KONSEP DASAR KURIKULUM

10 October 2022 16:52:09 Dibaca : 14886

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak perubahan pada dunia pendidikan. Perubahan tersebut berupa perubahan konsep pendidikan yang berimplikasi pada proses pendidikan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Proses pencapaian tujuan pendidikan yang tepat guna bagi siswa mengedepankan pentingnya aspek kurikulum.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Untuk kurikulum pendidikan di Indonesia harua berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah dan dasar negara. Pada perkembangannya, kurikulum nasional  telah mengalami beberapa kali perubahan sejak negara kesatuan ini berdiri, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, 2013, dan teranyar 2022.

Terdapat banyak definisi kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dipahami karena dasar filsafat yang dianut oleh penulis berbeda-beda. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari definisi-definisi tersebut yang berupa satu fungsi kurikulum, yaitu kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di Indonesia, tujuan kurikulum tertera pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 yang menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum merupakan bagian integral dari proses pembelajaran secara khusus dan pendidikan pada umumnya. Kurikulum dipedomani untuk seluruh aktivitas kegiatan pendidikan di satuan pendidikan. Oleh karena itu kurikulum sudah menjadi keniscayaan mesti dipahami dengan baik oleh berbagai elemen yang terlibat di dalam pengelolaan pendidikan. Kurikulum memegang peranan vital yang berkedudukan strategis yang menyelimuti segenap kegiatan pendidikan di sekolah. sehingga penyusunan dan pengembangan kurikulum membutuhkan pemahaman yang menyeluruh terhadap konsep dasar kurikulum demi terlaksananya pengimplementasian kurikulum di sekolah. Termasuk mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menjadi salah satu podasi struktur kurikulum.

Atas dasar uraian tersebut, makalah ini disusun untuk mengkaji secara deskriptif mengenai konsep dasar kurikulum pendidikan bahasa dan sastra Indonesia

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Bagaimanakah pengertian kurikulum?Bagaimanakah dimensi?Bagaimanakah karakteristik kurikulum?Bagaimanakah komponen kurikulum?Bagaimanakah fungsi kurikulum?Bagaimanakah peranan kurikulum?1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk memahami pengertian kurikulumUntuk memahami dimensi kurikulumUntuk memahami karakteristik kurikulumUntuk memahami komponen kurikulumUntuk memahami fungsi kurikulumUntuk memahami peranan kurikulum 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 KONSEP DASAR KURIKULUM

2.1.1 Pengertian Kurikulum

Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Pada awalnya, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Latin, kurikulum berasal dari kata currere yang berarti berlari (running) sebagai suatu pengalaman hidup (Marsh, 2009: 3). Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. Ragan (dalam Arifin, 2011: 3) mengemukakan bahwa “The curriculum has mean the subject taught in school or the course of study.”

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan tuntutan masyarakat, perkembangan seni-budaya, peledakan informasi dan penduduk, mengakibatkan tugas dan tanggung jawab sekolah semakin kompleks. Hal ini juga berdampak terhadap perubahan pengertian kurikulum secara luas. Terdapat banyak definisi kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dipahami karena dasar filsafat yang dianut oleh penulis berbeda-beda. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dari definisi-definisi tersebut yang berupa satu fungsi kurikulum, yaitu kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir, 2010: 1).

Ornstein & Hunkins (2009: 10-11) memberikan lima pokok pengertian kurikulum. Kelima pokok pengertian kurikulum tersebut meliputi: 1) kurikulum dapat didefinisikan sebagai sebuah rencana yang disusun untuk mencapai tujuan-tujuan;2)definisi secara luas, kurikulum berhubungan dengan pengalaman-pengalaman belajar peserta didik; 3) kurikulum adalah sebuah sistem yang berhubungan dengan orang banyak; 4) kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu bidang studi yang terdiri dari dasar, bidang ilmu pengetahuan, penelitian, teori, prinsip, dan ahli-ahli di dalamnya; dan 5) kurikulum didefinisikan sebagai dengan istilah mata pelajaran (Matematika, IPA, Bahasa Inggris, Sejarah, dan lain-lain) atau materi (bagaimana cara yang ditempuh untuk mengorganisasi dan mengasimilasi informasi).

Berikut definisi kurikulum dari berbagai ahli yang disadur dari Longstreet & Shane dalam Ruhimat, dkk.(2011: 3-5):

Nama AhliTahunKurikulumJohn Dewey1916….education consistes primarily in transmission through comunication. …. As societes become more complex in structure and resources, the need for formal or intentional teaching and learning increases.Wiliam C. Bagley1907[The curriculum]… is a storehouse of organized race experience, conserved [until] needed in the constructive solution of new and untried  problemsFrederi ck G. Bonser1920…experiences in which pupils are expected to enganged in school, and the general…..sequence in which these experiences are to come.Franklin Bobbitt1924...the series of things which children and youth must do and experience by way of developing abilities to do the things well that make up the affairs of adult life; and to be in all respect what adult should beHollis L. Caswell and Doak S. Campbell1935...all of experinces choldren have under the guidances of teachersRobert M. Hutchins1936The curriculum should include grammar, reading, rhetoric and logic, and mathematics, and in addition at the secondary level introduce the great books of Western worldPickens E. Harris1937...real curriculum development is individual. It is also multiple in the sense that there are teachers and separate children....there will be a curriculum for each child.Henry C. Marrison1940...the content of instruction without reference to instructional ways or means.Dorris Lee and Murray Lee1940...those experiences of the child which the school in any way utilizes or attempts to influence.L. Thomas Hopkins1941The curriculum [is a design made] by all of those who are most intimately concerned with the activities of the life of the children while they are in school... a curriculum must be as flexibel as life and living. It cannot be made beforehand and given to pupils and teachers to install. [also it]...represent those learning each child select, accepts, and incorporetes into himself to act with, in, and upon in subsequent experiences.H. H. Giles, S. P. McCutchen, and A. N. Zechiel1942...the curriculum is...the total experiences with which the school deals in educating young peopleHarold Rugg1947[the curriculum is] the...stream of guided activities that constitutes the life of young people and theirs elders. [in a much earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the traditional curriculum as one”...passing on descriptions of earlier cultures and to perpetuating dead languages nad abstract techniques which were useful to no more than a negligible fraction of our population.”]Ralph Tyler1949...learning take place through the experinces the learner has...”learning experinces”...[the curriculum consist of]...all of the learning of students which is planned by and directed by the school to attain its educational goals.Edward A. Krug1950...all learning experiences under the direction of the school.B  Othanel Smith, W.O. Stanley, and J. Harlan Shores1950...a sequences of potential experinces...set up in school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and actingRoland B. Faunce and Nelson L. Bossing1951...those learning experiences that fundamental for all learners  because they derive from (1) our common, individual drivers and needs and (2) our civil and social needs as participating members of a democratic society.Authur E. Bestor1953The economic, political, and spiritual health of democratic state,,,requires of every man and women a variety of complex skill which rest upon sound knowledge of science, history, economic, philosophy, and other fundamental discplines...the fundamental discplines...have become, in the jargon of educationists, “sunject matter fields.” But a discpline is by no means the same as a subject matter field. The one is a way of thinking, the other a mere aggregation of facts.Harold Alberty1953All of the activities that are provided for students by the school constitute its curriculumGeorge Beauchamp1956...the design of a social group for the educational experiences of their children in school. [Dr. Beauchamp reflects growing emphasis on group processes by the 1950s]Philip H. phenix1962The curriculum should consist entirely of knowledge which comes from the disciplines [while] education should be conceived as guided recapitulation of the processes of inquiry  which gave rise to the fruitful bodies of organized knowledge comprising the established disciplines.Hilda Taba1962A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has beating on the shaping of a curriculumJohn I. Goddlad1963A curriculum consists of all those learning intended for a student or group of studentHarry S. Broudy, B. Othanel Smith, and Joe R. Burnett1964...modes og teaching are not, strictly speaking, a part of the curriculum [which] consist primarily of certain kinds of content organized into categories of instructionJ. Galen saylor and William M. Alexander1966 and 1974[the curriculum is]...all learning opportunities provided by the school...a plan for providing sets of learning opportunities to achieve broad educational goals and related specific objectives for an identifiable population served by single school center.The Plowden Report (British)1967The curriculum, in the narrow sense, [consist of] the subjects studied,,,in the period 1898 to 1944...Mauritz Johnson, Jr.1967...a structured series of intended learning outcomesW.J. Popham and Eva L. Baker1970...alll planned learning outcomes for which the school is responsibleDaniel Tanner and laurel Tenner1975...the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes, formulated through the systematic reconstruction of knowledge and experiences under the auspices of the school, for the learner’s continuous and will full growth in personal-social competenceDonald E. Orlosky and B. Othanel Smith1978Curriculum is the substances of the school program, it is the content pupils are expected to learnPeter F. Oliva1982Curriculum [is] the plan or program for all experiences which the learner encounters under the direction of the school. 

Dari definisi-definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, terdapat perbedaan pandangan dari para ahli. Beberapa ahli mendefinisikan kurikulum dalam makna sempit dan beberapa ahli lainnya mendefinisikan kurikulum dalam makna luas. Kurikulum bermakna sempit memandang bahwa kurikulum hanya merupakan materi-materi pelajaran yang harus diberikan kepada siswa. Selain itu, kurikulum dipandang sebagai seperangkat rencana pelajaran yang harus diberikan kepada siswa. Dalam pandangan yang lebih luas lagi, kurikulum dipandang  sebagai seluruh ativitas yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

Di Indonesia sendiri, pengertian kurikulum diterjemahkan pada Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 adalah sebagai berikut. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kurikulum ini lebih banyak berhubungan dengan fungsi dan kegiatan guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah, baik dalam dimensi rencana, dimensi kegiatan, maupun dimensi hasil. Implikasi dari pengetian ini adalah: 1) kurikulum harus memiliki rencana; 2) kurikulum memuat tujuan, isi, materi pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran; dan 3) kurikulum harus ada hasil sesuai dengan tujuan pendidikan, baik yang berbentuk pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai sebagai akibat terjadinya kegiatan belajar.

