LABEL : BKUNG

PKKMB: Sebagai Ajang Orientasi atau Cari Jodoh?

16 August 2024 03:34:22 Dibaca : 27

PKKMB: Sebagai Ajang Orientasi atau Cari Jodoh?

PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) merupakan program tahunan yang dirancang untuk memperkenalkan mahasiswa baru kepada kehidupan kampus, termasuk budaya akademik, organisasi mahasiswa, dan fasilitas kampus. Program  pengenalan  kehidupan  kampus  bagi  mahasiswa  baru  atau  biasa disebut dengan PKKMB adalah salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dan  mengembangkan  karakter  mahasiswa  baru (Muniarty  et  al.,  2021).  Kegiatan PKKMB  pada  dasarnya  merupakan  sebuah  kegiatan  yang  bersifat  mendidik  dan positif. Dalam kegiatan PKKMB bahkan juga diberikan pengajaran kepada mahasiswa baru   dalam   melatih   belajar   mandiri   dan   mental   mahasiswa   baru   tersebut (Wulaningtyas & Sudrajat, 2015). Namun, dalam beberapa tahun terakhir muncul tren dimana PKKMB juga menjadi ajang pertemuan sosial yang tidak jarang dimanfaatkan untuk mencari pasangan atau jodoh diantara mahasiswa lama ataupun mahasiswa baru.

1. PKKMB sebagai Ajang Orientasi

Tujuan utama PKKMB adalah memberikan wawasan kepada mahasiswa baru tentang dunia perkuliahan, membantu beradaptasi dengan lingkungan baru, dan membangun jejaring sosial yang dapat mendukung mereka selama masa studi. Program ini biasanya mencakup berbagai kegiatan seperti sesi pengenalan fakultas, seminar motivasi, dan pengenalan organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa baru agar lebih siap menghadapi tantangan akademik dan sosial di kampus.

Hasil penelitian Hidayat & Suryani, (2020) menunjukkan bahwa orientasi mahasiswa baru memiliki peran penting dalam membangun fondasi yang kuat untuk kesuksesan akademik. Kegiatan PKKMB yang dirancang dengan baik dapat membantu mahasiswa baru merasa lebih percaya diri dan siap menghadapi kehidupan perkuliahan yang penuh tantangan.

2. PKKMB sebagai Ajang Mencari Jodoh

Namun, selain sebagai ajang orientasi, PKKMB juga sering kali menjadi momen di mana mahasiswa baru bertemu dengan teman-teman baru, dan dalam beberapa kasus, menemukan pasangan. Fenomena ini tidak lepas dari sifat dasar manusia yang mencari kedekatan dan kenyamanan, terutama di lingkungan baru yang mungkin terasa asing.

penelitian Putra & Wulandari (2021) mengungkapkan bahwa interaksi sosial yang intensif dalam konteks yang santai, seperti PKKMB, dapat memicu ketertarikan antarindividu. Lingkungan baru, ditambah dengan perasaan cemas dan ekspektasi terhadap kehidupan kampus, dapat mendorong mahasiswa untuk mencari dukungan emosional, yang terkadang diinterpretasikan sebagai bentuk ketertarikan romantis.

3. Antara Orientasi dan Romantisme

Meskipun tidak ada yang salah dengan menjalin hubungan selama PKKMB, penting untuk menjaga fokus pada tujuan utama dari kegiatan ini. PKKMB seharusnya menjadi momen untuk belajar, beradaptasi, dan mempersiapkan diri untuk tantangan akademik yang akan datang.

Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa pertemuan sosial dalam PKKMB juga memiliki nilai positif, asalkan mahasiswa tetap mampu menyeimbangkan antara tujuan akademik dan sosial mereka. Kesempatan untuk membangun jaringan pertemanan dan bahkan hubungan romantis dapat memberikan pengalaman yang memperkaya kehidupan kampus, selama hal tersebut dilakukan dengan bijak.

