya multi penafsiran kajian pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

b.      Memproduksi teori pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Mendokumentasikan penelitian bidang pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

3.2.2        Bagi guru dan mahasiswa bahasa

a.       Mendalami kajian pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

b.      Melakukan penelitian kajian pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Berkolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam berkarya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Burhan Nurgiyantoro. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogjakarta: BPFE.

Dakir. (2010). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Marsh, Colin J. (2009). Key Concept for Understanding Currculum-4th ed. Britain: Routledge.

Ornstein, Alan C. & Hunkins, Francis P. (2009). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues – 5th ed. United States: Pearson Education, Inc.

Ruhimat, Toto dkk. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Arifin, Zainal. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

SUMBER BELAJAR DAN MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN

04 October 2022 10:15:01 Dibaca : 26071

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pembelajaran sebagai sebuah proses merupakan rangkaian sistemik yang memiliki peranan dalam ketercapaian usaha bersama mencerdaskan anak bangsa. Keberhasilan pembelajaran melibatkan interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam pengkondisian lingkungan belajar yang memanfaatkan perantara media pembelajaran untuk efektifitas transformasi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan perkembangan sikap. Media pembelajaran itu sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sumber belajar. Dinilai dari beragam kerangka landasan, tentunya media pembelajaran ini mengurai fakta entitasnya dalam kedudukannya terhadap pembelajaran. Sudah menjadi keniscayaan seorang guru sebagai pendidik merancang dan memanfaatkan media pembelajaran dari sumber belajar yang valid, terbarukan, kreatif, dan inovatif.

Perlu dicermati sejumlah komponen yang membentuk proses pembelajaran dan beberapa faktor yang bisa saja mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dalam artian yang lebih jauh, pemilihan media pembelajaran dan sumber belajar harus diperhatikan dengan baik untuk penyajian pembelajaran yang efektif. Mengingat amat pentingnya hubungan sumber belajar dan media pembelajaran tersebut.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka penulis menyusun makalah yang berjudul”Sumber Belajar dan Media Pembelajaran dalam Pembelajaran”.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Apa itu proses pembelajaran?Faktor apa saja yang mempengaruhi proses pembelajaran?Bagaimanakah hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam pembelajaran?Bagaimanakah pemilihan sumber belajar dalam pembelajaran?Apa saja landasan penggunaan media pembelajaran?Bagaimanakah prinsip penggunaan media pembelajaran?Bagaimanakah perkembangan media pembelajaran?Bagaimanakah peran guru dalam media pembelajaran? 

1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk mengetahui proses pembelajaranUntuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pembelajaranUntuk memahami hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam pembelajaranUntuk memahami pemilihan sumber belajar dalam pembelajaranUntuk mengetahui landasan penggunaan media pembelajaranUntuk memahami prinsip penggunaan media pembelajaranUntuk memahami perkembangan media pembelajaranUntuk memahami peran guru dalam media pembelajaran. 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

2.1.1 Proses Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses memanusiakan manusia secara berkelanjutan, luas, dan mendalam. Proses pembelajaran merupakan rangkaian penting interaksi pendidik dan peserta didik dalam upaya mencerdaskan bangsa. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 20 dituliskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Terdapat aktivitas mental dan psikis dalam aktivitas interaksi tersebut dengan lingkungan belajar yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Beberapa pendapat ahli yang merumuskan pengertian pembelajaran, yakni sebagai berikut:

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar (Rudi dan Cepi, 2008: 1),Pembelajaran merupakan upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antarsiswa (Hamdani, 2011:72),Pembelajaran merupakan perencanaan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Di dalam pembelajaran siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran (Uno, 2006: 2).Sugandi (2006: 9) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang mengubah stimuli dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik di dalam pengkondisian lingkungan belajar yang memanfaatkan sumber belajar dalam upaya pemerolehan dan perkembangan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu sistem jika dalam pembelajaran tersebut mengandung beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Adapun komponen sistem pembelajaran menurut Sanjaya (2009) ialah:

a.       Tujuan Pembelajaran

Dengan adanya tujuan pembelajaran yang baik maka suatu harapan atau cita[1]cita akan menjadi terarah dalam pelaksanaan suatu kegiatan.