 

2.1.2 Dimensi Kurikulum

Pengertian kurikulum senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, maka secara teoretis satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat agak sulit untuk ditentukan. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum.

R. Ibrahim (dalam Ruhimat, dkk., 2011: 5) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagai subtansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi pertama, kurikulum sebagai substansi, memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat juga merujuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan tujuan, bahan ajar, kegiatan pembelajaran, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat.

Dimensi kedua, kurikulum sebagai sistem, memandang kurikulum sebagai bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Kurikulum merupakan hasil kajian dari para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan, dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, sehingga menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.

Sukmadinata (dalam Ruhimat, 2011: 6) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana. Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, asumsi, teori-teori, dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannnya dengan sistem-sistem lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Demikian pula, dengan rancangan atau desain, terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.

Hasan (dalam Ruhimat, dkk., 2011: 6) mengemukakan bahwa istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, meliputi: 1) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi; 2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai ide; 3) kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) yang merupakan bentuk implementasi kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan 4) kurikulum sebagai suatu hasil belajar yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

 

2.1.3 Karakteristik Kurikulum

Terdapat beberapa karakteristik atau konsep dalam kurikulum yang perlu dipahami. Walker (dalam Marsh, 2009: 9) mengemukakan tiga konsep dasar dalam kurikulum, meliputi isi, tujuan, dan organisasi.

Longstreet dan Shane (dalam Marsh, 2009: 9-10) mengemukakan empat konsep utama dalam kurikulum, yaitu: 1) society-oriented curriculum, yaitu tujuan sekolah adalah untuk melayani masyarakat; 2) student-centred curriculum, yaitu siswa adalah sumber daya atau input yang sangat penting dalam kurikulum; 3) knowledge-centred curriculum, yaitu ilmu pengetahuan adalah jantung dalam kurikulum; dan 4)  eclectic curriculum.

Arifin (2011: 7) mengemukakan bahwa dalam studi tentang kurikulum dikenal beberapa konsep kurikulum, meliputi kurikulum ideal, kurikulum nyata, kurikulum tersembunyi, dan kurikulum dan pembelajaran. Berikut akan diuraikan lebih lanjut tentang keempat konsep dalam kurikulum tersebut.

1.    Kurikulum ideal (ideal curriculum), yaitu kurikulum yang berisi susuatu yang baik, yang diharapkan atau dicita-citakan, sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum.

2.    Kurikulum nyata (real curriculum or actual curriculum), yaitu kegiatan-kegiatan nyata yang dilakukan dalam proses pembelajaran atau yang menjadi kenyataan dari kurikulum yang direncanakan, sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum. Kurikulum aktual ini seyogyanya sama dengan kurikulum ideal, atau sekurang-kurangnya mendekati kurikulum ideal, meskipun tidak mungkin sama dengan kenyataannya.

3.    Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala esuatu yang mempengaruhi peserta didik secara positif ketika sedang mempelajari sesuatu. Pengaruh ini mungkin dari pribadi guru, peserta didik itu sendiri, suasana pembelajaran, dan sebagainya. Kurikulum tersembunyi terjadi ketika berlangsungnya kurikulum ideal atau dalam kurikulum nyata. Kurikulum tersembunyi sangat kompleks, sukar diketahui, dan sukar dinilai. Gordon, orang pertama yang memperkenalkan istilah hidden curriculum, berpendapat bahwa sikap sebaiknya diajarkan di lingkungan pendidikan formal (keluarga) melalui hidden curriculum.

4.    Kurikulum dan pembelajaran (curriculum and instruction), yaitu dua istilah yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Perbedaannya hanya terletak pada tingkatannya. Kurikulum menunjuk pada suatu program yang bersifat umum, untuk jangka lama, dan tidak dapat dicapai dalam waktu seketika, sedangkan pembelajaran bersifat realitas atau nyata, bersifat khusus dan harus dicapai saat itu juga. Pembelajaran adalah implementasi kurikulum secara nyata dan bertahap yang menuntut peran aktif peserta didik.

 

2.1.4 Komponen Kurikulum

Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan mempunyai komponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi, dan strategi (Surahmad dalam Nurgiyantoro, 2008:9-11), penjelasannya sebagai berikut:

1.    Tujuan Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Tujuan inilah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan banyak pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum sekolah, pasti dicantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan.

2.    Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apakah suatu bidang studi menopang tujuan itu atau tidak. Berdasarkan kriteria itu maka jenis bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah misalnya SMA, akan berbeda dengan sekolah lain misalnya SMK. Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenarnya adalah isi kurikulum itu sendiri., atau ada juga yang menyebutkan sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas oleh pihak guru. Penentuan pokok-pokok dan sub pokok bahasan didasarkan pada tujuan instruksional.

3.    Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu srtuktur horisontal dan struktur vertikal. Struktur horisontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata pelajaran   itu dapat secara terpisah (separate subject), kelompok-kelompok mata pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran (integrated). Tercakup pula di sini adalah jenis-jenis program pendidikan umum, akademis, keguruan, keterampilan, dan lain-lain. Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. Misalnya apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas, atau gabungan antara keduanya, dengan sistem unit semester atau caturwulan. Termasuk dalam hal ini adalah juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi untuk tiap tingkat. Misalnya bidang studi bahsa indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas I, II, dan III. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.

4.    Strategi kurikulum dimaksudkan strategi pelaksanaan kurikulum di sekolah. Masalah strategi pelaksanaan itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media pengajaran, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk seluruh bidang studi) atau dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran, dan sebagainya.

 

 

 

2.1.5        Fungsi Kurikulum

Berkaitan dengan fungsi kurikulum, terdapat enam fungsi kurikulum((Ruhimat,dkk., 2011: 9-10),  yaitu:

1.    Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)

Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan  yang terjadi di lingkungannya.

2.    Fungsi integrasi (the integrating function)

Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya  merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

3.    Fungsi diferensiasi (the differentiating function)

Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

4.    Fungsi persiapan (the propaedeutic function)

Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya

5.    Fungsi pemilihan (the selective function)

Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberikan kesempatan bagi siswa tersebut untuk  memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.

6.    Fungsi diagnostik (the diagnistic function)

Fungsi diagnosik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimiliknya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

 

2.1.6        Peranan Kurikulum

Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madarasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kreatif, dan peranan kritis/evaluatif (Hamalik, 1990 dalam Ruhimat, 2011:10-12).

1.      Peranan Konservatif

Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum  dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial  yang hidup di lingkungan masyarakatnya.

2.      Peranan Kreatif

Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru selesai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

3.      Peranan Kritis/Evaluatif

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Pada awalnya, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Latin, kurikulum berasal dari kata currere yang berarti berlari (running) sebagai suatu pengalaman hidup. Secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah.

Kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, meliputi: 1) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi; 2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai ide; 3) kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) yang merupakan bentuk implementasi kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan 4) kurikulum sebagai suatu hasil belajar yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan mempunyai komponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Kurikulum memiliki karakteristik atau konsepnya tersendiri yaitu: konsep kurikulum ideal, kurikulum nyata, kurikulum tersembunyi, dan kurikulum dan pembelajaran.  Kurikulum memiliki enam fungsi yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi integrasi, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik. Kurikulum memiliki tiga peranan utama yaitu peranan konservatif, pernana kreatif, peranan kritis/evaluatif

 

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai konsep dasar kurikulum.. Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami baik konsep maupun penerapan pengembangan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah dan kampus. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan sebagai berikut:

3.2.1        Bagi linguis, dosen, peneliti

a.       Memperkaya multi penafsiran kajian pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

b.      Memproduksi teori pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Mendokumentasikan penelitian bidang pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

3.2.2        Bagi guru dan mahasiswa bahasa

a.       Mendalami kajian pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

b.      Melakukan penelitian kajian pengembangan kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Berkolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam berkarya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Burhan Nurgiyantoro. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogjakarta: BPFE.

Dakir. (2010). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Marsh, Colin J. (2009). Key Concept for Understanding Currculum-4th ed. Britain: Routledge.

Ornstein, Alan C. & Hunkins, Francis P. (2009). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues – 5th ed. United States: Pearson Education, Inc.

Ruhimat, Toto dkk. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Arifin, Zainal. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN

08 October 2022 10:22:08 Dibaca : 31084

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pembelajaran masa kini menuntut perhatian ekstra guru untuk merancang media pembelajaran yang tepat guna untuk memaksimalkan kualitas pembelajaran. Beragam bentuk media pembelajaran dari berbagai sumber belajar memberikan pilihan bagi guru untuk mengaplikasikannya ke dalam formula pembelajaran. Sebelum menentukan pilihan tersebut, sudah sepatutnya guru mesti memahami berbagai faktor yang menjadi relasi sebab dari kehadiran sebuah media pembelajaran di dalam pembelajaran..

Setiap media pembelajaran tentunya mempunyai kekhasan tersendiri yang menjadi ciri pembeda antar satu sama lain. Begitupun adanya media tersebut memiliki jenis yang beragam bentuk yang kemudian pasti membutuhkan pengelompokan terpadu sesuai karakteristik media pembelajaran tersebut.

Atas dasar dugaan penulis, maka perlu menghadirkan makalah ini untuk menguraikan secara gamblang mengenai karakteristik media pembelajaran.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Bagaimanakah karakteristik dan ciri-ciri media pembelajaran?Faktor apa saja yang mempengaruhi kemunculan media pembelajaran?Bagaimanakah kriteria pemilihan media pembelajaran?Bagaimanakah jenis-jenis dan klasifikasi media pembelajaran? 

