Isu-isu pendidikan di Indonesia.

03 October 2022 23:57:31 Dibaca : 138

Nama : Nurhayati Eka Saputri

Nim : 151420168

Kelas : 5G

Globalisasi melahirkan gelombang perubahan yang sangat cepat dan perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Untuk menghadapi tantangan sekaligus peluang pada era gobalisasi, terutama globalisasi pendidikan yang diramal akan melanda seluruh dunia pada tahun 2030 dan menyambut Indonesia Emas tahun 2045, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan, agar mampu bersaing secara kompetitif dan kompetentif. Terdapat dua isu yang cukup inovatif dalam bidang pendidikan, yakni: kebijakan inovasi kurikulum yang ditandai dengan lahirnya Kurikulum 2013 dan kebijakan peningkatan kualifikasi sekaligus profesionalitas guru. Dua kebijakan ini diharapkan bersinergi dalam membentuk insan yang cerdas dan berkarakter. Insan yang cerdas adalah insan yang cerdas secara spiritual, intelektual, sosial dan emosional, sedangkan insan yang berkarakter adalah yang mampu mewujudkan nilai-nilai karakter yang bersumber pada ajaran agama dan pancasila sebagai dasar yang “kokoh” dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. 

Untuk konteks Indonesia yang plural sebagaimana tertuang dalaml ambang Negara “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu), maka penyelenggaraan pendidikan yang relevan adalah pendidikan yang menjunjungt inggi nilai kebersaman dalam keragaman, saling menghormati dan menghargai, santun, dan demokrasi yang bertanggung jawab sebagai perwujudan dari karakter bangsa yang kuat. Nilai-nilai tersebut bersumber pada “Agama” dan “Pancasila” yang merupakan Dasar Negara Republik Indonesia yang kokoh. Tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai falsafah bangsa mestinya diwujudkan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Beberapa permasalahan pendidikan yang menonjol, di antaranya:

  1. pendidikan telah kehilangan objektivitasnya, masih jauh dari realitas yang dihadapi peserta didik di masyarakat.
  2. pendidikan belum mendewasakan peserta didik.
  3. pendidikan tidak menumbuhkan pola berpikir kritis.
  4. belum menghasilkanmanusia terdidik, apalagi berakhlak.
  5. pendidikan masih membelenggu
  6.  belum mampu membangun individu belajar.
  7. belum mampu menghasilkan kemandirian
  8. belum mampu memberdayakan dan membudayakan peserta didik (Djohar, 2013: 3). 

Di sisi lain Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan, di antaranya tuntutan untuk menyiapkan generasi yang cerdas dan berkarakter untuk menyambut pase “Indonesia emas” yaitu 100 tahun Indonesia merdeka (pada tahun 2045) dan tantangan globalisasi pendidikan yang diramalkan tahun 2030.

Untuk memecahkan berbagai masalah dan menghadapi tantangan dunia pendidikan tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan dalam bidang pendidikan diantaranya inovasi bidang kurikulum dan peningkatan profesionalitas guru.

1. Kebijakan Inovasi Kurikulum

Kebijakan inovasi kurikulum yang melahirkan Kurikulum 2013 di dasarkan pada berbagai pertimbangan. Di antaranya trend perkembangan dunia seperti ditunjukkan dengan adanya perubahan sosial yang cepat, menuntut adanya paradigma baru dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan yang lebih holistik.

Hal yang paling mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum sebagai “ruh” dari pendidikan yang terus berubah, idealnya bersifat pleksibel dan dinamis agar dapat mengikuti perkembangan dan tuntutan sekaligus tantangan zaman, seperti diungkap Mulyasa (2003: 18), bahwa proses pendidikan yang dilakukan saat ini bukan semata-mata untuk hari ini, melainkan untuk masa depan.

Menyadari bahwa Pendidikan sebagai sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan masa depan, maka pendidikan dituntut untuk mampu menangkap dan memproyeksikan kecenderungan-kecenderungan yang bakal terjadi pada masa depan. 

Atas dasar itu, maka perubahan kurikulum hendaknya dijadikan momentum untuk memajukan pendidikan agar tidak ketinggalan zaman. Pendidikan harus mampu memainkan peran kesadaran kritis dalam melihat tantangan sekaligus peluang masa depan.