b.      Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran merupakan isi pelajaran yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran.

c.       Model, Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Taktik Pembelajaran

Komponen ini mempunyai fungsi yang sangat menentukan. Pembelajaran yang aktif dan inovatif akan selalu menggunakan model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran yang bervariasi sehingga membuat peserta didik akan menjadi lebih bersemangant untuk mengikuti pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

d.      Media Pembelajaran

Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Dengan menggunakan media pembelajaran maka akan dapat memudahkan guru (pengajar) dalam menyampaikan materi pelajaran dan memudahkan peserta didik dalam menerima dan memahami pelajaran.

e.       Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan penilaian yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik setelah melakukan tahapan pembelajaran, evaluasi ini dilakukan diakhir proses pembelajaran (postest), namun tidak tertutup kemungkinan bahwa evaluasi dapat juga dilakukan diawal proses pembelajaran yang disebut dengan pretest. Melalui evaluasi maka guru dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan kemampuan peserta didik selama kegiatan pembelajaran. tersebut yaitu: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode pembelajaran, serta hasil akhir yaitu evaluasi pembelajaran.

Dengan menentukan dan menganalilis komponen pokok proses pembelajaran tersebut dapat membantu memrprediksi dan mencapai keberhasilan pembelajaran.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran ada beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses sistem pembelajaran menurut Sanjaya (2012:21-26) adalah:

a.       Guru

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Peran guru tidak hanya sebagai teladan bagi peserta didiknya, namun guru juga berperan sebagai pengelola kelas, sebagai motivator dan fasilitator, karena itu kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

b.      Peserta didik

Peserta didik merupakan subjek yang melakukan kegiatan belajar. Dari aspek peserta didik ada banyak fakor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, faktor tersebut antara lain: kemampuan berfikir peserta didik, sikap dan cara berperilaku peserta didik, latar belakang, jenis kelamin, lingkungan, serta jenjang usia peserta didik.

c.       Sarana dan Prasarana

Sarana merupakan alat pendukung yang secara langsung dalam kelancaran kegiatan pembelajaran, seperti: perlengkapan alat tulis pembelajaran, media pembelajaran, serta peralatan-peralatan pendukung pembelajaran. Sedangkan prasarana merupakan suatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, seperti: lokasi sekolah, lingkungan sekolah, kantin sekolah, perpustakaan dan lain sebagainya.

d.      Lingkungan

Selain guru, peserta didik dan sarana prasarana, lingkungan juga dapat mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Peserta didik akan selalu berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda-beda baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan bermain sehingga baik atau buruknya lingkungan peserta didik akan mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik tersebut.

 

2.1.3 Hubungan Sumber Belajar dan Media Pembelajaran dalam Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan cara, alat, dan wadah tercerapnya sumber belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian tak terpisahkan dari sumber belajar. Media pembelajaran itu sendiri merupakan komponen penting yang mempengaruhi proses pembelajaran. Kedudukan media dalam pembelajaran memiliki peran penting dalam proses penyampaian pesan dari pengajar kepada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pengertian media menurut Munadi (2013) yang yaitu segala sesuatu yang dapat memberikan informasi dan kemudian menyampaikan informasi tersebut secara terencana sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif, dan baik pengajar maupun peserta didk dapat melaksanakan pembelajaran efektif dan efisien.

Peningkatan produktivitas pembelajaran dapat terpacu dengan kedudukan sumber belajar yang memiliki fungsi dan peranannya dalam penyajian pembelajaran yang lebih mendalam dan luas. Sumber belajar juga memberikan opsi keberterimaan pembelajaran dalam beragam situasi baik secara individu maupun kelompok, baik secara seketika maupun berkesinambungan. Wallington dalam bukunya Job in Instruction Media Study menyatakan bahwa "peran utama sumber belajar adalah membawa atau menyalurkan stimulus dan informasi kepada siswa" (Sudjana dan Rivai, 2003: 78).

Menjadi sebuah kesimpulan hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam proses pembelajaran merupakan sebuah kesatuan sistem yang menempatkan media pembelajaran sebagai bagian integral dari sumber belajar, adalah komponen penting dalam ketercapaian pembelajaran yang lebih bermakna.