 

 

1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk memahami karakteristik dan ciri-ciri media pembelajaranUntuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kemunculan media pembelajaranUntuk mengetahui kriteria pemilihan media pembelajaranUntuk memahami jenis-jenis dan klasifikasi media pembelajaran.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN

2.1.1 Karakteristik dan Ciri-ciri Media Pembelajaran

Dalam penentuan dan pemilihan media pembelajaran ada ketentuan karakteristik media yang harus dilihat. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda dari setiap media untuk digunakan pada proses pembelajaran. Karakteristik media menurut Sanaky (2013), secara umum yaitu media pembelajaran identik artinya dengan kata keperagaan yang berasal dari kata raga yaitu suatu bentuk yang bisa diraba, dilihat, didengar, diamati, dengan panca indera. Karakteristik media pembelajaran dalam Rima Wati (2016) adalah 1) tujuan pembelajaran jelas, 2) materi pelajaran disajikan sesuai dengan kompetensi, 3) kebenaran konsep, 4) alur proses pembelajaran jelas, 5) petunjuk penggunaan jelas, 6) terdapat apersepsi, 7) terdapat kesimpulan, contoh, dan latihan yang disertai umpan balik, 8) mampu membangkitkan motivasi belajar siswa, 9) terdapat evaluasi yang disertai hasil dan pembahasan, 10) memiliki intro yang menarik, 11) gambar, animasi, teks, warna tersaji serasi, harmonis, dan proporsional, 12) interaktif, 13) navigasi yang mudah, dan 14) bahasa yang digunakan bisa dipahami oleh siswa.

Berdasarkan uraian ini dapat dijelaskan bahwa setiap media pembelajaran yang bisa digunakan dalam proses belajar memiliki karakteristik tertentu. Media yang dapat digunakan dalam proses belajar harus sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan.

Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2014:15) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.

1.    Ciri Fiksatif

Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekontruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film

2.    Ciri Manipulatif

Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Misalnya bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut.

3.    Ciri Distributif

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.

Menurut Ahmad Rohani (dalam Musfiqon, 2012:29), ciri-ciri umum media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.    Media pembelajaran identik dengan alat peraga langsung dan tidak langsung.

2.    Media pembelajaran digunakan dalam proses komunikasi intruksional.

3.    Media pembelajaran merupakan alat yang efektif dalam intruksional

4.    Media pembelajaran memiliki muatan normatif bagi kepentingan pendidikan.

5.    Media pembelajaran erat kaitannya dengan metode mengajar khususnya maupun komponen-komponen sistem instruksional lainnya.

Menurut Angkowo dan Kosasih (2007) ciri-ciri media pembelajaran adalah bahwa media itu dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indera. Di samping itu, ciri-ciri media juga dapat dilihat menurut harganya, lingkup sasarannya, dan kontrol oleh pemakai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan ciri-ciri media pembelajaran yaitu media yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indera dalam proses pembelajaran yang digunakan dalam proses komunikasi antara guru dengan siswa.

 

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunculan Media Pembelajaran

Media pada proses pembelajaran pada saat sekarang ini menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran, karena pada saat sekarang ini para siswa lahir di era yang mengharuskan adanya perantara agar segala sesuatunya mudah dicerna. Lahirnya media pembelajaran tentu didasari oleh beberapa faktor. Menurut Musfiqon (2012:47-48) munculnya media pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun internal dunia pendidikan. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya media pembelajaran antara lain:

Faktor Eksternal a.       Perkembangan dunia industri

Perkembangan dunia industri yang dibarengi dengan penciptaan berbagai mesin baru mempengaruhi lahirnya media pendidikan. Mulai munculnya mesin ketik, komputer, mesin di bidang pertanian serta peralatan lain kemudian juga digunakan dalam proses pembelajaran.

b.      Perkembangan komunikasi

Dunia komunikasi juga turut mempengaruhi perkembangan media pendidikan. Mulai dari ditemukannya telepon, radio, televisi, seluler, hingga internet.

Faktor Internala.       Pendekatan pembelajaran

Pendekatan pembelajaran yang dipilih guru juga mempengaruhi munculnya media pembelajaran. Dinamika pendekatan pembelajaran ini menuntut perkembangan media baru atau media yang didesain ulang sehingga sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang sedang dikembangkan di dunia pendidikan.

b.      Perkembangan teknologi pembelajaran

Teknologi pembelajaran ini mempengaruhi perkembangan media pembelajaran. Keduanya berjalan beriringan karena ketika ada perkembangan teknologi menuntut lahirnya media baru dalam pembelajaran.

2.1.3 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Untuk mendapatkan kualitas media pembelajaran yang baik agar dapat memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses belajar mengajar, maka diperlukan pemilihan media pembelajaran yang baik dan tepat. Kriteria pemilihan media yang perlu diperhatikan, yakni:

1.    Kesesuaian dengan tujuan

Pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Maka pemilihan media hendaknya menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan tersebut. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2.    Ketepatgunaan

Tepat guna dalam konteks media pembelajaran diartikan pemilihan media telah didasarkan pada kegunaan. Jika media itu dirasa belum tepat dan belum berguna maka tidak perlu dipilih dan digunakan dalam pembelajaran.

3.    Keadaan peserta didik

Kriteria pemilihan media yang baik adalah disesuaikan dengan keadaan peserta didik, baik keadaan psikologis, filosofis, maupun sosiologis anak. Sebab media yang tidak sesuai dengan keadaan anak didik tidak dapat membantu banyak dalam memahami materi pembelajaran.

4.    Ketersediaan

Jangan sampai seorang guru menentukan dan memilih media yang tidak tersedia di sekolah. Jika guru tidak mampu membuat dan memproduksi media maka pilihlah media alternatif yang tersedia di sekolah tersebut untuk menjelaskan materi pembelajaran.

5.    Biaya kecil

Seorang guru tidak diperkenankan memilih media yang biayanya mahal tetapi hasil pembelajarannya tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi media tersebut. Pilihlah media yang murah dan sederhana tetapi hasilnya banyak dan bagus.

6.    Keterampilan guru

Apa pun media yang dipilih, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat media amat ditentukan oleh guru yang menggunakannya. Jangan sampai guru memilih media yang dia sendiri tidak bisa mengoperasionalkan secara baik.

7.    Mutu teknis

Kualitas media jelas mempengaruhi tingkat ketersampaian pesan atau materi pembelajaran kepada anak didik. Untuk itu, media yang dipilih dan digunakan hendaknya memiliki mutu teknis yang bagus. (Musfiqon, 2012:118-121)

Sanjaya (2008) mengungkapkan ada pertimbangan yang bisa digunakan dalam memilih media pembelajaran yang tepat, yaitu tergabung dalam satu kata ACTION. Di mana yang terdiri dari access, cost, technology, interactivity, organization dan novelty. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.

a.    Access. Hal pertama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan media pembelajaran adalah kemudahan untuk mengakses. Dengan demikian yang selalu menjadi pertanyaan adalah apakah media yang dibutuhkan tersebut memang tersedia dengan mudah dan bisa dimanfaatkan?. Disamping itu akses juga berkaitan dengan aspek kebijakan. Oleh karena itu muncul pertanyaan baru, apakah media yang akan dipakai tersebut diijinkan untuk dipergunakan?

b.    Cost. Pertimbangan kedua adalah menyangkut soal biaya. Ini harus menjadi perhatian, karena percuma media yang digunakan bagus dan bisa memenuhi hharapan guru dan siswa akan tetapi biaya untuk mendapatkannya mahal. Tentu akan menjadi kendala tersendiri dalam pemenuhannya. Dengan demikian, maka haruslah seimbang antara biaya yang dikeluarkan untuk memanfaatkan media dengan manfaat yang diperolehnya.

c.    Technology. Pertimbangan keempat yang harus diperhatikan adalah ketersediaaan teknologi serta kemudahan dalam pemanfaatannya. Misalnya kita ingin menggunakan media audio visual di kelas, maka harus diperhatikan apakah tersedia jaringan listrik? Apakah voltase listrik yang tersedia sudah memadai? Hal tersebut harus dipertimbangkan secara matang sebelum memilih dan menetapkan media pembelajaran yang akan dipakai.

d.   Interactivity. Pertimbangan keempat yang harus menjadi pertimbangan dalam memilih media pembelajaran adalah media yang dipilih mampu untuk menghadirkan interaktivitas atau komunikasi dua arah. Apabila bisa memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas, maka media pembelajaran yang dipilih baru bisa dikatakan baik.

e.    Organization. Pertimbangan yang tidak kalah penting adalah soal dukungan dari organisasi atau lembaga tempat bernaung. Dengan demikian muncul pertanyaan, apakah pimpinan organisasi telah mendukung dalam pemanfaatan media tersebut? Bagaimana pengorganisasiannya?

f.     Novelty. Pertimbangan terakhir adalah keterbaharuan media. Semakin baru media pembelajaran biasanya semakin menarik dan juga lebih baik. Akan tetapi hal ini tidaklah berlaku di dalam memilih sumber belajar yang akan digunakan. Sebenarnya banyak sekali media pembelajaran yang bagus, akan tetapi perlu kiranya kita menyesuaikan antara media dengan materi yang nantinya akan disampaikan. Dengan demikian, setelah siswa melihat media pembelajaran yang digunakan oleh guru siswa tersebut akan memperoleh pengalaman baru yang bisa mereka temukan selama pembelajaran di kelas. Tentu hal tersebut akan merangsang rasa penasaran siswa dan merekapun akan fokus dalam memperhatikan materi yang disampaikan.

 

2.1.4 Jenis-jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran

Media yang digunakan dalam pembelajaran beraneka ragam. Seseorang guru harus dapat memilih salah satu media pembelajaran yang akan digunakan. Penggunaan atau pemilihan media harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Seperti yang kita ketahui bahwa media pembelajaran yang ada di sekitar kita sangatlah banyak jenisnya. Musfiqon (2012:70) mengungkapkan bahwa jenis media pembelajaran dapat dilihat dari dua hal, yaitu dilihat dari tampilannya dan penggunaannya. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik yang ada pada tiap jenis media. Berikut dapat diuraikan penjabaran lebih rinci.

Media pembelajaran dilihat dari segi tampilan, yaitu sebagai berikut.1)      Media visual

Media ini adalah media yang sering kali dipergunakan oleh seorang guru di dalam kegiatan pembelajaran. Adapun media ini sangat berkaitan dengan indra penglihatan manusia. Media visual ini bisa melancarkan pemahaman dan menguatkan ingatan siswa serta bisa dipergunakan untuk lebih memperjelas materi pembelajaran yang disampaikan. Kita dapat mengelompokkan media visual tersebut menjadi beberapa kelompok diantaranya sebagai berikut.