Insan Indonesia yang cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yaitu: cerdas spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan cerdas kinestetik, sedangkan berkarakter adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, produktif, kreatif, inovatif, dan dapat bekerjasama dengan orang lain untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan penuh sikap amanah sebagai perwujudan dari social capital dan human capital yang dibutuhkan pada era global. Ini dicapai melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi atau keterjalinan yang kuat antara kompetensi dan karakter.

2. Peningkatan Profesionalitas Guru

Guru profesional adalah guru yang memiliki pengetahuan yang dalam tentang pekerjaannya yang diperoleh dari latihan atau pendidikan khusus keguruan (Yamin dan Maisah, 2010: 31). Selain memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, terdidik dan terlatih, Guru profesional juga memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya, sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal (Kunandar, 2010: 46). Dengan kata laing uru profesional diperoleh melalui pendidikan plus pengalaman. Pendidikan akan membekali guru dengan berbagai kompetensi meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sementara pengalaman memberikan peluang dan ruang bagi guru untuk mengimplementasi berbagai kompetensi yang dimiliki, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang dan berbagai peraturan yang mengawalnya. Lebih lanjut, dalam Undang-Undang ditegaskan bahwa guru profesional minimal memiliki pendidikan S-1 atau D4.

Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan yang berorientasi pada peningkatan profesionalitas guru di seluruh Inodesia melalui beberapa program.

  1. Program Dual Mode sistem (DMS)
  2. Program kualifikasi guru (PKG)
  3. Program sertifikasi guru (PSG)
  4. Program pendidikan profesi guru (PPG)
  5. Program sarjana kedua.

Beberapa program peningkatan kualifikasi dan profesionalitas guru tersebut, idealnnya berbanding lurus dengan peningkatan profesionalitas guru. Ini penting, terutama dalam mengawal implementasi dari Kurikulum 2013, agar ide kurikulum dapat diterjemahkan dengan baik dalam implementasinya. Kesenjangan antara ide kurikulum dengan implementasi kurikulum di kelas akan berdampak pada kegagalan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

 

Sumber: https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/society/article/download/1455/735/2839

 

 

Revisi Perbandingan sistem pendidikan

12 June 2021 13:02:24 Dibaca : 197

Nama : Nurhayati Eka Saputri

Nim : 151420168

Kelas : 2F PGSD

Perbandingan sistem pendidikan di negara Indonesia dan Finlandia.

Mungkin seluruh lapisan masyarakat sudah tidak asing dengan yang namanya “pendidikan”. Ya, pendidikan merupakan salah satu tolak ukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Selain itu pendidikan juga merupakan unsur penting dalam meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup manusia. Mengapa? Karena pendidikan adalah mata uang yang berlaku di negara manapun.Pendidikan adalah suatu proses penanaman budaya, norma serta nilai-nilai moral dalam masyarakat kepada seorang individu atau kelompok yang mencangkup pengetahuan, perilaku, dan sosial budaya. Proses penanaman ini berjalan secara bertahap dan kontinu selama manusia itu hidup. Pendidikan bertujuan agar kelak orang yang menerima pendidikan tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan bermanfaat bagi orang di sekitarnya. Diharapakan dengan adanya pendidikan yang baik di negeri ini akan mendongkrak kesejahteraan masyarakat dan mampu menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas, tangguh, berkarakter, dan mampu bersaing dan maenjawab tantangan era globalisasi sekarang ini.Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi. Pendididikan yang bagaimana yang bisa mengantarkan seseorang pada kesuksesan? Tentu saja pendidikan yang berkualitas dan sesuai porsinya. Ingat, pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan pelajar, bukan pelajar yang harus menyesuaikan diri dengan pendidikan. Karena setiap orang memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda-beda. Sebuah sistem pendidikan harus bisa mewadahi seluruh potensi anak-anak bangsanya agar kelak mereka bisa mengembangkan potensi mereka dan menentukan karirnya di masa depan. Kurikulum pendidikan di beberapa negara maju sudah menerapkan pola seperti ini. Contohnya di Finlandia, setelah anak-anak sudah menyelesaikan pendidikan dasarnya, mereka akan diarahkan apakah mereka ingin melanjutkan ke bangku kuliah atau melanjutkan ke jenjang kuliah.