 

2.1.4 Pemilihan Sumber Belajar dalam Pembelajaran

Sebelum melakukan pemilihan sumber belajar yang tepat dalam konteks pembelajaran, perlu diidentifikasi terlebih dahulu mengenai klasifikasi sumber belajar. Sudjana dan Rivai (2003, 80) mengklasifikasikan sumber belajar sebagai berikut:

1.    Sumber belajar tercetak: buku, majalah, brosur, koran, ensiklopedi, kamus, dan lain-lain.

2.    Sumber belajar non cetak: film, slides, video, transparansi, dan sebagainya.

3.    Sumber belajar yang berbentuk fasilitas: perpustakaan, ruang belajar, lapangan olah raga, dan lain-lain.

4.    Sumber belajar berupa kegiatan: wawancara, kerja kelompok, observasi, permainan, dan lain-lain.

5.    Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat: teman, terminal, pasar, toko, pabrik, museum, dan lain-lain.

Selanjutnya dalam pemilihan sumber belajar, harus memperhatikan beberapa kriteria. Menurut Sudjana dan Rivai (2003: 84) ada dua kriteria sumber belajar, yaitu kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Adapun kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut:

1)      Kriteria umum

Kriteria umum merupakan ukuran kasar dalam memilih berbagai sumber belajar, misalnya: a) ekonomis dalam pengertian murah, b) praktis dan sederhana, c) mudah diperoleh, d) bersifat fleksibel, e) komponen-komponennya sesuai dengan tujuan.

2)      Kriteria berdasarkan tujuan

Beberapa kriteria sumber belajar berdasarkan tujuan antara lain adalah: a) sumber belajar untuk memotivasi, b) sumber belajar untuk tujuan pengajaran, c) sumber belajar yang digunakan untuk tujuan sumber belajar, c) sumber belajar untuk penelitian, d) sumber belajar untuk memecahkan masalah, e) sumber belajar presentasi (Sudjana dan Rivai, 2003: 84-86).

 

2.2  LANDASAN DAN PRINSIP PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

2.2.1 Landasan Penggunaan Media Pembelajaran

Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasasan psikologis, historis, teknologis, empirik, filosofis, dan sosiologis.

a.    Landasan psikologis media pembelajaran

Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembanganya, latar belakang sosial budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi yang berbeda ini juga bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara inidividu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pembelajaran seharusnya sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidikannya.

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian,anak selalu berada dalam proses perkembangan, perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan disekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan disekolah tahap perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas.

Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan , pembiasaan, pemahaman, penerapan, Ataupun pemecahan masalah. Menurut Bruner (1966: 10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (icnonic), dan pengalaman abstrak (symbolic), (Arsyad,  2007:7).

Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta factor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut perlu diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan objek yang diamatinya. Bahan pembelajaran yang kana diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa. (Arif, 2007: 35)

Pendidik atau guru melakukan berbagai upaya dan menciptakan berbagai kegiatan dengan dukungan berbagai media pembelajaran agar anak-anak belajar. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistematik dan mendalam studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dan psikologi belajar.

Jadi, minimal ada dua bedang psikologi yang mendasari media pembelajaran. Yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik didalam merumuskan tujuan, memilih, dan menerapkan media serta teknik-teknik evaluasi.(Musfiqon, 2011:58-59)

b.    Landasan historis media pembelajaran

Yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran. Untuk mengetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media pembelajaran marilah kita ikuti penjelasan berikut ini.

Perkembangan konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya kon-sepsi pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923.Yang dimaksud dengan alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada pebelajar.

Kemudian konsep pengajaran visual ini berkembang menjadi “audio visual instruction” atau “audio visual education” yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 timbul beberapa variasi nama seperti “audio visual materials”, “audio visual methods”, dan “audio visual devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat atau bahan oleh guru untuk memindahkan gagasan dan pengalaman pebelajar melalui mata dan telinga. Pemanfaat-an konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam “Kerucut Pengalaman” dari Edgar Dale.

