LABEL : BKUNG

 

Film 3 Idiots (2009) karya Rajkumar Hirani adalah lebih dari sekadar kisah komedi-drama mahasiswa teknik. Film ini menyuguhkan narasi mendalam tentang arti sejati persahabatan dan kesetiaan yang tak lekang oleh waktu, perbedaan sosial, maupun tekanan sistem pendidikan. Jika ditilik lebih jauh, kisah tiga sekawan Farhan, Raju, dan Rancho menggambarkan bagaimana relasi manusia bisa menjadi sumber kekuatan dalam mengarungi kerasnya hidup.

Persahabatan dalam Ketegangan: Bukan Harmoni, tapi Dialektika 

Rancho, Farhan, dan Raju datang dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda dan membawa konflik serta tantangan masing-masing. Meski begitu, mereka membentuk ikatan yang kuat. Ini sejalan dengan gagasan Schaffer (2010) yang menyatakan bahwa persahabatan sejati bukan terbentuk dari kesamaan semata, melainkan dari keberanian menghadapi pertentangan secara terbuka. Ketiganya memiliki momen perselisihan, perbedaan pandangan, dan ketegangan emosional. Namun, dari konflik itulah mereka justru tumbuh bersama dan menguatkan satu sama lain.

Rancho: Representasi Persahabatan Berbasis Makna dan Tujuan

Rancho bukan hanya teman biasa. Ia adalah “katalisator perubahan” yang membantu Farhan dan Raju keluar dari jeratan ekspektasi dan ketakutan. Shushok dan Frank (2011) mengungkap bahwa persahabatan yang sehat di lingkungan kampus mampu mendorong mahasiswa menemukan makna dan tujuan hidup, bukan sekadar menjadi teman senasib. Rancho hadir sebagai sosok yang menghidupkan nilai spiritualitas dan refleksi moral dalam kehidupan kampus yang kaku.

Kesetiaan dalam Masa Krisis: Bukti Persahabatan Sejati

Nilai kesetiaan dalam 3 Idiots paling kentara saat Farhan dan Raju mencari Rancho yang menghilang usai kelulusan. Mereka melintasi jarak, waktu, dan memori demi menemukan sahabat mereka. Penelitian Patterson et al. (1993) menunjukkan bahwa kesetiaan adalah elemen kunci dalam persahabatan jangka panjang, dan seringkali terlihat paling jelas dalam momen krisis emosional. Kisah Raju yang melakukan percobaan bunuh diri dan Farhan yang hampir menyerah pada impiannya memperlihatkan bahwa kehadiran seorang sahabat sejati bisa menjadi “benteng terakhir” saat hidup terasa runtuh. Rancho tidak menyelesaikan masalah mereka, tetapi memberdayakan mereka untuk menemukan solusi sendiri sebuah bentuk kesetiaan yang transformatif.

Interkulturalitas dan Identitas Sosial dalam Persahabatan Mahasiswa

Meskipun latar film ini adalah India, dinamika yang digambarkan mencerminkan relasi lintas identitas sosial yang juga dialami mahasiswa internasional di berbagai negara. Robinson et al. (2020) menekankan pentingnya faktor empati, penerimaan, dan komunikasi dalam membentuk persahabatan antarbudaya. Dalam hal ini, Rancho mampu menyatukan perbedaan dan membentuk ruang aman bagi Farhan dan Raju untuk mengekspresikan jati diri mereka.

Persahabatan sebagai Investasi Sosial, Bukan Altruisme Semata

Farmer dan Kali (2018) mengusulkan pandangan bahwa persahabatan adalah bentuk investasi sosial dua arah yang saling menguntungkan, bukan hanya pengorbanan sepihak. Dalam film ini, meskipun Rancho banyak membantu teman-temannya, ia juga mendapatkan kembali dukungan moral dan solidaritas. Pada akhir film, ketika identitas asli Rancho sebagai ilmuwan terkenal terungkap, Farhan dan Raju tetap berdiri di sampingnya mewujudkan nilai timbal balik yang tulus.