Mengapa Finlandia memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia?Tentu saja, bukan tanpa alasan Finlandia bisa menjadi negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Satu yang paling menonjol dari negara ini, adalah diberi kebebasannya jajaran pendidik untuk meramu kurikulum dan menentukan metode dan materi belajar-mengajar.Republik Finlandia adalah sebuah negara Nordik yang terletak di Eropa Utara, serta anggota dari Uni Eropa. Finlandia memiliki perbatasan darat dengan Swedia di barat, Norwegia di utara, dan Rusia di timur sedangkan batas lautnya adalah Laut Baltik di barat daya, Teluk Finlandia di selatan, dan Teluk Bothnia di barat.beberapa perbedaan sistem pendidikan antara Finlandia dan Indonesia:1.Finlandia : anak-anak baru bersekolah saat usia 7 tahunAnak-anak di Finlandia baru bersekolah saat usia 7 tahun, mereka tidak diperkenankan mengikuti playgroup ataupun sejenisnya. Pemerintah Finlandia justru memberi tugas kepada para orang tua untuk melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini. Alasannya karena dari bayi hinnga usia 6 tahun adalah masa yang kritis untuk tahap awal perkembangan anak. Pemerintah Finlandia memberi Maternity Package untuk setiap Ayah dan Ibu ketika ia memiliki bayi yang berisi panduan untuk mendidik anak mereka.Indonesia : anak usia dua tahun pun sudah masuk playgroup, diasuh oleh babysitter, dan orang tua tidak mengawasi perkembangan anak dengan seksama.2.Finlandia : tidak ada tes hingga usia 16 tahunKetika anak-anak Finlandia masuk sekolah, tidak ada kewajiban untuk mengikuti ujian tingkat nasional, kecuali saat ia hendak melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Finlandia tidak menganut GERM (Global Education Reform Movement) yang menekankan pendidikan ke arah kompetisi dan persaingan. Pembelajaran di kelas pun berlangsung rileks tanpa ketegangan.Indonesia : untuk masuk SD negeri saja anak harus mengikuti tes dan bersaing dengan teman sebayanya.3.Finlandia : tidak banyak tugas dan PRAnak-anak Finlandia tidak perlu pulang ke rumah dengan membawa tugas yang tidak relevan dengan hobi dan kesenangannya. Mereka cukup mengembangkan bidang yang mereka sukai, menggali potensi dalam diri hingga bisa meraih prestasi. Mereka juga tidak perlu mengikuti bimbel ataupun mengerjakan puluhan soal di kelas. Satu kelas pun hanya berisi 15-17 siswa sehingga keadaan kelas lebih kondusif untuk belajar. Sehingga setiap siswa bisa berkonsultasi pada guru dengan leluasa.Indonesia : satu kelas berisi 40 siswa dan semuanya pulang ke rumah membawa tumpukan tugas yang menyita waktu bermain mereka. Kegiatan di kelas pun hanya mendengarkan ceramah dan mengerjakan puluhan soal-soal.4.Finlandia : guru adalah tamatan S2 dengan lulusan terbaikDi Finlandia, guru bukan hanya pahlawan tanpa tanda jasa tapi juga profesi terhormat. Bahkan orang Finlandia merasa lebih terhormat menjadi guru dibandingkan bekerja sebagai dokter. Untuk menjadi guru diperlukan kompetensi setara Strata 2 dengan nilai terbaik. Mereka wajib menerapkan metode belajar aktif dan menyenangkan serta memberi motivasi kepada para siswanya. Guru memiliki keintiman dengan siswanya maka guru pun bebas merumuskan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik siswanya.Indonesia : masih banyak guru bergaji kecil, dianggap remeh, banyak guru yang tidak memahami disiplin ilmu psikologi perkembangan.5.Finlandia : tidak mengkotak-kotakan siswa dengan nilai prestasi atau tingkat ekonomiTidak ada mengkubu-kubukan siswa dengan penyebutan kelas reguler dan akselerasi apalagi VIP. Kualitas masing-masing sekolah tidak berbeda jauh sehingga tidak terlihat kesenjangan antar siswa. Para orang tua tidak perlu khawatir dengan biaya sekolah. Finlandia menanggung biaya pendidikan di sekolah hingga perguruan tinggi Strata 1 termasuk sekolah swasta. Kesempatan belajar dibuka lebar dan ditanggung pemerintah. Tidak perlu ada kekhawatiran tidak menerima ijazah karena belum membayar ataupun tekanan tidak naik kelas.Indonesia : siswa dibagi dalam beberapa “kelas”, kemajuan kualitas di tiap sekolah pun berbeda-beda. Banyak istilah “sekolah orang kaya” dan “sekolah anak pintar”