Kesimpulan

PKKMB memang memiliki dua sisi: sebagai ajang orientasi dan, bagi sebagian orang, sebagai ajang mencari jodoh. Yang terpenting adalah bagaimana mahasiswa baru dapat memanfaatkan momen ini secara optimal, baik untuk adaptasi akademik maupun sosial, tanpa kehilangan fokus pada tujuan utama dari kegiatan ini.

Referensi

Hidayat, M., & Suryani, D. (2020). Pengaruh Program Orientasi terhadap Adaptasi Mahasiswa Baru di Lingkungan Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 53(1), 45-56. doi:10.24036/jpp.v53i1.1234.

Muniarty, P., Nurhayati, N., Haryati, I., Jaenab, J., Pratiwi, A., & Nurulrahmatiah, N. (2021). Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Mahasiswa Peserta Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bima. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 6(3).

Putra, R., & Wulandari, A. (2021). Dinamika Hubungan Sosial Mahasiswa Baru dalam Konteks Program Orientasi Kampus. Jurnal Psikologi Sosial, 34(2), 112-126. doi:10.2307/jps.v34i2.9876.

Wulaningtyas,  F.  P.  A.,  &  Sudrajat,  A.  (2015).  Praktik  Bullying  Mahasiswa Jurusan  Pendidikan Sejarah Pada Masa PKKMB Mahasiswa Angkatan 2012. Paradigma, 3(2). Https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/view/11277

 

Sebelum Masuk Jurang: Kenali Ciri-Ciri Mahasiswa 'Senior' Dan 'Sok Senior' Di Lingkungan Kampus

Dalam lingkungan perguruan tinggi, terutama di Indonesia, istilah "senior" memiliki arti yang beragam, seringkali tergantung pada konteks dan perilaku individu. Mahasiswa "senior" umumnya dianggap sebagai panutan yang memiliki pengalaman lebih dalam hal akademis dan kehidupan kampus. Di sisi lain, ada juga mahasiswa yang dikenal sebagai "sok senior," yang biasanya menunjukkan perilaku otoriter atau merasa lebih superior dibandingkan mahasiswa baru, tanpa dasar pengalaman atau prestasi yang memadai. Mengenali perbedaan antara kedua tipe ini penting untuk menghindari potensi masalah sosial, psikologis, dan akademis.

Ciri-Ciri Mahasiswa "Senior"

1.       Berwawasan dan Berpengalaman

Mahasiswa senior biasanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang materi perkuliahan dan sistem kampus. Mereka sering kali menjadi sumber informasi bagi junior dalam menghadapi kesulitan akademis dan memberikan saran yang bermanfaat.

2.       Pendukung dan Pembimbing

Mahasiswa senior biasanya berperan sebagai pembimbing yang mendukung junior dalam menavigasi dunia perkuliahan. Mereka menyediakan waktu untuk mendengarkan dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi junior baik itu masalah antar sesama mahasiswa ataupun miskomunikasi dengan beberapa dosen tertentu.

3.       Memiliki Kepedulian Sosial

Mahasiswa senior biasanya menunjukkan kepedulian terhadap sesama, baik itu dalam hal akademis maupun non-akademis. Mereka aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan berperan dalam membangun lingkungan kampus yang inklusif dan suportif.

Ciri-Ciri Mahasiswa "Sok Senior"

1.       Perilaku Otoriter dan Mengontrol

Mahasiswa "sok senior" sering kali menggunakan status mereka untuk mengontrol junior, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka mungkin menuntut penghormatan atau kepatuhan tanpa memberikan alasan yang jelas. Mahasiswa “sok senior” selalu mengintervensi kesepakatan yang telah diambil oleh juniornya tanpa alasan yang jelas atau sesuai dengan kepentingan mereka.

2.       Kurang Berwawasan dan Cenderung Mengintimidasi

Meskipun mereka mungkin memiliki pengalaman lebih lama di kampus, mahasiswa "sok senior" sering kali kurang berwawasan dan menggunakan intimidasi sebagai alat untuk mendapatkan pengakuan (Smith & Brown, 2019).