Penutup: Pelajaran dari Tiga Idiot yang Sebenarnya Jenius

Film 3 Idiots secara halus namun kuat membongkar narasi dominan pendidikan yang menekankan kompetisi, nilai akademik, dan kepatuhan buta terhadap sistem. Ia menampilkan bahwa dalam dunia yang sering kali menilai manusia berdasarkan angka dan status, persahabatan dan kesetiaan adalah dua nilai yang membentuk manusia menjadi utuh.

Dari perspektif teori dan penelitian ilmiah, kisah Farhan, Raju, dan Rancho mencerminkan realitas sosial mahasiswa di berbagai belahan dunia terutama dalam hal tekanan, krisis identitas, dan pencarian makna hidup. Dan pada akhirnya, mereka membuktikan bahwa menjadi “idiot” di mata sistem bukanlah hal buruk, jika itu berarti tetap setia pada diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai.

 

Daftar Pustaka

Farmer, A., & Kali, R. (2018). Friendship, not altruism: An economic theory with cross-cultural applications. Review of Social Economy, 76(1), 119-145. https://doi.org/10.1080/00346764.2017.1349331

Patterson, B. R., Bettini, L., & Nussbaum, J. F. (1993). The meaning of friendship across the lifespan: Two studies. Communication Quarterly, 41(2), 145-160. https://doi.org/10.1080/01463379309369875

Robinson, O., Somerville, K., & Walsworth, S. (2020). Understanding friendship formation between international and host students in Canadian universities. Journal of International and Intercultural Communication, 13(1), 49–70. https://doi.org/10.1080/17513057.2019.1609067

Schaffer, S. (2010). Conflict is True Friendship. Interdisciplinary Science Reviews, 35(3-4), 277-290. https://doi.org/10.1179/030801810X12772143410124

Shushok, F., Jr., & Frank, T. (2011). Spiritual and moral friendships: How college can encourage the search for meaning and purpose. Journal of College and Character, 12(4). https://doi.org/10.2202/1940-1639.1822

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya dalam bentuk alat generatif seperti Chat Generative Pre-training Transformer atau Chat GPT, telah membawa dampak signifikan dalam dunia pendidikan. Chat GPT yang merupakan inovasi dari OpenAI, tidak hanya memberikan kemampuan untuk menghasilkan teks yang menyerupai percakapan manusia, tetapi juga membantu mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai tugas akademik. Misalnya, mahasiswa dapat memanfaatkan alat ini untuk merancang kerangka tulisan, menyusun argumen, atau bahkan mempercepat proses analisis data.

Namun, teknologi ini juga menimbulkan dilema. Di satu sisi, Chat GPT mampu mendorong produktivitas dan kreativitas mahasiswa (Liu, 2023; Obaidoon, 2024). Di sisi lain, kekhawatiran mengenai penyalahgunaan, seperti plagiarisme dan ketergantungan pada teknologi, menimbulkan tantangan yang harus dihadapi oleh institusi pendidikan (Akintande, 2024). Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana teknologi ini dapat diintegrasikan secara bertanggung jawab untuk mendukung pembelajaran, tanpa mengorbankan kejujuran akademik dan pengembangan keterampilan berpikir kritis.

Chat GPT menawarkan berbagai manfaat bagi mahasiswa, terutama dalam konteks menyelesaikan tugas akademik. Salah satu manfaat utama adalah kemampuannya memberikan umpan balik langsung, yang sangat berguna dalam menyusun tugas tertulis. Sebagai contoh, mahasiswa yang menghadapi kesulitan dalam mengembangkan argumen dapat menggunakan Chat GPT untuk memunculkan ide-ide awal. Ide-ide ini kemudian dapat diperdalam dan dikembangkan berdasarkan pemahaman mereka sendiri. Selain itu, Chat GPT juga dapat memberikan penjelasan yang lebih sederhana terhadap konsep-konsep akademik yang kompleks, sehingga membantu mahasiswa lebih mudah memahami materi perkuliahan.

Dalam pembelajaran bahasa, Chat GPT berfungsi sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis. Obaidoon (2024) mencatat bahwa AI generatif dapat memberikan koreksi instan pada tata bahasa dan struktur kalimat, yang bermanfaat bagi mahasiswa yang belajar bahasa asing. Alat ini juga mendukung pembelajaran mandiri dengan memberikan jawaban langsung atas pertanyaan spesifik, sehingga mempercepat proses belajar.