Banyak yang bertanya apakah system Pendidikan di indonesia bisa diterapkan di indonesia?Begini, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan untuk merubah sebuah sistem Pendidikan di suatu negara. Terlebih kita harus tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang berpenduduk sangat banyak sekitar kurang lebih seperempat miliar atau dengan kata lain ada 250 juta lebih orang yang menduduki negara Indonesia ini. Sehingga apabila pemerintah ingin mengubah sistem Pendidikan atau bahkan membuat suatu ketetapan baru bagi Pendidikan di Indonesia, tentunya perlu melewati proses pemikiran yang sangat matang.Berikut penulis paparkan beberapa alasan mengapa sistem Pendidikan Finlandia belum bisa diterapkan di Indonesia:1. Budaya, Latar Belakang dan Pola Pemikiran yang BerbedaTentunya setiap negara memiliki budaya dan latar belakang yang berbeda, yang dimana hal tersebut juga akan membawa perbedaan terhadap pola pemikiran masyarakat di masing-masing negara.Seperti contoh masyarakat di Indonesia cenderung berorientasi kepada nilai atau hasil akhir, hal tersebut terlihat bahwa sejak enam tahun pertama anak bersekolah, mereka sudah dinilai dan nilai tersebut dianggap sudah mempengaruhi prestasi mereka. Sedangkan apabila di Finlandia, 93% orang di Finlandia adalah lulusan sekolah tinggi, hal ini yang menyebabkan masyarakat di Finlandia lebih menghargai sebuah proses dibandingkan langsung menilai pada hasil akhir.Hal ini yang menyebabkan kita tidak bisa langsung membandingkan dan menyamaratakan antara pendidikan di Finlandia dengan Indonesia.2. Pendidikan yang Belum MerataApabila pada poin sebelumnya penulis telah memaparkan bahwa 93% masyarakat di Finlandia telah mengenyam pendidikan tinggi, hal tersebut berarti dapat dikatakan bahwa Pendidikan yang ada di Finlandia telah terbilang sudah merata hampir ke seluruh Finlandia walaupun belum merata secara sempurna karena masih belum mencapai angka 100%.

Sekarang mari kita bandingkan dengan kemerataan pendidikan di Indonesia, tentunya kita semua mengtahui bahwa pendidikan di Indonesia ini sangat belum merata terutama semakin ke bagian timur Indonesia. Mengingat negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan jumlah penduduknya yang juga sangat banyak, perihal pemerataan pendidikan hingga ke pelosok negeri ini tentunya masih menjadi problematika tersendiri bagi negeri ini.

Tentunya apabila pendidikan sendiri belum merata di negeri ini, maka jangan heran guys apabila masih banyak anak-anak muda di sekitar kita yang seharusnya mengenyam pendidikan seperti kita, malahan mereka putus sekolah.

3. Perbedaan Profesionalitas dan Tunjangan untuk GuruDi Indonesia, sudah banyak guru-guru atau tenaga-tenaga pendidik yang profesional terutama di wilayah kota-kota besar. Namun, bagaimana dengan guru-guru yang berada di luar kota-kota besar? Apakah sudah terjamin tingkat ke-profesionalan-nya? Tentu saja tidak. Hal ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan kuat mengapa sistem pendidikan Finlandia akan sulit untuk diterapkan di Indonesia.

Kita perlu tahu bahwa semua guru di Finlandia harus bergelar master, hal tersebut tentu saja berpengaruh pada kinerja para guru saat mengajar. Sedangkan di Indonesia bahkan untuk lulus S1 saja, tidak semua guru dapat lulus S1. Apalagi untuk menempuh pendidikan selanjutnya? Tentunya akan memerlukan biaya yang tidak murah. Di Indonesia sendiri keberadaan guru masih belum dijamin 100% oleh pemerintah. Salah satu bukti konkret sederhananya adalah rata-rata gaji guru di Indonesia masih belum memenuhi UMR.

