KEMAHIRAN BERBICARA
1.1 Pengertian Berbicara
Berbicara adalah salah satu kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui media bahasa. Berbicara adalah bentuk tindak tutur yang berupa bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap disertai dengan gerak-gerik tubuh dan ekspesi raut muka. Berbagai definisi telah dikemukakan untuk memberikan makna tentang berbicara. Sesuai fungsinya, berbicara adalah media yang digunakan manusia untuk berkomunikasi (Setyonegoro, 2013, hal. 68).
Tujuan utama berbicara adalah untuk menginformasikan gagasan-gagasan pembicara kepada pendengar. Akan tetapi, tujuan berbicara sebetulnya tidak hanya sebatas memberikan informasi kepada orang lain. Menentukan tujuan berbicara berarti kegiatan berbicara harus ditempatkan sebagai sarana penyampaian sesuatu kepada orang lain sesuai dengan tujuan yang diharapkan pembicara. Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi dapat digunakan dalam berbagai tujuan. Dalam hal ini, Mulyana mengelompokkan tujuan berbicara ke dalam empat tujuan, yaitu tujuan sosial, ekspresif, ritual dan instrumental (Mulyana, 2001, hal. 5-30).
1.2 Unsur-unsur Keterampilan Berbicara
Dalam berbicara tentunya diperlukan berbagai unsur agar kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan berbicara. Dalam berbicara terdapat beberapa unsur pokok. Ada lima unsur pokok dalam berbicara yaitu komunikator, pesan, komunikan, media, afek atau pengaruh. Pertama, komunikator adalah sekelompok orang yang menyampaikan pikiran, gaagsan, perasaan pada orang lain. Kedua, pesan adalah lambang yang bermakna yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator. Ketiga, komunikan adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya. Keempat, media adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Kelima, efek adalah respon atau reaksi dari komunikan ketika menerima pesan dari komunikator (Almasitoh & Uningowati, 2014).
1.3 Situasi Berbicara
Situasi berbicara (Ghazali, 2010, hal. 251) sebagai berikut:
a. Pembicara dalam situasi berbicara bisa berinteraksi sebagai: teman, orang asing, bersikap netral, simpatik, atasan atau bawahan, guru atau siswa, dll.
b. Situasi lingkungan berbicara: di rumah sendiri atau orang lain, di kantor, di rumah sakit, di jalan, di kenderaan, di sekolah, di stasiun, dll.
c. Jenis interaksi berbicara sesuai fungsinya:
(1) Fungsi transaksional: pembicaraan pemberian informasi dan menerima informasi tentang fakta, kejadian, kebutuhan, opini, sikap, dan perasaan. (Polisi memberi petujuk arah tempat).
(2) Fungsi interaksional: pembicaraan mencakup fungsi-fungsi sosial seperti memberi salam, berpamitan, memperkenalkan diri, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, memberi nasihat, memuji, dll. (Itu ide yang bagus sekali, Robert. Kerjakan sampai selesai!).
d. Jenis pembicraan sesuai arah sasaran:
(1) Sasaran satu arah: pembicara aktif sendiri dan pendengar pasif, tidak ada pertukaran peran (sebagai pembicara atau pendengar). Misalnya mengajar, berpidato, ceramah, dll.
(2) Sasaran dua arah: pembicara bergantian dalam berbicara, ada pergantian peran sebagai pembicara dan sebagai pendengar. Misalnya dalam diskusi, percakapan santai, debat, dll.
e. Jenis pembicaraan berdasarkan aturan:
(1) Pembicaraan resmi: pembicaraan yang diatur oleh pimpinan atau pengacara. Misalnya dalam rapat, seminar, konferensi, sidang, dll.
(2) Pembicaraan terbuka (tidak resmi): pembicaraan santai, pergaulan, pertemanan, keluarga, dll. Misalnya pembicaraan keluarga pada saat makan.
1.4 Pengajaran Keterampilan Berbicara
Dalam uraian berikut ini, ditawarkan alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Strategi pembelajaran yang ditawarkan diharapkan mampu mengatasi kesulitan belajar siswa dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (Dewantara, 2016, hal. 39-48):
1. Strategi Pembelajaran KSUPP (P)
KSUPP(P) merupakan suatu sarana keterampilan yang berpusat pada siswa dengan suatu komponen menulis yang bersifat fakultatif. KSUPP(P) adalah singkatan dari Kisahkan, Siapkan, Ulangi, Pakai, Pamerkan, dan Pekerjaan rumah yang ditaruh dalam kurung karena bersifat fakultatif, bersifat pilihan. Dalam bahasa Inggris disebut PPRUE(H) sebagai singkatan dari Present, Prepare, Rehearse, Use, Exhibit, dan Homework. Berikut adalah fase-fase kegiatan pembelajaran dengan strategi KSUPP(P) yang dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran menceritakan pengalaman paling mengesankan (Dewantara, 2016, hal. 41).