Perkembangan besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “audio visual communication” pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi dalam pembelajaran, peekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan proses komu-nikasi informasi atau pesan dari sumber (guru, materi atau bahan) kepada penerima (pebelajar). Gerakan komunikasi audio visual memberikan penekakan kepada proses komunikasi yang lengkap dengan menggunakan sistem pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio visual berusaha mengaplikasikan konsep komunikasi, sistem, disain sistem pembelajaran dan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran.

Perkembangan berikutnya terjadi sekitar tahun 1952 dengan munculnya konsepsi “instructional materials” yang secara kosepsional tidak banyak berbeda dengan konsepsi sebelumnya. Karena pada intinya konsepsi ini ialah mengaplikasikan proses komunikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan materi pembelajaran. Beberapa istilah yang merupakan variasi penggunaan konsepsi “instructional materials” adalah “teaching/ learning materials”, “learning resources”.

Dalam tahun 1952 ini juga telah digunakan istilah “educational media” dan “instructional media”, yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami perubahan dari konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut. Puncak perkembangan konsepsi ini terjadi sekitar tahun 1960-an. Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunikasi, pengembangan sistem pembelajaran, dan pengaruh psikologi Behaviorisme, maka muncullah konsep “educational technology” dan/ atau “instructional technology” di mana media pendidikan atau media pembelajaran merupakan bagian dari padanya.

c.    Landasan teknologis media pembelajaran

Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan pebelajar untuk belajar. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog-teknolog di bidang pembelajaran mengembangkan berbagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan setiap pebelajar sesuai dengan karakteristiknya.

Dalam upaya itu, teknolog berkerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori-teori tentang berbagai media pembelajaran melalui penelitian ilmiah, dilanjutkan dengan pengembangan disainnya, produksi, evaluasi dan memilih media yang telah diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya, mengembangkan prosedur penggunaannya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat kelas maupun pada tingkat yang lebih luas lagi (diseminasi).

Semua kegiatan ini dilakukan oleh para teknolog dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu media hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh pebelajar yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap pebelajar akan amat dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajarnya.

d.   Landasan empirik media pembelajaran

Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik pebelajar dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya bahwa pebelajar akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya. Pebelajar yang memiliki gaya visual akan lebih mendapat keuntungan dari penggunaan media visual, seperti film, video, gambar atau diagram; sedangkan pebelajar yang memiliki gaya belajar auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti rekaman, radio, atau ceramah guru.

Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik individual pebelajar, menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media hendaknya jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenangan guru, tetapi dilandaskan pada kecocokan media itu dengan karakteristik pebelajar, di samping sejumlah kriteria lain yang dijelaskan pada bagian lain buku ini.

e.    Landasan filosofis media pembelajaran

Seorang guru dalam menggunakan media pembelajaran perlu memperhatikan landasan filosofis. Artinya, penggunaan media semestinya didasarkan pada nilai kebed=naran yang telah ditemukan dan disepakati banyak orang baik kebenaran akademik maupun kebenaran sosial.

Misalnya, isi pesan (materi pelajaran) yang disampaikan kepada siswa seharusnya sudah merupakan kebenaran yang teruji secara obyektif, radikal dan empiris. Jangan sampai materi pelajaran masih salah, tidak baik, dan tidak indah yang disampaikan kepada peserta didik. Misalnya, guru mengajarkan tentang sejarah kebudayaan islam (SKI) dengan materi silsilah Nabi. Seorang guru perlu mengecek unsur kebenaran historis silsilah tersebut sebelum disampaikan kepada peserta didik. Proses inilah yang disebut penggunaan landasan filosofis dalam memilih isi dan media pembelajaran.

Media yang digunakan guru juga perlu dicek kembali kebenaran dan ketepatannya. Guru yang memilih media belum sesuai dengan materi yang akan disampaikan berarti media tersebut tidak benar. Tidak bagus, dan tidak indah artinya penggunaan media yang tidak tepat belum mempertimbangkan landasan filosofis (Musfiqon, 2011:57-58).

f.     Landasan sosiologis media pembelajaran

Dalam menggunakan media, guru perlu mempertimbangkan latar belakang sosial anak didik dalam sekolah. Sebab jika media yang digunakan tidak sesuai latar belakang sosial anak didik maka materi pelajaran atau pesan yang dikirim tentunya tidak bisa tersampaikan secara optimal. Bahkan pembelajaran akan menjadi biasa karena media yang digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi sosial anak didik.