Nah, dari beberapa hal yang telah saya paparkan mungkin dapat menambah sedikit wawasan kita mengapa sistem pendidikan Indonesia tidak dapat meniru layaknya negara Finlandia. Banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut tentunya akan menjadi bahan pertimbangan yang harus dipikirkan secara matang, karena apabila pihak yang memiliki kepentingan salah dalam melakukan pengambilan keputusan maka dampaknya akan sangat berakibat fatal.

Lantas apa yang dapat dilakukan anak muda dalam menyikapi hal ini? Saya hanya menyarankan agar kita sebagai anak muda tidak banyak mengeluh. Karena salah satu cara untuk memajukan pendidikan di Indonesia itu dapat dimulai dari diri kita sendiri. Tidak perlu kita mengeluh kesana sini, terus menerus mengkritik pemerintah tanpa melakukan tindakan, karena yang diperlukan hanya satu, bagaimana langkah selanjutnya yang kita lakukan. Karena orang menilai kita cerdas tidak perlu dari beribu-ribu kata yang kita ucapkan, cukup dengan satu tindakan kita maka orang disekitar kita dapat melihat bagaimana diri kita.

Pendidikan yang paling baik adalah melahirkan rasa penasaran pada peserta didik sehingga mereka ingin tau dan paham. ... Bukan juga mengikuti sistem pembelajaran menurut para ahli. karena dasar pendidikan itu sendiri adalah menciptakan peserta didik mampu mengerti dan paham.

Terakhir dari saya “Kebesaran sebenarnya dapat ditemukan dalam hal-hal kecil yang terkadang kita lewatkan.Jangan pernah berhenti belajar, karena hidup tak pernah berhenti mengajarkan.Jika kamu menunggu dirimu sampai siap menghadapi pelajaran, maka seumur hidupmu hanya akan kamu habiskan untuk menunggu.Fokuskan pikiranmu untuk menjadi orang yang produktif, dan jangan hanya membuat dirimu sibuk saja.Orang yang bijak akan belajar ketika mereka paham dan bisa. Sedangkan orang yang bodoh belajar hanya karena terpaksa.lmu tak akan pernah ada habisnya, jadi jangan pernah berpikir untuk berhenti belajar, sebab kehidupan tidak akan pernah berhenti untuk mengajarkanmu.Jalani belajar dengan keikhlasan dan ketulusan hati, sebab kamu belum pernah tahu seberapa hebatnya kamu. Lihat saja orang yang paling berilmu dan paling bijak di dunia ini, nyatanya mereka juga masih belajar.

Perbandingan sistem pendidikan

02 June 2021 10:55:44 Dibaca : 38

Nama : Nurhayati Eka Saputri

Nim : 151420168

Kelas : 2F PGSD

 

beberapa perbedaan sistem pendidikan antara Finlandia dan Indonesia:

1.Finlandia : anak-anak baru bersekolah saat usia 7 tahun

Anak-anak di Finlandia baru bersekolah saat usia 7 tahun, mereka tidak diperkenankan mengikuti playgroup ataupun sejenisnya. Pemerintah Finlandia justru memberi tugas kepada para orang tua untuk melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini. Alasannya karena dari bayi hinnga usia 6 tahun adalah masa yang kritis untuk tahap awal perkembangan anak. Pemerintah Finlandia memberi Maternity Package untuk setiap Ayah dan Ibu ketika ia memiliki bayi yang berisi panduan untuk mendidik anak mereka.

Indonesia : anak usia dua tahun pun sudah masuk playgroup, diasuh oleh babysitter, dan orang tua tidak mengawasi perkembangan anak dengan seksama.

2.Finlandia : tidak ada tes hingga usia 16 tahun

Ketika anak-anak Finlandia masuk sekolah, tidak ada kewajiban untuk mengikuti ujian tingkat nasional, kecuali saat ia hendak melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Finlandia tidak menganut GERM (Global Education Reform Movement) yang menekankan pendidikan ke arah kompetisi dan persaingan. Pembelajaran di kelas pun berlangsung rileks tanpa ketegangan.

Indonesia : untuk masuk SD negeri saja anak harus mengikuti tes dan bersaing dengan teman sebayanya.