Namun, tantangan dalam penggunaan Chat GPT tidak dapat diabaikan. Salah satu kelemahan utama adalah keterbatasan dalam memastikan akurasi informasi yang dihasilkan. Sebagai alat berbasis data, Chat GPT terkadang memberikan informasi yang bias atau tidak relevan dengan konteks akademik tertentu (Berson, 2024). Kekhawatiran lain adalah risiko ketergantungan mahasiswa pada alat ini, yang dapat mengurangi kemampuan mereka dalam berpikir kritis dan menyelesaikan masalah secara mandiri. Zhou (2021) menegaskan bahwa keterampilan ini adalah inti dari pendidikan tinggi, sehingga penting untuk memastikan bahwa alat seperti Chat GPT tidak menggantikan proses pembelajaran yang mendalam.

Penggunaan Chat GPT dalam pendidikan tinggi perlu dikelola dengan cermat agar manfaatnya dapat dioptimalkan tanpa menimbulkan dampak negatif. Dalam konteks ini, literasi digital menjadi kunci utama. Mahasiswa dan pendidik perlu memahami bagaimana menggunakan Chat GPT secara efektif, termasuk cara memverifikasi informasi yang dihasilkan oleh alat ini. Misalnya, ketika mahasiswa menggunakan Chat GPT untuk menyusun esai, mereka harus mampu mengidentifikasi kelemahan dalam argumen yang dihasilkan dan memperbaikinya berdasarkan analisis kritis mereka sendiri.

Selain itu, pendekatan pedagogis juga harus diadaptasi untuk mengakomodasi keberadaan teknologi AI. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah mengintegrasikan Chat GPT dalam pembelajaran kolaboratif. Dalam pengaturan ini, mahasiswa dapat menggunakan alat tersebut sebagai pendukung diskusi kelompok atau untuk menyusun laporan bersama. Gaugler dan Matheus (2019) menunjukkan bahwa kolaborasi seperti ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan mahasiswa, tetapi juga mendorong mereka untuk belajar dari perspektif satu sama lain.

Institusi pendidikan juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan panduan etis tentang penggunaan Chat GPT. Sebagai contoh, institusi dapat mengembangkan kebijakan yang mendorong penggunaan AI untuk brainstorming atau revisi, tetapi melarang penggunaannya sebagai pengganti kontribusi intelektual mahasiswa. Dengan cara ini, Chat GPT dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran tanpa mengorbankan prinsip kejujuran akademik.

Chat GPT adalah alat yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pembelajaran di pendidikan tinggi. Dengan kemampuannya untuk membantu mahasiswa menyusun ide, memahami konsep, dan mempercepat penyelesaian tugas, alat ini dapat menjadi aset berharga dalam mendukung keberhasilan akademik. Namun, manfaat ini hanya dapat tercapai jika Chat GPT digunakan dengan bijak dan disertai dengan panduan yang jelas.

Tantangan utama yang dihadapi adalah risiko plagiarisme, ketergantungan pada teknologi, dan penurunan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan literasi digital dan etika akademik yang kuat. Dengan pendekatan yang tepat, Chat GPT tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk belajar dengan cara yang lebih efektif dan bertanggung jawab.

Kolaborasi antara mahasiswa, pendidik, dan institusi pendidikan sangat penting dalam membangun budaya penggunaan AI yang sehat. Dalam era digital ini, keberhasilan integrasi teknologi seperti Chat GPT bukan hanya tentang adopsi alat baru, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan keterampilan intelektual yang mendalam.

 

Referensi

Akintande, O. (2024). Artificial versus natural intelligence: overcoming students cheating likelihood with artificial intelligence tools during virtual assessment. Future in Educational Research, 2(2), 147-165.

Berson, I. (2024). Fragments of the past: the intersection of ai, historical imagery, and early childhood creativity. Future in Educational Research, 2(4), 403-421.

Gaugler, K. and Matheus, C. (2019). Engineering engagement perceived development and shortterm service learning abroad. Foreign Language Annals, 52(2), 314-334.  