Misalnya, seorang guru yang mengajar disekolah yang rata-rata siswanya berasal dari keluarga dengan latar belakang sosial kurang maju secara tegnologi. Mereka belum pernah melihat tampilan slide berbaris komputer, lalu sang guru menyampaikan materi dengan menggunakan CD dan disiasi dengan berbagai animasi gambar, maka siswa akan lebih memperhatikan kecanggihan media dan animasi yang ditampilkan. Sementara itu, materi pelajarannya tidak diperhatikan sehingga pembelajaran menjadi bias karena media yang dipilih tidak sesuai kondisi sosial anak didik. Begitu sebaliknya, guru yang mengajar disekolah yang anak didiknya berasal dari keluarga yang kondisi sosialnya lebih maju dan sehari-hari telah berinteraksi dengan komputer serta jenis media berbasis komputer lainnya. Maka saat guru memilih media yang tradisional siswa akan makin menurun motivasi belajarnya dan tidak fokus pada materi yang disampaikan guru. Padahal diantara fungsi dan manfaat media pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran.

Untuk itu, landasan sosiologis perlu dipertimbangkan guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran guru perlu menganalisis latar belakang sosial anak didik dalam menggunakan media pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi kesesuaian media dengan kondisi sosial anak didik. (Musfiqon, 2011:66-67).

 

2.2.2 Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar[1]mengajar. Hal ini disebabkan adanya beraneka ragam media yang dapat digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar-mengajar.

Sumantri dan Permana (1999) dalam Fikri dan Madona(2018:20), prinsip-prinsip pemilihan media adalah:

1.    Memilih media harus berdasarkan pada tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan

2.    Memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

3.    Memilih media harus disesuaikan dengan kemampuan guru, baik dengan pengadaan dan penggunaannya..

4.    Memilih media harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.

5.    Memilih media harus memahami karakteristik dari media itu sendiri

Rahardjo (1986) dalam Cahyadi (2019:32) memaparkan bahwa Secara umum beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yakni:

1.    Harus ada kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu dan apakah sasarannya siswa masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan.

2.    Karakteristik Media Pembelajaran (familiaritas media), Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya.

3.    Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan

Prosedur pemilihan media dimulai dari menganalisis kebutuhan. Analisis kebutuhan ini didasarkan pada faktor-faktor yang menjadi dasar pemilihan media. Prosedur pemilihan media terdiri atas mengidentifikasi karakteristik peserta didik, tujuan pembelajaran, dan karakteristik bahan ajar.

 

2.2.3 Perkembangan Media Pembelajaran

Pada mula perkembangannya, guru merupakan satu- satunya sumber belajar yang mutlak di kelas pada proses belajar dan mengajar. Namun pada tahap perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1657 seorang yang bernama Johan Amos Comenius membuat sebuah buku yang berjudul Orbis Sensualiun Pictus. Penulisan buku ini kemudian menjadi dasar penggunaan buku pada proses belajar mengajar. Pada tahap ini guru mulai megadari bahwa perlu adanya sarana belajar yang mampu merangsang pengalaman belajar peserta didik. Pada awalnya, media pembelajaran hanya dipandang sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Media yang digunakan seperti alat bantu visual misalnya permodelan, objek maupun alat- alat yang mempresentativekan sebuah objek pada materi pengajaran. Namun, pada tahap ini media tersebut kurang memperhatikan pengembangan proses belajar dan evaluasinya.

Pada awal abad ke-20, dunia mulai mengenal teknologi audio yang kemudian pada dunia pendidikan dikenal sebagai audio visual atau audio visual aids (AVA) yang mulai dikenalkan oleh Edgar Dale yang kemudian mengemukakan kerucut pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).

Teori komunikasi mulai dikenal pada tahun 1950. Pada saat ini guru mulai memahami bahwa peserta didik sebagai salah satu komponen yang penting pada proses belajar di dalam kelas. Pada masa ini juga teori behaviorism mulai mempengaruhi pengembangan media pembelajaran. Hal ini yang dipengaruhi oleh pemahaman mengenai tujuan utama mendidik bukan lagi untuk mentransfer ilmu, namun juga mengubah tingkah laku peserta didik. Sekitar pertengahan abad ke-20, mulai diperkenalkan IPTEK, pada masa ini pengembangan media pembelajaran sudah mulai luas dan interaktif dengan pengadaan komputer dan internet, hal ini berlangsung hingga sekarang. Pengaruh teknologi tersebut sangat memberikan dampak yang luar biasa terhadap dunia pendidikan masa kini, apalagi pada masa pandemi covid-19 yang memaksa guru dan siswa terbiasa dengan sistem kegiatan pembelajaran yang tidak biasa.

Pandemi covid-19 membuat terjadinya transformasi media pembelajaran yang tadinya tatap muka menjadi beralih ke pembelajaran online atau lebih dikenal dengan daring. Satuan pendidikan berlomba- lomba mengembangkan sistem pembelajaran sendiri, namun ada juga yang memilih untuk menggunakan flatfom yang sudah ada sebelumnya (Aji, 2020). Berikut beberapa media pembelajaran yang lebih dikenal semenjak pandemi covid-19 merebak:

a.    Media WA Group: Media ini merupakan yang paling banyak digunakan. Baik pada tingkat satuan pendidikan dasar hingga tinggi. Hal ini karena flatfom ini dinilai dimiliki oleh banyak orang dan mudah diakses dimana saja.

b.    Media buatan Google seperti Google Classroom dan Google Suite for Education: Media ini dikembangkan oleh google sejak lama, namun baru dikenal untuk dunia pendidikan sejak pembelajaran daring menjadi sebuah kewajiban.

c.    Media Zoom: Media ini cukup dikenal karena dapat menyajikan proses pembelajaran selayaknya interaksi didalam kelas. Guru dan siswa dapat berinteraksi secara daring menggunakan video call yang menjadi salah satu fitur andalan dari Zoom.

 

 

2.2.4 Peran Guru dalam Media Pembelajaran

Guru pada proses belajar mengajar memiliki urgensi yang sangat besar. Selain mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, guru juga memiliki peran sebagai melopor perubahan tingkah laku peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik. Guru dibantu oleh media pembelajaran dapat mewujudkan hal tersebut menjadi lebih efektif (Lestari, 2018). Berikut peran guru didalam media pembelajaran.

a.    Guru Sebagai Mediator

Peran sebagai mediator diperlihatkan guru dari bagaimana guru memberikan atmosfer belajar yang kondusif bagi siswanya. Pembelajaran dikelas bukan hanya berpusat pada guru namun juga berorintasi kepada aktifitas- aktifitas yang melibatkan siswa secara langsung. Dalam hal ini guru juga sebagai penjelas atau pemberi komando pada proses belajar mengajar sehingga jalannya sebuah proses belajar mengajar menjadi lebih terarah.

b.    Guru Sebagai Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru dalam hal ini berkaitan dengan pelayanan kepada peserta didik dalam upaya perubahan tingkah laku mereka. Dalam menjalani perannya sebagai fasilitator guru diharuskan mendengarkan dan bersikap sabar terhadap pola tingka laku peserta didik. Dalam hal media pembelajaran, guru disini berperan sebagai yang mengembangkan dan memilih media pembelajaran yang sesuai dengan topik dan kebutuhan peserta didik. Berikut beberapa kriteria yang perlu diperhatikan guru dalam memilih media:

1)      Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran (instructional goals) Dalam memilih media yang akan dikembangkan, guru perlu mengidentifikasi terlebih dahulu tujuan umum dan tujuan khusus setiap pembelajaran. Hal ini kemudian disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikannya.

2)      Kesesuaian media dengan materi pembelajaran (instructional content) Selain disesuaikan dengan tujuan, yang tak kalah penting adalah menyesuaikan media yang digunakan dengan materi yang ingin diajarkan. Misalnya guru ingin memberikan pemahaman yang kompleks, guru lebih disarankan menggunakan media yang memberikan pengalaman belajar dengan presentasi tinggi kearah konkrit.

3)      Kesesuaian media dengan karakteristik peserta didik Kebutuhan, keinginan, dan kekurangan peserta didik juga harus dijadikan tolak ukur dalam pemilihan media. Pada tahap awal, guru disarankan untuk mengetahui terlebih dahulu karakteristik peserta didiknya. Dengan demikina, media yang digunakan pemanfaatannya lebih tepat sasaran. Karena setiap media pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan pada subjek atau objek tertentu.

4)      Kesesuaian media dengan teori yang ada. Media pembelajaran yang digunakan guru haruslah media yang sudah teruji dan dibuktikan oleh teori para ahli. Media bukanlah fanatisme atau imajinasi guru terhadap sesuatu, melainkan harus dikembangkan dan dipilih berdasarkan dengan konsep yang telah ada.

5)      Kesesuaian media dengan kondisi lingkungan, fasilitas, pendukung,dan waktu yang tersedia. Yang tidak kalah penting adalah penyesuaian media dengan fasilitas yang ada di sekolah, guru tidak perlu menyiapkan media audio visual apabila sarana prasarana di sekolah tidak mendukung untuk menggunakan itu. Selain itu, waktu persiapan dan penggunaan media tersebut juga harus menjadi aspek yang diperhatiak oleh guru.

c.    Guru Sebagai Pembimbing

Dalam memenuhi perannya sebagai pembimbing dalam pemanfaatan media pembelajaran guru memberikan arahan bagaimana penggunaan media yang telah dikembangkan dan dipilih dalam proses pembelajaran.

 

 

  

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Pembelajaran adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik di dalam pengkondisian lingkungan belajar yang memanfaatkan sumber belajar dalam upaya pemerolehan dan perkembangan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Adapun faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yakni: guru(pendidik), peserta didik, sarana dan prasarana, dan lingkungan. Hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam proses pembelajaran merupakan sebuah kesatuan sistem yang menempatkan media pembelajaran sebagai bagian integral dari sumber belajar, adalah komponen penting dalam ketercapaian pembelajaran yang lebih bermakna. Pemilihan sumber belajar harus memperhatikan kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan.

Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasasan psikologis, historis, teknologis, empirik, filosofis, dan sosiologis. Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar[1]mengajar.

Pengaruh teknologi sangat memberikan dampak yang luar biasa terhadap dunia pendidikan masa kini, apalagi pada masa pandemi covid-19 yang memaksa guru dan siswa terbiasa dengan sistem kegiatan pembelajaran yang tidak biasa. Guru pada proses belajar mengajar memiliki urgensi yang sangat besar. Selain mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, guru juga memiliki peran sebagai melopor perubahan tingkah laku peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik. Guru dibantu oleh media pembelajaran dapat mewujudkan hal tersebut menjadi lebih efektif.

 

 

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai sumber belajar dan media pembelajaran dalam pembelajaran. Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami baik konsep maupun penerapan pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan kampus. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan sebagai berikut:

3.2.1        Bagi linguis, dosen, peneliti

a.       Memperkaya multi penafsiran kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran

b.      Memproduksi teori pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran

c.       Mendokumentasikan penelitian bidang pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran secara kontinuitas

3.2.2        Bagi guru dan mahasiswa bahasa

a.       Mendalami kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran dengan sumber beragam dan terbaru

b.      Melakukan penelitian kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Berkolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam berkarya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Aji, R. H. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-i. 7(5), 395- 402

Arsyad, Azhar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Cahyadi, Ani. (2019). Pengembangan Media dan Sumber Belajar: Teori dan Prosedur. Jakarta: Penerbit Laksita Indonesia.

Fikri, Hasnul dan Ade Sri Madona. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Samudra Biru.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Lestari, I. D. (2018). Peranan Guru Dalam Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Information and Communication Technology (ICT) di SDN RRI Cisalak. Jurnal SAP, 3(2), 137-142

Munadi, Yudhi. (2013). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Referensi

Musfiqon. (2011). Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka

Rudi, S., & Cepi, R. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: FIP UPI.

Sadiman, Arif. (2007). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sanjaya, Wina. (2012).  Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. (2003). Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru

Sugandi, Achmad. (2006). Teori Pembelajaran. Semarang: Unnes Press.

Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.