3.Finlandia : tidak banyak tugas dan PR

Anak-anak Finlandia tidak perlu pulang ke rumah dengan membawa tugas yang tidak relevan dengan hobi dan kesenangannya. Mereka cukup mengembangkan bidang yang mereka sukai, menggali potensi dalam diri hingga bisa meraih prestasi. Mereka juga tidak perlu mengikuti bimbel ataupun mengerjakan puluhan soal di kelas. Satu kelas pun hanya berisi 15-17 siswa sehingga keadaan kelas lebih kondusif untuk belajar. Sehingga setiap siswa bisa berkonsultasi pada guru dengan leluasa.

Indonesia : satu kelas berisi 40 siswa dan semuanya pulang ke rumah membawa tumpukan tugas yang menyita waktu bermain mereka. Kegiatan di kelas pun hanya mendengarkan ceramah dan mengerjakan puluhan soal-soal.

4.Finlandia : guru adalah tamatan S2 dengan lulusan terbaik

Di Finlandia, guru bukan hanya pahlawan tanpa tanda jasa tapi juga profesi terhormat. Bahkan orang Finlandia merasa lebih terhormat menjadi guru dibandingkan bekerja sebagai dokter. Untuk menjadi guru diperlukan kompetensi setara Strata 2 dengan nilai terbaik. Mereka wajib menerapkan metode belajar aktif dan menyenangkan serta memberi motivasi kepada para siswanya. Guru memiliki keintiman dengan siswanya maka guru pun bebas merumuskan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik siswanya.

Indonesia : masih banyak guru bergaji kecil, dianggap remeh, banyak guru yang tidak memahami disiplin ilmu psikologi perkembangan.

5.Finlandia : tidak mengkotak-kotakan siswa dengan nilai prestasi atau tingkat ekonomi

Tidak ada mengkubu-kubukan siswa dengan penyebutan kelas reguler dan akselerasi apalagi VIP. Kualitas masing-masing sekolah tidak berbeda jauh sehingga tidak terlihat kesenjangan antar siswa. Para orang tua tidak perlu khawatir dengan biaya sekolah. Finlandia menanggung biaya pendidikan di sekolah hingga perguruan tinggi Strata 1 termasuk sekolah swasta. Kesempatan belajar dibuka lebar dan ditanggung pemerintah. Tidak perlu ada kekhawatiran tidak menerima ijazah karena belum membayar ataupun tekanan tidak naik kelas.

Indonesia : siswa dibagi dalam beberapa “kelas”, kemajuan kualitas di tiap sekolah pun berbeda-beda. Banyak istilah “sekolah orang kaya” dan “sekolah anak pintar”

Akses pendidikan masyarakat

26 May 2021 15:23:21 Dibaca : 28

Nama  : Nurhayati Eka Saputri

Nim     : 151420168

Kelas  : 2 F PGSD

 

AKSES PENDIDIKAN MASYARAKAT

akses pendidikan adalah kemudahan yang diberikan kepada setiap warga masyarakat untuk menggunakan kesempatannya untuk memasuki suatu program pendidikan. Tindakan-tindakan sosial individu sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap obyek sosial yang hadir di dalam dunia psikologisnya. Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang relatif permanen yang terdiri dari tiga komponen yang berpusat pada satu obyek, yaitu komponen kognisi, komponen perasaan, dan komponen kecenderungan tindakan [action tendency component] (Krech et al, 1982:138). Komponen kognisi dari suatu sikap terdiri dari keyakinan-keyakinan individu mengenai suatu obyek. Kognisi yang paling penting yang menentukan sikap individu adalah keyakinan evaluatif yang memberi atribusi kualitas terhadap obyek itu, seperti apakah obyek tersebut menguntungkan atau tidak, baik atau buruk. Komponen kognisi ini juga dapat mencakup keyakinan individu tentang cara merespon yang pantas atau tak pantas terhadap obyek. Jadi, komponen kognisi dan komponen kecenderungan tindakan dapat berkaitan erat. Komponen perasaan dari satu sikap mengacu pada emosi yang terkait dengan obyek - apakah obyek itu dirasakan menyenangkan atau tida, disukai atau tidak. Bobot emosi inilah yang memberi karakter motivasi kepada sikap. Komponen kecenderungan tindakan dari suatu sikkap mencakup semua kesiapan perilaku (behavioral readiness) yang terkait dengan sikap. Jika seorang individu memiliki sikap positif terhadap obyek tertentu, dia akan memiliki kecenderungan untuk membantu atau mengganjar atau mendukung obyek itu; jika dia bersikap negatif, dia akan cenderung mencelakai atau menghukum atau menghancurkan obyek tersebut. Oleh karena itu, jika sekelompok individu memiliki keyakinan bahwa kelompok lain tidak mempunyai kapasitas untuk mencapai tingkat pendidikan yang sama dengan kelompoknya, dan jika mereka tidak senang bila anggota-anggota dari kelompok lain itu memasuki lembaga pendidikan yang sama dengan mereka, maka kelompok ini cenderung menunjukkan tindakan diskriminatif terhadap para anggota dari kelompok lain itu. Sejarah menunjukkan bahwa kelompok-kelompok yang sering memperoleh perlakuan diskriminatif itu adalah kaum wanita dari kaum pria, kelompok etnik.