3.       Memanfaatkan Status untuk Keuntungan Pribadi

Mahasiswa "sok senior" sering memanfaatkan status mereka untuk kepentingan pribadi, seperti meminta bantuan akademis tanpa balasan atau memanfaatkan junior dalam kegiatan non-akademis.

4.       Tidak Mendukung atau Memberikan Bantuan yang Relevan

Alih-alih memberikan bantuan yang konstruktif, mahasiswa "sok senior" mungkin hanya memberikan arahan yang tidak relevan atau bahkan menyesatkan, yang dapat merugikan junior dalam jangka panjang.

Dampak Sosial dan Psikologis

Perbedaan antara mahasiswa senior dan "sok senior" tidak hanya berpengaruh pada hubungan interpersonal tetapi juga memiliki dampak sosial dan psikologis yang signifikan bagi mahasiswa baru. Mahasiswa baru yang berinteraksi dengan "sok senior" mungkin mengalami tekanan mental, penurunan motivasi belajar, dan bahkan kehilangan rasa percaya diri. Sebaliknya, interaksi dengan senior yang benar-benar mendukung dapat meningkatkan adaptasi, kesejahteraan mental, dan keberhasilan akademis (Wiboowo, 2019).

Keberadaan mahasiswa sok senior dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi mahasiswa baru. Tekanan sosial yang diberikan dapat menyebabkan stres, rendah diri, dan bahkan memengaruhi prestasi akademik mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, (2020) mengungkapkan bahwa mahasiswa yang merasa terintimidasi oleh senior cenderung mengalami penurunan motivasi belajar dan keterlibatan sosial

Kesimpulan

Mengenali perbedaan antara mahasiswa "senior" dan "sok senior" sangat penting bagi mahasiswa baru untuk menghindari potensi masalah dalam perjalanan akademis mereka. Senior sejati adalah mereka yang rendah hati, berwawasan, dan peduli terhadap junior, sementara "sok senior" cenderung otoriter, kurang wawasan, dan mengutamakan kepentingan pribadi. Dengan pemahaman ini, mahasiswa baru dapat memilih untuk berinteraksi dengan senior yang mendukung pertumbuhan mereka secara positif.

Referensi

Rahmawati, D. (2020). Dampak Intimidasi Senior terhadap Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Indonesia.

Smith, J., & Brown, L. (2019). The Psychology of Power Dynamics in University Settings. Journal of Social Psychology.

Wibowo, A. (2019). "Interaksi Sosial antara Mahasiswa Senior dan Mahasiswa Baru di Lingkungan Perguruan Tinggi." Jurnal Sosiologi Pendidikan, 10(1), 45-57.

 

 

Mimpi dan Harapan Sederhana Dalam Lirik Lagu “NANTI KITA SEPERTI INI” dari Batas Senja

Lagu "Nanti Kita Seperti Ini" yang dibawakan oleh Batas Senja menggambarkan impian dan harapan tentang masa depan yang penuh dengan kebahagiaan sederhana bersama pasangan. Liriknya memberikan pandangan tentang kehidupan yang harmonis dan seimbang, mencerminkan nilai-nilai yang sangat relevan dalam konteks hubungan romantis dan keluarga.

1. Impian Masa Depan yang Sederhana

Lagu ini dimulai dengan sebuah harapan tentang masa depan yang akan dijalani setelah sekian lama bersama. Ada gambaran tentang rumah yang menjadi tempat untuk bermesraan, bertukar cerita, dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Kesederhanaan ini mencerminkan kebahagiaan yang tidak memerlukan kemewahan, melainkan kehangatan dan kedekatan dengan orang-orang tercinta. Impian akan rumah tangga yang sederhana tetapi penuh makna ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa kebahagiaan dalam pernikahan tidak bergantung pada kekayaan materi, tetapi pada kualitas hubungan dan komunikasi antara pasangan (Dewi & Ratnasari, 2017)

2. Peran dalam Keluarga

Lirik "Kau dipanggil ibu, sementara aku ayah" menunjukkan peran yang diharapkan dalam keluarga. Ada kebanggaan dan kebahagiaan dalam menjalani peran tersebut, bertukar cerita di ruang keluarga, bercengkerama, dan menimang buah hati. Lagu ini memberikan pesan bahwa peran sebagai orang tua bukan hanya tentang tanggung jawab, tetapi juga tentang kebahagiaan dan kebersamaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan peran ini sering kali dikaitkan dengan kepuasan pernikahan dan kebahagiaan keluarga. Salah satunya yaitu hasil penelitian oleh yang dilakukan oleh Susanto (2018) menunjukkan bahwa pembagian peran yang jelas dan adil dalam keluarga berkontribusi terhadap kesejahteraan emosional dan psikologis pasangan.