Liu, M. (2023). Future of education in the era of generative artificial intelligence: consensus among chinese scholars on applications of Chat GPT in schools. Future in Educational Research, 1(1), 72-101.

Obaidoon, S. (2024). Chat GPT, bard, bing chat, and claude generate feedback for chinese as foreign language writing: a comparative case study. Future in Educational Research, 2(3), 184-204. 

Vinall, K. (2023). Investigating l2 writers uses of machine translation and other online tools. Foreign Language Annals, 57(2), 499-526.

Zhou, H. (2021). Developing critical thinking skills in russian language studies: online learning tools in chinese universities. Foreign Language Annals, 55(1), 98-115.

 

PKKMB: Sebagai Ajang Orientasi atau Cari Jodoh?

16 August 2024 03:34:22 Dibaca : 33

PKKMB: Sebagai Ajang Orientasi atau Cari Jodoh?

PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) merupakan program tahunan yang dirancang untuk memperkenalkan mahasiswa baru kepada kehidupan kampus, termasuk budaya akademik, organisasi mahasiswa, dan fasilitas kampus. Program  pengenalan  kehidupan  kampus  bagi  mahasiswa  baru  atau  biasa disebut dengan PKKMB adalah salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dan  mengembangkan  karakter  mahasiswa  baru (Muniarty  et  al.,  2021).  Kegiatan PKKMB  pada  dasarnya  merupakan  sebuah  kegiatan  yang  bersifat  mendidik  dan positif. Dalam kegiatan PKKMB bahkan juga diberikan pengajaran kepada mahasiswa baru   dalam   melatih   belajar   mandiri   dan   mental   mahasiswa   baru   tersebut (Wulaningtyas & Sudrajat, 2015). Namun, dalam beberapa tahun terakhir muncul tren dimana PKKMB juga menjadi ajang pertemuan sosial yang tidak jarang dimanfaatkan untuk mencari pasangan atau jodoh diantara mahasiswa lama ataupun mahasiswa baru.

1. PKKMB sebagai Ajang Orientasi

Tujuan utama PKKMB adalah memberikan wawasan kepada mahasiswa baru tentang dunia perkuliahan, membantu beradaptasi dengan lingkungan baru, dan membangun jejaring sosial yang dapat mendukung mereka selama masa studi. Program ini biasanya mencakup berbagai kegiatan seperti sesi pengenalan fakultas, seminar motivasi, dan pengenalan organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa baru agar lebih siap menghadapi tantangan akademik dan sosial di kampus.

Hasil penelitian Hidayat & Suryani, (2020) menunjukkan bahwa orientasi mahasiswa baru memiliki peran penting dalam membangun fondasi yang kuat untuk kesuksesan akademik. Kegiatan PKKMB yang dirancang dengan baik dapat membantu mahasiswa baru merasa lebih percaya diri dan siap menghadapi kehidupan perkuliahan yang penuh tantangan.

2. PKKMB sebagai Ajang Mencari Jodoh

Namun, selain sebagai ajang orientasi, PKKMB juga sering kali menjadi momen di mana mahasiswa baru bertemu dengan teman-teman baru, dan dalam beberapa kasus, menemukan pasangan. Fenomena ini tidak lepas dari sifat dasar manusia yang mencari kedekatan dan kenyamanan, terutama di lingkungan baru yang mungkin terasa asing.

penelitian Putra & Wulandari (2021) mengungkapkan bahwa interaksi sosial yang intensif dalam konteks yang santai, seperti PKKMB, dapat memicu ketertarikan antarindividu. Lingkungan baru, ditambah dengan perasaan cemas dan ekspektasi terhadap kehidupan kampus, dapat mendorong mahasiswa untuk mencari dukungan emosional, yang terkadang diinterpretasikan sebagai bentuk ketertarikan romantis.

3. Antara Orientasi dan Romantisme

Meskipun tidak ada yang salah dengan menjalin hubungan selama PKKMB, penting untuk menjaga fokus pada tujuan utama dari kegiatan ini. PKKMB seharusnya menjadi momen untuk belajar, beradaptasi, dan mempersiapkan diri untuk tantangan akademik yang akan datang.

Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa pertemuan sosial dalam PKKMB juga memiliki nilai positif, asalkan mahasiswa tetap mampu menyeimbangkan antara tujuan akademik dan sosial mereka. Kesempatan untuk membangun jaringan pertemanan dan bahkan hubungan romantis dapat memberikan pengalaman yang memperkaya kehidupan kampus, selama hal tersebut dilakukan dengan bijak.

Kesimpulan

PKKMB memang memiliki dua sisi: sebagai ajang orientasi dan, bagi sebagian orang, sebagai ajang mencari jodoh. Yang terpenting adalah bagaimana mahasiswa baru dapat memanfaatkan momen ini secara optimal, baik untuk adaptasi akademik maupun sosial, tanpa kehilangan fokus pada tujuan utama dari kegiatan ini.

Referensi

Hidayat, M., & Suryani, D. (2020). Pengaruh Program Orientasi terhadap Adaptasi Mahasiswa Baru di Lingkungan Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 53(1), 45-56. doi:10.24036/jpp.v53i1.1234.

Muniarty, P., Nurhayati, N., Haryati, I., Jaenab, J., Pratiwi, A., & Nurulrahmatiah, N. (2021). Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Mahasiswa Peserta Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bima. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 6(3).

Putra, R., & Wulandari, A. (2021). Dinamika Hubungan Sosial Mahasiswa Baru dalam Konteks Program Orientasi Kampus. Jurnal Psikologi Sosial, 34(2), 112-126. doi:10.2307/jps.v34i2.9876.

Wulaningtyas,  F.  P.  A.,  &  Sudrajat,  A.  (2015).  Praktik  Bullying  Mahasiswa Jurusan  Pendidikan Sejarah Pada Masa PKKMB Mahasiswa Angkatan 2012. Paradigma, 3(2). Https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/view/11277

 

Sebelum Masuk Jurang: Kenali Ciri-Ciri Mahasiswa 'Senior' Dan 'Sok Senior' Di Lingkungan Kampus

Dalam lingkungan perguruan tinggi, terutama di Indonesia, istilah "senior" memiliki arti yang beragam, seringkali tergantung pada konteks dan perilaku individu. Mahasiswa "senior" umumnya dianggap sebagai panutan yang memiliki pengalaman lebih dalam hal akademis dan kehidupan kampus. Di sisi lain, ada juga mahasiswa yang dikenal sebagai "sok senior," yang biasanya menunjukkan perilaku otoriter atau merasa lebih superior dibandingkan mahasiswa baru, tanpa dasar pengalaman atau prestasi yang memadai. Mengenali perbedaan antara kedua tipe ini penting untuk menghindari potensi masalah sosial, psikologis, dan akademis.

Ciri-Ciri Mahasiswa "Senior"

1.       Berwawasan dan Berpengalaman

Mahasiswa senior biasanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang materi perkuliahan dan sistem kampus. Mereka sering kali menjadi sumber informasi bagi junior dalam menghadapi kesulitan akademis dan memberikan saran yang bermanfaat.

2.       Pendukung dan Pembimbing

Mahasiswa senior biasanya berperan sebagai pembimbing yang mendukung junior dalam menavigasi dunia perkuliahan. Mereka menyediakan waktu untuk mendengarkan dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi junior baik itu masalah antar sesama mahasiswa ataupun miskomunikasi dengan beberapa dosen tertentu.

3.       Memiliki Kepedulian Sosial

Mahasiswa senior biasanya menunjukkan kepedulian terhadap sesama, baik itu dalam hal akademis maupun non-akademis. Mereka aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan berperan dalam membangun lingkungan kampus yang inklusif dan suportif.

Ciri-Ciri Mahasiswa "Sok Senior"

1.       Perilaku Otoriter dan Mengontrol

Mahasiswa "sok senior" sering kali menggunakan status mereka untuk mengontrol junior, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka mungkin menuntut penghormatan atau kepatuhan tanpa memberikan alasan yang jelas. Mahasiswa “sok senior” selalu mengintervensi kesepakatan yang telah diambil oleh juniornya tanpa alasan yang jelas atau sesuai dengan kepentingan mereka.