 

Masyarakat Dan Kebudayaan Sekolah

19 May 2021 16:01:56 Dibaca : 1662

Nama: Nurhayati Eka Saputri

Nim: 151420168

Kelas: 2F PGSD

 

MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN SEKOLAH

A. PENGERTIAN MASYARAKATDalam kamus lengkap bahasa Indonesia, masyarakat adalah sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk perikehidupan yang berbudaya. Masyarakat memiliki pengertian hubungan yang terjalin antar beberapa kelompok orang untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.B. PENGERTIAN KEBUDAYAANPengertian Kebudayaan Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia,kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia. Kebudayaan (cultuur dalam bahasa belanda), (culture dalam bahasa inggris), berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini maka berkembanglah arti culture yang berarti “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengubah alam”. Sedangkan dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. C. KEBUDAYAAN SEKOLAHBudaya sekolah merupakan kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah yang dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Sistem pendidikan mengembangkan pola kelakuan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dan murid-murid. Kehidupan di sekolah serta norma-norma yang berlaku di situ dapat disebut dengan Kebudayaan Sekolah.D. NORMA-NORMA SOSIAL DALAM SITUASI BELAJARNorma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang diterapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian.Contoh penerapan norma-norma dalam situasi belajar :a. Norma Agama : agama adalah suatu petunjuk hidup yang berasal dari tuhan bagi penganutnya agar mereka mematuhi segala perintah dan larangannya. Yang berisikan peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan, anjuran yang berasal dari Tuhan. Contohnya adalah berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.b. Norma Kesopanan : adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari – hari sekelompok masyarakat. Contohnya sikap saling menghargai baik ketika guru menerangkan ataupun ada siswa lain yang memberikan pendapat.c. Norma Kelaziman : kelaziman adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan yang umumnya dilakukan tanpa pikir panjang karena kebiasaan itu dianggap baik, patut, sopan dan sesuai dengan tata krama. Contohnya memberikan salam kepada gurud. Norma Kesusilaan : kesusilaan adalah pedoman yang mengandung makna dan dianggap penting bagi kesejahteraan masyarakat dan dianggap sebagai aturan yang datang dari suara hati sanubari manusia. Contohnya menghargai perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan beserta perannya.e. Norma Hukum : aturan tertulis maupun tidak yang berisi perintah atau larangan yang memaksa dan yang akan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap orang yang melanggarnya. Contohnya peraturan didalam kelas ketika sedang belajar tidak boleh mengobrol atau pun tidur.E. LATAR BELAKANG GURUMenurut penelitian di Amerika serikat sebagian besar dari guru-guru berasal dari golongan menengah-rendah seperti petani, pengusaha kecil, buruh harian, dan hanya sebagian kecil saja yang ayahnya dari golongan profesional atau golongan tinggi. Guru-guru kebanyakan berasal dari daerah pedesaan atau kota kecil. Latar belakang guru yakni berasal dari golongan petani dan kaum buruh perlu dipertimbangkan dalam pola kebudayaan di sekolah yang banyak dipengaruhi oleh guru itu.Guru akan membawa norma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya melalui pendidikan dari orang tuanya ke dalam kelas yang diajarnya. Walaupun guru itu sendiri berkat pendidikannya dapat mempertinggi tingkat kulturalnya, namun ia akan tetap terikat oleh latar belakangnya, yakni nilai-nilai pedesaan golongan menengah-rendah yang mungkin sekali berbeda dengan norma murid-murid, khususnya di kota-kota. Banyak orang tua murid, antara lain di sekolah menengah yang golongan sosialnya lebih tinggi dari guru sendiri.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong