Jalaluddin Rumi tentang cinta
- Cinta adalah jembatan antara dirimu dan segala sesuatu.
- Dalam cinta, tidak ada yang namanya kepemilikan hanya ada pemberian.
- Cinta tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata ia hanya dapat dirasakan dengan hati.
- Cinta adalah obat yang menyembuhkan semua luka tidak ada yang lebih kuat dari kekuatan cinta.
- Cinta yang tulus adalah cinta yang tidak meminta apa-apa ia hanya memberi tanpa batas.
- Ketika kamu mencintai, kamu menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini saling terhubung.
- Cinta adalah kekuatan yang menggerakkan segala sesuatu, dan tanpa cinta, kita akan kehilangan arah.
LINGKUP EVALUASI BIMBINGAN & KONSELING
Evaluasi ProgramGibson & Mitchell(Putri, 2019). Menyatakan bahwa jantung hati bimbingan dan konseling adalah program konseling. Gronlund & Linn (Putri, 2019). Mengungkapkan bahwa evaluasi adalah “the systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives”. Artinya suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan penafsiran data atau informasi untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan pelajaran yang diterima oleh peserta didik. Gibson & Mitchel evaluasi juga merupakan suatu proses untuk menilai efektifitas program atau aktifitas. Menurut Cronbach dan Stufflebeam evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Penilaian yang diberikan terletak pada kondisi suatu program tertentu dengan menggunakan standar dan kriteria evaluasi program yang ada didalam kerangka kerja program BK komprehensif (Putri, 2019).
Aspek-Aspek yang Dievaluasi (Lingkup Evaluasi)
Evaluasi dalam kegiatan bimbingan dan konseling, dilakukan dalam bentuk evaluasi program, evaluasi proses dan evaluasi hasil. dengan kata lain, secara garis besar aspek-aspek yang dievaluasi dalam evaluasi bimbingan dan konseling meliputi: aspek program, aspek proses layanan dan aspek hasil layanan. evaluasi program dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan program yang telah disusun, evaluasi proses untuk sejauh mana keefektifan proses layanan bimbingan dan konseling, sedangkan evaluasi hasil dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang keefektifan hasil-hasil layanan bimbingan dan konseling.
Menurut Nurihsan (2005) aspek-aspek yang dinilai, baik pada proses maupun hasil kegiatan bimbingan dan konseling adalah:
1. kesesuaian antara program dan pelaksanaan,
2. keterlaksanaan program,
3. hambatan-hambatan yang ditemui,
4. dampak layanan bimbingan dan konseling terhadap kegiatan belajar mengajar,
5. respon siswa personil sekolah orang tua dan masyarakat terhadap layanan bimbingan dan konseling,
6. perubahan kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan bimbingan dan konseling pencapaian tugas-tugas perkembangan hasil belajar dan keberhasilan siswa setelah menamatkan sekolah baik pada studi lanjutan atau pun pada kehidupannya di masyarakat.
Menurut Suherman (2009), secara operasional, aspek-aspek program bimbingan dan konseling yang harus dievaluasi adalah sebagai berikut:
1. Tujuan dan keberhasilan yang diharapkan
penentuan Tujuan merupakan bidang manajemen yang sangat penting, karena itu tujuan program bimbingan dan konseling hendaknya jelas, singkat, operasional dan terukur. beberapa aspek tujuan yang hendaknya diperhatikan antara lain;
a. tujuan umum program bimbingan konseling di sekolah,
b. tujuan khusus program bimbingan dan konseling dari setiap materi dan jenis kegiatan yang dilakukan seperti:
1) tujuan layanan pengumpulan data,
2) tujuan layanan informasi,
3) tujuan layanan penelitian dan tindak lanjut,
4) tujuan layanan konseling,
5) tujuan layanan penempatan,
6) tujuan layanan penelitian dan tindak lanjut.