2)      Gambar atau foto

Media gambar dapat dikatakan sebagai reproduksi dari bentuk aslinya dalam dua dimensi. Adapun yang termasuk media ini adalah dalam bentuk foto dan lukisan.

3)      Sketsa

merupakan bentuk gambar yang sederhana, di mana gambar tersebut dapat melukiskan dari setiap bagian pokok tanpa detail.

4)      Diagram

Media diagram adalah susunan berupa garis-garis yang lebih mirip dengan peta dari pada gambar. Adapun diagram dapat menyederhanakan hal yang sangat kompleks, sehingga nantinya bisa lebih memperjelas dalam menyajikan data.

5)      Bagan

Bagan merupakan salah satu media pembelajaran yang dalam penyajiannya dilakukan dengan cara diagramatik serta menggunakan lambarng visual. Penggunaan media ini dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang memperlihatkan perkembangan ide, objek, orang atau lembaga serta keluarga yang dapat dilihat berdasarkan sudut pandang ruang dan waktu tertentu.

6)      Grafik

Media grafik ialah bentuk penggambaran data yang berangka, bertitik dan bergaris serta bergambar, di mana dapat memperlihatkan hubungan secara timbal balik suatu informasi dalam bentuk statistik.

7)      Kartun

Media kartun merupakan gambar yang secara interpretatif mempergunakan simbol tertentu dalam upaya penyampaian pesan tertentu dengan cara singkat dan cepat.

8)      Poster

Media poster adalah wujud penggambaran seseorang terhadap sesuatu dengan tujuan untuk memberitahukan, memperingati, di mana poster ini biasanya isinya berupa gambar-gambar.

9)      Peta dan globe

Peta merupakan bentuk penyajian secara visual dari muka bumi,. Sementara itu globe ialah bola bumi.

10)  Papan flanel

Media papan flanel merupakan salah satu media media grafis yang bisa dikatakan efektif untuk menyajikan pesan tertentu juga terhadap sasaran yang tertentu.

11)  Papan Buletin

Media papan buletin ialah papan yang secara langsung nantinya dapat ditempeli gambar atau tulisan tertentu.

12)  Media audio

Media ini merupakan media yang dalam pemanfaatkannya sangat menekankan terhadap aspek pendengaran manusia. Beberapa jenis medi audio adalah sebagai berikut.

13)  Radio

Media radio yang dimaksud disini adalah alat elektronik yang bisa dipergunakan sebagai media dalam mendengarkan berita yang bagus dan dapat dipergunakan sebagai media pembelajaran nantinya.

14)  Alat perekam pita magnetik (tape recorder)

Tape recorder merupakan nama lain dari alat perekam pita magnetik. Penggunaan media ini sangatlah mudah, sehingga tidak bisa diabaikan dalam upaya menyampaikan informasi.

15)  Laboratorium bahasa

Media laboratorium bahasa (Lab. Bahasa) merupakan alat untuk yang bisa dipergunakan dalam upaya melatih siswa dalam mendengar dan juga berbicara menggunakan bahasa asing dengan cara menyajikan mata pelajaran yang telah disiapkan pada saat sebelumnya.

16)  Media kinestetik

Media ini sangat diperlukan sentuhan dari seorang guru maupun siswa atau bisa juga dikatakan diperlukan perasaan yang mendalam supaya pesan dari pembelajaran dapat diterima dengan lebih baik. Adapun jenis dari media kinestetik adalah sebagai berikut.

17)  Dramatisasi

Dramatisasi ialah suatu teknik dan juga media pembelajaran yang mempergunakan ekspresi serta gerak. Dalam hal ini siswa dapat berperan secara aktif dalam sebuah permainan atau siswa hanya berperan sebagai penuntuk dengan mendengarkan secara seksama.

18)  Demonstrasi

Demonstrasi adalah teknik sekaligus media pembelajaran yang sifatnya gerak atau kinestetik.

19)  Permainan dan simulasi

Dapat diartikan bahwa permainan ialah setiap kontes di antara para pemain yang melakukan interaksi antara satu dengan lainnya, di mana dalam pelaksanaanya mengikuti aturan tertentu dengan tujuan untuk mencapai tertentu pula. Sementara itu simulasi merupakan salah satu model hasil penyederhanaan dari suatu realitas tertentu.

20)  Karya wisata

Karya wisata ini dapat dilaksanakan berdasarkan bimbingan dari guru dengan terlebih dahulu membuat suatu perencanaan secara matang, perumusan tujuan dan juga tugas yang seharusnya dilakukan. Dapat dicontohkan, misalnya: melakukan kunjungan terhadap pabrik, perkebunan, pasar atau tempat lain yang berkaitan dengan topik pembelajaran yang diajarkan.

21)  Perkemahan sekolah

Perkemahan adalah bentuk media pembelajaran di mana melibatkan siswa secara langsung ke dalam alam lingkungan dan juga mempunyai nilai pendidikan. Dalam hal ini misalnya, perkemahan dilakukan dengan tujuan supaya siswa merasa dekat dengan pencipta dari alam semesta ini.

22)  Survey masyarakat

Survey ialah salah satu bagian dari media pembelajaran serta studi deskriptif degan tujuan untuk memperoleh kedudukan ataupun status dari fenomena. Di samping itu juga dalam upaya menentukan kesamaan status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah ditentukan sebelumnya.

b.    Media pembelajaran dilihat dari penggunaannya, maka dapat digolongkan sebagai berikut:

1)      Media proyeksi

Media proyeksi adalah media yang penggunaannya membutuhkan bantuan proyektor. Jenis media proyeksi yaitu sebagai berikut.

a)      Proyektor transparansi (Over Head Proyektor)

Proyektor ini dirancang dengan baik, sehingga bisa memproyeksikan transparansi ke arah layar melewati atas atau samping dari kepala orang yang sudah menggunakannya. Hal ini bisa dilihat tampilan pesan oleh siswa.

b)      Film

Film merupakan serangkaian dari gambar yang diproyeksikan ke dalam layar pada tingkat kecepatan tertentu, sehingga nantinya dapat membuat urutan dari tingkatan yang terus saja berjalan.

c)      Proyektor tidak tembus pandang

Jenis proyektor ini dapat dikatakan sebagai alat untuk memproyeksikan bahan yang bukan transparan, akan tetapi bahan yang dimaksud tidaklah tembus pandang. Adapun contoh dari benda tersebut diantaranya benda datar, benda tiga dimensi dalam hal ini mata uang, model, dan juga warna dari anyaman.

2)      Media non proyeksi

Media merupakan media yang dalam pemanfaatannya tidak membutuhkan adanya bantuan dari alat proyektor. Sehingga dapat dikatakan bahwa media bisa dipergunakan secara terpisah atau mandiri tanpa membutuhkan bantuan dari media lain. Adapun penggolongan media non proyeksi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a)      Wallsheets

Media Wallsheets ini dapat berbentuk chart, peta dan poster serta diagram.

b)      Buku cetak

Buku cetak dapat dipergunakan guru dengan tujuan supaya siswa bisa melihat dan juga mengakses pesan ataupun materi pelajaran secara langsung tanpa membutuhkan bantuan dari alat lainnya.

c)      Papan Tulis

Seperti yang kita ketahui bahwa papan tulis adalah alat yang seringkali dipakai oleh guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Adapun fungsi dari media ini dipakai dalam rangka menulis materi pembelajaran tanpa bantuan dari media yang lain.

Dari berbagai jenis-jenis media pembelajaran di atas, maka dapat kita rasakan bahwa dala kegiatan belajar mengajar seorrang guru seringkali memilih menggunakan media pembelajaran buku cetak, gambar, papan tulis, proyektor dan juga video. Sedangkan media pembelajaran lainnya hanya dipakai beberapa waktu saja dalam jangka waktu satu tahun. Jenis media pembelajaran lainnya digunakan hanya dipergunakan sekali-kali. Dapat juga kita ketahui bahwa di pelosok desa seringkali fasilitas belajar mengajar belum lengkap dan buku cetak yang dimiliki oleh sisa maupun sekolah sangatlah terbatas. Ini menjadi kendaal tersendiri dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diajarkan.

Fikri dan Madona (2018:18-19) mengatakan bahwa dengan perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) sekarang ini, terjadi perubahan pada jenis-jenis media pembelajaran, dimana terdapat penambahan jenis media pembelajaran di antaranya:

1.    Media audio, yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara seperti radio, kaset rekaman, piringan hitam, dan MP-3.

2.    Media visual, yaitu media yang mengandalkan indera penglihatan seperti media foto, gambar, grafik, dan poster.

3.    Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar seperti televisi, kaset video, dan video compact disk (VCD).

4.    Media animasi, yaitu gambar/grafik bergerak yang dibuat dengan cara merekam gambar-gambar diam, kemudian rekaman gambar-gambar tersebut diputar ulang secara berurutan sehingga terlihat tidak lagi sebagai masing[1]masing gambar terpisah, tetapi sebagai sebuah kesatuan yang menghasilkan ilusi pergerakan yang tidak terputus. Sedangkan karakter dalam animasi adalah berupa orang, hewan maupun objek nyata lainnya yang dituangkan dalam bentuk gambar dua dimensi (2D) maupun tiga dimensi (3D). sehingga karakter animasi dapat diartikan sebagai gambar yang memuat objek yang seolah-olah hidup, disebabkan oleh kumpulan gambar itu berubah beraturan dan bergantian ditampilkan. Objek dalam gambar bisa berupa tulisan, bentuk benda, warna dan spesial efek.

5.    Multimedia, multimedia adalah media yang menggabungkan banyak unsur seperti audio, visual, audio visual dan animasi yang terdiri atas teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa banyak sekali media yang dapat dipakai dalam pembelajaran seperti media auditif, media visual, dan media audio visual. Lebih daripada itu, bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sekarang ini berkembang media pembelajaran yang bersifat multimedia, yang menggabungkan media auditif, visual, dan audio visual dengan berbasiskan komputer

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi media. Menurut bentuk informasi yang digunakan, anda dapat memisahkan dan mengklasifikasi media penyaji dalam lima kelompok besar, yaitu media visual diam, media visual gerak, media audio, media audio visual diam, dan media audio visual gerak. Klasifikasi media ini dapat menjadi landasan untuk membedakan proses yang dipakai untuk menyajikan pesan, bagaimana suara dan atau gambar itu diterima, apakah melalui penglihatan langsung, proyeksi optik, proyeksi elektronik atau telekomunikasi.

Sadiman, dkk. (2009:28-81) mengklasifikan media menjadi: (1) media grafis yang terdiri atas gambar/foto, sketsa, bagan, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flanel, dan papan buletin; (2) media audio yang terdiri atas radio, alat perekam pita magnetik, dan laboratorium bahasa; (3) media proyeksi diam yang terdiri atas film bingkai, film rangkai, media transparansi, proyektor tak tembus pandang, mikrofis, film, film gelang, televisi, video, dan permainan atau simulasi. Djamarah dan Asman (2014:124) mengklasifikasikan media pembelajaran sebagai berikut. Pertama, media auditif adalah media yang mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, kaset rekaman, dan piringan hitam. Kedua, media visual adalah media yang mengandalkan indera penglihatan seperti film bisu, foto, gambar, dan poster. Ketiga, media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar seperti televisi, kaset video, dan video compact disk (VCD).

Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Arsyad (2014) mengklasifikasikan media atas empat kelompok: 1) media hasil teknologi cetak, 2) media hasil teknologi audio-visual, 3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan 4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Seels dan Glasgow (Arsyad, 2014) membagi media ke dalam dua kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan media realia. Adapun pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia).          

Dari beberapa pengelompokkan media yang dikemukakan di atas, tampaknya bahwa hingga saat ini belum terdapat suatu kesepakatan tentang klasifi kasi (sistem taksonomi) media yang baku. Dengan kata lain, belum ada taksonomi media yang berlaku umum dan mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem instruksional (pembelajaran). Atau memang tidak akan pernah ada suatu sistem klasifi kasi atau pengelompokan yang sahih dan berlaku umum. Meskipun demikian, apa pun dan bagaimanapun cara yang ditempuh dalam mengklasifi kasikan media, semuanya itu memberikan informasi tentang spesifi kasi media yang sangat perlu kita ketahui. Pengelompokan media yang sudah ada pada saat ini dapat memperjelas perbedaan  tujuan penggunaan, fungsi dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman dalam memilih media yang sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Karakteristik media pembelajaran yaitu: 1) tujuan pembelajaran jelas, 2) materi pelajaran disajikan sesuai dengan kompetensi, 3) kebenaran konsep, 4) alur proses pembelajaran jelas, 5) petunjuk penggunaan jelas, 6) terdapat apersepsi, 7) terdapat kesimpulan, contoh, dan latihan yang disertai umpan balik, 8) mampu membangkitkan motivasi belajar siswa, 9) terdapat evaluasi yang disertai hasil dan pembahasan, 10) memiliki intro yang menarik, 11) gambar, animasi, teks, warna tersaji serasi, harmonis, dan proporsional, 12) interaktif, 13) navigasi yang mudah, dan 14) bahasa yang digunakan bisa dipahami oleh siswa. Adapun 3 ciri media pembelajaran yaitu ciri fiksatif, ciri manipulatif, dan ciri distributif.

Faktor yang mempengaruhi kemunculan media yaitu faktor eksternal (perkembangan teknologi dan komunikasi) dan faktor internal (perkembangan pembelajaran dan teknologi pembelajaran). Adapun kriteria pemilihan media pembelajaran yaitu 1) Kesesuaian dengan tujuan, 2) Ketepatgunaan, 3) Keadaan peserta didik, 4) Ketersediaan, 5) Biaya kecil, 6) Keterampilan guru, 7) Mutu teknis.

Jenis-jenis media pembelajaran terdiri atas: 1) Media audio, 2) Media visual, 3) Media audiovisual, 4) Media animasi, 5) Multimedia. Adapun klasifikasi media pembelajaran yaitu 1) media hasil teknologi cetak, 2) media hasil teknologi audio-visual, 3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan 4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.

 

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai karakteristik media pembelajaran.. Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami baik konsep maupun penerapan pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan kampus. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan sebagai berikut:

3.2.1        Bagi linguis, dosen, peneliti

a.       Memperkaya multi penafsiran kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran

b.      Memproduksi teori pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran

c.       Mendokumentasikan penelitian bidang pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya karakteristik media pembelajaran

3.2.2        Bagi guru dan mahasiswa bahasa

a.       Mendalami kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran dengan sumber beragam dan terbaru

b.      Melakukan penelitian kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Berkolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam berkarya.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

AH Sanaky, H. (2013). Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta: Kaukaban Dipantara.

Angkowo, Robertus dan A. Kosasih. (2007). Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: PT.Grasindo.

Arsyad, Azhar. (2014). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Azman Zain. (2014).  Strategi Belajar-mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fikri, Hasnul dan Ade Sri Madona. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Samudra Biru.

Musfiqon. (2012). Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Rima Wati, Ega. (2016). Ragam Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kata Pena.

Sadiman, S Arif. dkk. (2009).  Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

KONTAK BAHASA

04 October 2022 16:54:58 Dibaca : 930

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai masyarakat multibahasa. Aktivitas kegiatan peri kehidupan mengharuskan masyarakat yang berpindah di satu tempat ke tempat yang lain. Dikarenakan perbedaan penggunaan bahasa penutur angota masyarakat yang satu dengan angota masyarakat lainnya di dalam interaksi komunikasi, melahirkan peristiwa kontak bahasa. Berbagai faktor yang menyebabkan peristiwa kontak bahasa tersebut perlu diuraikan lebih mendalam untuk memahami dinamika kontak bahasa tersebut sebagai bagian dari kajian sosiolinguistik.

Kontak bahasa menghasilkan berbagai dampak proses interaksi bahasa masyarakat penutur yang satu dengan masyarakat penutur lainnya. Sudah banyak pula penelitian yang mengkaji tentang kontak bahasa, salah satunya yang berjudul “Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo” yang diterbitkan Jurnal Humaniora. Di dalam penelitian tersebut, Malabar(2012) menyebutkan:

“Variasi pilihan bahasa transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo memiliki tiga jenis variasi, yaitu variasi tunggal bahasa, alih kode, dan campur kode. Variasi tunggal bahasa dalam interaksi pada setiap ranah meliputi bahasa Jawa  dan bahasa Indonesia. Variasi tunggal bahasa  ini digunakan untuk menghindari timbulnya kesalahan pada penggunaan bahasa Jawa yang memiliki tingkatan dalam bertutur. Variasi alih kode yang dilakukan adalah peralihan dari kode bahasa Indonesia ke kode bahasa Jawa, peralihan kode bahasa Jawa ke kode bahasa   Indonesia, peralihan kode bahasa Jawa ke kode bahasa Melayu dialek Manado, dan peralihan  kode bahasa Jawa ke kode bahasa Gorontalo. Alih kode Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa  merupakan percakapan dengan alih kode dengan dasar BI, alih kode dapat muncul dengan  pilihan kode BJ. Campur kode yang dilakukan berwujud kata, frasa dan klausa. Kode-kode yang  terlibat dalam peristiwa campur kode tersebut    berasal dari bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Gorontalo, dan bahasa Melayu dialek  Manado”.

 

                        “

Lebih khusus penulis sebagai seorang guru ingin mengurai kontak bahasa di dalam pengajaran bahasa. Atas berbagai teorema tersebut, penulis menyajikan makalah yang mengangkat judul “Kontak Bahasa”.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Apakah itu kontak bahasa?Faktor apa saja yang mempengaruhi kontak bahasa?Bagaimanakah akibat kontak bahasa?Bagaimanakah kontak bahasa dalam pengajaran bahasa?Bagaimanakah contoh analisis kontak bahasa berdasarkan studi kasus? 

1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk mengetahui tentang kontak bahasaUntuk memahami faktor yang mempengaruhi kontak bahasaUntuk memahami akibat kontak bahasaUntuk mengetahui kontak bahasa dalam pengajaran bahasaUntuk memahami contoh analisis kontak bahasa berdasarkan studi kasus 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aisyah, Siti. (2022). Alih Kode Pada Podcast Puella Id. Jurnal Penelitian, Pendidikan, dan Pembelajaran, 17(10).

Bhatia, Tej K. (2013). The Handbook of Bilingualism and Multilingualism (Second Edition). West Sussex: Blackwell Publishing.

Budhiono, Hery R. (2014). Diglosia di Daerah Perbatasan. Jurnal Widyaparwa, 42(1), 13-22.

Chaer, Abdul. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Holmes, Janet. (2012). An Introduction to Sociolinguistics: Fourth Edition. London dan New York: Routledge.

Hymes, D. (1964). On the Comunicative Competence. England : Harmondsworth, Middlesex.

Kurniati dan Budi Utama. (2015). Konvergensi Bahasa Melayu Bangka: Kajian Dialektologi Tuturan Mahasiswa Bangka di Bandung. Sirok Bastra, 3(1). 23-35.

Mackey, William Francis. (1972). The Description of Bilingualism, Readings in the Sociology of Language. Paris: Mouton.

Malabar, Sayama. (2012). Penggunaan Bahasa Transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo. Jurnal Humaniora, 24(3). 279-291.

Matras, Yaron. (2009). Language Contact. Cambridge : Cambridge University Press.

Mu’in, Fatchul. (2019). Sociolinguistics: a Language Study in Sosiocultural Perspectives. Banjarmasin: FKIP ULM.

Myers-Scotton, C. (2006). Multiple Voice: An Introduction to Bilingualism. Australia: Blackwell Publishing.