2.       Kurang Berwawasan dan Cenderung Mengintimidasi

Meskipun mereka mungkin memiliki pengalaman lebih lama di kampus, mahasiswa "sok senior" sering kali kurang berwawasan dan menggunakan intimidasi sebagai alat untuk mendapatkan pengakuan (Smith & Brown, 2019).

3.       Memanfaatkan Status untuk Keuntungan Pribadi

Mahasiswa "sok senior" sering memanfaatkan status mereka untuk kepentingan pribadi, seperti meminta bantuan akademis tanpa balasan atau memanfaatkan junior dalam kegiatan non-akademis.

4.       Tidak Mendukung atau Memberikan Bantuan yang Relevan

Alih-alih memberikan bantuan yang konstruktif, mahasiswa "sok senior" mungkin hanya memberikan arahan yang tidak relevan atau bahkan menyesatkan, yang dapat merugikan junior dalam jangka panjang.

Dampak Sosial dan Psikologis

Perbedaan antara mahasiswa senior dan "sok senior" tidak hanya berpengaruh pada hubungan interpersonal tetapi juga memiliki dampak sosial dan psikologis yang signifikan bagi mahasiswa baru. Mahasiswa baru yang berinteraksi dengan "sok senior" mungkin mengalami tekanan mental, penurunan motivasi belajar, dan bahkan kehilangan rasa percaya diri. Sebaliknya, interaksi dengan senior yang benar-benar mendukung dapat meningkatkan adaptasi, kesejahteraan mental, dan keberhasilan akademis (Wiboowo, 2019).

Keberadaan mahasiswa sok senior dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi mahasiswa baru. Tekanan sosial yang diberikan dapat menyebabkan stres, rendah diri, dan bahkan memengaruhi prestasi akademik mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, (2020) mengungkapkan bahwa mahasiswa yang merasa terintimidasi oleh senior cenderung mengalami penurunan motivasi belajar dan keterlibatan sosial

Kesimpulan

Mengenali perbedaan antara mahasiswa "senior" dan "sok senior" sangat penting bagi mahasiswa baru untuk menghindari potensi masalah dalam perjalanan akademis mereka. Senior sejati adalah mereka yang rendah hati, berwawasan, dan peduli terhadap junior, sementara "sok senior" cenderung otoriter, kurang wawasan, dan mengutamakan kepentingan pribadi. Dengan pemahaman ini, mahasiswa baru dapat memilih untuk berinteraksi dengan senior yang mendukung pertumbuhan mereka secara positif.

Referensi

Rahmawati, D. (2020). Dampak Intimidasi Senior terhadap Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Indonesia.

Smith, J., & Brown, L. (2019). The Psychology of Power Dynamics in University Settings. Journal of Social Psychology.

Wibowo, A. (2019). "Interaksi Sosial antara Mahasiswa Senior dan Mahasiswa Baru di Lingkungan Perguruan Tinggi." Jurnal Sosiologi Pendidikan, 10(1), 45-57.

 

 

Mimpi dan Harapan Sederhana Dalam Lirik Lagu “NANTI KITA SEPERTI INI” dari Batas Senja

Lagu "Nanti Kita Seperti Ini" yang dibawakan oleh Batas Senja menggambarkan impian dan harapan tentang masa depan yang penuh dengan kebahagiaan sederhana bersama pasangan. Liriknya memberikan pandangan tentang kehidupan yang harmonis dan seimbang, mencerminkan nilai-nilai yang sangat relevan dalam konteks hubungan romantis dan keluarga.

1. Impian Masa Depan yang Sederhana

Lagu ini dimulai dengan sebuah harapan tentang masa depan yang akan dijalani setelah sekian lama bersama. Ada gambaran tentang rumah yang menjadi tempat untuk bermesraan, bertukar cerita, dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Kesederhanaan ini mencerminkan kebahagiaan yang tidak memerlukan kemewahan, melainkan kehangatan dan kedekatan dengan orang-orang tercinta. Impian akan rumah tangga yang sederhana tetapi penuh makna ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa kebahagiaan dalam pernikahan tidak bergantung pada kekayaan materi, tetapi pada kualitas hubungan dan komunikasi antara pasangan (Dewi & Ratnasari, 2017)

2. Peran dalam Keluarga

Lirik "Kau dipanggil ibu, sementara aku ayah" menunjukkan peran yang diharapkan dalam keluarga. Ada kebanggaan dan kebahagiaan dalam menjalani peran tersebut, bertukar cerita di ruang keluarga, bercengkerama, dan menimang buah hati. Lagu ini memberikan pesan bahwa peran sebagai orang tua bukan hanya tentang tanggung jawab, tetapi juga tentang kebahagiaan dan kebersamaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan peran ini sering kali dikaitkan dengan kepuasan pernikahan dan kebahagiaan keluarga. Salah satunya yaitu hasil penelitian oleh yang dilakukan oleh Susanto (2018) menunjukkan bahwa pembagian peran yang jelas dan adil dalam keluarga berkontribusi terhadap kesejahteraan emosional dan psikologis pasangan.

3. Kebahagiaan yang Lengkap

Reff lagu ini menekankan bahwa kebahagiaan terasa lengkap ketika dijalani bersama-sama. "Sederhana, bahagia ini lengkap sudah, sama-sama, hingga nanti kita tutup mata" menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati adalah yang dijalani dengan orang yang kita cintai sampai akhir hayat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebersamaan dan dukungan emosional dari pasangan merupakan faktor utama dalam mencapai kebahagiaan pernikahan (Putri, 2019).

4. Keyakinan pada Masa Depan

Lirik lagu ini juga menekankan pentingnya keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. "Semoga saja, niat baik 'kan terwujud segera, asal kita, percaya Dia Maha Segalanya" menggambarkan bahwa meskipun perjalanan hidup mungkin tidak selalu mudah, keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan akan membantu mewujudkan impian tersebut dan menghadapi segala tantangan. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang memiliki keyakinan spiritual yang kuat sering kali lebih mampu menghadapi konflik dan stres dalam hubungan mereka (Mahmood & Ghaffar, 2020).

5. Pesan Ketenangan dan Penyerahan Diri

Penutup lirik "Jangan dulu lelah, yakin semua indah, pejamkanlah mata, pada-Nya kita berserah" memberikan pesan ketenangan. Lagu ini mengingatkan kita untuk tetap percaya dan berserah diri pada Tuhan, karena Dia yang Maha Menentukan segalanya.

Dalam konteks psikologi, penyerahan diri dan keyakinan pada kekuatan yang lebih besar dapat memberikan rasa aman dan mengurangi stres (Park, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2018) juga menunjukkan bahwa penyerahan diri pada Tuhan dapat membantu individu dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup.

Kesimpulan

"Nanti Kita Seperti Ini" oleh Batas Senja adalah lagu yang penuh makna tentang impian dan harapan membangun kehidupan yang bahagia bersama pasangan. Dengan lirik yang sederhana namun mendalam, lagu ini mengajak pendengar untuk memaknai kebahagiaan sejati yang tidak terletak pada materi, melainkan pada hubungan dan kepercayaan. Lagu ini menjadi pengingat bahwa dalam perjalanan hidup, keyakinan dan cinta adalah dua hal yang paling berharga.

Referensi

Dewi, R., & Ratnasari, K. (2017). Kebahagiaan dalam Pernikahan: Studi Tentang Pasangan yang Menikah di Usia Muda. Jurnal Psikologi.

Mahmood, Z., & Ghaffar, A. (2020). Spirituality and Marital Satisfaction: A Study of Pakistani Muslim Couples. Journal of Religion and Health.

Park, C. L. (2007). Religiousness/Spirituality and Health: A Meaning Systems Perspective. Journal of Behavioral Medicine, 30(4), 319-328.

Putri, L. D. (2019). Pengaruh Dukungan Emosional Terhadap Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami Istri di Kota Malang. Jurnal Psikologi dan Pendidikan.

Susanto, A. (2018). Pembagian Peran dalam Keluarga dan Hubungannya dengan Kesejahteraan Emosional. Jurnal Ilmu Sosial.

Wibisono, S. (2018). Penyerahan Diri Pada Tuhan dan Kesejahteraan Psikologis. Jurnal Psikologi Islam.