1. Program bimbingan dan konseling
aspek-aspek yang harus dinilai dalam program bimbingan dan konseling di sekolah adalah sebagai berikut:
a. Dasar atau acuan penyusunan program seperti produk hukum dalam bentuk undang-undang peraturan pemerintah keputusan dan kebijakan baik berasal dari pemerintah maupun sekolah seperti visi dan misi pendidikannya,
b. proses penyusunan program Bagaimana proses bimbingan dan konseling itu diwujudkan apakah melalui penelaahan kebutuhan dan kondisi sekolah dengan melibatkan tim pengembang atau hasil pekerjaan perseorangan,
c. kurikulum layanan:
1) layanan dasar,
2) perencanaan individual,
3) layanan responsive,
4) dukungan sistem.
d. Pengorganisasian yang berkaitan dengan:
1) personil menyangkut tugas dan tanggung jawab serta alur komunikasi tata kinerja di antara staf sekolah dan bimbingan,
2) fasilitas berkaitan dengan ruangan dan alat-alat pengumpulan dan penyimpanan data,
3) biaya berkaitan dengan anggaran dan sumber biayanya,
4) waktu berkaitan dengan waktu perencanaan dan Pelaksanaan serta pertanggungjawabannya,
3. Proses layanan bimbingan
aspek yang dievaluasi dalam proses bimbingan dan konseling lebih ditekankan pada interaksi antara unsur-unsur yang telah ditetapkan dalam program, serta Bagaimana pelaksanaannya diantara komponen-komponen atau unsur-unsur tersebut. dengan kata lain evaluasi proses adalah menelaah kesesuaian antara peran yang diberikan atau Diharapkan dengan kinerja yang ditunjukkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam rencana Program.
4. Hasil yang dicapai
evaluasi terhadap hasil menekankan pada pengumpulan data atau informasi mengenai keberhasilan dan pengaruh kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang telah dilakukan, evaluasi terhadap hasil diarahkan pada pencapaian tujuan program baik jangka pendek mau pun jangka Panjang.
Ruang Lingkup Pelaksanaan Evaluasi Program BKPada lingkup evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah mencakup empat komponen, yaitu: (1) Komponen peserta didik/konseli (input), (2) Komponen program, (3) Komponen proses pelaksanaan bimbingan dan konseling, dan (4) Komponen hasil pelaksanaan program (output) (Prayoga et al., 2020).
Komponen Peserta didik/konseli (raw-input)Bagi guru BK di madrasah pemahaman terhadap kondisi peserta didik/konseli yang menjadi tanggung jawabnya penting dan perlu. Pemahaman mengenai (raw input) peserta didik/konseli perlu dilakukan sedini mungkin, dengan pemahaman terhadap raw input dapat dipakai mempertimbangkan hasil pelaksanaan program BK bila dibandingkan dengan produk yang dicapai. Evaluasi raw-input dimulai dari pelayanan himpunan data pada saat peserta didik/konseli diterima di sekolah bersangkutan. (Prayoga et al., 2020)
Komponen Program Evaluasi program BK di sekolah harus mengacu pada keterlaksanaan program BK yang disusun, disesuaikan dengan pola dasar pedoman operasional pelayanan BK. Kegiatan operasional dari masing-masing pelayanan hendaknya disusun dalam suatu sistematika, diantaranya:
a. Tujuan Khusus pelayanan bimbingan dan konseling
b. Kriteria keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling
c. Lingkup pelayanan bimbingan dan konseling
d. Rincian kegiatan dan jadwal kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling
e. Hubungan antara kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dengan kegiatan luar sekolah
f. Metode dan teknik layanan bimbingan dan konseling
g. Sarana pelayanan bimbingan dan konseling
h. Evaluasi dan penelitian pelayanan bimbingan dan konseling
Komponen Proses Pelaksanaan BK Untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam program pelayanan BK di madrasah, dituntut proses pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mengarah pada tujuan yang diharapkan. Komponen proses pelaksanaan BK yang terlibat yang perlu dievaluasi, meliputi:
a. Organisasi dan administrasi program pelayanan BK
b. Petugas pelaksanaan atau personel (tenaga profesional) dan bukan profesional.