Normasunah, N. (2020). Analilis Penggunaan Bilingualisme dan Diglosia pada Tindak Tutur Sehari-hari Siswa SMPN 3 Kelumpang Tengah Kabupaten Kotabaru. Cendekia: Jurnal Ilmiah Pendidikan.8(1). DOI: 10.33659/cip.v8i1.151

Sahril. (2018). Pergeseran Bahasa Daerah pada Anak-Anak di Kuala Tanjung Sumatera Utara. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 7(2), 210—228. doi: https://doi.org/10.26499/rnh.v7i2.571

Solehudin. (2009). Handout Sosiolinguistik. Bandung: UPI Bandung.

Solihah, Rizki Amalia. (2018). Kontak Bahasa: Kedwibahasaan, Alih Kode, Campur Kode, Interferensi, dan Integrasi. Makalah. Dalam: The 3rd Annual International Conference on Islamic Education, 24-25 Februari.

Thomason, Sarah Gray. (2001). Language Contact: an Introduction. Edinburgh : Edinburgh University Press. Ltd.

Weinrich, Uriel. (1970). Language in Contact: Finding and Problems. Paris: The Hague.

 

 

UNTUK MEMBACA LENGKAP MAKALAH SILAHKAN KLIK TAUTAN BERIKUT:https://docs.google.com/document/d/1MIWtosZqM9FWHFYBj_MGCOufgYfcTRqs/edit?usp=sharing&ouid=113875016540080144011&rtpof=true&sd=true

UNTUK MEMBACA BAHAN PRESENTASI MAKALAH KLIK TAUTAN BERIKUT:https://docs.google.com/presentation/d/125uuktTBW0JQ_FYC5-9w9NsUqmUPwG-U/edit?usp=sharing&ouid=113875016540080144011&rtpof=true&sd=true

 

SUMBER BELAJAR DAN MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN

04 October 2022 10:15:01 Dibaca : 26489

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pembelajaran sebagai sebuah proses merupakan rangkaian sistemik yang memiliki peranan dalam ketercapaian usaha bersama mencerdaskan anak bangsa. Keberhasilan pembelajaran melibatkan interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam pengkondisian lingkungan belajar yang memanfaatkan perantara media pembelajaran untuk efektifitas transformasi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan perkembangan sikap. Media pembelajaran itu sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sumber belajar. Dinilai dari beragam kerangka landasan, tentunya media pembelajaran ini mengurai fakta entitasnya dalam kedudukannya terhadap pembelajaran. Sudah menjadi keniscayaan seorang guru sebagai pendidik merancang dan memanfaatkan media pembelajaran dari sumber belajar yang valid, terbarukan, kreatif, dan inovatif.

Perlu dicermati sejumlah komponen yang membentuk proses pembelajaran dan beberapa faktor yang bisa saja mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dalam artian yang lebih jauh, pemilihan media pembelajaran dan sumber belajar harus diperhatikan dengan baik untuk penyajian pembelajaran yang efektif. Mengingat amat pentingnya hubungan sumber belajar dan media pembelajaran tersebut.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka penulis menyusun makalah yang berjudul”Sumber Belajar dan Media Pembelajaran dalam Pembelajaran”.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka terlahir beberapa rumusan masalah yang dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:

Apa itu proses pembelajaran?Faktor apa saja yang mempengaruhi proses pembelajaran?Bagaimanakah hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam pembelajaran?Bagaimanakah pemilihan sumber belajar dalam pembelajaran?Apa saja landasan penggunaan media pembelajaran?Bagaimanakah prinsip penggunaan media pembelajaran?Bagaimanakah perkembangan media pembelajaran?Bagaimanakah peran guru dalam media pembelajaran? 

1.3  Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah maka dapat diekstraksi tujuan penulisan yakni sebagai berikut:

Untuk mengetahui proses pembelajaranUntuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pembelajaranUntuk memahami hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam pembelajaranUntuk memahami pemilihan sumber belajar dalam pembelajaranUntuk mengetahui landasan penggunaan media pembelajaranUntuk memahami prinsip penggunaan media pembelajaranUntuk memahami perkembangan media pembelajaranUntuk memahami peran guru dalam media pembelajaran. 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

2.1.1 Proses Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses memanusiakan manusia secara berkelanjutan, luas, dan mendalam. Proses pembelajaran merupakan rangkaian penting interaksi pendidik dan peserta didik dalam upaya mencerdaskan bangsa. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 20 dituliskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Terdapat aktivitas mental dan psikis dalam aktivitas interaksi tersebut dengan lingkungan belajar yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Beberapa pendapat ahli yang merumuskan pengertian pembelajaran, yakni sebagai berikut:

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar (Rudi dan Cepi, 2008: 1),Pembelajaran merupakan upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antarsiswa (Hamdani, 2011:72),Pembelajaran merupakan perencanaan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Di dalam pembelajaran siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran (Uno, 2006: 2).Sugandi (2006: 9) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang mengubah stimuli dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik di dalam pengkondisian lingkungan belajar yang memanfaatkan sumber belajar dalam upaya pemerolehan dan perkembangan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

Pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu sistem jika dalam pembelajaran tersebut mengandung beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Adapun komponen sistem pembelajaran menurut Sanjaya (2009) ialah:

a.       Tujuan Pembelajaran

Dengan adanya tujuan pembelajaran yang baik maka suatu harapan atau cita[1]cita akan menjadi terarah dalam pelaksanaan suatu kegiatan.

b.      Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran merupakan isi pelajaran yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran.

c.       Model, Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Taktik Pembelajaran

Komponen ini mempunyai fungsi yang sangat menentukan. Pembelajaran yang aktif dan inovatif akan selalu menggunakan model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran yang bervariasi sehingga membuat peserta didik akan menjadi lebih bersemangant untuk mengikuti pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

d.      Media Pembelajaran

Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Dengan menggunakan media pembelajaran maka akan dapat memudahkan guru (pengajar) dalam menyampaikan materi pelajaran dan memudahkan peserta didik dalam menerima dan memahami pelajaran.

e.       Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan penilaian yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik setelah melakukan tahapan pembelajaran, evaluasi ini dilakukan diakhir proses pembelajaran (postest), namun tidak tertutup kemungkinan bahwa evaluasi dapat juga dilakukan diawal proses pembelajaran yang disebut dengan pretest. Melalui evaluasi maka guru dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan kemampuan peserta didik selama kegiatan pembelajaran. tersebut yaitu: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode pembelajaran, serta hasil akhir yaitu evaluasi pembelajaran.

Dengan menentukan dan menganalilis komponen pokok proses pembelajaran tersebut dapat membantu memrprediksi dan mencapai keberhasilan pembelajaran.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran ada beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses sistem pembelajaran menurut Sanjaya (2012:21-26) adalah:

a.       Guru

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Peran guru tidak hanya sebagai teladan bagi peserta didiknya, namun guru juga berperan sebagai pengelola kelas, sebagai motivator dan fasilitator, karena itu kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

b.      Peserta didik

Peserta didik merupakan subjek yang melakukan kegiatan belajar. Dari aspek peserta didik ada banyak fakor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, faktor tersebut antara lain: kemampuan berfikir peserta didik, sikap dan cara berperilaku peserta didik, latar belakang, jenis kelamin, lingkungan, serta jenjang usia peserta didik.

c.       Sarana dan Prasarana

Sarana merupakan alat pendukung yang secara langsung dalam kelancaran kegiatan pembelajaran, seperti: perlengkapan alat tulis pembelajaran, media pembelajaran, serta peralatan-peralatan pendukung pembelajaran. Sedangkan prasarana merupakan suatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, seperti: lokasi sekolah, lingkungan sekolah, kantin sekolah, perpustakaan dan lain sebagainya.

d.      Lingkungan

Selain guru, peserta didik dan sarana prasarana, lingkungan juga dapat mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Peserta didik akan selalu berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda-beda baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan bermain sehingga baik atau buruknya lingkungan peserta didik akan mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik tersebut.

 

2.1.3 Hubungan Sumber Belajar dan Media Pembelajaran dalam Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan cara, alat, dan wadah tercerapnya sumber belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian tak terpisahkan dari sumber belajar. Media pembelajaran itu sendiri merupakan komponen penting yang mempengaruhi proses pembelajaran. Kedudukan media dalam pembelajaran memiliki peran penting dalam proses penyampaian pesan dari pengajar kepada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pengertian media menurut Munadi (2013) yang yaitu segala sesuatu yang dapat memberikan informasi dan kemudian menyampaikan informasi tersebut secara terencana sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif, dan baik pengajar maupun peserta didk dapat melaksanakan pembelajaran efektif dan efisien.

Peningkatan produktivitas pembelajaran dapat terpacu dengan kedudukan sumber belajar yang memiliki fungsi dan peranannya dalam penyajian pembelajaran yang lebih mendalam dan luas. Sumber belajar juga memberikan opsi keberterimaan pembelajaran dalam beragam situasi baik secara individu maupun kelompok, baik secara seketika maupun berkesinambungan. Wallington dalam bukunya Job in Instruction Media Study menyatakan bahwa "peran utama sumber belajar adalah membawa atau menyalurkan stimulus dan informasi kepada siswa" (Sudjana dan Rivai, 2003: 78).

Menjadi sebuah kesimpulan hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam proses pembelajaran merupakan sebuah kesatuan sistem yang menempatkan media pembelajaran sebagai bagian integral dari sumber belajar, adalah komponen penting dalam ketercapaian pembelajaran yang lebih bermakna.

 

2.1.4 Pemilihan Sumber Belajar dalam Pembelajaran

Sebelum melakukan pemilihan sumber belajar yang tepat dalam konteks pembelajaran, perlu diidentifikasi terlebih dahulu mengenai klasifikasi sumber belajar. Sudjana dan Rivai (2003, 80) mengklasifikasikan sumber belajar sebagai berikut:

1.    Sumber belajar tercetak: buku, majalah, brosur, koran, ensiklopedi, kamus, dan lain-lain.

2.    Sumber belajar non cetak: film, slides, video, transparansi, dan sebagainya.

3.    Sumber belajar yang berbentuk fasilitas: perpustakaan, ruang belajar, lapangan olah raga, dan lain-lain.

4.    Sumber belajar berupa kegiatan: wawancara, kerja kelompok, observasi, permainan, dan lain-lain.

5.    Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat: teman, terminal, pasar, toko, pabrik, museum, dan lain-lain.

Selanjutnya dalam pemilihan sumber belajar, harus memperhatikan beberapa kriteria. Menurut Sudjana dan Rivai (2003: 84) ada dua kriteria sumber belajar, yaitu kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Adapun kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut:

1)      Kriteria umum

Kriteria umum merupakan ukuran kasar dalam memilih berbagai sumber belajar, misalnya: a) ekonomis dalam pengertian murah, b) praktis dan sederhana, c) mudah diperoleh, d) bersifat fleksibel, e) komponen-komponennya sesuai dengan tujuan.

2)      Kriteria berdasarkan tujuan

Beberapa kriteria sumber belajar berdasarkan tujuan antara lain adalah: a) sumber belajar untuk memotivasi, b) sumber belajar untuk tujuan pengajaran, c) sumber belajar yang digunakan untuk tujuan sumber belajar, c) sumber belajar untuk penelitian, d) sumber belajar untuk memecahkan masalah, e) sumber belajar presentasi (Sudjana dan Rivai, 2003: 84-86).

 

2.2  LANDASAN DAN PRINSIP PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

2.2.1 Landasan Penggunaan Media Pembelajaran

Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasasan psikologis, historis, teknologis, empirik, filosofis, dan sosiologis.

a.    Landasan psikologis media pembelajaran

Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembanganya, latar belakang sosial budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi yang berbeda ini juga bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara inidividu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pembelajaran seharusnya sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidikannya.

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian,anak selalu berada dalam proses perkembangan, perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan disekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan disekolah tahap perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas.

Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan , pembiasaan, pemahaman, penerapan, Ataupun pemecahan masalah. Menurut Bruner (1966: 10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (icnonic), dan pengalaman abstrak (symbolic), (Arsyad,  2007:7).

Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta factor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut perlu diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan objek yang diamatinya. Bahan pembelajaran yang kana diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa. (Arif, 2007: 35)

Pendidik atau guru melakukan berbagai upaya dan menciptakan berbagai kegiatan dengan dukungan berbagai media pembelajaran agar anak-anak belajar. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistematik dan mendalam studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dan psikologi belajar.

Jadi, minimal ada dua bedang psikologi yang mendasari media pembelajaran. Yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik didalam merumuskan tujuan, memilih, dan menerapkan media serta teknik-teknik evaluasi.(Musfiqon, 2011:58-59)

b.    Landasan historis media pembelajaran

Yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran. Untuk mengetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media pembelajaran marilah kita ikuti penjelasan berikut ini.

Perkembangan konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya kon-sepsi pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923.Yang dimaksud dengan alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada pebelajar.

Kemudian konsep pengajaran visual ini berkembang menjadi “audio visual instruction” atau “audio visual education” yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 timbul beberapa variasi nama seperti “audio visual materials”, “audio visual methods”, dan “audio visual devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat atau bahan oleh guru untuk memindahkan gagasan dan pengalaman pebelajar melalui mata dan telinga. Pemanfaat-an konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam “Kerucut Pengalaman” dari Edgar Dale.

Perkembangan besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “audio visual communication” pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi dalam pembelajaran, peekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan proses komu-nikasi informasi atau pesan dari sumber (guru, materi atau bahan) kepada penerima (pebelajar). Gerakan komunikasi audio visual memberikan penekakan kepada proses komunikasi yang lengkap dengan menggunakan sistem pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio visual berusaha mengaplikasikan konsep komunikasi, sistem, disain sistem pembelajaran dan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran.

Perkembangan berikutnya terjadi sekitar tahun 1952 dengan munculnya konsepsi “instructional materials” yang secara kosepsional tidak banyak berbeda dengan konsepsi sebelumnya. Karena pada intinya konsepsi ini ialah mengaplikasikan proses komunikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan materi pembelajaran. Beberapa istilah yang merupakan variasi penggunaan konsepsi “instructional materials” adalah “teaching/ learning materials”, “learning resources”.

Dalam tahun 1952 ini juga telah digunakan istilah “educational media” dan “instructional media”, yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami perubahan dari konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut. Puncak perkembangan konsepsi ini terjadi sekitar tahun 1960-an. Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunikasi, pengembangan sistem pembelajaran, dan pengaruh psikologi Behaviorisme, maka muncullah konsep “educational technology” dan/ atau “instructional technology” di mana media pendidikan atau media pembelajaran merupakan bagian dari padanya.

c.    Landasan teknologis media pembelajaran

Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan pebelajar untuk belajar. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog-teknolog di bidang pembelajaran mengembangkan berbagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan setiap pebelajar sesuai dengan karakteristiknya.

Dalam upaya itu, teknolog berkerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori-teori tentang berbagai media pembelajaran melalui penelitian ilmiah, dilanjutkan dengan pengembangan disainnya, produksi, evaluasi dan memilih media yang telah diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya, mengembangkan prosedur penggunaannya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat kelas maupun pada tingkat yang lebih luas lagi (diseminasi).

Semua kegiatan ini dilakukan oleh para teknolog dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu media hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh pebelajar yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap pebelajar akan amat dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajarnya.

d.   Landasan empirik media pembelajaran

Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik pebelajar dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya bahwa pebelajar akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya. Pebelajar yang memiliki gaya visual akan lebih mendapat keuntungan dari penggunaan media visual, seperti film, video, gambar atau diagram; sedangkan pebelajar yang memiliki gaya belajar auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti rekaman, radio, atau ceramah guru.

Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik individual pebelajar, menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media hendaknya jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenangan guru, tetapi dilandaskan pada kecocokan media itu dengan karakteristik pebelajar, di samping sejumlah kriteria lain yang dijelaskan pada bagian lain buku ini.

e.    Landasan filosofis media pembelajaran

Seorang guru dalam menggunakan media pembelajaran perlu memperhatikan landasan filosofis. Artinya, penggunaan media semestinya didasarkan pada nilai kebed=naran yang telah ditemukan dan disepakati banyak orang baik kebenaran akademik maupun kebenaran sosial.

Misalnya, isi pesan (materi pelajaran) yang disampaikan kepada siswa seharusnya sudah merupakan kebenaran yang teruji secara obyektif, radikal dan empiris. Jangan sampai materi pelajaran masih salah, tidak baik, dan tidak indah yang disampaikan kepada peserta didik. Misalnya, guru mengajarkan tentang sejarah kebudayaan islam (SKI) dengan materi silsilah Nabi. Seorang guru perlu mengecek unsur kebenaran historis silsilah tersebut sebelum disampaikan kepada peserta didik. Proses inilah yang disebut penggunaan landasan filosofis dalam memilih isi dan media pembelajaran.

Media yang digunakan guru juga perlu dicek kembali kebenaran dan ketepatannya. Guru yang memilih media belum sesuai dengan materi yang akan disampaikan berarti media tersebut tidak benar. Tidak bagus, dan tidak indah artinya penggunaan media yang tidak tepat belum mempertimbangkan landasan filosofis (Musfiqon, 2011:57-58).

f.     Landasan sosiologis media pembelajaran

Dalam menggunakan media, guru perlu mempertimbangkan latar belakang sosial anak didik dalam sekolah. Sebab jika media yang digunakan tidak sesuai latar belakang sosial anak didik maka materi pelajaran atau pesan yang dikirim tentunya tidak bisa tersampaikan secara optimal. Bahkan pembelajaran akan menjadi biasa karena media yang digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi sosial anak didik.

Misalnya, seorang guru yang mengajar disekolah yang rata-rata siswanya berasal dari keluarga dengan latar belakang sosial kurang maju secara tegnologi. Mereka belum pernah melihat tampilan slide berbaris komputer, lalu sang guru menyampaikan materi dengan menggunakan CD dan disiasi dengan berbagai animasi gambar, maka siswa akan lebih memperhatikan kecanggihan media dan animasi yang ditampilkan. Sementara itu, materi pelajarannya tidak diperhatikan sehingga pembelajaran menjadi bias karena media yang dipilih tidak sesuai kondisi sosial anak didik. Begitu sebaliknya, guru yang mengajar disekolah yang anak didiknya berasal dari keluarga yang kondisi sosialnya lebih maju dan sehari-hari telah berinteraksi dengan komputer serta jenis media berbasis komputer lainnya. Maka saat guru memilih media yang tradisional siswa akan makin menurun motivasi belajarnya dan tidak fokus pada materi yang disampaikan guru. Padahal diantara fungsi dan manfaat media pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran.

Untuk itu, landasan sosiologis perlu dipertimbangkan guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran guru perlu menganalisis latar belakang sosial anak didik dalam menggunakan media pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi kesesuaian media dengan kondisi sosial anak didik. (Musfiqon, 2011:66-67).

 

2.2.2 Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar[1]mengajar. Hal ini disebabkan adanya beraneka ragam media yang dapat digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar-mengajar.

Sumantri dan Permana (1999) dalam Fikri dan Madona(2018:20), prinsip-prinsip pemilihan media adalah:

1.    Memilih media harus berdasarkan pada tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan

2.    Memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

3.    Memilih media harus disesuaikan dengan kemampuan guru, baik dengan pengadaan dan penggunaannya..

4.    Memilih media harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.

5.    Memilih media harus memahami karakteristik dari media itu sendiri

Rahardjo (1986) dalam Cahyadi (2019:32) memaparkan bahwa Secara umum beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yakni:

1.    Harus ada kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu dan apakah sasarannya siswa masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan.

2.    Karakteristik Media Pembelajaran (familiaritas media), Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya.

3.    Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan

Prosedur pemilihan media dimulai dari menganalisis kebutuhan. Analisis kebutuhan ini didasarkan pada faktor-faktor yang menjadi dasar pemilihan media. Prosedur pemilihan media terdiri atas mengidentifikasi karakteristik peserta didik, tujuan pembelajaran, dan karakteristik bahan ajar.