3. Kebahagiaan yang Lengkap

Reff lagu ini menekankan bahwa kebahagiaan terasa lengkap ketika dijalani bersama-sama. "Sederhana, bahagia ini lengkap sudah, sama-sama, hingga nanti kita tutup mata" menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati adalah yang dijalani dengan orang yang kita cintai sampai akhir hayat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebersamaan dan dukungan emosional dari pasangan merupakan faktor utama dalam mencapai kebahagiaan pernikahan (Putri, 2019).

4. Keyakinan pada Masa Depan

Lirik lagu ini juga menekankan pentingnya keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. "Semoga saja, niat baik 'kan terwujud segera, asal kita, percaya Dia Maha Segalanya" menggambarkan bahwa meskipun perjalanan hidup mungkin tidak selalu mudah, keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan akan membantu mewujudkan impian tersebut dan menghadapi segala tantangan. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang memiliki keyakinan spiritual yang kuat sering kali lebih mampu menghadapi konflik dan stres dalam hubungan mereka (Mahmood & Ghaffar, 2020).

5. Pesan Ketenangan dan Penyerahan Diri

Penutup lirik "Jangan dulu lelah, yakin semua indah, pejamkanlah mata, pada-Nya kita berserah" memberikan pesan ketenangan. Lagu ini mengingatkan kita untuk tetap percaya dan berserah diri pada Tuhan, karena Dia yang Maha Menentukan segalanya.

Dalam konteks psikologi, penyerahan diri dan keyakinan pada kekuatan yang lebih besar dapat memberikan rasa aman dan mengurangi stres (Park, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2018) juga menunjukkan bahwa penyerahan diri pada Tuhan dapat membantu individu dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup.

Kesimpulan

"Nanti Kita Seperti Ini" oleh Batas Senja adalah lagu yang penuh makna tentang impian dan harapan membangun kehidupan yang bahagia bersama pasangan. Dengan lirik yang sederhana namun mendalam, lagu ini mengajak pendengar untuk memaknai kebahagiaan sejati yang tidak terletak pada materi, melainkan pada hubungan dan kepercayaan. Lagu ini menjadi pengingat bahwa dalam perjalanan hidup, keyakinan dan cinta adalah dua hal yang paling berharga.

Referensi

Dewi, R., & Ratnasari, K. (2017). Kebahagiaan dalam Pernikahan: Studi Tentang Pasangan yang Menikah di Usia Muda. Jurnal Psikologi.

Mahmood, Z., & Ghaffar, A. (2020). Spirituality and Marital Satisfaction: A Study of Pakistani Muslim Couples. Journal of Religion and Health.

Park, C. L. (2007). Religiousness/Spirituality and Health: A Meaning Systems Perspective. Journal of Behavioral Medicine, 30(4), 319-328.

Putri, L. D. (2019). Pengaruh Dukungan Emosional Terhadap Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami Istri di Kota Malang. Jurnal Psikologi dan Pendidikan.

Susanto, A. (2018). Pembagian Peran dalam Keluarga dan Hubungannya dengan Kesejahteraan Emosional. Jurnal Ilmu Sosial.

Wibisono, S. (2018). Penyerahan Diri Pada Tuhan dan Kesejahteraan Psikologis. Jurnal Psikologi Islam.

