Perilaku (Orientasi) Politik Pemilih Pemula

17 October 2024 06:00:06 Dibaca : 74

ORIENTASI POLITIK PEMILIH PEMULA

Oleh

Kelompok 5

TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA ILMU POLITIK

Baca Selengkapnya : https://www.academia.edu/124789347/ORIENTASI_POLITIK_PEMILIH_PEMULA

PEMBAHASAN.

1. Orientasi Politik.

            Menurut  Plano dkk dalam Moh. Ridwan (1997) (Supriyadi 2019) perilaku politik adalah: “Pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobying, kaukus, kampanye dan demonstrasi)”.

         Menururt (Anwar 2016) yng dikutip dalam efriza (2012 : 109) Almond dan Verba mendefinisikan orientasi politik juga dapat dikatakan sebagai budaya politik terutama mengacu pada orientasi politik sikap seseorang atau kelompok masyarakat terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya (sub-sub sistem politik) dan bagaimana sikapnya terhadap perannya sendiri dalam sistem politik.

Menurut (Nurdin, Hamim, and Mahmud 2023) Keterlibatan pemilih pemulah dalam setiap Pemilu sudah dipastikan memiliki orientasi dan preferensi politik yang berbeda, baik secara individu maupun kelompok kepentingan. Orientasi politik akan melahirkan preferensi politik individu dalam menginsiasi maupun merefleksi kepentingan politiknya dalam menentukan pilihan maupun dukungan politik. Artinya, dukungan dan pilihan politik seserorang warga negara dalam Pemilu akan merepresenatasikan oriantasi politik mereka.

klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu :

a. Orientasi Kongnitif. yakni pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.(Anwar 2016)

b. Orientasi Afektif, Menurut (Farzianto and Rafni 2020) Orientasi afektif merupakan orientasi yang didasari oleh ikatan emosional atau perasaan yang dimiliki oleh individu terhadap politik. Orientasi afektif merupakan aspek yang paling berpengaruh merubah sikap individu, jika individu menganggap baik maka individu akan terlibat penuh.

c. Orientasi Evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.(Supriyadi 2019). 

 

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Orientasi Pemilih.

            Menurut Menurut Mulyasa (2007:255) Dalam (Supriyadi 2019) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Mahasiswa sebagai pemilih pemula adalah sebagai berikut :

a. Faktor Sosial Ekonomi, Pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah mahasiswa adalah beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi mahasiswa sebagai pemilih pemula untuk berpartisipasi aktif dalam politik.

b. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan, Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas dan ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi, dan makhluk hidup, tempat berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok, serta lembaga dan pranatanya.

c. Nilai Budaya, Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat.

 

3. Pemilih Pemula.

            Menurut (Anwar 2016) Pemilih pemula yang dikonotasikan sebagai pemegang hak pilih pertama kalinya memberikan hak suaranya dalam pemilu. Definisi pemilih pemula terdiri dari dua kata yaitu “pemilih“ dan “pemula”. Pemilih menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “orang yang memilih”, sedangkan kata pemula mempunyai arti “orang yang mulai atau mula- mula melakukan sesuatu”.

            (Arumsari and Nugraheni 2018) Pemilih pemula yang kritis sudah pasti akan menggunakan hak pilih dengan menganalisis dan ikut mengkritisi kinerja pemerintahan. Jenis pemilih pemula yang seperti ini biasanya adalah pemilih yang memiliki pendidikan tinggi dan juga aktif dalam organisasi. Terdapat juga pemilih pemula yang tidak punya kesadaran bisa jadi disebabkan oleh kurangnya ketertarikan seseorang ke dalam dunia politik sehingga memunculkan kecendurungan dalam menentukan pilihannya mengikuti pilihan orang lain.

Pemilih pemula yang terdaftar atas pelajar mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi sagmen yang sangat unik, sering kali menimbulkan kejutan dan tentunya menjanjikan secara kuantitas, penyebutan kata unik untuk para pemula sebab pemilih pemula sangat antusiasme tinggi, relatif dan rasional, haus akan perubahan dan sayangnya sangat tipis akan kadar polusi pragmatisme. (Elen Pitria et al. 2023) di sayangkan masih banyak pemilih pemula tidak berpartisipasi dalam pesta demokrasi dan tidak menggunakan hak suaranya, ada beberapa faktor yang membuat pemilih pemula tidak bersuara, salah satunya pemilih pemula sibuk dengan kegiatannya sehari hari, dimana kuantitas pemilih pemula pada umunya adalah pelajar dan pekerja, hal demikian yang membuat pemilih pemula mulai apatis terhadap kegiatan yang berbau politik.

 

Daftar Pustaka.

Anwar, Hairil. 2016. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 Di SMK Negeri 1 Pontianak.” (PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora PROYEKSI Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora (e-Journal)) 20(1):1–11. doi: 10.26418/proyeksi.v20i01.855.

Arumsari, Eta Yuni Lestari, and Nugraheni. 2018. “Partisipasi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Walikota Semarang Di Kota Semarang.” Integralistik 396(2):63–72.

Elen Pitria, Della Utari, Yesi Marseta, Moneka Tiara Sari, and Rizky Ayomi Pangestu. 2023. “Peran Pemilih Pemula Dalam Pemilu 2024.” KREATIF: Jurnal Pengabdian Masyarakat Nusantara 3(3):210–18. doi: 10.55606/kreatif.v3i3.2105.

Farzianto, Ronnie, and Al Rafni. 2020. “Orientasi Politik Santri Pada Pemilihan Umum Tahun 2019.” Journal of Civic Education 3(1):101–9. doi: 10.24036/jce.v3i1.338.

Nurdin, Jois, Udin Hamim, and Ramli Mahmud. 2023. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Menjelang Pemilu 2024 Di SMK Negeri 1 Paguyaman Pantai.” Journal of Social Science Research 3(2):1668–79.

Supriyadi, Agus. 2019. “Orientasi Politik Pemilih Pemula Mahasiswa Unisri Dalam Pemilukada Jawa Tengah 2018.” Research Fair Unisri 3(1):310–22.

 

Abstrak

         Setiap Negara mempunyai wilayah masing-masing, dan setiap negara mempunyai sumber daya alam yang melimpah untuk dikelola. Setiap negara tersebut jelas mempunya garis teritorial batas antar negara baik yang berbatasan di darat maupun di laut. Fenomena yang sering terjadi saat ini adalah sengketa batas wilayah satu sama lain dan saling mengaku kepemilikan batas-batas wilayah yang mereka punya, ini jelas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya  bisa faktor historis, gejolak politik, persaingan ekonomi dan bahkan sumber daya alam yang melimpah ruah. Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin mempelajari dan mengkaji lebih dalam lagi  apa saja faktor-faktor yang menyebabkan sengketa batas wilayah menjadi konflik dan Bagaiamana sengketa batas wilayah dapat memicu konflik internasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode kajian literatur. Kajian Literatur yaitu desain penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan sumber data yang berkaitan dengan suatu topik. Pengumpulan data untuk studi literatur dilakukan dengan alat pencarian database yang sebagai tahapan pencarian sumber literatur.

 

Link Untuk Membaca Sepenuhnya. 

https://www.academia.edu/124759605/TUGAS_UTS_HUKUM_INTERNASIONAL

PERAN PENTING MOTIVASI BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN

12 October 2024 22:15:35 Dibaca : 46

PENDAHULUAN 

          Motivasi belajar merupakan salah satu faktor krusial yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, motivasi dapat didefinisikan sebagai dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku (Uno, 2011). Motivasi belajar tidak hanya penting untuk mendorong siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, tetapi juga berperan dalam mengembangkan keterampilan belajar sepanjang hayat dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran secara keseluruhan.

          Paper ini akan membahas peran penting motivasi belajar dalam proses pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta strategi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam konteks pendidikan Indonesia.

 

 

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Jenis Motivasi Belajar            

         Motivasi belajar dapat dibagi menjadi dua jenis utama: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri siswa, seperti minat, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk menguasai suatu keterampilan. Sementara itu, motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa, seperti penghargaan, hukuman, atau tekanan sosial (Djamarah, 2011).

2. Peran Motivasi Belajar dalam Proses Pembelajaran

a. Meningkatkan Keterlibatan Siswa Siswa yang termotivasi cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, bertanya, dan mencari informasi tambahan di luar kelas.

b. Meningkatkan Ketekunan Motivasi belajar yang tinggi mendorong siswa untuk tetap fokus dan tekun dalam menghadapi tugas-tugas yang menantang.

c. Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Siswa yang termotivasi cenderung lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan ide-ide baru.

d. Meningkatkan Prestasi Akademik Berbagai penelitian menunjukkan korelasi positif antara tingkat motivasi belajar dengan prestasi akademik siswa (Hamdu & Agustina, 2011).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

a. Faktor Internal - Minat dan bakat siswa - Kondisi fisik dan mental - Cita-cita dan aspirasi

b. Faktor Eksternal - Lingkungan belajar (sekolah dan rumah) - Metode pembelajaran - Dukungan keluarga dan teman sebaya - Sistem penghargaan dan hukuman  

4. Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar

a. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Lingkungan fisik yang nyaman dan atmosfer psikologis yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

b. Menggunakan Metode Pembelajaran yang Variatif Penerapan berbagai metode pembelajaran seperti diskusi kelompok, proyek kolaboratif, dan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan minat dan keterlibatan siswa.

c. Memberikan Umpan Balik yang Konstruktif Umpan balik yang spesifik dan membangun dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi siswa untuk terus belajar. d. Menghubungkan Materi Pembelajaran dengan Kehidupan Nyata Mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan relevansi dan motivasi belajar siswa.

e. Membangun Hubungan Positif antara Guru dan Siswa Hubungan yang positif dan suportif antara guru dan siswa dapat menciptakan atmosfer belajar yang menyenangkan dan memotivasi. 

 PENUTUP 

         Motivasi belajar memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Sebagai pendorong utama aktivitas belajar, motivasi tidak hanya mempengaruhi prestasi akademik siswa, tetapi juga kualitas proses pembelajaran secara keseluruhan. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar dan menerapkan strategi yang tepat untuk meningkatkannya merupakan langkah krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan bermakna.       

        Dalam konteks pendidikan Indonesia, upaya peningkatan motivasi belajar harus mempertimbangkan keragaman latar belakang sosial-budaya siswa, keterbatasan sumber daya, dan tantangan sistem pendidikan yang ada. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung dan memotivasi siswa untuk belajar sepanjang hayat.         

        Dengan memahami dan menerapkan konsep motivasi belajar secara efektif, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat terus meningkat, menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki keterampilan dan motivasi untuk terus belajar dan berkembang dalam menghadapi tantangan abad ke-21.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S. B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar IPA di sekolah dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(1), 90-96. Sardiman, A. M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Uno, H. B. (2011). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Wlodkowski, R. J., & Jaynes, J. H. (2004). Motivasi Belajar. Jakarta: Cerdas Pustaka.  

       

Sumber Gambar : https://id.pngtree.com/templates/anti-korupsi

          Korupsi adalah suatu tindakan curang yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki wewenang, seperti pejabat publik, pegawai negeri, atau orang yang memiliki posisi penting dalam suatu organisasi.

         Menurut (D. Putri, 2021) Korupsi adalah  istilah yang berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri,maling, seiring dengan pendapat Nurdjana menyatakan bahwa korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio”, yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat  disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum.

         Korupsi memberikan dampak diberbagai sektor seperti di sektor politik, ekonomi, dan sosial. Dampak korupsi di bidang politik misalnya, menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pejabat publik dan menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat. Melambatanya pertumbuhan ekonomi, menurunnya kualitas barang dan jasa publik, kesenjangan tingkat pendapatan masyarakt, dan kerugian keuangan negara menjadi salah satu dampak korupsi di bidang ekonomi. Mari coba kita lihat di bidang sosial, bidang sosial juga acap kali terkena dampak yang paling signifikan terhadap kasus korupsi. Salah satu contonya adalah terjadinya ketimpangan sosial, dan terjadinya hambatan pembangunan baik berbasis Infrastruktur sarana dan prasarana maupun kualitas sumber daya manusia.