c. Fasilitas dan perlengkapan
1. Fasilitas teknis seperti; tes, inventori, format-format dan sebagainya
2. Fasilitas fisik seperti; ruang kerja guru BK, ruang konseling, ruang tunggu, ruang pertemuan, ruang adminisrasi, ruang penyimpanan instrumen, ruang penyimpanan data. Perlengkapan seperti; meja, kursi, filling kabinet, files, lemari dan sebagainya.
d. Anggaran biaya Anggaran biaya yang perlu dipersiapkan adalah untuk pos-pos seperti; honorarium pelaksana, pengadaan dan pemeliharaan sarana fisik dan perlengkapan, biaya operasional (perjalanan, kunjungan rumah, penilaian dan penelitian)
Komponen hasil pelaksanaan program (output)Untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran tentang hasil dari pelaksanaan bimbingan dan konseling di madrasah harus dilihat dalam diri peserta didik/konseli yang memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Aspek-aspek yang bisa dilihat terutama:
a. Pandangan para lulusan tentang program pendidikan yang telah ditempuhnya,
b. Kualitas prestasi bagi para lulusan,
c. Pekerjaan, jabatan atau karier yang dijalaninya,
d. Proporsi lulusan yang bekerja dan belum bekerja
Evaluasi Program Bimbingan dan KonselingMenurut W.S Winkel (Putri, 2019) evaluasi program bimbingan adalah usaha menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan itu sendiri demi peningkatan mutu program bimbingan. Kemudian Azizah (Putri, 2019) mengungkapkan bahwa penilaian program bimbingan konseling merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Don C Locke (Putri, 2019) meninjau evaluasi program BK lebih sempit yaitu pengumpulan informasi tentang kualitas dan membantu menentukan keputusan tentang program konseling yang akan dilakukan.Hasil evaluasi akan memberikan manfaat dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling selanjutnya. Diniaty (Putri, 2019) beberapa hal yang diperoleh dari hasil evaluasi diantaranya:
a. Untuk mengetahui apakah program bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang ada?
b. Apakah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program, dan mendukung pencapaian tujuan program itu?
c. Bagaimana hasil yang diperoleh telah mencapai kriteria keberhasilan sesuai dengan tujuan dari program itu?
d. Dapatkah diketemukan bahan balikan bagi pengembangan program berikutnya?
DAFTAR PUSTAKA
Dalmia, D., & Alam, F. A. (2021). Evaluasi Program Model Context dan Input dalam Bimbingan Konseling. Jurnal Bimbingan Konseling Dan Psikologi, 1(2), 111–124. https://jurnal.stkipmb.ac.id/index.php/jubikops/article/view/158
Prayoga, B., Susanti, A., Kristiani, R., Fuadia, N. N., & Kulsum, S. (2020). Modul Pembelajaran Bimbingan dan Konseling: Evaluasi, Pelaporan, dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. In Modul Bimbingan dan Konseling. /citations?view_op=view_citation&continue=/scholar%3Fhl%3Dpt-BR%26as_sdt%3D0,5%26scilib%3D1&citilm=1&citation_for_view=wS0xi2wAAAAJ:2osOgNQ5qMEC&hl=pt-BR&oi=p
Putri, A. E. (2019). Evaluasi Program Bimbingan Dan Konseling: Sebuah Studi Pustaka. JBKI (Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia), 4(2), 39. https://doi.org/10.26737/jbki.v4i2.890
Nurihsan, Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung. PT. Refika Aditama.
Suherman, Umam. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung. Rizki Press.
Menunggu Hati Alfi (Cerpen Fiksi)
Alfi adalah sosok laki-laki yang selalu tenang. Wajahnya tampan, tetapi bukan itu yang membuat Citra tertarik. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan, mungkin karena sikapnya yang selalu kalem dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal di sekitarnya. Citra tahu, sejak pertama kali bertemu Alfi di kampus, hatinya sudah tak bisa berpaling. Sayangnya, Alfi selalu tampak acuh tak acuh. Tidak pernah terlihat tertarik dengan siapapun termasuk dirinya. Citra tidak mudah menyerah. Sudah setahun ia terus mendekati Alfi, mencoba segala cara untuk menarik perhatiannya. Mulai dari mengirim pesan singkat, menawarkan bantuan dalam tugas kuliah, hingga mengajak Alfi untuk makan siang bersama. Namun, Alfi selalu menanggapinya dengan sikap yang sama: datar dan dingin. Jika orang lain mungkin akan lelah, tidak dengan Citra. Ia justru semakin penasaran.
Suatu sore di kafe langganan mereka, Citra memberanikan diri untuk bertanya langsung.
"Fi, kenapa kamu selalu cuek gitu, sih? Apa nggak ada satu pun cewek yang bisa bikin kamu tertarik?" tanyanya dengan nada setengah bercanda, meski hatinya berdebar.
Alfi hanya tersenyum tipis, seolah pertanyaan itu tidak penting.
"Bukan begitu, Cit," jawab Alfi pelan. "Aku cuma nggak mau terburu-buru dalam hal perasaan."
Citra mengerutkan kening. "Terburu-buru? Ini sudah setahun, lho."
Alfi menatap lurus ke depan, seolah memilih kata-kata dengan hati-hati. "Perasaan itu nggak bisa dipaksain. Kalau aku nggak merasa apa yang kamu rasain, aku nggak mau kasih harapan."
Kata-kata itu seperti pukulan keras bagi Citra. Tapi ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Walaupun begitu, Citra tetap berharap ada setitik harapan untuknya.
"Kamu nggak pernah kasih kesempatan buat aku, Fi. Gimana kamu tahu kalau kamu nggak suka aku?" Citra mencoba mempertahankan suaranya agar terdengar tenang, walau hatinya sedang berperang.
Alfi menghela napas panjang, lalu menoleh ke Citra. Untuk pertama kalinya, tatapan mata Alfi seolah mengisyaratkan sesuatu yang lebih dalam.
"Bukan soal kesempatan, Cit. Tapi aku harus yakin, dan sampai sekarang, aku belum yakin sama perasaanku."
Citra terdiam. Rasa kecewa bercampur dengan rasa lega. Setidaknya, Alfi jujur. Ia tahu perasaan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Namun, di sisi lain, ia merasa sudah cukup lama menunggu.
"Aku nggak akan berhenti sampai kamu yakin," kata Citra pelan, tapi tegas. "Aku akan terus ada sampai kamu tahu apa yang kamu rasakan."
Alfi tersenyum kecil, lalu berdiri. "Kalau memang itu yang kamu mau, Cit. Tapi jangan pernah kehilangan dirimu sendiri dalam proses itu."
Hari-hari berlalu, Citra tetap menunjukkan perhatiannya, tapi kali ini ia tidak memaksa. Dia membiarkan Alfi melihat ketulusannya tanpa terlalu mendesak. Citra mulai menemukan kebahagiaan dalam setiap interaksi kecil mereka, tanpa berharap lebih. Lambat laun, sesuatu berubah. Alfi mulai merespon lebih dari biasanya. Dia mulai mencari Citra, mengajak bicara lebih lama, dan bahkan mengirim pesan lebih dulu. Citra merasa ada harapan baru, namun ia tetap berhati-hati agar tidak terlalu terbawa perasaan. Suatu hari, saat mereka berjalan di taman setelah selesai kuliah, Alfi berhenti tiba-tiba dan menatap Citra.
"Cit, aku banyak berpikir selama ini," ucap Alfi dengan nada serius. "Kamu benar-benar tulus sama aku, dan aku melihat itu. Awalnya aku takut terlibat terlalu dalam, tapi sekarang aku yakin. Aku juga nggak mau kehilangan kamu."
Citra terdiam. Jantungnya berdebar kencang. Ini adalah momen yang sudah lama ia tunggu.
"Jadi...," Alfi melanjutkan sambil tersenyum tipis. "Aku mau kita coba, kalau kamu masih mau."
Air mata bahagia menggenang di mata Citra. "Tentu saja, Fi. Aku selalu mau."
Alfi meraih tangan Citra dengan lembut, sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Tangan mereka kini saling menggenggam, membawa perasaan hangat yang tak terucapkan.
Akhirnya, setelah perjalanan panjang yang penuh kesabaran dan harapan, Citra berhasil mendapatkan cinta Alfi—bukan dengan memaksa, tapi dengan ketulusan dan kesetiaannya. Alfi, yang awalnya tampak dingin dan sulit dijangkau, akhirnya membuka hatinya, membiarkan cinta masuk dengan cara yang alami. Mereka pun berjalan bersama, memulai kisah baru yang sebelumnya hanya ada dalam impian Citra, namun kini menjadi nyata.
Nantikan episode 2 yaa
Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Karakter Religius dan Sikap Kepemimpinan Siswa
Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Pengembangan Karakter Religius
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama (Safitri & Novirizka Hasan, 2018)
Adapun strategi layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan dalam mengembangkan karakter religius siswa adalah sebagai berikut:
1. Strategi Layanan Dasar Dalam strategi pengembangan nilai karakter melalui layanan dasar dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Pengumpulan need assessment (kebutuhan siswa) guna penyusunan program layanan bimbingan dan konseling dengan menyebarkan assessment baik berupa ITP (Inventori Tugas Perkembangan) dan DCM (Daftar Cek Masalah). Pada kedua instrument tersebut, selain aspek yang lain terdapat pertanyaan/pernyataan yang mengungkapkan kebutuhan siswa terkait aspek kehidupan beragama/religius. Dengan demikian, guru bimbingan dan konseling dapat mengetahui kebutuhan peserta didik dalam aspek religius dari kelima dimensinya yaitu keyakinan, peribadatan, penghayatan, pengetahuan dan pengalaman. Hal tersebut kemudian menjadi dasar dalam menentukan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
b) Layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok Pada dasarnya layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang sama, perbedaannya terletak pada jumlah sasaran peserta didik yang menerima layanan. Layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok diberikan setelah mengetahui kebutuhan siswa melalui pengumpulan need assesment. Pengembangan nilai karakter religius melalui layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan berdoa setiap awal kegiatan sebagai implikasi dari dimensi keyakinan, peribadatan dan penghayatan.
c) Pengelolaan media informasi Media informasi layanan bimbingan dan konseling dapat berupa papan bimbingan, leaflet, poster, buku saku dan media laiinya. Implementasi pengembangan nilai religius melalui media informasi dapat dilakukan dengan memuat nilai-nilai religius ke dalam media. Misalnya perintah tentang beribadah melalui poster dan materi religius melalui papan bimbingan.Strategi Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual.
2.Strategi Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual Layanan perencanaan individual dan peminatan sebagai layanan untuk merencanakan dan mempersiapkan masa depan peserta didik dengan memperhatikan potensi yang ada pada dirinya termasuk memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Strategi penguatan nilai karakter religius melalui layanan ini dengan menguatkan dimensi pengalaman agama. Dengan demikian, hal tersebut mendorong peserta didik untuk mengaplikasikan ajaran agama yang dianutnya dalam perencanaan masa depan dan peminatannya.
3.Strategi Layanan Responsif Layanan responsif merupakan layanan segera yang diberikan kepada peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan nilai karakter religius dapat diterapkan ke dalam strategi layanan responsif. Misalnya penekanan dimensi keyakinan agama dalam layanan konseling individu bagi peserta didik/konseli, atau dengan berdoa sebelum kegiatan layanan konseling kelompok dimulai sebagai implementasi dari aspek keyakinan, peribadatan dan penghayatan.
4.Strategi Dukungan Sistem Internalisasi nilai karakter religius dalam dukungan sistem misalnya penelitian guru BK tentang penerapan nilai religius siswa di sekolah atau melalui kegiatan parenting dengan tema “Cara Rasulullah Mendidik Anak”. Kemudian bentuk dukungan sistem yang lainnya adalah adanya kolaborasi antara guru BK dengan guru agama dan tokoh agama di lingkungan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan pemahaman karakter religius kepada siswa (Safitri & Novirizka Hasan, 2018).
Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Untuk Pengembangan Sikap Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi aktivitas orang lain atau sekelompok orang untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Pada hakikatnya, kepemimpinan memiliki unsur-unsur dalam menggerakkan, mempengaruhi, mengarahkan tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kemampuan aktif dalam membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan Bersama sama. (Safitri & Novirizka Hasan, 2018)
Strategi layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan sikap kepemimpinan bertujuan membantu individu memahami dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang efektif. Langkah awal dalam strategi ini adalah mengidentifikasi kebutuhan individu melalui asesmen seperti observasi, wawancara, atau angket. Dengan cara ini, konselor dapat memahami area mana yang memerlukan pengembangan, baik dalam hal kemampuan komunikasi, pengambilan keputusan, maupun kerja sama tim. Selanjutnya, konselor memberikan edukasi terkait konsep dasar kepemimpinan dan pentingnya sikap kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, konselor merancang program latihan yang melibatkan pengembangan keterampilan kepemimpinan, seperti simulasi pengambilan keputusan, manajemen konflik, kerja kelompok, dan cara memotivasi orang lain. Di samping itu, konselor memberikan dukungan emosional dan motivasi yang berkelanjutan, karena pengembangan sikap kepemimpinan sering kali membutuhkan keberanian dan rasa percaya diri yang kuat. Layanan konseling diberikan baik secara individu maupun kelompok, sesuai kebutuhan, di mana konseling kelompok memungkinkan individu belajar dari pengalaman orang lain, sedangkan konseling individu lebih fokus pada permasalahan personal.
Setelah program selesai, konselor melakukan evaluasi untuk mengetahui efektivitas pengembangan sikap kepemimpinan. Evaluasi ini juga diikuti oleh tindak lanjut secara berkala untuk memantau perkembangan lebih lanjut dan memberikan dukungan tambahan jika diperlukan. Strategi ini diharapkan dapat membantu individu mengembangkan sikap kepemimpinan secara menyeluruh, baik di lingkungan sekolah, komunitas, maupun organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Nugraha, A. (2017). Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Untuk Pengembangan Sikap Kepemimpinan Siswa. Prosiding Seminar Nasional, 2, 59–60. http://www.seminar.uad.ac.id/index.php/snbkuad/article/view/60/65
Safitri, N. E., & Novirizka Hasan, S. U. (2018). Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Pengembangan Nilai Karakter Religius. JURKAM: Jurnal Konseling Andi Matappa, 2(1), 19. https://doi.org/10.31100/jurkam.v2i1.64
Bimbingan dan Konseling: Definisi, Ilmu, dan Perkembangannya di Indonesia
Definisi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses membantu seseorang dalam menentukan pilihan yang penting yang mempengaruhi kehidupannya Gladding, (Habsy, 2017). Bimbingan dapat dilihat dalam bentuk kegiatan membantu siswa membuat keputusan tentang pendidikan yang akan diambilnya atau kejuruan yang diharapkannya. Makna Konseling menurut the American Counseling Association (ACA) Gladding (Habsy, 2017) konseling adalah penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental, perkembangan psikologis atau manusia, melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau sistemik, dan strategi yang mencanangkan kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau perkembangan karir, dan juga patologi. Definisi ini dikemukakan untuk mencoba dan memenuhi kebutuhan berbagai tipe dan gaya konseling yang dipraktekkan oleh anggota ACA. Unsur-unsur definisi tersebut sangat penting untuk difahami.