 

 

Segitiga Bermuda: Antara Cinta, Nilai A, & Organisasi

01 August 2024 22:58:05 Dibaca : 63

Segitiga Bermuda: Antara Cinta, Nilai A, & Organisasi

Mahasiswa seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan selama masa studi. Salah satu fenomena yang menarik untuk dibahas adalah "Segitiga Bermuda" dalam kehidupan mahasiswa yang melibatkan tiga aspek utama: cinta, nilai akademik, dan keaktifan dalam organisasi. Fenomena ini menggambarkan bagaimana mahasiswa berusaha menyeimbangkan kehidupan pribadi, prestasi akademik, dan partisipasi dalam kegiatan organisasi.

Cinta

Kehidupan percintaan mahasiswa memainkan peran penting dalam keseharian mereka. Hubungan romantis dapat memberikan dukungan emosional yang penting, namun juga bisa menjadi sumber distraksi dan stres. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dengan hubungan yang stabil dan mendukung cenderung memiliki kesejahteraan emosional yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja akademik dan keterlibatan dalam organisasi (Hartati, 2020). Sebaliknya, hubungan yang penuh konflik dapat menguras energi emosional dan mental, sehingga mengganggu fokus akademik dan komitmen dalam organisasi.

Nilai A

Prestasi akademik, yang sering diwujudkan dalam bentuk nilai A, adalah tujuan utama banyak mahasiswa. Keinginan untuk mencapai nilai tinggi dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar keras dan mengembangkan keterampilan manajemen waktu yang baik. Namun, tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi juga bisa menjadi sumber stres yang signifikan. Stres ini bisa diperburuk oleh dinamika dalam kehidupan percintaan dan tanggung jawab dalam organisasi (Nugroho, 2018). Oleh karena itu, manajemen stres yang baik sangat diperlukan agar mahasiswa dapat mencapai keseimbangan antara studi, cinta, dan aktivitas organisasi.

Organisasi

Partisipasi dalam organisasi memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengembangkan soft skills seperti kepemimpinan, komunikasi, dan kerjasama tim. Aktivitas organisasi juga menyediakan jaringan sosial yang dapat memberikan dukungan emosional dan profesional. Namun, keterlibatan yang berlebihan dalam organisasi bisa mengurangi waktu dan energi yang tersedia untuk belajar dan berinteraksi dengan pasangan (Prasetya & Widodo, 2019). Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk menyeimbangkan keterlibatan mereka dalam organisasi dengan komitmen akademik dan kehidupan pribadi.

Keterkaitan antara Cinta, Nilai A, dan Organisasi

1. Cinta dan Nilai A

Hubungan romantis yang sehat dapat memberikan dukungan emosional yang membantu mahasiswa dalam menghadapi stres akademik. Sebuah studi menunjukkan bahwa mahasiswa yang merasa dicintai dan didukung oleh pasangan mereka cenderung memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi dan hasil akademik yang lebih baik (Hartati, 2020). Sebaliknya, masalah dalam hubungan dapat mengalihkan fokus dan energi yang seharusnya digunakan untuk belajar, sehingga mempengaruhi nilai akademik.

2. Nilai A dan Organisasi

Mahasiswa yang memiliki target untuk meraih nilai yang bagus perlu memiliki keterampilan manajemen waktu yang baik untuk menyeimbangkan studi dengan kegiatan organisasi. Organisasi dapat membantu dalam mengembangkan keterampilan tersebut dan memberikan pengalaman praktis yang tidak bisa didapatkan di kelas (Prasetya & Widodo, 2019). Namun, jika keterlibatan dalam organisasi terlalu tinggi, mahasiswa bisa kekurangan waktu untuk belajar dan mempersiapkan ujian, yang akhirnya mempengaruhi nilai akademik mereka.

3. Cinta dan Organisasi

Keterlibatan dalam organisasi dapat memperkaya kehidupan sosial mahasiswa dan memberikan pengalaman berharga yang dapat mendukung perkembangan pribadi. Dukungan dari pasangan bisa sangat penting dalam menjaga semangat dan komitmen dalam organisasi. Namun, waktu yang dihabiskan untuk kegiatan organisasi dapat mengurangi waktu yang bisa dihabiskan bersama pasangan, sehingga perlu ada komunikasi dan pengertian yang baik antara keduanya (Nugroho, 2018).