         Pendidikan menjadi kunci utama dari pemberantasan korupsi sejak dini dengan memberikan mereka bekal awal berupa pengetahuan tentang bahaya korupsi bagi mereka dan implikasinya terhadap bangsa negara, bukan hanya sebatas memberikan pengetahuan saja melainkan dengan tindakan dan aksi berupa implementasi nilai-nilai memberantas korupsi harus di tanam dalam diri dan  aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter menjadi kunci keberhasilan fenomena korupsi saat ini. Pendidikan karakter anti korupsi adalah upaya sistematis untuk menanamkan nilai-nilai etika dan moral yang kuat dalam diri peserta didik, dengan tujuan membentuk individu yang berintegritas, jujur, dan bertanggung jawab (Tantangannya, 2024).

          Peran generasi muda sangat penting dalam memberantas koruspsi, mengapa demikian? Karena generasi muda merupakan agen perubahan yang disiapkan untuk memegang tongkat estafet kedepan untuk mewujudkan cita-cita dan harapan bangsa. Tentunya melalui pembentukan karakter memeberikan bekal awal kepada generasi muda untuk diberikan bekal kepada mereka guna memerangi praktik-praktik korupsi dan memberikan pemahaman kepada mereka.

              Menurut (Hasan, 2015) Sebagai bagian integral dari pendidikan anti korupsi, pendidikan karakter atau pendidikan yang berbasis pada pembangunan karakter mahasiswa menjadi wacana yang ramai dibicarakan di dunia pendidikan maupun di kalangan masyarakat umumnya. Karena degradasi moral yang terus menerus yang terjadi pada generasi ini dan nyaris membawa bangsa ini pada kehancuran, sangat dibutuhkan pendidikan untuk menghasilkan manusia Indonesia. Penyalahgunaan narkoba dan peredaran narkoba yang semakin meningkat, tawuran antar pelajar, dan berbagai kejahatan yang telah menghilangkan rasa aman setiap orang adalah bukti nyata dari degradasi moral generasi ini. Budaya korupsi seakan telah mengakar pada kehidupan bangsa ini dari tingkat kampung hingga pejabat tinggi negara.

            Menurut (M. K. Putri, 2023)  Pendidikan karakter akan mendidik siswa untuk menjadi orang yang berani, jujur, dan bertanggung jawab dalam dunia pekerjaan setelah mereka lulus sekolah. Pendidikan anti korupsi adalah salah satu hasil dari pendidikan karakter karena menghasilkan siswa yang unggul dengan menciptakan karakter yang memiliki keadaan mental yang kuat, kekuatan yang tidak mudah terpengaruh dan mudah menyerah, moral yang kuat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, dan keyakinan yang kuat dalam diri mereka sendiri yang mampu membentuk kepribadian yang baik dan benar yang akan melekat pada diri mereka sepanjang hidup mereka.

         Korupsi adalah ancaman serius bagi masa depan bangsa. Untuk membangun Indonesia yang lebih baik, kita perlu mulai dari generasi muda dengan memberikan bekal pendidikan karakter yang kuat. Dengan demikian, mereka dapat menjadi pemimpin masa depan yang berintegritas dan mampu membawa perubahan positif bagi bangsa. Pendidikan karakter menjadi kunci utama dalam upaya pencegahan korupsi sejak dini. Dengan menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan integritas pada siswa sejak usia dini, kita dapat membentuk generasi muda yang memiliki kesadaran akan bahaya korupsi dan berani menolak segala bentuk tindakan yang tidak jujur. Upaya pencegahan korupsi tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan membutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan karakter menjadi salah satu upaya yang paling efektif dalam mencegah korupsi sejak dini.

 DAFTAR PUSTAKA.

  

 

 

Aku, Kamu, dan Hujan dibulan Desember.

09 October 2024 22:11:47 Dibaca : 20

Apakah kau masih ingat hujan dibulan desember?

Apakah kau masih ingat kedinginan saat itu?

Apakah kau masih ingat betapa kelabunya langit saat itu?

Rintik hujan yang turun saat itu menjadi saksi akan janji yang kita ucapkan.

 

Kekasih malamku  dan kita menari diatas rintik hujan.

Rindu yang mencekam seakan membunuh ku.

Apakah rindu ini akan membunuh kita secar bersamaan?

Dan kehangatanmu akan menjadi salah satu kehangatan yang ditunggu.