 

2.2.3 Perkembangan Media Pembelajaran

Pada mula perkembangannya, guru merupakan satu- satunya sumber belajar yang mutlak di kelas pada proses belajar dan mengajar. Namun pada tahap perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1657 seorang yang bernama Johan Amos Comenius membuat sebuah buku yang berjudul Orbis Sensualiun Pictus. Penulisan buku ini kemudian menjadi dasar penggunaan buku pada proses belajar mengajar. Pada tahap ini guru mulai megadari bahwa perlu adanya sarana belajar yang mampu merangsang pengalaman belajar peserta didik. Pada awalnya, media pembelajaran hanya dipandang sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Media yang digunakan seperti alat bantu visual misalnya permodelan, objek maupun alat- alat yang mempresentativekan sebuah objek pada materi pengajaran. Namun, pada tahap ini media tersebut kurang memperhatikan pengembangan proses belajar dan evaluasinya.

Pada awal abad ke-20, dunia mulai mengenal teknologi audio yang kemudian pada dunia pendidikan dikenal sebagai audio visual atau audio visual aids (AVA) yang mulai dikenalkan oleh Edgar Dale yang kemudian mengemukakan kerucut pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).

Teori komunikasi mulai dikenal pada tahun 1950. Pada saat ini guru mulai memahami bahwa peserta didik sebagai salah satu komponen yang penting pada proses belajar di dalam kelas. Pada masa ini juga teori behaviorism mulai mempengaruhi pengembangan media pembelajaran. Hal ini yang dipengaruhi oleh pemahaman mengenai tujuan utama mendidik bukan lagi untuk mentransfer ilmu, namun juga mengubah tingkah laku peserta didik. Sekitar pertengahan abad ke-20, mulai diperkenalkan IPTEK, pada masa ini pengembangan media pembelajaran sudah mulai luas dan interaktif dengan pengadaan komputer dan internet, hal ini berlangsung hingga sekarang. Pengaruh teknologi tersebut sangat memberikan dampak yang luar biasa terhadap dunia pendidikan masa kini, apalagi pada masa pandemi covid-19 yang memaksa guru dan siswa terbiasa dengan sistem kegiatan pembelajaran yang tidak biasa.

Pandemi covid-19 membuat terjadinya transformasi media pembelajaran yang tadinya tatap muka menjadi beralih ke pembelajaran online atau lebih dikenal dengan daring. Satuan pendidikan berlomba- lomba mengembangkan sistem pembelajaran sendiri, namun ada juga yang memilih untuk menggunakan flatfom yang sudah ada sebelumnya (Aji, 2020). Berikut beberapa media pembelajaran yang lebih dikenal semenjak pandemi covid-19 merebak:

a.    Media WA Group: Media ini merupakan yang paling banyak digunakan. Baik pada tingkat satuan pendidikan dasar hingga tinggi. Hal ini karena flatfom ini dinilai dimiliki oleh banyak orang dan mudah diakses dimana saja.

b.    Media buatan Google seperti Google Classroom dan Google Suite for Education: Media ini dikembangkan oleh google sejak lama, namun baru dikenal untuk dunia pendidikan sejak pembelajaran daring menjadi sebuah kewajiban.

c.    Media Zoom: Media ini cukup dikenal karena dapat menyajikan proses pembelajaran selayaknya interaksi didalam kelas. Guru dan siswa dapat berinteraksi secara daring menggunakan video call yang menjadi salah satu fitur andalan dari Zoom.

 

 

2.2.4 Peran Guru dalam Media Pembelajaran

Guru pada proses belajar mengajar memiliki urgensi yang sangat besar. Selain mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, guru juga memiliki peran sebagai melopor perubahan tingkah laku peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik. Guru dibantu oleh media pembelajaran dapat mewujudkan hal tersebut menjadi lebih efektif (Lestari, 2018). Berikut peran guru didalam media pembelajaran.

a.    Guru Sebagai Mediator

Peran sebagai mediator diperlihatkan guru dari bagaimana guru memberikan atmosfer belajar yang kondusif bagi siswanya. Pembelajaran dikelas bukan hanya berpusat pada guru namun juga berorintasi kepada aktifitas- aktifitas yang melibatkan siswa secara langsung. Dalam hal ini guru juga sebagai penjelas atau pemberi komando pada proses belajar mengajar sehingga jalannya sebuah proses belajar mengajar menjadi lebih terarah.

b.    Guru Sebagai Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru dalam hal ini berkaitan dengan pelayanan kepada peserta didik dalam upaya perubahan tingkah laku mereka. Dalam menjalani perannya sebagai fasilitator guru diharuskan mendengarkan dan bersikap sabar terhadap pola tingka laku peserta didik. Dalam hal media pembelajaran, guru disini berperan sebagai yang mengembangkan dan memilih media pembelajaran yang sesuai dengan topik dan kebutuhan peserta didik. Berikut beberapa kriteria yang perlu diperhatikan guru dalam memilih media:

1)      Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran (instructional goals) Dalam memilih media yang akan dikembangkan, guru perlu mengidentifikasi terlebih dahulu tujuan umum dan tujuan khusus setiap pembelajaran. Hal ini kemudian disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikannya.

2)      Kesesuaian media dengan materi pembelajaran (instructional content) Selain disesuaikan dengan tujuan, yang tak kalah penting adalah menyesuaikan media yang digunakan dengan materi yang ingin diajarkan. Misalnya guru ingin memberikan pemahaman yang kompleks, guru lebih disarankan menggunakan media yang memberikan pengalaman belajar dengan presentasi tinggi kearah konkrit.

3)      Kesesuaian media dengan karakteristik peserta didik Kebutuhan, keinginan, dan kekurangan peserta didik juga harus dijadikan tolak ukur dalam pemilihan media. Pada tahap awal, guru disarankan untuk mengetahui terlebih dahulu karakteristik peserta didiknya. Dengan demikina, media yang digunakan pemanfaatannya lebih tepat sasaran. Karena setiap media pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan pada subjek atau objek tertentu.

4)      Kesesuaian media dengan teori yang ada. Media pembelajaran yang digunakan guru haruslah media yang sudah teruji dan dibuktikan oleh teori para ahli. Media bukanlah fanatisme atau imajinasi guru terhadap sesuatu, melainkan harus dikembangkan dan dipilih berdasarkan dengan konsep yang telah ada.

5)      Kesesuaian media dengan kondisi lingkungan, fasilitas, pendukung,dan waktu yang tersedia. Yang tidak kalah penting adalah penyesuaian media dengan fasilitas yang ada di sekolah, guru tidak perlu menyiapkan media audio visual apabila sarana prasarana di sekolah tidak mendukung untuk menggunakan itu. Selain itu, waktu persiapan dan penggunaan media tersebut juga harus menjadi aspek yang diperhatiak oleh guru.

c.    Guru Sebagai Pembimbing

Dalam memenuhi perannya sebagai pembimbing dalam pemanfaatan media pembelajaran guru memberikan arahan bagaimana penggunaan media yang telah dikembangkan dan dipilih dalam proses pembelajaran.

 

 

  

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Pembelajaran adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik di dalam pengkondisian lingkungan belajar yang memanfaatkan sumber belajar dalam upaya pemerolehan dan perkembangan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Adapun faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yakni: guru(pendidik), peserta didik, sarana dan prasarana, dan lingkungan. Hubungan sumber belajar dan media pembelajaran dalam proses pembelajaran merupakan sebuah kesatuan sistem yang menempatkan media pembelajaran sebagai bagian integral dari sumber belajar, adalah komponen penting dalam ketercapaian pembelajaran yang lebih bermakna. Pemilihan sumber belajar harus memperhatikan kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan.

Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasasan psikologis, historis, teknologis, empirik, filosofis, dan sosiologis. Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar[1]mengajar.

Pengaruh teknologi sangat memberikan dampak yang luar biasa terhadap dunia pendidikan masa kini, apalagi pada masa pandemi covid-19 yang memaksa guru dan siswa terbiasa dengan sistem kegiatan pembelajaran yang tidak biasa. Guru pada proses belajar mengajar memiliki urgensi yang sangat besar. Selain mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, guru juga memiliki peran sebagai melopor perubahan tingkah laku peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik. Guru dibantu oleh media pembelajaran dapat mewujudkan hal tersebut menjadi lebih efektif.

 

 

3.2  Saran

Pada makalah ini kita telah diberikan pemahaman mengenai sumber belajar dan media pembelajaran dalam pembelajaran. Sangat besar harapan penyusun agar nantinya makalah ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami baik konsep maupun penerapan pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan kampus. Selain itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca agar pada penulisan makalah selanjutnya  hal itu dapat diperbaiki. Tak luput penyusun menitipkan masukan sebagai berikut:

3.2.1        Bagi linguis, dosen, peneliti

a.       Memperkaya multi penafsiran kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran

b.      Memproduksi teori pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran

c.       Mendokumentasikan penelitian bidang pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran secara kontinuitas

3.2.2        Bagi guru dan mahasiswa bahasa

a.       Mendalami kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya sumber belajar dan media pembelajaran dengan sumber beragam dan terbaru

b.      Melakukan penelitian kajian pengembangan media pembelajaran Bahasa Indonesia

c.       Berkolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam berkarya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Aji, R. H. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-i. 7(5), 395- 402

Arsyad, Azhar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Cahyadi, Ani. (2019). Pengembangan Media dan Sumber Belajar: Teori dan Prosedur. Jakarta: Penerbit Laksita Indonesia.

Fikri, Hasnul dan Ade Sri Madona. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Samudra Biru.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Lestari, I. D. (2018). Peranan Guru Dalam Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Information and Communication Technology (ICT) di SDN RRI Cisalak. Jurnal SAP, 3(2), 137-142

Munadi, Yudhi. (2013). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Referensi

Musfiqon. (2011). Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka

Rudi, S., & Cepi, R. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: FIP UPI.

Sadiman, Arif. (2007). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sanjaya, Wina. (2012).  Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. (2003). Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru

Sugandi, Achmad. (2006). Teori Pembelajaran. Semarang: Unnes Press.

Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.