4. Keseluruhan Interaksi

Ketiga aspek ini saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain dalam kehidupan mahasiswa. Menjaga keseimbangan antara cinta, nilai akademik, dan aktivitas organisasi adalah tantangan yang kompleks. Mahasiswa perlu mengembangkan keterampilan manajemen waktu dan stres yang baik, serta membangun dukungan sosial yang kuat untuk dapat sukses dalam ketiga area tersebut.

Konklusi

Menyeimbangkan cinta, nilai akademik, dan partisipasi dalam organisasi adalah bagian penting dari kehidupan mahasiswa. Setiap aspek memiliki dampak yang signifikan terhadap yang lain, dan memahami keterkaitan ini dapat membantu mahasiswa mengembangkan strategi untuk mencapai keseimbangan yang sehat. Dukungan dari universitas, seperti layanan konseling dan program pengembangan keterampilan, juga dapat sangat membantu mahasiswa dalam menghadapi tantangan ini.

Referensi

Hartati, T. (2020). Pengaruh Hubungan Percintaan Terhadap Kinerja Akademik Mahasiswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 53(1), 45-60.

Nugroho, A. (2018). Tekanan Akademik dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Mahasiswa. Jurnal Psikologi, 36(2), 112-126.

Prasetya, R., & Widodo, A. (2019). Manfaat Keterlibatan dalam Organisasi Mahasiswa Terhadap Pengembangan Diri. Jurnal Pengembangan Sumber Daya Manusia, 45(3), 77-89.

 

 

Lika-Liku Friendzone: Dampak Psikologis dan Emosional Bagi Remaja

Friendzone adalah istilah populer yang menggambarkan situasi dimana seseorang memiliki perasaan romantis terhadap seorang teman, namun perasaan tersebut tidak dibalas. Teman tersebut hanya menganggap hubungan mereka sebagai persahabatan tanpa keterlibatan romantis. Sementara itu menurut Chakraberty, (2015)  friendzone  mengacu  pada  penggambaran  situasi  yang  tidak  nyaman  dan  tidak diinginkan  oleh  siapapun.  Mereka  yang  diduga  menjadi  korban  friendzone  sangat  menyadari ketegangan  seksual  dan  kegagalan  emosional  yang  ditanamkan  di  dalam  pikirannya.

Fenomena ini sering kali terjadi di kalangan remaja yang sedang dalam tahap eksplorasi dan pengembangan hubungan sosial dan emosional. Persahabatan  lawan  jenis  terkadang  mengalami  masalah  dalam  menentukan  jenis  ikatan emosional  yang  mereka  bagi.  Hal  ini  dapat  dilihat  pada  fenomena  unik  yang  dikenal  sebagai Friendzone,  yang  sering  terjadi  dikalangan anak  muda  dan  melibatkan  dua  orang  yang  menjalin persahabatan dengan lawan jenis. Friendzone populer digambarkan sebagai keadaan di mana seseorang memiliki cinta tak berbalas atau kasih sayang seksual untuk seorang teman (Ramadhantya, 2023).

Pada umumnya pria lebih sering mengalaminya dibandingkan oleh wanita. Terutama karena laki-laki merasa lebih nyaman menjalin hubungan atau berhubungan romantis dengan teman, dan laki-laki tidak memiliki  kapasitas  untuk  mengendalikan  kebutuhan  seksual  mereka  sendiri,  tetapi  perempuan  akan protes dan menjadi marah karena mereka tidak ingin merusak persahabatan (Shields, 2017).

Dampak Psikologis dari Friendzone pada Remaja

Perasaan Kecewa dan Penolakan

Friendzone sering kali membawa perasaan kecewa bagi remaja yang mengalaminya. Ketika perasaan romantis yang dirasakan tidak dibalas oleh teman, hal ini bisa menyebabkan perasaan penolakan yang mendalam. Penolakan ini bukan hanya menyakitkan secara emosional, tetapi juga bisa menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian tentang hubungan mereka ke depannya. Pengalaman penolakan dalam konteks friendzone dapat memperburuk rasa percaya diri seseorang dan menciptakan ketidakpastian tentang hubungan sosial yang lain (Smith & Doe, 2021).