2. Strategi Pembelajaran Kuantum
Sebagai contoh aplikasi strategi pembelajaran kuantum adalah dalam pembelajaran menyampaikan pengumuman. Stretegi pembelajaran kuantum diterapkan melalui metode diskusi dan tanya jawab dengan teknik koreksi sesama teman. Teknik lain adalah dengan menyertakan lelucon dan pengaturan pembentukan kelompok oleh guru. Media yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran ini dapat berupa video penyampaian pengumuman. Dua buah video yang memuat penyampaian pengumuman yang baik dan yang kurang baik dapat dilakukan agar siswa menjadi lebih tertarik untuk memperhatikan materi pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan teknik tes unjuk kerja secara individu. Metode, teknik, media, dan penilaian tersebut terangkai dalam unsurunsur kerangka perancangan pengajaran quantum teaching yang digagas oleh De Porter dan koleganya. Unsur-unsur kerangka tersebut adalah Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan yang diakronimkan menjadi TANDUR (Dewantara, 2016, hal. 42).
3. Strategi Pembelajaran Kooperatif Berbantukan Objek Langsung
Bercerita merupakan sebuah bentuk keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa agar mereka dapat menyampaiakan suatu kisah dengan baik dan menarik perhatian lawan tuturnya. Media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bercerita melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif berbantu objek langsung adalah video. Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1) penjelasan materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim (Dewantara, 2016, hal. 44).
4. Strategi Pembelajaran Heuristik
Salah satu strategi yang dapat dipilih oleh guru adalah strategi pembelajaran heuristik. Misalnya dalam pembelajaran bercerita, strategi ini diterapkan melalui metode penugasan, diskusi, tanya jawab, dan demonstrasi dengan teknik storytelling berbantu media personal photograph (foto pribadi). Teknik penilaian yang dapat digunakan adalah teknik penilaian tes unjuk kerja secara individu dengan aspek yang dinilai adalah isi cerita, urutan, volume, lafal, intonasi, mimik dan gestur, serta penggunaan alat peraga (Dewantara, 2016, hal. 46).
1.5 Praktek Keterampilan Berbicara
Teknik pembelajaran keterampilan berbicara yang dapat dipraktikkan di sekolah (Rohmah, 2009):
1. Berbicara terpimpin: (Frase dan kalimat, Satuan paragraf, Dialog, Pembacaan puisi
2. Berbicara semi terpimpin (Reproduksi cerita, Cerita berantai, Menyusun kalimat dalam pembicaraan, Melaporkan isi bacaan secara lisan
3. Berbicara bebas (Diskusi, Drama, Wawancara, Berpidato, Bermain peran
Berdasarkan tingkatatan berbicara, teknik pembelajaran untuk:
1. tingkat pemula dapat digunakan: Ulang ucap, lihat ucap, permainan kartu kata, wawancara, permainan memori, reka cerita gambar, biografi, manajemen kelas, bermain peran, permainan telepon, dan permainan alfabet.
2. Tingkat menengah: Dramatisasi, elaborasi, reka derita gambar, biografi, permainan memori, wawancara, permainan kartu kata, diskusi, permainan telepon, percakapan satu pihak, pidato pendek, parafrase, melanjutkan cerita, permainan alfabet.
3. Tingkat yang paling tinggi: Dramatisasi, elaborasi, reka cerita gambar, biografi, permainan memori, diskusi, wawancara, pidato, melanjutkan cerita, talk show, parafrase, dan debat.
1.6 Ciri-ciri Pembicara yang Baik
Terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara (Rusmiati, 2002, hal. 30). Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di bawah ini:
1. Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengarnya.
2. Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.
3. Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya.
4. Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
5. Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas, jelas, dam gambling.
6. Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengarnya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.
7. Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami.
8. Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian pendengarnya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengarnya ke arah pembicaraannya.
9. Memanfaatkan alat bantu.
10. Penampilannya meyakinkan.
11. Berencana
BIBLIOGRAFI
Almasitoh, U. H., & Uningowati, D. W. (2014). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Berbicara dengan Metode Kooperatif dengan Teknik DESSI pada Siswa SMA di Klaten. Magistra, 26(90), 64-87.
Dewantara, I. P. (2016). Alternatif Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara. Jurnal Santiaji Pendidikan, 6(1), 38-49.
Ghazali, S. (2010). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: PT Refika Aditama.
Mulyana, D. (2001). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rohmah, D. (2009, July 4). Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara. Dipetik May 8, 2023, dari dewirohmah.wordpress.com: https://dewirohmah.wordpress.com/2009/07/04/strategi-pembelajaran-keterampilan-berbicara/
Rusmiati, N. (2002). Model Show Case dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara. Bandung: Alfa.
Setyonegoro, A. (2013). Hakikat, Alasan, dan Tujuan Berbicara. Pena, 3(1), 67-80.
Kategori
- ASESMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
- BIPA
- FILSAFAT ILMU
- ISU MUTAKHIR PENDIDIKAN
- KEMAHIRAN BERBAHASA
- METODOLOGI PENELITIAN
- MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
- PENGEMBANGAN KURIKULUM BAHASA INDONESIA
- PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
- PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
- PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
- PSIKOLINGUISTIK LANJUT
- SOSIOLINGUISTIK LANJUT
- STATISTIKA
- STUDI WACANA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
- TEKNOLOGI INFORMASI
- UMUM
Blogroll
- Masih Kosong