DUA AKAR KEHANCURAN PROFESI AKUNATN

23 December 2015 11:45:29 Dibaca : 883

Kehancuran perusahaan Enron merupakan pukulan berat dalam bisnis. Dan peristiwa buruk tersebut tidak pernah diduga oleh banyak orang, khususnya pelaku bisnis dan pengamat ekonomi, mengingat perkembangan perusahaan Enron begitu pesat dalam kurun waktu tahun 90-an, bahkan sempat tercatat sebagai perusahaan yang memiliki reputasi sangat baik di tingkat dunia .
Secara umum, ada dua akar hancurnya Enron dan Arthur Anderson. Kedua akar itu adalah tidak berjalannya tata kelola dan minimnya kepedulian pada etika dalam menjalankan profesi akuntan. Faktor pertama sangat terkait dengan Enron, dan faktor kedua sangat berhubungan dengan Arthur Andersen

Hierarkhi Unsur Metafisik Manusia

23 December 2015 11:43:33 Dibaca : 1193

hierarkhi unsur metafisik manusia berturut-turut dari yang paling rendah (nafsu) ke yang paling tinggi (ruh). Nafsu adalah dorongan hewani yang agresif dan erotik yang bila tidak dikendalikan akan menjerumuskan manusia pada derajad yang serendah-rendahnya (Bastaman 1995:93). Dengan dorongan nafsu ini, dikendalikan atau tidak, manusia tetap lestari (survive) dan dapat mempertahankan eksistensinya secara biologis di atas bumi. Tanpa nafsu, manusia tidak akan eksis di dunia. Ini berarti bahwa nafsu harus tetap ada dalam diri manusia. Namun keberadaan nafsu ini harus tetap terkendali, agar eksistensi manusia berada pada posisi yang mulia.
Unsur metafisik kedua adalah akal. Akal adalah daya pikir atau potensi inteligensia (Bastaman 1995:93). Akal dapat memberikan penjelasan-penjelasan rasional atas simbol atau fenomena yang sedang dihadapi oleh manusia. Akal juga dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan rasional bagi manusia dalam mengambil keputusan. Dengan akal ini pula manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai instrumen yang digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan eksistensi kehidupannya.
Kalbu, unsur metafisik yang ketiga, merupakan karunia Tuhan yang halus, indah, mengetahui segala sesuatu, dan bersifat ruhaniah serta ketuhanan (Bastaman 1995:93). Kalbu, secara spekulatif, dapat dikatakan sebagai lokus dari sifat ketuhanan. Dengan sifat ini, kalbu dapat memberikan cahaya Ilahi, yaitu cahaya kebenaran yang mampu memberikan petunjuk pada akal dan nafsu manusia kepada arah yang benar. Namun kalbu dapat tertutup oleh debu-debu sejarah dan sosial (yaitu, dosa-dosa) sehingga ia tidak mampu memancarkan sinar Ilahinya untuk memberikan petunjuk. Kalbu juga merupakan lokus dari perjanjian primordial manusia dengan Penciptanya, yaitu suatu pengakuan dari manusia tentang Tuhan Pencipta alam semesta (termasuk diri manusia itu sendiri). Konsekuensi dari perjanjian primordial ini adalah adanya potensi manusia untuk percaya kepada Tuhan pencipta alam semesta. Dengan potensi ini, sebetulnya tidak ada manusia yang atheis, karena manusia yang mengaku dirinya atheis sebetulnya telah menjadikan atheisme sebagai tuhan mereka. Jadi pada dasarnya mereka juga bertuhan.
Unsur metafisik keempat adalah ruh. Ruh adalah nyawa atau sumber hidup manusia atau sesuatu yang halus, indah, dan mengetahui segala sesuatu (Bastaman 1995:93). Ruh adalah “bagian” dari Tuhan. Oleh karena itu, ia dalam diri manusia bersifat fitrah (suci) dan “selalu mencari pengetahuan tentang Tuhan dan jalan ketuhanan sebagai bekal kembali lagi kepadaNya” (Bastaman 1995:78).

DASAR DAN AKAR PENDIDIKAN ETIKA

23 December 2015 11:42:13 Dibaca : 1318

Pendidikan pada dasarnya bertujuan mencerdaskan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan tujuan pendidikan seperti di atas, sistem pendidikan tidak sekedar berorientasi pada pasar, tetapi (yang lebih penting) juga bagaimana pendidikan bisa menciptakan pribadi yang mulia. Pendidikan modern, disadari atau tidak, dibangun berdasarkan pada etika utilitarianisme yang berorientasi pada pencapaian utilitas materi yang hedonis. Corak ini direfleksikan oleh institusi pendidikan yang berperilaku sebagai perusahaan dengan berbagai macam program studi. Minat masyarakat biasanya terarah pada program studi yang mudah diserap oleh pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, institusi pendidikan mengerahkan potensi yang dimilikinya untuk menjual program studi yang saleable.
Dengan corak ini, institusi pendidikan tidak dapat mengisi kawasan sikap dan pembentukan sikap dengan nilai-nilai etika yang dapat memanusiawikan manusia, “memanusiawikan” ilmu dan praktik ilmu pengetahuan. Institusi pendidikan tidak mampu menyeimbangkan manusia menjadi mahluk yang peka, sadar, dan mampu menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam keesaan Tuhan, kemanusiaan yang beradab, sadar akan lingkungan alam semesta, dan apalagi membentuk kesadaran ketuhanan (divine consciousness) pada diri manusia. Ini, secara implisit, juga menunjukkan bahwa upaya menyiapkan sarana pembentukan manusia yang seimbang (yang memahami bahwa di samping alam materi dan alam ide terdapat juga alam nilai dan alam spiritual di mana semuanya harus dipahami oleh, dan terkandung dalam kepribadian dan karakter, manusia yang bersangkutan) menjadi terabaikan.
Substansi pendidikan adalah mentransformasi perilaku manusia menjadi perilaku yang positif yang peka dan sadar akan hakikat sejati dirinya. Untuk itu, pendekatan internal (psikologis) dan eksternal (struktur dan tatanan sosial) sangat diperlukan untuk mentransformasi “diri” (self) manusia. Tulisan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan beberapa strategi pendidikan etika bisnis dan profesi akuntansi dalam rangka menciptakan masyarakat madani (civil society). Pembahasan dimulai dengan diskusi tentang “diri” manusia dengan pendekatan teori interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) dan teori etika al-Ghazali. Diskusi tentang “diri” dimaksudkan untuk memahami secara mendalam tentang hakikat “diri” dan sekaligus mencari strategi bagaimana membentuk “diri” yang utuh. Berikutnya, diskusi akan diarahkan pada strategi itu sendiri yang terkait dengan unsur metafisik manusia, yaitu: nafsu, akal, hati, dan ruh.

“Diri” (Self): Tinjauan dari Teori Interaksionisme Simbolik dan Etika al-Ghazali
Bagian ini mendiskusikan konsep “diri” dari sudut pandang teori Interaksionisme Simbolik dan teori Etika al-Ghazali. “Diri” merupakan elemen penting manusia, karena perilaku manusia merupakan ekspresi dan eksternalisasi dari nilai yang terkandung dalam “diri.”

PROBLEMA ETIKA DI INDONESIA

19 September 2014 16:29:03 Dibaca : 4030

2.1 Organisasi dan visi bisnis
Usaha bisnis adalah suatu oraganisasi produktif dengan mengemban tugas khusus dalam bidang bisnis. Dengan tugas bisnisnya organisasi ini memberikan kapasitas kepada masyarakat untuk berkinerja (drucker, 1994:113). Sesungguhnya organisasi bisnis adalah pengemban banyak amanah dan dalam banyak hal diharapkan melakukan sesuatu yang mempunyai nilai etika dalam bisnisnya.
Etika bisnis harus dimulai dari lingkungan terkecil (misal perusahaaan kita), keberadaan etika bisnis dapat dikaitkan dengan kompotensi. Suatu organisasi yang menangani masalah diluar kompotensinya dianggap tidak etis, karena hanya merusak diri sendiri dan masyarakatnya. Sebuah rumah sakit yang mengklaim dirinya spesial menangani penyakit jantung adalah tidak etis kalau juga menangani penyakit syaraf atau paru – paru. Tindakan yang demikian adalah tindakan yang menyalahi kompotensinya yang terspesialisai, nilai – nilai yang khas dan fungsinya yang khusus.
Kinerja bisnis beretika dipengaruhi oleh oleh visi dan misi organisasi bisnis yang dirancang jauh sebelum fungsi bisnis dijalankan. Usaha bisnis yang ideal dimulai dari dari perumusan visi. Brdasarkan visi tersebut bisnis dijalankan dan dikendalikan.
Dinegara kita perumusan visi bisnis kebanyakan perusahaan masih jauh daripanggilan moral etika yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam. Visis bisnis yang baik secra mmoral adalah visi bisnis yang mengacu pada sebuah panggilan jiwa atau sebuah kerinduan yang mendalam atau sebuah impian yang agung dan lahir dari hati. Visi yang berasal dari hati sanuari mampu melahirkan optimisme yang tinggi, dapat meningkatkan ketahanan dan mendorong kreativitas tinggi serta apat melakukan sesuatu yang jauh lebih baik dibandingkan orag lain. Sesuatu yang lebih baik hanya dapat dihasilkan oleh sebuah rencana dan visis bisnis yang baik pula.
Sebagai suatu usaha yang terencana, bisnis tidak dapat luput dari berbagai masalah yang harus dihadapinya, mulai dari masalah pendanaan ( keuangan), sumber daya manusia, operasional sampai dengan pemasaran yang kompleks. Semakin besar perusahaan, semakin besar pula pelung dan permasalahan yang harus diselesaikannya.
Pelaku usaha bisnis yang cerdas mampu mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan itu dengan bijak. Perusahaan yang cerdas mampu dan mau menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya dengan prinsip – prinsip bisnis dan norma-norma hukum yang berlaku tanpa mengorbankan nilai-nilai etika kemanusiaan. Dengan semangat moral dan etika, fungsi – fungsi bisnis dapat dijalankan untuk mencapai tujuan bisnisnya yang mulia.

2.2 Lingkungan Dan Reformasi
Eksistensi dan pertumbuhan perusahaan, selain di pengaruhi oleh berbagai factor internal (dalam perusahaan ), juga dipengaruhi oleh factor eksternal (Luar Perusahaan) yang sulit di prediksikan (uncontrollable factor ). Termaksud dalam lingkungan eksternal antara lain supplier, pelanggan, pesaing (competitor), stakeholder, dan masyarakat.
Berbagai factor eksternal tersebut gerak dan perkembangan sebuah perusahan juga diwarnai berbagai dan perubahan lingkungan yang lebih besar (makro) seperti ekonomi, hukum, teknologi, politik, geografi, demografi, dan factor alam (fisik). Masing-masing variabel yang tidak dapat dikendalikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah bagi perusahaan dan juga berpeluang bagi timbullnya pelanggaran etika bisnis.
Sejak era reformasi bergulir telah banyak perubahan dalam iklim bisnis dan ekonomi di Indonesia. Peluang bisnis terbuka lebar dan ekonomi nasional bertumbuh menggembirakan. Sejak itu pengusaha luar negeri ramai-ramai masuk ke Indonesia, mereka merambah ke berbagai sector usaha, mulai dari perbankan sampai dengan usaha eceran. Berbarengan dengan itu beberapa pengusaha domestic bermitra dengan pebisnis luar negeri untuk membangun konglomerasi yang kadangkala keluar dari bisnis intinya. Akibatnya banyak perusahaan kita yang menjadi amu di Negerinya sendiri dannilai-nilai moralitas kebangsaa menjadi memudar. Kecintaan terhadap produk dalam negeri juga terkikis dan sifat individualistic juga semakin digandrungi , demikian budaya-budaya asing yang tidak cocok dengan nilai luhur kebangsaan mulai berkembang dan tatanan kehidpan masyarakat kita. Semangat gotong royong kini menjadi barang dan binatang lanka. Lebih menyedihkan lagi semangat demokrasi ekonomi sebagaimana diamanahkan UUD 1945nyaris tidak punya tempat dalam hati dan pikiran bangsa Indonesia.
Salah satu nilai yang diadopsi pelaku bisnis kita dai pencaturan bisnis Internasional adalah sikap individualistic dan kapitalistik. Kedua sikap tersebut kini menjadi semboyan dan panutan sikap banyak perusahaan di Indonesia. Istilah bussines is bussines semakin populer, demikian juga usaha koperasi dan jiwa kooperatif semakin tidak populer, yang populer adalah keuntungan dan hanya keuntungan titik.
Di sisi lain pelanggan dan masyarakat semakin kurang puas dengan produk dan pelayanan perusahaan kita. Kepuasan pelanggan hanya diupayakan pelaku bisnis melalui promosi dan bukan dengan pengembangan produk yang semakin berkualitas. Menurut beberapa pengamat, selain nilai-nilai ekspektasi pelanggan yang belum dapat dipenuhi, banyak perusahaan juga balum dapat memahami eksistensinya secara benar.
Banyak pandangan yang menyesalkan situasi tersebut terjadi. Salah satun diantaranya pandangan yang mengamati situasi tersebut dan menyatakan bahwa “perkembangan dunia bisnis yang begitu pesat dewasa ini, ternyata belum diimbangi dengan perkembangan pemahaman yang benar mengenai esensi dasardasar berbisnis dan arti dunia bisnis itu sendiri “salah satu hala yang esesnsial bagi dunia bisnis adalah menjaga terpenuhinya tuntutan kepentingan dari berbagai pemangku kepentingan (satakeholder) perusahaan.
Perusahaan dan pemangku kepentingan sebenarnya berada dalam suatu system yang independensi . keberhasilan perusahaan pada satu sisis ditentukan oleh dukungan segenap pemangku kepentingan dan pada sisi yang lain pemangku kepentingan menaruh harapan untuk memperoleh jasa dan konstribusi material dari pihak perusahaan. Untuk itu di antara mereka harus diciptakan terikat dalam suatu jalinan hubungan yang terus-menerus.
Dalam kaitannya dengan penciptaan hubungan baik dengan stakeholders, pertanyyan mendasar yang harus dijawab pebisnis adalah: langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan perusahaan (Usaha bisnis) untuk menciptakan hubungan baik dengan penduduk, menjaga nama baik perusahaan, memelihara konsumen, menjalin hubungan dengan pemerintah, buruh (tenaga kerja), competitor, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang sehari-hari baik langsung atau tidak mempengaruhi operasinal perusahaan. Semua pemangku kepentingan lazimmnya membuat interesy dan ekspektasi terhadap perusahaan.
2.3 persaingan bisnis
Seperti hal nya di Negara lain, persaingan usaha dalam tataran bisnis di Indonesia tidak dapat dihindari, persaingan adalah sesuatu yang wajar dalam dunia bisnis. Namun persaingan yang tidak sehat dan tidak beraturan, selain dapat merugikan pelaku bisnis itu sendiri, juga dapat berdampak negative bagi kemajuan perekonomian bangsa dan Negara.
Dalam konteks persaingan, keberadaan pemerintah hanyalah sebagai Pembina, regulator, dan fasilittor semata. Pada dasarnya pemerintah tidak bermaksud untuk mencampuri urusan bisnis swasta dalam hal bersaing ini, selama persaingan itu masih dalam koridor yang fair. Namun dengan adanya beberapa pelaku yang salah dalam penafsiran kebijakan dan pelayanan yang diberikan pemerintah, dipandang perlu member pengaturan yang mengikat setiap perusahaan dan personalianya.
Pada masa orde baru perekonomian tumbuh dengan angka cukup tinggi, tapi pertumbuhan ekonomi itu hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, dan kue pembangun an ekonomi hanya dirasakan oleh hanya beberapa konglomerat saja. Sementara itu masyarakat kecil yang tidak dekat dengan pusat kekuasaan tidak memperoleh peluang usaha yang layak. Persingan usaha berlangsung secara sangat tidak sehat dan keberadaan konglomerat manjadikan pengusaha-pengusaha kecil berguguran dan gulung tikar.
Beberapa pengusaha yang licik dengan kekuatan material yang ada, mampu mempengaruhi keputusan diberbagai level pemerintahan. Metode mendapatkan berbagai kemudahan dan fasilitas seperti hallnya dalam perizinan, kredit dari perbankan Negara dan izin khusus katakanlah untuk mempruduksikan atau memasarkan produk tertentu , sehingga terjadinya praktik monopoli dan persaingan bisnis yang tidak wajar. Perilaku monopolistic oleh satu atau beberapa perusahaan bandit tersebut telah memberikan peluang kepadanya untuk mengerut keuntungan super normal, dan menumpuk harta sebanyak mungkin.
Pelaku bisnis yang tak beretika itu telah mengabaikan kepentingan masyarakat banyak, mematikan usaha sejenis lainnya dan pribumi serta menguburkan partisipasi masyarakat dalam pembanguna di berbagai sector ekonomi dan bisnis.
Pemberian kesempatan berusaha kepada sekelompok orang tanpa memasukan nilai kebersamaan adlah pentimpanan moran etika. Demikian juga pelaku bisnis yang dengan sengaja menciptakan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dan bisnis pada seorang atau beberapa orang saja sehingga adanya praktik mono atau duopoly adalah perbuatan tidak bermoral yang mengangkapi semangat keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Keadilan, kebersamaan, dan kemakmuran serta kesejahteraan adalah nilai-nilai yang harus diperjuangkan para pelaku ekonomi dan bisnis kita. Untuk itu diperlukan aturan yang dapat menciptakan iklim berusaha yang sehat bagi pelaku bisnis bermoral dan menghambat ruang gerak usahawan tercela. Dengan demikian akan dapat menjadi pendorong tumbuh dan perkembangnya usaha bisnis di tanah air. Sebagai rujukan bagaimana pebisnis bermoral dapat bersaing sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Undang-undang No.5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia.
Pelaku bisnis harus peka terhadap nilai dan kepentingan masyarakat dalam jangka panjang. kepentingan dan nilai-nilai yang diharapkan harus dapat berubah karena waktu dan tuntutan kebutuhannya. Selain harus memperhatikan partisipan perusahaan, pelaku usaha juga harus memperhatikan perubahan kepentingan dan nilai-nilai ditengah-tengah masyarakat dan pasar. Sungguh suatu kelaziman bahwa masalah pasar dan lingkungan pada umumnya mengalami perubahan, maka perusahaan selama ini beroperasi tidaksepi dari berbagai masalah yang tidak diharapkan. Namun demikian permasalahan itu harus diselesaikan dengan arif, cerdas, dan bijaksana.
Masalah-masalah etika dalam bisnis tidak pernah habis-habisnya dan terus mengalami perkembangan dan perubahannya. Keberadaan masalah etika dalam suatu perusahaan sangat berkaitan dengan ekspetasi berbagai kepentingan para stekholdersnya yang juga terus berkembang (Rudito dan Famiola, 2007:5). Maslah etika bisnis dalam perusahaa merupakan Sesutu yang kompleks dan dinamis, sebaiman kompleksitas dan dinamika yang dihadapi suatu perusahaan. Cakupannya meliputi segenap dimensi fungsi eksistensi suatu bisnis itu sendiri. Dengan demikian etika itu dapat dinilai, dievaluasi dan di implementasikan pada fungsi-fungsi bisnis atau badan usaha.

2.4 keuangan perusahaan
Kinerja keuangan bagi sebagian besar perusahaan adalah segala-galanya. Keberhasilan operasional dan pemasaran belum bermakna tanpa keberhasilan keuangan. Cerita bisnis adalah cerita uang, rupiah, dolar, euro, dan sebagainya. Indikator keberhasilan bisnis yang pertama dan mudah digunakan adalah kinerja keuangan Tanpa berkemampuan dalam keuangan, manajemen bisnis dianggap gagal dan donatur akan sangat cepat meresponnya. Keuangan internal adalah masalah yang paling sensitif bagi perusahaan.
Demikian juga pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan itu, seperti karyawan dan pemegang sahamnya. Dalam hal keuangan masalah yang sering dihadapi usaha bisnis tidak hanya menyangkut dari mana sumber dana dapat diperoleh, tetapi juaga ke mana dana tersebut dibawa, dialokasikan dan diinvestasikan. Selain kelangkaan sumber dana, dewasa ini usaha bisnis juga harus membayar suku bunga (cash of fund) yang semakin tinggi.
Sementara itu usaha yang ada dan dipilih tidak menjamin perolehan keuntungan yang maksimum bagi investasinya, terutama karena situasi bisnis yang tidak pasti dan persaingan usaha yang semakin tajam. Mengalokasikan dana yang ada, ternyata jauh lebih sulit dari pada mendapatkannya. Idealnya dana usaha harus ditempatkan pada proposal investasi yang berpeluang memberikan keuntungan yang memuaskan bagi perusahaan dan pemilik modalnya.
Tidak semua peluang usaha yang tersedia di pasar mampu memberikan profitabilitas atas investasi yang dilakukan. Bidang-bidang investasi yang prospektif, menjanjikan dan kurang rintangan masuk, biasanya diikuti oleh persaingan yang tajam. Itu memang rasional dan hukum bisnis. Kesalahan dalam memilih bidang, jenis dan peluang bisnis dapat menimbulkan resiko kerugian bagi pelaku bisnis.
Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam dan komprenshif terhadap suatu rencana investasi yang diajukan. Tidak semua bidang usaha yang tersedia itu secara potensi menguntungkan dan layak diupayakan untuk kepentingan masa depan perusahaan. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha. Dalam bidang keuangan, biaya dan pendapatan adalah penentu keuntungan bagi perusahaan.
Biasanya biaya yang paling besar dikeluarkan perusahaan adalah untuk kebutuhan produksi dan operasional. Biaya ini tidak terlepas dari skala usaha yang dipilih dan digunakan perusahaan. Skala usaha yang mampu disediakan dan dipilih dan digunakan perusahaan. Skala usaha yang mampu disediakan dan dipilih seringkali pula mempengaruhi efisien produksi mereka, yang akhirnya bermuara pada perolehan keuntungan dan pertumbuhan usaha bisnisnya dalam jangka panjang (long term profit and business growth).
Umumnya perusahaan terutama yang berskala besar, sering menggalang dana publik untuk kepentingan ekspansi bisnisnya. Tidak jarang mereka mengelabui calon debitur dengan menyuguhkan laporan dan informasi keuangan berstandar ganda, merekayasa data dan menyembunyikan keadaan sesungguhnya. Untuk kepentingan penggalangan dana dan mendapatkan fasilitas kredit mereka merekayasa laporan keuangan dengan keuntungan tinggi dan berbeda untuk kepentingan pajak, mereka menampilkannya dengan laba usaha yang rendah. Dengan demikian penyusunan laporan dan informasi keuangan disesuaikan menurut keperluan dan tujuannya yang terselubung. Tindakan ini selain merupakan suatu pelanggaran terhadap kode etik, sesungguhnya juga melanggar hukum.
Selain ada perusahaan yang dengan sengaja melanggar etika bisnis dengan mempraktikan manajemen immoral dan amoral (moral hazard), dalam realitanya di indonesia tanpa disadari banyak sekali perusahaan melanggar etika. Manakala suatu bisnis dijalankan menyalahi visi dan misinya mengindikasikan pelanggaran etika pada perusahaan itu.
Sebuah bank yang memperoleh proporsi pendapatan dan keuntungan yang lebih besar dari sumber non operasional bank adalah juga pelanggaran etika bisnis. Dalam hal ini dana yang dikerahkan dari masyarakat tidak sepenuhnya disalurkan bagi kredit produktif dunia usaha. Menyalurkan kredit kepada sektor-sektor konsumtif yang lebih besar dibandingkan sektor produktif adalah penyimpangan dari visi perusahaan dan karenanya dapat digolongkan dalam perbuatan melanggar etika.

2.5 operasional perusahaan
Kedudukan operasional sangat strategis bagi suatu usaha bisnis, karena bidang fungsi bisnis inilah yang mampu menghasilkan dan menyajikan apa yang dibutuhkan konsumen. Masalahnya kebutuhan pelanggan sering berubah dan perubahan itu menjadi kendala dalam proses produksi perusahaan. Proses produksi tidak mungkin statis, karena selera pelanggan itu dinamis.
Untuk mengikuti keinginan dan kebutuhan pelanggan yang setiap saat bias berubah, perusahaan dituntut untuk memilih dan penggunaan teknologi yang tepat, efisien dan didukung oleh ilmu pengetahuan yang memadai. Ilmu pengetahuan teknologi, erat hubungannya dengan tingkat kesulitan produksi, efisiensi dan biaya serta kemampuan bersaing suatu perusahaan.
Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan seri g drastis telah membuat prodok terbaru mereka segera usang atau pendeknya suatu siklus kehidupan produk. Dalam beberapa jenis produk, usianya pendek. Sementara perusahaan sedang sibuk dengan produknyam produk impor memasuki kancah persaingan domestic, maka perang harga tidak terhindar lagi. Persoalannya adalah bagaimana pebisnis kita mengahadapi fenomena tersebut.
Saat ini kegiatan produksi dituntut untuk senantiasa seirama dengan pemasaran, terutama untuk menyatuhi tuntutan konsumen yang cenderung berubah cepat. Tantangan ini cukup terasa bagi usaha bisnis, sehingga pebisnis diharpkan mampu memprediksi teknologi dan selera konsumen di masa yang akan dating, dan perlu merancang kegiatan operasionalnya secara rfektif dan efisien.
Banyak perusahaan di Indonesia yang mengabaikan etika dan menjadikan kendala dalam operasionalnya sebagai alsannya. Pelanggaran etika dalam hal ini antara lain : menghasilkan produk yang usang, tidak hemat energy, tidak higinis, tidak layak konsumsi dan umumnya kurang memiliki nilai utilitas waktu, bentuk dan tempat kepada pelanggan.
Tidak semua perusahaan fokus terhadap kegiatan produksi yang efisien. Terutama perusahaan yang berada dalam struktur pasar yang kurang kompetitif. Pelaku bisnis yang kurang memperhatikan efisien produksi, menghasilkan biaya produksi yang mahal.
Dengan demikian mereka menetapkan harga jual yang tinggi pula kepada pelanggannya. Tanpa terasa dosa pebisnis dibebankan kepada pelanggan. Perusahaan secara etis tidak membabani pelanggan dengan harga yang tidak layak dan produk yang kurang bermanfaat untuk dikonsumsikan.
Pemenuhan kepuasan bagi pelanggan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya seharusnya menjadi focus produksi dan pemasaran perusahaan. Dalan kaitan itu diperlukan penghematan-penghematan sebatas tidak menurunkan nilai manfaat dan kualitas barang yang dihasilkan.
Namun demikian tidak sedikit perusahaan yang memiliki posisi pasar yang kuat terus berusaha menekan biaya produksi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan cara menurunkan kualitas bahan baku dengan yang harganya lebih murah. Selain tidak ideal dalam rangka program pengembangan produk dan kualitas, tindakan perusahaan yang demikian juga mengabaikan arti pentingnya kelangsunggan hidup dalam jangka panjang sebagai salah satu tujuan bisnnisnya. Karenanya dengan dalih apapun perbuatan tersebut tidak dapat ditoleransikan dan dianggap sebagai sesuatu yang melanggar etika.
Pengaruh lingkungan (makro dan mikro) yang sangat kentara pengaruhnya pada aspek pemasaran perusahaan. Selera konsumen dan permintaan senantiasa berubah. Pemasaran yang statis dan kurang strategis tidak mampu menyelamatkan perusahaan dari persaingan yang semakin sengit. Gagal dalam bersaing berarti gulung tikar dan tamatlah riwayat prusahaan.
Dengan demikian persoalan yang dihadapi perusahaan adalah bagaimana menyesuaikan potensi sumber daya perusahaan baik sumber daya bisnis dan sumber daya pasar dengan permintaan konsumen yang bervariasi dan penuh dinamika tu. Perusahaan dituntut untuk tidak hanya pintar menghasilkan produksi dengan biaya murah dan tepat waktu, tetapi yang lebih penting justru membuat sesuatu yang sesuai dengan selera konsumennya, mampu dijangkau dan bermafaat untuk dikonsumsikan. Setiap barang mampu diproduksikan belum tentu mampu untuk dipasrkan. Tetapi setiap barang/jasa yang mampu dipasrkan dengan bantuan teknologi dan SDM perusahaan, mampu untuk diproduksikan.

2.6 sumber daya manusia perusahaan
Pelanggaran etika bisnis sering didapatkan dalam bentuk penyimpangan penerapan manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan.Banyak perusahaan mengeksploitasi manusia sebagai tenaga kerja tanpa disadari oleh pekerja itu sendiri. Keberadaan sumber manusia dalam organisasi bisnis menentukan keberhasilan pelaksanaan fungsi-fungsi bisnis lainnya.
Sering suatu usaha bisnis yang mampu dalam permodalan,menguasai teknologi operasional, dan memiliki aktivitas dan rencana pemasaran yang baik mengalami kegagalan,karena perusahaan tersebut tidak memiliki sumber daya manusia yang unggul,handal dan loyal. Secara kuantitas,pasar menawarkan cukup banyak tenaga kerja,melebihi kebutuhan. Namun sangat sering perusahaan meneriakkan kelangkaan sumber daya manusia yang handal,jujur dan loyal. Banyak karyawan perusahaan yang jujur tetapi kurang produktif dan banyak pula tenaga kerja yang produktif tetapi kurang jujur.
Bagi perusahaan besar, kurang produktifnya karyawan mungkin tidak terlalu bermasalah, karena mereka berkemampuan untuk meningkatkan produktifitas sumber daya manusia (SDM) perusahaan. Mendapatkan SDM yang bermoral dan beretika adalah suatu kesulitan yang cukup berarti bagi kebanyakan perusahaan. Di sinilah banyak orang cenderung untuk menggantikan sebaagian pekerjaan manusia dengan mesin untuk memacu produktifitas perusahaan. Tidak semua tugas pekerjaan dapat dialihkan kepda mesin. Walaupun manusia dalam perusahaan adalah juga sebagai faktor produksi,namun kedudukannya tidak boleh disamakan dengan sumber daya bisnis lainnya.
Dalam pandangan moral keberadaan orang yang dipekerjakan dalam perusahaan wajib ditata dengan manajemen sumber daya manusia. Keberadaan manajemen ini sangat erat hubungannya dengan keberhasilan dan pelanggaran etika. Sebagai sumber daya unik,karyawan lazimnya menuntut berbagai nilai yang harus dipenuhi perusahaan.
Pada waktu bersamaan banyak diantara mereka yang tidak mampu memberikan sesuatu yang bernilaibagi perusahaan tempat dimana mereka menggantung hidupnya secara material. Teknologi telah banyak menggeser posisi kerja manusia. Dunia industri cenderung menggunakan lebih banyak barang modal dari pada manusia (Capital Intensive).
Dengan demikian penawaran tenaga kerja manusia melebihi permintaannya. Ketimpangan ini sering dijadikan dalih tak tertulis oleh beberapa perusahaan untuk mengabaikan tanggung jawab moral terhadap faktor produksi ini. Segala alasan pembenaran dicari agar mereka bisa mem-PHK kan karyawannya. Kalaupun tidak mengeluarkan pegawainya, perusahaan malah menghindari tanggung jawab legalnya kepada karyawan.
Disadari atau tidak, sejumlah perusahaan telah memperlakukan tenaga kerja sesuka hatinya dan bila perlu,membayar mereka sekecil mungkin. Tindakan perusahaan yang demikian dianggap oleh pekerja sebagai bentuk pelanggaran nilai etika. Menghukum perusaahaan pada kasus demikian tidak adil dan berat sebelah.
Untuk lebih adil,karyawan seharusnya juga dapat memberikan sesuatu yang bernilai kepada perusahaan. Dengan demikian etika tidak dapat dilihat dari satu sisi saja,yakni perlakuan perusahaan terhadap karyawan semata,tetapi juga menilai perlakuan dan kontribusi karyawan terhadap perusahaan.
Menghargai pemerataan pendapatan adalah penting, tetapi tidak mengorbankan rasa keadilan. Adalah suatu tindakan yang tidak etis bilamana perusahaan bertindak diskriminatif. Menghargai prestasi,kinerja dan produktivitas karyawan dan memberikan kompensasinya adalah harapan nilai-nilai etika bisnis. Banyak perusahaan selama ini terpaksa memilih sistem gaji karyawan yang tetap (seperti PNS).
Dengan demikian berarti mengabaikan penilaian produktifitas permasing-masing tenaga kerja. Selain merugikan perusahaan,sistem gaji tetap juga mematikan kreatifitas dan semangat kerja karyawan berprestasi. Bagi perusahaan membayar gaji sesuai tingkat produktifitas karyawan jauh lebih menguntungkan. Namun beberapa kalangan dan sebagian karyawan menganggap tindakan perusahaan seperti itu adalah melanggar etika karena dituduh melakukan tindakan diskriminatif.
Beberapa perusahaan yang lain memilih penarikan tenaga kerja secara fleksibel. Pada saat pekerjaan ada dan banyak, perusahaan segera menggunakan karyawan dan mengeluarkannya bila tidak diperlukan atau karyawan kontraktual. Karyawan yang ditarik perusahaan secara temporer ini,dievaluasi dan berdasarkan hasil evaluasi itu seseorang dapat dianggap bernilai atau tidak bagi organisasi. Bilaman karyawan dapat memberikan nilai lebih, maka organisasi bisnis menginvestasikan mereka, dengan memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kualifikasi ,memberikan status dan privilese tertentu. Kebijakan ini juga tidak disenangi sebagian karyawan. Anggapan yang dituduhkan kepada perusahaan adalah penunggang kuda menang dan menjadi karyawan sebagai sapi perahan.
Pada beberapa perusahaan,pemahaman akan tnggung jawab etika kepada karyawan hanya didasarkan pada aturan tertulis dan aturan itu akan disesuaikan dengan situasi yang dihadapi perusahaan. Dalam program yang dirancang untuk penghematan atau meminimumkan biaya dalam meraih keunggulan biaya secara keseluruhan (overall cost leadership) , kadangkala perusahaan lebih senang memilih altrnatif dengan menekan biaya tenaga kerja, walaupun ada alternative lain, sehingga upah dan kesejahteraan karyawan menjadi rendah dan tidak sesuai dengan kontibusi yang diberikan.
Dengan kata lain perusahaan melanggar prinsip Equal Pay For Equal Work. Selama upah kerja tidak sama dengan atau di bawah kontribusi yang diberikan karyawan,maka selama itu di anggap terjadinya pelanggaran dalam etika.

2.7 perusahaan dalam konteks pemasaran
Kemampuan organisasi bisnis menjaga pelanggan dan pasar menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Masalah pemasaran yang di hadapi perusahaan terkait dengan nilai etika dan biasanya berkisar pada tuntutan pelanggan yang semakin berkualitas dan dinamis.
Pelanggang tidak hanya berharap barangnya bermanfaat dan pada tingkat harga yang pantas di tetapkan perusahaaan, tetapi juga mereka berharap dapat menikmati manfaat persaingan sempurna dan terbebas dari promosi yang tidak bernilai positif dan menyesatkan.pelanggan menaruh harapan agar dunia usaha dapat memenuhi perangkat nilai-nilai pelayanan rasional, nilai emosional dan juga nilai spritual.
Di bidang pemsaran sering di temukan pengelembungan harga, dengan dalih tingginya biaya produksi, penetapan harga sering di lakukan sesuka hati perusahaan untuk profit super normalnya. Produsen berfokus pada efisiensi produksinya dengan mengabaikan etika.
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi hampir tidak pernah mengenal penurunan harga malah harga yang di naikan sering di pelintirkan dengan istilah di sesuaikan, perusahaan tetap mengenakan harga jual tinggi pada masyarakat pelanggannya, mereka tidak berminat untuk menganut sistem penetapan harga yang menguntungka masyarakat yakni berdasarkan biaya dan keuntungan wajar bagi perusahaan(cost plus profit pricing).
Bisnis berbasis etika adalah bisnis yang di jalankan tanpa melanggar ketentuan ketentuan perundang-undangan yang berllaku baik di wilayahnya maupun di negaranya. Harga merupakan salah satu instrumen yang sering di pebisnis untuk mendapatkan keuntungannya, pada saat jumlah output tidak di tambah atau tidak terjual, harga adalah andalan satu-satunya untuk mendapatkan nilai penerimaan usaha(tota revenue).
Melakukan promosi dalam rangka mendorong permintaan produk perusahaan, sebatas tidak membohogi publik, namun di tujukan untuk menyebarluaskan manfaat produk, keberadaan dan kebijakan perusahaan adalah tindakan yang di benarkan secara etika.
Kemudahan masyarakat atau pelanggan untuk mendapatkan barang dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang tepat adalah sasaran dan tujuan dari distribusi perusahaan. Kadangkala perusahaan atau agennya dengan sengaja menciptakan kelangkaan dengan mengurangi persediaan pasarnya.
Dengan demikian perusahaan akan mendapatkan peluang untuk meningkatkan harga produk perusahaan atau memerah pasar (market skiming pricing) dalam rangka memaksimalkan keuntungannya. Kebijakan dan perbuatan demikian identik dengan perbuatan melawan etika bisnis.

2.8 budaya perusahaan
Dalam aspek budaaya, budaya juga sering berhadapan dengan berbagai budaya bangsa dan karyawan. Nilai budaya yang dianut karyawan belum tentu seperti diharapkan pelaku bisnis, kadangkala malah berbenturan dengan harapan organisasi secara keseluruhan. Tidak jarang pekerja secara individu memiliki budaya yang cacat dalam makna nilai yang positif bagi organisasinya.
Perubahan lingkungan bisnis mempengaruhi budaya seseorang, sekelompok orang dan juga pelanggan perusahaan. Budaya hidup hemat dan bertindak efisien dalam setiap penyelenggaraan bisnis sangat sulit diterapkan dalam banyak perusahaan. Lebih aneh lagi, individu dapat berlaku hemat dalam hal kepentingan pribadi, namun tidak untuk kepentingan perusahaan.
Dalam hal ini yang tidak etis adalah karyawannya. Pribadi karyawan ang bersangkutan tergolong dalam sikap tidak terpuji dan dalam dirinya tidak ada rasa memiliki. Budaya boros terhadap harat perusahaan adalah melanggar etika. Diindonesia budaya seeperti ini bukan barang baru dan karenanya harus dibuat aturan-aturan yang mengikat karyawan untuk berbudaya hemat dan memelihara aset perusahaan.
Budaya salah hanya bagi karyawan atau bawahan dan atasan tidak pernah salah sudah mewabah dalam kehidupan dunia bisnis kita. Dalam organisasi pemerintahan lebih parah lagi. Budaya minta dilayani lebih menonjol dari budaya melayani. Pelenggaran adalah raja masih sebatas retorika dan moto. Demikian juga rakyat adalah segala-galanya adalah semboyan. Budaya mumpung telah begitu memasyarakat dan sulit untuk diberantas. Semua budaya tersebut bertentangan dengan ajaran etika bisnis.
Penanganan masalah budaya perlu didasarkan pada nilai-nilai etika yang positif. Setiap gagasan besar dan sekali lagi gagasan besar itu begitu berpengaruhnya sehingga malampaui semua cacat itu. Personal yang berorientasi pada diri sendiri dan kreatif dapat memberikan gagasan-gagasan semacam itu. Pebisnis dapat memberikan dan menghargai kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut orang lain, disamping menstimuli bawahan (karyawan), memberikan prioritas kebutuhan individu, membina hubungan pribadi yang unggul, memperlakukan kolega sebagai orang yang memikat dan bernilai dan membuat janji secara ketat berdasarkan mamfaatnya serta bersaing terutama untuk mencapai standar terbaik. Pada situasi organisasi seperti ini diperlukan manajer yang mampu menyesuaikan diri dengan pola yang sangat baik yakni menyelaraskan budaya otokrat, birokrat dan pemberian tugas.
2.9 dampak bisnis tanpa nilai etika
Moralitas sebagai inti dari penyelenggaraan etika bisnis mengalami pasang surutnya dan dipengaruhi oleh berbagai dampak perubahan lingkungan,baik lingkungan mikro,Beberapa akibat yang ditimbulkan bila mana pebisnis tanpa melaksanakan etika bisnis dalam aktivitas bisnisnya antara lain :
 Menghalalkan Segala Cara Untuk Kepentingan Bisnisnya
Pelaku bisnis akan menghalalkan semua cara dalam mencapai tujuan bisnisnya baik tujuan pribadi pebisnisnya maupun perusahaan (Organisasi bisnis )nya.Mereka sering menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan moral.Akibatnya kepentingan dan hak-hak orang banyak seperti pelanggan mitra kerja,karyawan dan masyarakat umum menjadi terabaikan.
Akibat lebih lanjut dari kondisi ini adalah pada kurangnya kredibilitas atau kepercayaaan dari para pemaku kepentingan dan masyarakat terhadap organisasi dan pelaku bisnis. Visi dan Misi oerusahaan yangdisampaikan dan di publikasikan tidak lagi dipercaya dan lebih parah lagi masyarakat menilai perusahaan tersebut sebagai pembohong.Pemerkosaan hak-hak publik dan menggunakan pasar dan masyarakat hanya untuk kepentingan memperkaya diri menggunakan pasar dan masyarakat hanya untuk kepentingan memperkaya diri semata dengan cara tidak terpuji dan tanpa mengikuti dan mengindahkan tuntutan nilai-nilai moral etika dan keberadaannya dianggap sebagai predator yang merugikan masyarakat dan lingkungan alam sekitarnyanya.
 Berkembangnya kekerasan
Seharusnya pelaku bisnis adlah masyarakat yang lembut dan cinta damai,namun akhir-akhir ini kekerasan dalam dunia bisnis sudah semakin terasa.banyak persoalan bisnis di selesaikan dengan kekerasan dan bersaing dengan mengabaikan sportifitas dan moral etika.
Pebisnis kadangkala menggunakan preman-preman dan tukang pukul dalam menggiring kemenangan,belum lagi mengabaikan cara-cara yang elegal dan kesatria.Persaingan bisnis seakan harus mematikan perusahaan lain dan juga membuat merek dagang orang lain terkubur dengan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun
 Korupsi, kolusi dan nepotisme semakin meluas
Perilaku korupsi,kolusi dan nepotisme yang tidak sesuai dengan nilai moral kini merambah dunia bisnis dengan internsita yang semakin tinggi dan meluas. Pebisnis sering menggunakan cara-cara yang ilegal dan tidak prosedural dengan menyuap pejabat tertentu untuk kepentingan diri dan bisnisnya.
Atur mengatur yang mengabaikan antara persaingan yang fair dalam tender atau pelelangan suatu pekerjaan(kolusi)terutama dari instansi pemerintah sudah sering terjadi dan dianggap sebagai suatu cara yang biasa dean merupakan bahagian dari strategi dan trik perusahaan dalam memenang kan suatu persaingan.Pada hal kegiatan ini jelas bertentangan dengan aturan hukum dan etika,karena merugikan orang lain dan tidak efisiennya persaingan.
Korupsi telah menjadi penyakit yang melanda banyak orang,baik para politisi,pejabat publik yang dipilih,para pebisnis,maupun masyarakat madani.Hal ini merupakan suatu yang ironis.Gerkan reformasi timbul salah satunya karena ingin memberantas korupsi,tetapi justru di era reformasi korupsi semakin hebat.Maraknya korupsi di Indonesia menunjukkan rendahnya kesadaran moral bangsa ini.
 Penipuan Semakin Merajalela
Dewasa ini sudah sangat sering ditemukan kasus penipuan-penipuan, mulai dari pemalsuan dokumen, pemalsuan produk, pengoplosan sampai dengan pencurian yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi canggih. Penyakit sosial ini tidak dapat diatasi dengan perangkat hukum yang ada tanpa dukungan nilai-nilai moral yang etis.
 Meningkatnya Pelaku Bisnis Yang Bertopeng Etika
Tanpa etika bisnis yang berlandaskan moral dari dalam hati sanubarinya, pelaku usaha hanya berlaku etis dalam suatu kepura-puraan untuk ditonton atau dilihat orang saja atau menggunakan topeng etika, namun sesungguhnya dia dalam gerak-gerik dan kebijakannya tidak menerminkan dan bersikap etis. Perilaku pebisnis ini identik dengan orang-orang munafik yang dilihat dari luar seakan orang baik, tetapi sesungguhnya tidak demikian.
 Tidak Terjaganya kerahasiaan dan Privasi
Hal ini identik dengan membuka aib orang lain yang termasuk pekerjaan yang melanggar etika dan berdosa menurut ajaran islam. Pelaku usaha dan organisasi bisnis yang tidak beretika, merasa tidak bersalah tatkala membuka rahasia orang dan perusahaan lainnya. Perbuatan tersebut dilakukan secara sadar atau tidak adalah untuk kepentingan pribadi atau perusahaannya. Sementara nilai-nilai etika menganjurkan agar setiap orang dapat menjaga kerahasiaan, privasi, dan integritas orang atau perusahaan lainnya.
 Tidak Mengakui/Menghormati Haki dan Karya Cipta Orang Lain
Hak cipta dan hak intelektual identik dengan hak milik orang lain yang perlu dihormati dan tidak dapat direbut orang lain dengan semena-mena.
Pengabaian nilai-nilai etika bisnis dapat menimbulkan para pebisnis amoral yang tidak dapat dan tidak mampu menghargai dan mengakui hak intelektual, hak cipta dan paten orang lain, sehingga dengan sengaja melakukan peniruan, pemalsuan dan penciplakan produk untuk kepentingan pribadi dan perusahaannya.

2.10 peranan pemerintah
Usaha pemerintah untuk mengembangkan dan mendorong pemerataan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat pengusaha untuk ikut dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi telah lama didengungkan. Secara bertahap pemerintah membenahi birokrasi dan mengupayakan agar dunia usaha lebih leluasa bergerak dalam bingkai-bingkai moralitas.Revormasi telah digelar sejak tahun 1998, pada awalnya terkesan membawa harapan baru bagi dunia usaha nasional, tapi belakangann yaris kehilangan makna .
Peluang usaha dalam era reformasi malah lebih banyak dinikmati pebisnis luar yang lebih agresif dan pengusaha kita justru menjadi penonton dampak reformasi tersebut. Reformasi malah mengundang bencana baru bagi iklim usaha nasional.Nilai nilai etika bisnisnya malah ter kuburkan. Keberingasan dan kekerasan melanda dunia usaha kita, demikian juga kolusi dan nepotisme semakinmen dapat tempat dalam budaya bangsa. Persaingan usaha semakin tidak beraturan dan jauh dari sportifitas.Undang-undang tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat hanya menjadi pajangan dan seakan tak digubris pelaku bisnis kita.
Pemerintah memang telah merancang arah pembinaan dunia usaha nasional. tapi tidak mengakomodir nilai-nilai etika bisnis yang berbasis moral dalam arahan itu.Mungkin itu dianggap kurang penting atau cukup dititip pada organisasi pelaku bisnisnya. Di negara berkembang setiap kita dan pada saat moralitas bangsa mulai memudar aturan hukum menjadi penting dalam menata kehidupan bisnis. Pemerintah harus segera membuat program khusus untuk menciptakan iklim dn tata hubungan antar pelaku usaha sebelum kondisinya semakin runyam. Usaha swasta terutama usaha kecil harus diberi peluang yang lebih besar agar mampu memegang peran sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Pengendalian harus juga dilakukan, sehingga terciptanya persaingan yang sehat dan sekaligus mewujudkan pemerataan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian keberadaan pelaku bisnis dapat member kontribusinya dalam memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatnya ketahanan nasional.

2.11 etika bisnis dikamar dagang dan industri Indonesia
Menyadari kedudukannya sebagai wadah pengusaha Indonesia yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rakyat dan masyarakat Indonesia, maka guna mewujudkan peran sertanya dalam mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha yangsehat dan tertib. KADIN menetapkan etika bisnis yang merupakan tuntutan moral dan pedoman perilaku bagi jajarannya dan anggota KADIN didalam menghayati tugas dan kewajiban masing-masing sebagai berikut:
1) Kegiatan usaha/bisnis memiliki harkat dan martabat terhormat yang senantiasa harus dipelihara dan duijaga.
2) Senantiasa berikhtiar meningkatkan profesionalisme untuk meningkatkan mutu dan kemampuan untuk mengantisipasi perunbahan lingkungan usaha.
3) Berprinsip satu kata dengan perbuatan serta bersikapa jujur dan dapat dipercaya.
4) Membina hubungan usaha berdasarkan itikad baik memenuhi ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan serta menyelesaikan perselisihan dan atau perbedaan pendapat serta musywarah dengan berlandaskan keadilan.
5) Memiliki kesadaran nasional, yang tinggi dengan senantiasa melaksanakan tanggung jawab social kepada masyarakat seta menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6) Menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan tindakan yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat.
7) Tidak melakukan praktik-praktik suap, yaitu tidak meminta, tidak menawarkan, tidak menjanjikan, tidak memberi, dan tidak menerima suap.
8) Menghormati kepentingan bersama dan saling menjaga diri dari mengingatkan.
Berdasarkan rumusan etika bisnis diatas diharapkan pelaku bisnis yang bernaung dibawah kamar dagang dan industry Indonesia dapat menjadi pelopor dan pendorong bagi gerakan dan praktik bisnis yang beretika di Indonesia.

PENGERTIAN DAN PENGELOLAAN UKM

19 September 2014 16:17:15 Dibaca : 5674

 

UKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. UKM adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut.
Kinerja nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah. Hal ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor pertanian (yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata di usaha mikro dan kecil umumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikan produktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila di bandingkan dengan usaha yang lebih besar.
Untuk meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untuk mengangkat kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan yang berarti tahap penguasaan teknologi. sebagian terbesar bersifat STATIS atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya mengikuti trajektori tertentu yang khas.
Di antara berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini. Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti misalnya cina dan Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.
Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah:
 Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM.
 Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.
 Daearh operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan.
 Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil Usaha Kecil Menengah tidak saja memiliki kekuatan dalam ekonomi, namun juga kelemahan, berikut ini diringkas dalam bentuk tabel:

B. KEKUATAN DAN KELEMAHAN UKM
No KEKUATAN KELEMAHAN
1 KEBEBASAN UNTUK BERTINDAK. MODAL DALAM PENGEMBANGAN TERBATAS
2 MENYESUAIKAN KEPADA KEBUTUHAN SETEMPAT
SULIT UNTUK MENDAPATKAN KARYAWAN
3 PERAN SERTA DALAM MELAKUKAN USAHA/TINDAKAN RELATIF LEMAH DALAM SPESIALISASI

Segala usaha bisnis dijalankan dengan azas manfaat, yaitu bisnis harus dapat memberikan manfaat tidak saja secara ekonomi dalam bentuk laba usaha, tetapi juga kelangsungan usaha. Beberapa faktor penentu keberhasilan usaha adalah:
 Kemampuan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perusahaan, baik jangka pendek maupun panjang
 Kapabilitas dan kompetensi manajemen.
 Perusahaan dapat memenuhi kebutuhan modal untuk menjalankan usaha.
Krisis global dunia telah menggagalkan, bahkan membangkrutkan banyak bisnis di dunia. Di tengah krisis global yang melanda dunia tahun 2008-2009, Indonesia menjadi salah satu negara korban krisis global, walaupun kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa sektor UKM tahan krisis, namun tetap saja harus ada kewaspadaan akan dampak krisis ini terhadap sektor UKM,dan ada beberapa tantangan UKM dalam menghadapi era krisis global yaitu :
 Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.
 Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7% tergolong perusahaan perorangan berakta notaris, dan hanya 1,7% yang sudah memiliki badan hukum (PT/ NV, CV, Firma, atau koperasi).
 Masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah tidak terampil dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi perajin dan pekerja terampil relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra ekspor mengalami kelangkaan tenaga terampil untuk sektor tertentu.
 Dalam bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri.
Dan salah satu langkah strategis untuk mengamankan UKM dari ancaman dan tantangan krisis global adalah dengan melakukan penguatan pada multi-aspek. Salah satu yang dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Wirausaha dapat mendayagunakan segala sumber daya yang dimiliki, dengan proses yang kreatif dan inovatif, menjadikan UKM siap menghadapi tantangan krisis global. Beberapa peran kewirausahaan dalam mengatasi tantangan di UKM adalah:

1. Memiliki daya pikir kreatif, yang meliputi:
 Selalu berpikir secara visionaris (melihat jauh ke depan), sehingga memiliki
perencanaan tidak saja jangka pendek, namun bersifat jangka panjang
(stratejik).
 Belajar dari pengalaman orang lain, kegagalan, dan dapat terbuka menerima
kritik dan saran untuk masukan pengembangan UKM.
2. Bertindak inovatif, yaitu:
 Selalu berusaha meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam
setiap aspek kegiatan UKM.
 Meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi persaingan bisnis.
3. Berani mengambil resiko, dan menyesuaikan profil resiko serta mengetahui resiko dan manfaat dari suatu bisnis. UKM harus memiliki manajemen resiko dalam segala aktivitas usahanya.
Sementara untuk mengatasi masalah yang ada di UKM saat ini, tidak saja dibutuhkan 3 sikap di atas, namun juga diperlukan langkah-langkah pendukung dari manajemen UKM, dalam aspek penataan manajemen UKM . Beberapa aspek pengelolaan manajemen UKM yang harus dibenahi dapat dibuat daftar nya sbb:
key indicator pengelolaan UKM
1. Personil
2. Fasilitas fisik
3. Akuntansi
4. Keuangan
5. Pembelian
6. Pengurusan barang dagangan
7. Penjualan / Marketing
8. Advertensi
9. Resiko
10. Penyelenggaraan sehari-hari
Banyak text book yang telah mendefinisikan ciri-ciri kewirausahaan dari berbagai
aspek, semisalnya gender, produk yang dihasilkan, usia, serta profil psikologis, seperti
yang ditulis oleh Griffin & Ebert (2005) dan Boone (2007), yang dapat diringkas sbb:
1. Mempunyai hasrat untuk selalu bertanggung jawab bisnis dan sosial
2. Komitmen terhadap tugas
3. Memilih resiko yang moderat
4. Merahasiakan kemampuan untuk sukses
5. Cepat melihat peluang
6. Orientasi ke masa depan
7. Selalu melihat kembali prestasi masa lalu
8. Memiliki skill dalam organisasi
9. Toleransi terhadap ambisi
10. Fleksibilitas tinggi
Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Masalahnya kini, apakah kemitraan hanya sekedar retorika politis semata, ataukah memang secara kongkrit dan konsisten hendak diwujudkan dengan tindakan nyata? Komitmen kemitraan dirasakan bagaikan angin segar bagi kebanyakan usaha kecil. Harapan mereka adalah agar program kemitraan ini tidak hanya seperti angin sepoi-sepoi yang cepat berlalu. Semoga kemitraan tidak hanya sekedar menjadi mitos.
Berdasarkan pemaparan UKM dan kewirausahaan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sbb:
 Usaha Kecil Menegah (UKM) Indonesia telah membuktikan perannya sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan membuktikan diri secarahistoris tahan terhadap krisis.
 Setidaknya ada 7 tantangan yang dihadapi oleh UKM dalam krisis finansial global yang dapat mengancam daya saing dan operasional UKM.
 Aspek kewirausahaan dapat berperan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi UKM, yaitu bagaimana UKM harus dapat bertindak inovatif, berpikir kreatif, dan berani mengambil resiko.
Penulis juga mengemukakan saran pengembangan UKM sebagai berikut:
 UKM harus memiliki manajemen resiko yang baik dalam rangka pengelolaan usaha, untuk itu disarankan adanya perhatian dan pengelolaan perusahaan berdasarkan kepada resiko yang ada.
 Kewirausahaan tidak akan berjalan jika tida memiliki sikap mental positif. Olehkarena itu, pelaku UKM diharapkan memiliki sikap mental positif sebagai syarautama untuk berpikir kreatif, bekerja secara inovatif, dan berani mengambil resiko.

C. PENGELOLAAN KEUANGAN BAGI UKM
Pada umumnya praktik kegiatan UKM berjalan tanpa mengandalkan informasi keuangan yang disusun secara tertib dan teratur. Banyak UKM dapat berjalan normal tanpa dukungan informasi keuangan yang memadai. Mereka dapat berhasil tanpa laporan keuangan yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan hanya didasarkan pada intuisi dan kebiasaan yang berasal dari pengalaman sebelumnya.
Adapun kegiatan penyusunan laporan keuangan, masih dianggap mewah dan belum sebanding dengan kegunaannya. Akibatnya pelaku UKM tidak mengetahui secara persis berapa pendapatan (kas) yang seharusnya diterima, berapa biaya operasi yang seharusnya dikeluarkan dan berapa yang seharusnya masih tersisa. Kalaupun ada perencanaan kegiatan, biasanya tidak tersusun secara tertib sehingga mengalami kesulitan bagaimana cara mengalokasikan dana (kas) yang ada sekarang. Permasalahan itu semakin kompleks seiring dengan semakin besarnya kegiatan usaha UKM.
Dengan semakin luasnya ukuran usaha, pelaku UKM menjadi tidak mampu lagi memantau secara langsung kegiatan usaha yang sedang berjalan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan membuat laporan keuangan dan menganalisisnya lebih lanjut.
Ada banyak manfaat yang akan diperoleh, apabila UKM menyusun informasi (laporan) keuangan. Manfaat tersebut antara lain:
 Mengetahui informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan modal pemilik di masa lalu.? Berdasarkan informasi di neraca, pelaku UKM akan mengetahui berapa uang tunai yang masih ada, berapa piutang yang belum tertagih, berapa nilai persediaan yang masih ada, berapa nilai peralatan, bangunan, kendaraan yang dimiliki, berapa jumlah utang yang harus dibayar dan bagaimana posisi modal pemilik yang ada sekarang. Dari laporan laba rugi, pelaku UKM akan mengetahui berapa pendapatan yang dihasilkan, apakah pendapatan tersebut berasal dari penjualan barang/jasa atau pendapatan sampingan. Pelaku UKM dapat mengetahui berapa gaji yang sudah dibayarkan, berapa barang dagangan yang sudah pernah dibeli, dan berapa biaya lainnya yang sudah dikeluarkan. Akhirnya dari laporan laba rigu dapat diketahui berapa keuntungan yang dihasilkan atau kerugian yang terjadi. Dari laporan perubahan modal dapat diketahui berapa modal sebelum kegiatan, berapa tambahannya dan darimana tambahan tersebut, berapa pengurangannya dan pengurangannya untuk apa, dan akhirnya dapat diketahui juga berapa modal yang tersisa pada akhi periode.
 Menjadi salah satu bahan dalam pengambilan keputusan. Data dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Nilai piutang yang terlalu besar pada neraca menjadi salah satu bahan keputusan tentang perlu tidaknya bagian penagihan diaktifkan kembali. Jumlah laba bersih dalam laporan laba rugi menjadi salah satu bahan keputusan tentang pembagian deviden dan perllu tidaknya UKM melakukan ekspansi usaha.
 Mengetahui nilai perubahan kas dan distribusinya. Berdasarkan laporan arus kas, UKM akan mengetahui berapa nilai kenaikan (penurunan) kas dalam 1 periode. Di samping itu, dapat diketahui juga darimana sumber kas tersebut, ke mana saja pengalokasiannya dan berapa jumlah penerimaan dan pengeluaran kas, baik yang berasal dari kegiatan operasi, investasi maupun pendanaan.
 Memenuhi salah satu syarat dalam pengajuan kredit kepada lembaga keuangan tertentu. Laporan keuangan yang diaudit kadang-kadang menjadi salah satu syarat pada saat UKM mengajukan kredit kepada lembaga keuangan. Laporan keuangan ini menjadi jaminan bagi UKM yang asetnya kurang dari yang disyaratkan. Syarat lain yang diminta lembaga keuangan adalah laporan keuangan bulanan dan proyeksi arus kas.
 Manfaat lain. Manfaat lain laporan keuangan antara lain sebagai salah satu bahan pelaporan untuk pajak, penyusunan anggaran kas, penetapan harga jual, penyusunan analisis impas, dan lain-lain.
Agar laporan keuangan dapat menggambarkan kondisi keuangan lebih mendalam, laporan tersebut perlu dianalisis dengan menghubungkan antara pos laporan keuangan denmgan pos laporan keuangan yang lain, baik antar laporan keuangan maupun dalam satu laporan keuangan. Kegiatan ini dikenal dengan istilah analisis laporan keuangan. Dengan membandingkan utang jangka pendek dan aktiva jangka pendek dapat diketahui kemampuan UKM dalam melunasi hutang jangka pendeknya. Dengan membandingkan laba bersih dan penjualan dapat diketahui berapa kontribusi penjualan terhadap laba UKM. Dengan membandingkan penjualan dan piutang dagang dapat diketahui berapa kali perputaran UKM dalam 1 tahun.
KESIMPULAN
Usaha Kecil Menengah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri . Mempunyai ciri-ciri Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern . Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata. Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha skala kecil-menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan (D.L. Birch, 1979).

Refferensi
http://ridhoadnan.blogspot.com
Pengelolaan Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah, penulis: Abdulloh Mubarok, M. Faqihudin, halaman: 7-10.
http://keuanganlsm.com/pengelolaan-keuangan-bagi-ukm/#sthash.MHFnnJl2.dpuf
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah
http://belajarusahakecil.blogspot.com/2009/03/usaha-kecil-menengah.html
http://fitripurnamasari-30207475.blogspot.com/2010/10/manfaat-usaha kecil-dan-menengah.html
http://disperindag.bojonegorokab.go.id/2013/11/pengelolaan-keuangan-bagi-ukm/
http://aprillamega.blogspot.com/2013/06/pengelolaan-keuangan-ukm.html