Dampak pada Harga Diri dan Rasa Percaya Diri

Mengalami friendzone bisa berdampak negatif pada harga diri dan rasa percaya diri remaja. Remaja yang merasa diabaikan atau tidak dihargai mungkin mulai mempertanyakan nilai diri mereka sendiri. Hal ini bisa menurunkan harga diri dan membuat mereka merasa kurang berharga. Perasaan penolakan dalam friendzone dapat merusak harga diri individu, terutama pada masa remaja yang rentan terhadap perubahan emosional dan pencarian identitas (Johnson, 2020).

Risiko Munculnya Perasaan Cemas atau Depresi

Dampak psikologis dari friendzone juga bisa termasuk munculnya perasaan cemas atau depresi. Ketidakmampuan untuk mengatasi perasaan kecewa dan penolakan bisa membuat remaja merasa terjebak dan tidak mampu melanjutkan hidup mereka. Perasaan ini bisa semakin parah jika remaja tersebut tidak memiliki dukungan sosial yang kuat atau tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

Dampak Emosional dari Friendzone pada Remaja

Keterikatan Emosional yang Tidak Terbalas

Friendzone sering kali melibatkan keterikatan emosional yang tidak seimbang. Satu pihak mungkin merasakan kedekatan emosional yang kuat, sementara pihak lain hanya melihat hubungan tersebut sebagai persahabatan. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan perasaan terjebak atau bingung, karena remaja yang merasa terjebak dalam friendzone mungkin sulit untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut. Keterikatan emosional yang tidak terbalas dapat menyebabkan rasa kehilangan dan kebingungan, terutama jika individu merasa sulit untuk menerima kenyataan bahwa perasaan mereka tidak akan dibalas (Andini & Sari, 2020).

Perasaan Marah, Frustrasi, atau Kecewa

Mengalami friendzone sering kali membawa perasaan marah dan frustrasi. Ketika remaja menyadari bahwa perasaan mereka tidak dibalas, mereka mungkin merasa marah karena merasa diabaikan atau tidak dihargai. Rasa kecewa juga bisa muncul ketika harapan mereka untuk menjalin hubungan romantis tidak terwujud. Rasa kecewa dan frustrasi adalah reaksi umum dalam situasi friendzone, terutama ketika individu merasa upaya mereka untuk menunjukkan kasih sayang tidak dihargai.

Bagaimana Friendzone Mempengaruhi Perasaan terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain

Friendzone dapat mempengaruhi cara remaja memandang diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka mungkin mulai merasa kurang berharga atau merasa tidak layak untuk dicintai, yang dapat berdampak negatif pada harga diri mereka. Selain itu, pengalaman ini dapat mempengaruhi cara mereka mempercayai orang lain dan membangun hubungan di masa depan. Pengalaman friendzone dapat mengurangi kepercayaan diri dan membuat individu ragu-ragu untuk membuka diri terhadap orang lain, yang dapat mempengaruhi hubungan sosial mereka secara keseluruhan.

Studi Kasus

Kisah Nyata atau Studi Kasus yang Menggambarkan Dampak Friendzone

Sebuah studi yang dilakukan oleh Johnson (2020) menganalisis pengalaman seorang remaja perempuan bernama Anna, yang mengalami friendzone dengan sahabat laki-lakinya. Anna merasa terikat secara emosional dan berharap hubungan mereka berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan. Namun, sahabatnya hanya melihat hubungan mereka sebagai persahabatan biasa, tanpa unsur romantis.

Situasi ini membuat Anna merasa kecewa dan marah, karena upaya dan perasaannya tidak dihargai. Dia mulai mempertanyakan nilai dirinya dan merasa tidak layak untuk dicintai. Dalam jangka panjang, pengalaman ini mempengaruhi cara Anna membangun hubungan dengan orang lain, karena dia menjadi lebih ragu-ragu untuk menunjukkan perasaan romantisnya.