Menurut Prayitno (Kamaluddin, 2011), bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku.
Bimbingan dan Konseling Sebagai Ilmu
Bimbingan dan Konseling merupakan suatu ilmu berusaha memfasiltasi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Menurut Hepner, Wampold, & Kivlinghan (Habsy, 2017) suatu profesi yang bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perubahan positif pada individu harus didasarkan pada pengetahuan yang ada pada sebuah realitas di luar keyakinan pribadi penyandang profesi dan prasangka. Oleh karena itu, sejumlah metode ilmiah dikembangkan untuk membuat pengetahuan tersebut. Ilmu memainkan peran penting dalam pengembangan pengetahuan sebagai dasar bagi profesi Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan Konseling sebagai ilmu menerima kontribusi yang besar, baik dari filsafat maupun dari ilmu sosial dasar lainnya. Yang dimaksud dengan ilmu sosial dasar itu meliputi: sosiologi, antropologi, psikologi, dan psikologi sosial. Kontribusi serta peranan filsafat dalam pengembangan dan pemikiran ilmu Bimbingan dan Konseling merupakan rujukan dasar bagi ilmu Bimbingan dan Konseling, yaitu sebagai sumber tolok ukur dalam memilih unsur-unsur dari ilmu sosial dasar dalam upaya memecahkan masalah Bimbingan dan Konseling.
Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Perkembangan BK di Indonesia mulai tumbuh dan dikenal layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah, fokus layanan lebih ditekankan pada penanganan permasalahan siswa, terutama menyangkut perilaku disiplin sekolah. Bimbingan dan Konseling dilakukan secara sporadik, oleh guru tanpa latar belakang BK. Upaya mempersiapkan dan memenuhi tenaga profesional di bidang Bimbingan dan Konseling dilakukan dengan: (1) Membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan pada tahun 1964 di Universitas Negeri Malang dan Universitas Pendidikan Indonesia, (2) Penyiapan tenaga ahli dan profesional dalam bidang BK Lembaga Pendidikan Post Doktoral IKIP pada tahun 70-an, program ini menyiapkan para calon Magister dan Doktoral Bimbingan dan Konseling, (3) Pada tahun 1995, Sertifikasi tes bagi konselor telah diawali pada tahun 1995 di Universitas Negeri Malang, dan (4) Pada tahun 1999/2000, mulai dirintis Pendidikan Profesi Konselor di Universitas Negeri Padang.
Sejalan dengan perkembangan Bimbingan dan Konseling pengakuan legal atas eksistensi konselor di Indonesia ditetapkannya UU no 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat (6) dinyatakan bahwa konselor sebagai salah satu kualifikasi pendidik. Perubahan pada tahun 2014 dibarengi dengan munculnya Permendikbud nomor 111 tahun 2014 memberikan penegasan pada profesi Guru BK adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal S1 bimbingan dan konseling dan memiliki kompetensi di bidang bimbingan dan konseling, Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling yang telah lulus Pendidikan Profesi Konselor dengan gelar (Kons). Program Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor (PPGBK/K) menghasilkan tenaga pendidik profesional dalam bidang Bimbingan dan Konseling/ Konselor. Kurikulum Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling sama dengan kurikulum pendidikan profesi konselor, dengan demikian lulusan program PPGBK/K menghasilkan pendidik profesional dalam bidang bimbingan dan konseling yang disebut konselor atau guru bimbingan dan konseling yang dianugerahi gelar Gr.Kons (Permendikbud tahun 2014 nomor 111: 3).
DAFTAR PUSTAKA
Habsy, B. A. (2017). Filosofi Ilmu Bimbingan Dan Konseling Indonesia. Jurnal Pendidikan (Teori Dan Praktik), 2(1), 1. https://doi.org/10.26740/jp.v2n1.p1-11
Kamaluddin, H. (2011). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(4), 447–454. https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i4.40