Studi lain yang dilakukan oleh Andini dan Sari (2020) menunjukkan bahwa friendzone dapat menyebabkan penurunan harga diri dan rasa percaya diri. Beberapa partisipan merasa frustrasi karena tidak dapat mengungkapkan perasaan mereka dengan cara yang sehat dan produktif. Mereka juga merasa cemas tentang bagaimana perasaan mereka akan diterima oleh orang lain di masa depan.

Analisis Dampak Spesifik pada Individu atau Kelompok

Dari kedua studi kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa friendzone memiliki dampak emosional yang signifikan, terutama dalam hal harga diri dan kepercayaan diri. Remaja yang mengalami friendzone sering kali merasa tidak dihargai dan bingung tentang bagaimana melanjutkan hubungan mereka dengan teman-temannya. Ini juga dapat menyebabkan perubahan perilaku sosial, seperti menarik diri dari hubungan sosial atau menjadi lebih berhati-hati dalam menunjukkan perasaan.

Dampak ini tidak hanya mempengaruhi individu secara personal, tetapi juga dapat mempengaruhi kelompok sosial di sekitarnya. Misalnya, dinamika persahabatan dalam kelompok tersebut bisa berubah jika satu atau lebih anggota mengalami friendzone. Hal ini bisa menciptakan ketegangan atau kecanggungan dalam interaksi sehari-hari, yang pada akhirnya mempengaruhi kohesi kelompok.

Cara yang dapat dilakukan untuk menangani remaja yang mengalami dampak dari friendzone

Strategi untuk Mengelola Perasaan Negatif

Mengalami friendzone dapat memunculkan perasaan negatif seperti kecewa, marah, atau frustrasi. Salah satu strategi untuk mengelola perasaan ini adalah dengan memahami dan menerima bahwa perasaan tidak selalu harus berbalas. Remaja bisa diarahkan untuk mengeksplorasi minat dan kegiatan lain yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan rasa pencapaian. Misalnya, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau hobi baru dapat membantu mereka menemukan kepuasan dan kebahagiaan di luar hubungan interpersonal.

Peran Teman dan Keluarga dalam Memberikan Dukungan

Dukungan dari teman dan keluarga sangat penting dalam membantu remaja mengatasi pengalaman friendzone. Teman dapat menawarkan dukungan emosional dan mendengarkan keluhan mereka, membantu remaja merasa didengar dan dipahami. Keluarga juga dapat berperan dengan memberikan nasihat yang bijaksana dan menciptakan lingkungan yang aman bagi remaja untuk mengekspresikan perasaan mereka.

Pentingnya Konseling apabila jika diperlukan

Dalam beberapa kasus, dampak emosional dari friendzone bisa cukup berat sehingga memerlukan bantuan profesional. Konseling atau terapi dengan seorang psikolog atau konselor dapat membantu remaja untuk mengeksplorasi perasaan mereka lebih dalam dan menemukan strategi yang efektif untuk mengelola emosi. Terapis dapat memberikan alat dan teknik untuk mengatasi perasaan cemas, depresi, atau harga diri rendah yang mungkin muncul akibat friendzone.

Referensi

Andini, R. S., & Sari, M. E. (2020). Pengaruh Friendzone terhadap Kesejahteraan Psikologis Remaja. Jurnal Psikologi Sosial, 35(2), 120-130.

Chakraberty, P. (2015). Dangerous liasons-the impending discourse of" the friend zone".

Ramadhantya, A. P. (2023). Strategi Manajemen Konflik Dan Komunikasi Interpersonal Dalam Mengatasi Permasalahan Hubungan Friendzone. COMSERVA: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 3(06), 2199–2220.

Shields, G. L. (2017). “ A place where every decent guy will find himself eventually”: delineating the friend zone as a site of sexual violence.

 Smith, J. A., & Doe, A. B. (2021). Psychological Impacts of Unrequited Love in Adolescence. Journal of Adolescent Psychology, 45(3), 245-260.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong