ARSIP BULANAN : November 2023

PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BIPA

28 November 2023 19:18:49 Dibaca : 2591

PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BIPA

Apa itu BIPA?

BIPA merupakan pembelajaran bahasa Indonesia yang subjeknya adalah pembelajar asing. BIPA dipandang lebih pada faktor pembelajarnya. Orang-orang yang menjadi subjek pembelajaran BIPA adalah orang asing, bukan penutur bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa asing bagi pembelajar, entah sebagai bahasa kedua, bahasa ketiga, keempat, atau lainnya. Pembelajaran BIPA menjadikan orang asing (pembelajar) dapat menguasai bahasa Indonesia atau mampu berbahasa Indonesia (Kusmiatun, 2018, p. 1).

Program Pembelajaran BIPA?

Pembelajaran BIPA adalah sebuah proses pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang dilakukan secara terencana dan sistematis. Pembelajaran BIPA merupakan pembelajaran yang mempunyai target tertentu dan ditata dalam sebuah perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran ini dinamakan program pembelajaran BIPA. Program ini berkait dengan prinsip yang dipatuhi dalam pembelajaran BIPA. Selain itu, pembelajaran BIPA merupakan sebuah pembelajaran yang tersistem. Ada beberapa komponen atau aspek pembelajaran yang saling berkaitan dan tertata untuk mencapai tujuan belajar bahasanya. Pembelajaran BIPA berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya karena adanya karakteristik khusus pada pembelajarnya juga faktor lain yang membuat pembelajaran BIPA ini berbeda (Kusmiatun, 2018, p. 37).

Pembelajaran BIPA terselenggara dalam berbagai ragam. Pembelajaran BIPA dapat terselenggara di bawah sebuah institusi, baik institusi perguruan tinggi maupun institusi atau lembaga nonperguruan tinggi yang menyelenggarakan pembelajaran BIPA. Di samping itu, ada pembelajaran BIPA yang terselenggara secara personal atau tidak berada di bawah naungan institusi resmi. Program BIPA yang terselenggara di bawah institusi resmi ada beberapa macam. Berdasar jumlah peserta atau pembelajarnya terdapat pembelajaran BIPA program kelompok dan program private. Program kelompok adalah program pembelajaran BIPA yang diikuti oleh lebih dari satu orang, baik kelompok kecil (2-4 orang) maupun kelompok besar (lebih dari 4 orang). Hal ini dapat berlangsung di institusi perguruan tinggi dan lembaga penyelenggara BIPA non-perguruan tinggi. Sementara itu, berdasarkan waktu pelaksanaannya terdapat program pembelajaran BIPA jangka pendek (kurang dari 2 bulan) dan program pembelajaran BIPA jangka panjang (2 bulan – 1 tahun). Khusus di perguruan tinggi diselenggarakan pula program pembelajaran BIPA dalam bentuk layanan khusus untuk pengambilan kuliah (credit transfer). Kegiatan tersebut biasanya dilakukan dengan adanya hubungan kerjasama antaruniversitas (MoU) (Kusmiatun, 2018, p. 38).

Prinsip Pembelajaran BIPA?

Berikut ini beberapa prinsip dalam pembelajaran BIPA (Kusmiatun, 2018, pp. 40-41).

1.    Sistematis

Pembelajaran BIPA harus dilakukan secara teratur dan terencana. Ada sistem yang dibuat dan mengatur jalannya program sehingga pembelajaran lebih terarah. Keteraturan ini berkaitan dengan urutan materi yang akan dibelajarkan dan aturan lainnya yang mendukung keberhasilan pembelajaran.

2.    Relevan

Pembelajaran harus relevan dengan kebutuhan pembelajar, kondisi pembelajar dan lingkungan belajar, tujuan pembelajaran, lembaga pengelolanya, kemampuan pengajar, dan perkembangan bahasa sebagai bahan utama pembelajarannya.

3.    Aktual, faktual, dan kontekstual

Bahan yang dibelajarkan dalam pembelajaran BIPA hendaknya bahan bahan yang aktual. Materi pembelajaran haruslah faktual agar pembelajar dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan apa yang ia temukan di lingkungan sekitar. Pembelajaran BIPA yang kontekstual akan membantu pembelajar menguasai dengan baik bahasa yang ia pelajari.

4.    Teruji dan terpercaya

Pembelajaran BIPA hendaknya sudah teruji dan terpercaya.

5.    Menyeluruh dan lengkap

Artinya, meliputi berbagai aspek bahasa sesuai kebutuhan pembelajar dan tersajikan secara lengkap. Belajar bahasa pada dasarnya adalah integratif, bukan terpisah-pisah dalam beberapa bagian saja.

6.    Fleksibel

Pembelajaran BIPA tidak selalu harus di dalam kelas dan menggunakan cara yang monoton. Fleksibel ini berlaku untuk tempat belajar, waktu belajar, bahan materi ajar, media, bahkan evaluasinya.

Aspek Pembelajaran BIPA?

Ada dua aspek penting dalam pembelajaran BIPA, yaitu aspek instruksional dan aspek non-instruksional. Aspek instruksional berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran secara langsung di kelas, sedangkan aspek non-instruksional berkaitan dengan pembelajaran BIPA namun tidak secara langsung di kelas. Keduanya akan saling mendukung dalam pelaksanaan proses belajar dan hasil belajarnya (Kusmiatun, 2018, p. 42).

Cakupan Materi Pembelajaran BIPA?

Pembelajaran BIPA berorientasi pada pemberian materi bahasa dan berbahasa pada para pembelajarnya. Kontennya mencakup segala hal yang berkait dengan kebahasaan, keterampilan berbahasa, dan budaya. Materi kebahasaan mencakup berbagai materi ajar yang berupa aspek pengetahuan bahasa, antara lain: kosakata, pola kalimat, bentukan kata, ungkapan, lafal – intonasi, dan sebagainya. Cakupan keterampilan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Di lain hal, budaya merupakan materi yang akan mendukung pemahaman konteks bahasa karena bahasa dan budaya memiliki kaitan yang erat (Kusmiatun, 2018, p. 65).

Perbedaan pendekatan , strategi, metode, dan teknik?

Ada beberapa istilah yang tumpang tindih dengan strategi, yakni pendekatan, metode, model, dan teknik pembelajaran. Pendekatan (approach) adalah landasan dasar yang menjadi pegangan dalam pembelajaran. Pendekatan menentukan arah pembelajaran. Pendekatan bersifat aksiomatik. Pendekatan yang ada akan memunculkan metode metode pembelajaran. Metode dimaknai sebagai upaya prosedural untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran. Langkah praktis dalam implementasi ini adalah strategi. Strategi menunjuk pada suatu cara atau sebuah perencanaan dalam mencapai sesuatu. Aplikasi secara langsung cara-cara dalam belajar ini disebut teknik pembelajaran (Kusmiatun, 2018, p. 77) .

Pendekatan Pembelajaran BIPA

1.      Tradisional (struktural)

Lebih menekankan bentuk formal kebahasaan (grammar translation).

2.      Fungsional

Lebih menekankan pengajaran bahasa secara komunikatif

 

 

Strategi Pembelajaran BIPA?

Sebuah pemilihan strategi belajar akan mempertimbangkan aspek materi, waktu, pembelajar (jumlah dan usia), langkah belajar, serta media pendukung (Kusmiatun, 2018, p. 77). Hal lain yang dapat membantu maksimalnya strategi pembelajaran dalam proses belajar adalah pengelolaan kelasnya (Kusmiatun, 2018, p. 78). Adapun urutan kegiatan pembelajaran BIPA sebagai berikut (Kusmiatun, 2018, pp. 80-82):

PENDAHULUAN PENYAJIAN PENUTUP

Bagian pertama, membuka pelajaran, adalah sebuah tahapan untuk menyiapkan pembelajar agar siap menerima materi yang akan diajarkan. Pendahuluan ini biasanya akan diisi dengan salam, menggali pengalaman yang relevan dengan materinya, mengenalkan materi, memotivasi, dan menjelaskan tujuan.

1.    Memberi salam secara klasikal/individual

2.    Bertanya jawab dengan pembelajar tentang perasaan, kesehatan, situasi lingkungan, cuaca, kegiatan kesehariannya, dan sebagainya.

3.    Bercerita singkat

4.    Menanyakan kosakata baru.

5.    Menanyakan tugas

6.    Menjelaskan tujuan dan materi yang diajarkan.

Materi akan baik disajikan dengan runtut dan banyak diberi contoh otentik. Kegiatan penyajian materi adalah tahap inti belajar karena di tahap ini pembelajar diberi pengetahuan baru dan mengembangkan pemahamannya. Penyajiannya adalah pemberian materi, pemberian contoh, latihan-latihan, dan praktik langsung. Pembelajaran BIPA lebih pada pembelajaran berbahasa, bukan pengetahuan bahasanya sehingga praktik-praktik dan latihan akan baik diberikan pada Bagian akhir dalam proses pembelajaran adalah penutup. Bagian ini digunakan untuk menegaskan kembali materi yang ada dan melihat ketercapaian hasil belajarnya. Di tahap ini materi disimpulkan bersama dan pengajar dapat memberikan evaluasi pada pembelajar untuk melihat pemahaman mereka atas materi yang ada. Penugasan lanjutan dapat diberikan sebagai penguatan pemahaman.

Workshop Seni Budaya sebagai Strategi Pembelajaran BIPA

Belajar bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dilakukan secara integratif dalam kegiatan budaya, dalam bentuk workshop. Workshop budaya adalah sebuah kegiatan budaya yang diberikan dalam durasi waktu tertentu sebagai pengenalan budaya Indonesia yang dilakukan secara praktis dan hasilnya dapat dinikmati oleh pembelajar (Kusmiatun, 2018, p. 89). Beberapa workshop budaya yang dapat diberikan dan mengandung rasa ‘Indonesia’, misalnya: workshop musik tradisional, workshop tari tradisional, workshop kuliner nusantara, workshop olahraga/permainan tradisional, workshop alat musik tradisional, workshop pakaian adat tradisional, workshop acara adat, dan sebagainya.

Ekskursi sebagai Strategi Pembelajaran BIPA

Pandangan bahwa belajar tidak harus di dalam kelas juga berlaku untuk pembelajaran BIPA. Pembelajaran ke luar kelas akan memberikan penyegaran suasana bagi pembelajar. Hal ini dapat menghindarkan pembelajar dari kejenuhan. Belajar di luar kelas dengan mengunjungi beberapa objek disebut ekskursi. Ada beberapa ekskursi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran BIPA, yaitu: ekskursi budaya, ekskursi wisata, ekskursi akademika, dan ekskursi sosial (Kusmiatun, 2018, p. 91).

Metode Pembelajaran BIPA?

Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dapat diajarkan dengan menggunakan metode yang bervariasi mulai dari metode yang konvensional hingga metode yang menggunakan teknologi. Adapun jenis metode yang bisa digunakan dalam pembelajaran BIPA sebagai berikut (Syafryadin, et al., 2020):

1.        Metode Visualisasi Kosakata ABC

Merupakan metode yang dikembangkan dengan menerapkan penggunaan visualisasi kosakata untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat (Syafryadin, et al., 2020, p. 8).

2.        Metode Immersion Terintegrasi Budaya Indonesia

Proses mengintegrasikan budaya Indonesia ke dalam pembelajaran BIPA dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan memungkinkan pembelajar BIPA berinteraksi langsung dengan masyarakat Indonesia, metode pengajaran yang imersif dapat diadopsi. Immersion merupakan metode yang menekankan pada pengalaman peserta didik dalam situasi nyata (Syafryadin, et al., 2020, p. 12).

3.        Metode Dictogloss

Dictogloss adalah teknik pengajaran bahasa yang digunakan untuk mengajarkan struktur tata bahasa, yang dapat diimplementasikan di kelas dengan pasangan atau kelompok kecil di mana siswa mendengarkan teks pendek dan menulis kata-kata kunci dari teks yang mereka dengar, kemudian membahasnya dengan pasangan/kelompok dan merekonstruksi membuat teks dengan bahasa sendiri) teks berdasarkan kata-kata kunci yang telah didapat (Syafryadin, et al., 2020, p. 23).

4.        Metode Scramble

Scramble merupakan metode pembelajaran dimana siswa diajak untuk mencari jawaban dan memecahkan masalah yang ada dengan cara memberikan lembar soal dan lembar jawaban, serta tersedia alternatif jawaban. Scramble digunakan dalam permainan anak-anak, yang merupakan latihan untuk mengembangkan dan menambah wawasan tentang pemikiran kosa kata (Syafryadin, et al., 2020, p. 28).

5.        Metode Thieves

Metode THIEVES akan memandu siswa untuk mempratinjau teks secara efektif dengan menarik perhatian mereka pada elemen tekstual penting, dan membantu mereka membuat prediksi dan mengantisipasi makna (Syafryadin, et al., 2020, p. 35). Siswa menggunakan akronim THIEVES, yang merupakan singkatan dari:

T : Title (Judul)

H : Headings (Bagian dari judul)

I : Introduction (Pendahuluan)

E : Every first paragraph sentence (setiap kalimat pada paragraf)

V : Visuals and vocabulary (gambar dan kosakata)

E : End of chapter questions (Akhir bagian pertanyaan)

S : Summary (Ringkasan)

6.        Metode Mind Mapping

Pembelajaran berbasis konsep peta pikiran (mind map) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan konsep pembelajaran berpikir total komprehensif . Peta pikiran adalah cara inovatif dalam membuat catatan, sehingga kita dapat dengan mudah mengingat banyak informasi (Syafryadin, et al., 2020, p. 39).

7.        Metode Word Square

Metode pembelajaran melalui word square merupakan permainan yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan ketelitian serta mencocokan jawaban pada kotak-kotak tersebut. Dan huruf-huruf pada word square dapat dibaca secara vertikal, diagonal ataupun horizontal dan dapat dibaca terbalik serta di tambahkan kata-kata lain sebagai pengecoh (Syafryadin, et al., 2020, p. 45).

8.        Metode Round Robin

Metode Round-Robin merupakan salah satu metode pembelajaran kelompok atau cooperative learning yang dapat digunakan dalam pembelajaran BIPA. Metode ini adalah metode yang dapat meningkatkan partisipasi kelompoknya dalam belajar, baik itu berbicara, menulis, membaca dan mendengar (Syafryadin, et al., 2020, p. 48).

9.        Metode Talking Chips

Metode Talking Chips merupakan salah satu metode yang bisa digunakan dalam pembelajaran BIPA, khususnya untuk berbciara. Metode ini dikembangkan oleh Kagan (1992), dimana para pembelajar menggunakan chips dalam berbicara. Dalam hal ini, chips bisa berupa kertas, kancing baju atau bahan apa saja yang bisa digunakan untuk mencatat. Metode ini bisa digunakan untuk semua level BIPA dari level A, B, dan C. Metode ini juga merupakan salah satu metode dalam cooperative learning yang mana mengutamakan bekerja dalam kelompok (Syafryadin, et al., 2020, p. 51).

10.    Metode Respon Total Fisik

Total physical response adalah metode pembelajaran bahasa yang digunakan untuk mengekplor sejauh mana respon fisik yang diberikan siswa melalui instruksi-instruksi sederhana yang diberikan guru terkait pembelajaran bahasa yang dengan instruksi tersebut siswa dapat melakukan aksi atau aktivitas dalam proses pembelajaran bahasa (Syafryadin, et al., 2020, p. 55).

11.    Metode Langsung

Metode langsung merupakan metode pembelajaran yang memusatkan komunikasi atau penggunaan bahasa target yang mengalir secara alami dan tanpa mempermasalahkan bahasa ibu dari siswa, siswa bahasa. Direct method adalah metode yang menfokuskan perhatian pada cara penggunaan bahasa asing sebagai alat untuk komunikasi (Syafryadin, et al., 2020, p. 59).

12.    Metode Audio Lingual

Metode audio-lingual adalah metode pembelajaran bahasa yang diaplikasikan dengan mempelajari bahasa untuk membentuk kebiasaan berbahasa atau kebiasaan menggunakan bahasa tersebut. Salah satu ciri metode ini adalah menggunakan bahasa dalam dialog untuk setiap situasi komunikasi. Metode audio-lingual ini akan melatih keterampilan menyimak dan berbicara pada siswa yang mempelajari bahasa target. Selain keterampilan menyimak, siswa juga dapat meningkatkan kemampuan menyampaiakn pendapat, ide, atau argumentasi dari setiap dialog atau tindak komunikasi yang berlangsung (Syafryadin, et al., 2020, p. 64).

13.    Metode Desuggestopedia

Metode desuggestopedia adalah metode yang diberikan untuk menyelesaikan permasalahan psikologis siswa yang merasa tidak memiliki kemampuan untuk belajar bahasa atau sukses dalam meningkatkan kemahiran bahasa. Metode ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu topik berupa materi pembelajaran, kemudian siswa diberi pengantar yang berupa clue atau kata-kata kunci dari topik tersebut (Syafryadin, et al., 2020, p. 69).

14.    Metode Diam

Pada metode ini, yang lebih bayak berbicara atau beraktivitas dalam pembelajaran bahasa adalah siswa. Metode ini dilakukan dengan cara pengajar pemberi sedikit instruksi, kemudian meminta siswa atau siswa melakukan apa saja yang mereka bisa atau dapat lakukan terkait instruksi tersebut (Syafryadin, et al., 2020, p. 73).

15.    Metode Komunitas Pembelajaran Bahasa

Komunitas pembelajaran bahasa adalah metode yang digunakan dengan sudut pandang pendekatan pembelajaran konseling. Metode ini memandang bahwa siswa merupukan keseluruhan orang di mana guru atau pengajar tidak hanya memperhatikan intelegensi siswa, namun juga memiliki pemahaman tentang relasi antar-siswa, perasaan, reaksi fisik, reaksi perlindungan naluriah, dan keinginan untuk belajar dalam komunitas bahasa. Komunitas pembelajaran bahasa juga dapat diimplementasikan dengan cara membangun jejaring sosial antara guru atau dosen dan siswa-siswa/mahasiswa dalam kelompok (grup), namun bersifat personal (Syafryadin, et al., 2020, p. 78).

16.    Metode Grammar-Translation

metode grammar-translation adalah metode awal yang digunakan dalam mempelajari bahasa dengan pusat kajian pada tata bahasa atau unsur gramatikal. Fokus dari metode ini adalah penerjemahan teks-teks kalimat, tata bahasa (grammar) dan memperbanyak pembelajaran kosa kata (Syafryadin, et al., 2020, p. 84).

17.    Metode Tidak Langsung

Metode nondirective adalah metode pembelajaran yang menekankan kepada perintah-perintah dari peserta didik itu sendiri baik dari pikiran maupun perasaan yang dirasakan oleh pembelajar ketika berada di dalam kelas. Instruksi dan perintah tersebut dapat merangsang kemampuan berbicara pembelajar BIPA di kelas dengan cara mengemukaan opini dan pandangan secara konkret atau nyata (Syafryadin, et al., 2020, p. 90).

18.    Metode Drilling

Metode drilling adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara memberikan tugas tugas atau latihan latihan kepada siswa oleh guru dengan materi yang selaras dengan yang telah diajarkan sebelumnya dan diharapakan siswa mampu mengerjakannya, dapat mengembangkan pola pikir yang ada menjadi lebih baik dari sebelumnya dan memiliki keterampilan dari menyelesaikan tugas tugas yang diberikan tersebut (Syafryadin, et al., 2020, p. 94).

Teknik Pembelajaran BIPA?

1.    Teknik Mengajar Kosakata

Belajar kosakata pada dasarnya adalah upaya untuk mendapatkan penguasaan kata-kata bahasa Indonesia sebanyak mungkin sehingga akan meninjang kemahiran berbahasanya. Beberapa teknik mengajar kosakata adalah sebagai berikut ini yang dikombinasikan dengan permainan (Kusmiatun, 2018, p. 84), yakni:

a.    Teknik Ucap – Lakukan

b.    Teknik Ucap – Pegang

c.    Teknik Asosiasi Kata

d.   Teknik Induktif Kata Bergambar

e.    Permainan Scramble

f.     Permainan Teka Teki Silang

g.    Permainan Tebak Gambar

h.    Permainan Tebak Gaya

i.      Permainan Acak Kata

2.    Teknik Mengajar Tata Bahasa

Belajar tata bahasa, khususnya bagian afiksasi merupakan hal yang diakui oleh pembelajar BIPA sebagai materi yang tidak mudah. Pengajar memerlukan suatu cara untuk menyampaikan materi tata bahasa ini dengan teknik yang variatif dan menyenangkan. Secara integratif materi ini dapat juga masuk dalam berbagai materi keterampilan berbahasa, bahkan saling membutuhkan (Kusmiatun, 2018, p. 86). Berikut beberapa teknik mengajar tata bahasa, yakni:

a.       Teknik Terjemahan

b.      Teknik Kalimat Rumpang

c.       Teknik Baca dan Temukan

3.    Teknik Mengajar Berbicara-Menyimak

Berbicara dan menyimak adalah dua jenis keterampilan berbahasa yang sangat dekat dan sangat erat berkaitan. Keduanya dapat dibelajarkan secara bersama meskipun kadang fokus kajian dapat mengarah pada salah satunya. Berikut beberapa teknik belajar yang dapat dimanfaatkan untuk keterampilan berbicara dan mendengarkan/menyimak (Kusmiatun, 2018, p. 87), yakni:

a.       Teknik Ucap – Tirukan

b.      Teknik Mendengar – Menyanyikan Lagu

c.       Teknik Simak – Diskusikan

d.      Teknik Bertelepon

e.       Teknik Pidato Singkat

f.       Teknik Debat

g.      Teknik Karaoke

h.      Teknik “Jika Aku Menjadi ....”

i.        Teknik Wawancara

4.    Teknik Mengajar Membaca

Dalam membaca pemahaman, panjang dan kompleksitas teks disesuaikan tingkat kemampuan pebelajar. Makin tinggi level belajarnya makin kompleks teks bacaan yang diberikan. Jumlah kosakata dalam teks juga menyesuaikan pebelajarnya. Biasanya di bagian bawah bacaan akan diberikan penguatan kosakata atau kata khusus (istilah). Beberapa teknik belajar dalam kaitannya kemampuan membaca untuk pebelajar BIPA (Kusmiatun, 2018, p. 88) adalah sebagai berikut:

a.       Teknik Membaca Proses

b.      Teknik Jawab Pertanyaan Bacaan

c.       Teknik Diskusi

d.      Teknik Membaca Berantai

e.       Teknik Menceritakan Kembali

f.       Teknik Baca – Tutup – Parafrase

g.      Teknik Meresume

h.      Teknik Meresensi

5.    Teknik Mengajar Menulis

Keterampilan menulis adalah keterampilan berbahasa yang biasanya cenderung mudah dikuasai oleh pebelajar asing dalam belajar bahasa baru. Hanya saja menulis sesuai kaidah yang benar bukan sesuatu yang mudah juga. Kebanyakan para pebelajar menulis dengan gaya bahasa lisan. Ada berbagai jenis tulisan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, report, recount, dan sebagainya). Berbagai jenis penulisan itu dapat menguatkan pemerolehan bahasa Indonesia bagi pebelajar BIPA. Berikut ini beberapa teknik belajar menulis yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis dalam kelas BIPA (Kusmiatun, 2018, pp. 88-89), yakni:

a.       Teknik Buat Kartu Nama

b.      Teknik Dikte

c.       Teknik Cerita Biografi/Autobiografi

d.      Teknik Resep Makanan

e.       Teknik Deskripsi Gambar

f.       Teknik Menulis Ping Pong

g.      Teknik Menulis Berantai

h.      Teknik Menulis Cerita Bergambar

i.        Teknik Rangsang Imajinasi

DAFTAR RUJUKAN

Kusmiatun, A. (2018). Mengenal BIPA ((Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) dan Pembelajarannya (Cetakan Ketiga ed.). Yogyakarta: Penerbit K-Media.

Syafryadin, Yuniarti, V., Wijaya, A. S., Wardani, N., Haryani, Oktariza, et al. (2020). Metode Pengajaran BIPA. Jakarta: Halaman Moeka Publishing.

 

MEDIA DAN EVALUASI PEMBELAJARAN BIPA

28 November 2023 19:14:00 Dibaca : 542

MEDIA DAN EVALUASI PEMBELAJARAN BIPA

 

Fungsi media pembelajaran?

Fungsi media pembelajaran secara garis besar dapat disimpulkan sebagai perantara informasi, pencegah terjadinya hambatan dalam proses pembelajaran, penstimulus motivasi siswa dan guru dalam proses pembelajaran, dan memaksimalkan proses pembelajaran (Hasan, et al., 2021, p. 41).

 

Manfaat media pembelajaran?

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien (Kristanto, 2016, p. 12). Secara rinci, manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.        Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

2.        Mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang.

3.        Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau terlalu kecil.

4.        Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung.

5.        Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar ditangkap.

6.        Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati.

7.        Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak/sukar diawetkan.

8.        Dengan mudah membandingkan sesuatu.

9.        Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat.

10.    Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat.

11.    Mengamati gerakan-gerakan sesuatu yang sukar diamati secara langsung.

12.    Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat.

13.    Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang/lama.

14.    Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu obyek secara serempak.

15.    Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing-masing (Kristanto, 2016, p. 13).

 

Peran media dalam pembelajaran BIPA?

Media mempunyai manfaat besar dalam pembelajaran BIPA agar pembelajaran dapat menarik dan memotivasi pembelajar. Motivasi akan menjadikan pembelajar bersemangat dan senang belajar. Motivasi akan menjadikan hidupnya interaksi karena pembelajar terangsang untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Media juga bermanfaat untuk mempermudah pembelajar dalam memahami materi. Media dapat berupa gambar, realia, suara, atau stimulus lainnya yang dapat memudahkan pemahaman materi bagi pembelajarnya. Media dapat dimanfaatkan sebagai jembatan pemahaman lintas budaya juga. Melalui media pembelajaran akan budaya yang berbeda dapat diberikan dan pembelajar dapat lebih mengerti akan hal itu. Pembelajaran akan menjadi lebih efektif dan sesuai dengan sasarannya.

Pengajaran BIPA diselenggarakan dalam iklim pembelajaran multikultural. Oleh karena itu, media pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai penyampai materi kebahasaan namun juga sebagai sarana pengantar pemahaman budaya Indonesia. Dengan demikian, peran media pembelajaran BIPA antara lain: (1) penyampai materi kebahasaan; (2) penstimulus ide bagi pembelajar untuk memproduksi bahasa lisan dan tulis, (3) penumbuh minat dan motivasi belajar, media yang interaktif akan menambah semangat pembelajar untuk terlibat dalam segala proses pembelajaran baik individu maupun kelompok; dan (4) pendukung pemahaman lintas budaya (Kusmiatun, 2018, p. 99).

 

Media dalam Pembelajaran BIPA?

Berbagai media yang dapat digunakan dalam pembelajaran BIPA selama ini berupa gambar, karikatur, foto, teks otentik, rekaman audio, rekaman audiovisual, media berbasis HP, media berbasis komputer, sosial media (facebook, twitter, skype, dan lainnya), lingkungan, permainan tradisional, lagu, dan sebagainya. Pengajar juga merupakan media langsung yang potensial. Pengajar merupakan media yang berupa visual dan verbal. Pengajar menjadi model dalam berbahasa. Apa yang diucapkan dan bagaimana cara mengucapkan bahasa Indonesia oleh guru dapat menjadi model bagi pembelajar. Pengajar yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga mempunyai gaya berbicara yang sesuai daerahnya. Logat dan gaya berbahasa para pengajar ini menjadi cerminan budaya yang menjadi bagian dalam pembelajaran BIPA. Pembelajaran BIPA yang diselenggarakan di Indonesia akan lebih mudah menemukan media belajar daripada BIPA yang diselenggarakan di luar negeri. Ada banyak pilihan dalam memilih media yang sesuai materi yang diberikan. Lingkungan penutur asli bahasa Indonesia menjadi sebuah media, terutama dengan adanya interaksi langsung dengan para penutur asli bahasa Indonesia. Media dalam pembelajaran BIPA digunakan pengajar untuk membantu terlaksananya pembelajaran yang menarik dan tepat guna. Namun demikian, tiap media memiliki kelemahan dan kelebihan dalam praktik (Kusmiatun, 2018, p. 101).

Contoh media pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran BIPA, tergambar dalam beberapa jurnal penelitian berikut:

1.      Pengembangan Media Pembelajaran BIPA Tingkat Menengah Melalui E-Book Interaktif di Program in country Universitas Negeri Malang Tahun 2014 (Megawati, 2014).

2.      Media Wayang Mini dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bagi Pemelajar BIPA A1 Universitas Ezzitouna Tunisia (Widianto, 2017).

3.      Pengembangan Film Seri Animasi 3D “Cerita Made” sebagai Media Pembelajaran BIPA di Universitas Pendidikan Ganesha (Widiatmika, Darmawiguna, & Putrama, 2019).

4.      Pengembangan Media Pembelajaran Dadu Bergambar untuk Keterampilan Berbicara Mahasiswa BIPA Tingkat Menengah (Violensia, 2020).

5.      Pengembangan Kamus Bergambar Berwawasan Cinta Indonesia Berbasis Aplikasi Android Sebagai Media Pembelajaran Bagi Mahasiswa Penutur Asing (Putri & Yuniawan, 2017).

6.      Pemanfaatan Lagu Daerah Nusantara sebagai Media Pembelajaran BIPA Berbasis Local Indigenous (Wulandari, Zamzani, & Nurhadi, 2022).

7.      Pemanfaatan Media Digital G Suite For Education dalam Pembelajaran BIPA Jarak Jauh di University of Vienna (Septriani, 2022).

 

Evaluasi Pembelajaran BIPA?

Tujuan pengajaran BIPA sebagaimana tujuan pengajaran lainnya meliputi ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Oleh sebab itu, model evaluasi yang diterapkan dalam BIPA juga harus mengacu pada ketiga ranah tersebut. Bila tidak demikian, pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dari pebelajar tidak dapat diketahui dengan pasti. Padahal, kepastian hasil evaluasi inilah yang dijadikan titik tolak untuk menentukan kebijakan selanjutnya. Bentuk alat ukur evaluasi dapat berupa tes dan nontes. Bentuk alat ukur yang berupa tes dapat digunakan untuk menguji kompetensi (1) struktur dan ekspresi tulis, (2) kosakata dan membaca, serta (3) menyimak. Nontes digunakan untuk menguji kompetensi (1) berbicara dan (2) menulis dengan bentuk penugasan. Melalui pengamatan, pengukuran kompetensi berbicara dan menulis dilakukan. Untuk melakukan penskoran digunakan lembar pengamatan yang dilengkapi skala berjenjang. Semua bentuk evaluasi tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pembelajaran BIPA (Muliastuti, 2010, p. 2).

Tes dalam pengajaran BIPA juga dapat dikelompokkan atas tes kebahasaan dan tes keterampilan berbahasa. Bidang kebahasaan terdiri dari sub-bidang ucapan/ejaan, kosakata, dan struktur. Bidang kecakapan berbahasa meliputi: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pemisahan tersebut dalam praktiknya tidak mutlak sebab di dalam keempat kecakapan berbahasa itu diterapkan ucapan, kosakata, dan struktur (Muliastuti, 2010, p. 3).

1.    Evaluasi Kebahasaan

a)    Tes Ucapan dan Ejaan

Untuk siswa BIPA, tes ucapan dan ejaan merupakan bagian tes penting mengingat tanpa penguasaan dua hal tersebut komunikasi akan terhambat. Kendala yang dialami para siswa BIPA pada kedua aspek ini biasanya adalah kebiasaan dalam B1 yang akan terbawa ke dalam bahasa Indonesia yang sering kita sebut dengan istilah interferensi. Namun demikian, pengajar BIPA hendaknya tetap melakukan tes tersebut untuk dapat mengetahui kompetensi siswa dalam ucapan dan ejaan (Muliastuti, 2010, p. 4).

b)   Tes Kosakata

Dalam pengajaran BIPA, tes kosakata tentu harus disesuaikan dengan tematema yang telah dikuasai siswa. Setiap kosakata terkait dengan tema-tema tertentu. Tes kosakata yang tidak relevan dengan tema yang telah dikuasai siswa akan menimbulkan frustasi pada siswa. Jika siswa telah menguasai tema hukum, maka kosakata yang terkait dengan bidang hukum dapat diujikan. Namun, untuk siswa BIPA tingkat dasar yang tentunya masih berhubungan dengan tema-tema yang dekat dengan kehidupannya (tema konkret) akan sulit mengerjakan tes kosakata tersebut (Muliastuti, 2010, p. 5).

c)    Tes Struktur (Tata Bahasa)

Bagi siswa BIPA, keterkaitan konteks dengan tes akan memudahkan siswa berpikir untuk memilih kosakata atau kalimat yang tepat. Tanpa hal tersebut, siswa akan sangat sulit mengerjakan tes tersebut. Di samping itu, terintegrasinya tes bahasa dengan keterampilan berbahasa akan sangat membantu siswa dalam berkomunikasi lisan maupun tulisan, mengingat tujuan siswa BIPA adalah belajar berbahasa bukan bertata bahasa (Muliastuti, 2010, p. 5).

2.    Evaluasi Keberbahasaan

a)    Tes Menyimak/ Mendengarkan

Pada umumnya, tes menyimak selalu dilakukan dengan media audio atau audiovisual. Yang harus diingat oleh para pengajar BIPA adalah pembicara yang terekam pada media tersebut harus jelas baik suara, lafal, dan intonasinya. Rekaman yang buruk akan menyebabkan hasil tes tidak valid. Sebelum tes, pengajar harus terlebih dahulu menyiapkan perangkat tes dengan baik sehingga tes dapat berjalan lancar (Muliastuti, 2010, p. 6).

b)   Tes Berbicara

Tes berbicara dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya : tes jawaban terbatas, teknik terbimbing, dan wawancara.Tentu saja semua itu dilaksanakan secara lisan dan individual. Namun, dapat juga tes berbicara dilaksanakan secara tertulis dengan bentuk objektif yang dapat menunjukkan bukti-bukti tidak langsung mengenai kemampuan berbicara seseorang (Muliastuti, 2010, p. 7).

c)    Tes Membaca

Bentuk soal tes dapat berupa soal tes objektif dengan jawaban benar-salah, jawaban singkat, dan pilihan ganda dengan berbagai variasinya. Karena tes ini berlaku untuk membaca pemahaman, secara umum teknik mengetesnya adalah memberikan kutipan yang berisi masalah kepada peserta dan mengetes ketepatan pemahaman mereka. Semua tes tentu saja dilaksanakan secara tertulis; dengan demikian, ketepatan ucapan, intonasi, dan kelancaran tidak diperhitungkan (Muliastuti, 2010, p. 8).

d)   Tes Menulis

Bagi pengajar BIPA, kedua bentuk tes hendaknya digunakan untuk dapat mengukur kemampuan menulis siswa. Tes essai maupun tes objektif dapat digunakan baik untuk siswa BIPA tingkat dasar, menengah, maupun mahir. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya adalah tes harus mengukur sesuai tujuan. Jika pengajar akan mengukur kemampuan menulis narasi siswa, tentunya tes bentu essai yang lebih tepat digunakan. Sedangkan tes objektif akan sulit mengukur ranah psikomotor untuk kemampuan menulis (Muliastuti, 2010, p. 9).

 

Kriteria tes BIPA?

Untuk dapat menyusun tes BIPA yang baik, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan pengajar. Dalam ilmu pendidikan,kriteria tersebut disebut dengan istilah validitas dan reliabilitas. Dalam tes BIPA, hal tersebut pun wajib menjadi perhatian pengajar. Sebagai alat ukur, tes harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya validitas, reliabilitas, dan kepraktisan. Validitas menunjukkan apakah suatu alat ukur benar-benar mengukur sesuatu yang harus diukur dengan hasil yang tepat. Reliabilitas adalah ketetapan sampel. Reliabilitas dapat diuji dengan berbagai cara; salah satu di antaranya yang paling mudah adalah tes-ulang (retest); cara yang lain adalah tes bentuk lain (alternate form) dan belah-dua (split-half). Kepraktisan menyangkut segi ekonomi, kemudian administrasi, penyekoran, dan interpretasi (Muliastuti, 2010, pp. 9-10).

 

Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk penyusunan tes BIPA?

1.    Analisis tujuan siswa belajar BIPA;

2.    Persiapkan silabus, materi, dan media sesuai tujuan belajar

3.    Susun kisi-kisi tes sesuai tujuan pokok bahasa yang telah ada pada silabus

4.    Siapkan tes dengan jenis yang sesuai dengan aspek yang akan diukur

5.    Menulis soal sesuai dengan kisi-kisi tes;

6.    Uji coba soal agar valid dan reliabel (Muliastuti, 2010, p. 10).

 

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M., Milawati, Darodjat, Harahap, T. K., Tahrim, T., Anwari, A. M., et al. (2021). Media Pembelajaran. Klaten: Tahta Media Group.

Kristanto, A. (2016). Media Pembelajaran. Surabaya: Penerbit Bintang Surabaya.

Kusmiatun, A. (2018). Mengenal BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Penerbit K-Media.

Megawati, C. (2014). Pengembangan Media Pembelajaran BIPA Tingkat Menengah Melalui E-Book Interaktif di Program in country Universitas Negeri Malang Tahun 2014. NOSI, 2(1) , 62-70.

Muliastuti, L. (2010). Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing. Semiloka Nasional Pengujian Bahasa Pusat Bahasa (pp. 1-13). Jakarta: Pusat Bahasa Kemendiknas.

Putri, N. A., & Yuniawan, T. (2017). Pengembangan Kamus Bergambar Berwawasan Cinta Indonesia Berbasis Aplikasi Android Sebagai Media Pembelajaran Bagi Mahasiswa Penutur Asing. Lingua, 13(1) , 60-67.

Septriani, H. (2022). Pemanfaatan Media Digital G Suite For Education dalam Pembelajaran BIPA Jarak Jauh di University of Vienna. Jurnal Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (JBIPA), 3(2) , 70-77.

Violensia, I. (2020). Pengembangan Media Pembelajaran Dadu Bergambar untuk Keterampilan Berbicara Mahasiswa BIPA Tingkat Menengah. BASINDO: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya, 4(1) , 87-93.

Widianto, E. (2017). Media Wayang Mini dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bagi Pemelajar Bipa A1 Universitas Ezzitouna Tunisia. Kredo: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, 1(1) , 120-143.

Widiatmika, M., Darmawiguna, I., & Putrama, I. (2019). 3. Pengembangan Film Seri Animasi 3D “Cerita Made” sebagai Media Pembelajaran BIPA di Universitas Pendidikan Ganesha . KARMAPATI (Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika), 8(1) , 22-32.

Wulandari, A., Zamzani, & Nurhadi. (2022). Pemanfaatan Lagu Daerah Nusantara sebagai Media Pembelajaran BIPA Berbasis Local Indigenous. Jurnal Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (JBIPA), 4(2) , 156-167.

 

PEMBELAJARAN MULTILITERASI DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ABAD 21

28 November 2023 19:11:58 Dibaca : 812

A.  PEMBELAJARAN MULTILITERASI

Multiliterasi adalah konsep pendidikan dan pembelajaran yang bersifat multibudaya, multikonteks, dan multimedia yang dapat digunakan dalam kurikulum apapun yang berlaku di Indonesia. Melalui implementasi pembelajaran multiliterasi, siswa diajarkan sehingga mereka akan beroleh multikompetensi. Hal ini ditunjang pula oleh kenyataan bahwa pembelajran multiliterasi bukan sekedar bertemali dengan pembelajran literasi bahasa melainkan dengan pembelajaran literasi bidang ilmu lainnya, seperti literasi sains, literasi matematis, literasi seni, literasi teknologi, dan literasi-literasi lainnya (Abidin, 2015, p. 1).

Model pembelajaran multiliterasi adalah model pembelajaran yang dikaitkan dengan penggunaan berbagai macam sumber pembelajaran serta menempatkan keempat keterampilan berbahasa seefisien mungkin dan diintegrasikan dengan ilmu pengetahuannya (Rahman & Damaianti, 2019, p. 29).

Model multiliterasi merupakan pembelajaran yang menempatkan kemampuan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara seefisien mungkin untuk meningkatkan kemampuan berpikir meliputi kemampuan mengkritisi, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dari berbagai sumber dalam berbagai ragam disiplin ilmu dan kemampuan mengkomunikasikan informasi tersebut. keterampilan yang harus dikuasai agar tercipta pembelajaran multiliterasi adalah kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, kemampuan menulis yang baik, keterampilan berbicara, dan keterampilan menguasai berbagai media digital. Keterampilan-keterampilan tersebut tidak akan terlepas dari penguasaan literasi dan integrasi bahasa (Abidin, 2015, p. 247).

Morocco dalam Yunus Abidin (2015:182) menyatakan bahwa dalam abad ke dua puluh satu ini kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh manusia adalah kompetensi abad ke-21. Kompetensi belajar dan berkehidupan dalam abad ke-21 ini ditandai dengan empat hal penting yakni:

1.    Kompetensi pemahaman yang tinggi

Merupakan kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk memiliki pemahaman tentang berbagai ilmu pengetahuan.

2.    Kompetensi berpikir kritis

Merupakan kemampuan mendayagunakan daya pikir dan daya nalar seseorang sehingga mampu mengkritisi berbagai fenomena yang terjadi disekitarnya.

3.    Kompetensi berkolaborasi dan berkomunikasi

Merupakan kemampuan yang berhubungan dengan kesanggupan seseorang untuk berkerja sama dan berinteraksi dengan orang lain.

4.    Kompetensi berpikir kreatif

Merupakan kemampuan yang berhubungan dengan kesanggupan seseorang untuk menghasilkan gagasan, proses maupun produk yang bernilai lebih, unik dan memiliki sifat kebaruan.

Berdasarkan paparan diatas, terdapat keterhubungan keempat kompetensi abad ke-21 tersebut. Dan multilitersi merupakan daerah inti kompetensi yang mendukung pengembangan dan penggunaan empat kompetensi lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, agar mampu terlibat dalam berbagai kegiatan inkuiri kritis dan pengembangan keempat kompetensi abad ke-21 yang lain diperlukan keterampilan multiliterasi.

Secara lebih lanjut Marocco dalam Yunus Abidin (2015:184) menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan multiliterasi yang harus dikuasai agar mampu mendukung dan mengembangkan keempat kompetensi abad ke-21 meliputi empat keterampilan yang menunjukkan bahwa penguasaan literasi apapun tidak bisa lepas dari konsep literasi dalam bidang ilmu keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan tersebut yaitu sebagai berikut:

1.    Keterampilan membaca pemahaman yang tinggi

Sejalan dengan esensi keterampilan membaca yang berfungsi sebagai salah satu jalan dalam meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan. Sehingga lebih lanjut, keterampilan ini berhubungan erat dengan kemampuan menyerap berbagai informasi dri berbagai sumber sehingga seseorang yang memiliki keterampilan ini akan secara tepat memahami informasi tersebut dan akan berujung pada berkembangnya khazanah keilmuan yang dimilikinya.

2.    Keterampilan menulis yang baik untuk membangun dan mengekspresikan makna

Keterampilan ini bertujuan untuk menghasilkan gagasan kritis kreatif atas pengetahuan yang sudah dimiliki. Kegiatan menulis tidak hanya berfungsi sebagai sarana menyalurkan ide orang lain melainkan sarana untuk menyalurkan ide siswa sendiri sehingga pemahamannya atas sesuatu hal akan semakin meningkat.

3.    Keterampilan berbicara secara akuntabel

Keterampilan ini merupakan kemampuan memproduksi ide secara lisan dengan isi yang berbobot dan saluran penyampaian yang tepat. Sangat berguna untuk berbagai kepentingan baik dalam hal menyampaikan ide, memengaruhi dan meyakinkan orang lain, maupun menghibur orang lain.

4.    Keterampilan menguasai berbagai media digital

Keterampilan ini berhubungan dengan kesanggupan menguasai berbagai teknologi digitl yang berkembang pesat dan telah menjadi kebutuhan sehari-hari dalam kehidupan. Melalui media digital ini, informasi dapat secara cepat dan akurat disajikan. Selain itu, media digital ini memberikan berbagai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga melalui penguasaan keterampilan ini diharapkan berbagai pengaruh buruk dapat diantisipasi dan pengaruh positifnya dapat dimanfaatkan secara tepat guna dan tepat sasaran.

Keempat keterampilan yang mendukung kompetensi multiliterasi diatas merupakan keterampilan berbahasa yang difungsikan sebagai sarana menguasai berbagai disiplin ilmu dan bukan semata-mata untuk menguasai disiplin ilmu bahasa saja. Hal ini harus disadari bahwa apapun yang dipahami melalui membaca, yang dimaknai dan diekspresikan melalui menulis, dan dikomunikasikan melalui berbicara bisa berupa pengetahuan apa saja di luar pengetahuan tentang bahasa. Oleh karena itu, kemampuan multiliterasi ini dikenal dengan istilah kemampuan literasi lintas bidang ilmu atau kemampuan literasi interdisiplin ilmu.

Bertemali dengan kenyataan bahwa kompetensi multiliterasi merupakan inti kompetensi yang dapat digunakan untuk mendukung dan mengembangkan keempat kompetensi lainnya, konsep literasi bahasa dapat digunakan sebagai kerangka kerja pembelajaran berbagai bidang ilmu. Sejalan dengan hal ini, muncullah istilah dukungan literasi yang dapat disejajarkan dengan istilah pembelajaran multiliterasi.

B.  KONSEP PEMBELAJARAN ABAD 21

Peserta didik yang hidup pada abad 21 harus menguasai keilmuan, berketerampilan metakognitif, mampu berpikir kritis dan kreatif, serta bisa berkomunikasi atau berkolaborasi yang efektif, keadaan ini menggambarkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan (Greenstein, 2012).

Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, pendidik harus memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat pada pendidik menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pola pembelajaran yang tradisional bisa dipahami sebagai pola pembelajaran dimana pendidik banyak memberikan ceramah sedangkan peserta didik lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal.

Konsep Pembelajaran Abad 21 adalah membuat lulusan memiliki kompetensi dalam menguasai keterampilan berpikir, komunikasi yang kompleks dan menyelesaikan masalah yang sangat penting sesuai dengan kebutuhan dinamika global saat ini. Selain itu keterampilan kolaborasi dan kreatifitas juga dibutuhkan anak-anak muda untuk menghadapi kompleksnya perkembangan dunia yang pesat. Pendidikan abad 21 merupakan pendidikan yang mengintegrasikan antara kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta penguasaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi (Chairunnisak, 2019).

Perbedaan pembelajaran abad 21 dengan pembelajaran sebelumnya:

PEMBELAJARAN SEBELUMNYA PEMBELAJARAN ABAD 21

v  Berpusat pada guru

v  Pembelajaran langsung

v  Menekankan Pengetahuan

v  Berorientasi pada Isi/materi

v  Berkaitan dengan Ketrampilan dasar

v  Penekanan  pada Teori

v  Akademik

v  Individual

v  Berlangsung di Ruang kelas

v  Penilaian sumatif

v  Belajar demi sekolah

v  Berpusat pada siswa

v  Pembelajaran kolaboratif

v  Menekankan ketrampilan

v  Berorientasi pada proses

v  Berpikir tingkat tinggi

v  Menekankan Praktik

v  Life Skills

v  Kelompok

v  Berlangsung dalam komunitas

v  Penilaian formatif

v  Belajar demi hidup

Adapun keterampilan abad 21 yang dibutuhkan siswa:

1.      Kualitas karakter

2.      Kompetensi

3.      Keterampilan literasi dasar

C.  PEMBELAJARAN MULTILITERASI DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ABAD 21

Model pembelajaran multiliterasi merupakan model pembelajaran yang mengoptimalkan keterampilan-keterampilan multiliterasi dalam mewujudkan situasi pembelajaran saintifik proses. Keterampilan-keterampilan multiliterasi yang digunakan yakni keterampilan membaca, keterampilan menulis, keterampilan berbicara dan keterampilan penguasaan media informasi dan komunikasi. Bertemali dengan definisi ini, perlu diketahui dimensi apa yang terkandung dalam keempat keterampilan tersebut yang bisa difungsikan untuk mengembangkan kemampuan belajar siswa. Berdasarkan aspek tersebut barulah akan terbentuk kerangka dasar multiliterasi.

Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan multiliterasi menuntut pembelajaran hendaknya dilakukan dengan berdasarkan pada pengembangan kemampuan untuk berpikir tingkat tinggi. Upaya ini bermaksudkan agar keterampilan membaca yang dikembangkan dapat sesuai dengan isi materi pelajaran lain yang memang dikemas secara lebih terpola dan sistematis. Guna mencapai kondisi ini, ada beberapa sub keterampilan membaca yang harus diperhatikan agar keterampilan membaca berfungsi bagi penguasaan materi berbagai mata pelajaran. Beberapa subketerampilan membaca tersebut sebagai berikut:

1.    Keterampilan memilih strategi membaca yang tepat

Subketerampilan membaca ini menyatakan siswa agar menggunakan berbagai strategi pembelajaran membaca yang sesuai dengan is materi yang akan dibacakan. Penggunaan berbagai strategi ini agar mendorong siswa memiliki kemampuan metakognisi sehingga nantinya siswa mampu menemukan strategi membaca yang paling tepat sesuai dengan isi materi pelajaran yang dibacanya.

2.    Keterampilan memahami organisasi teks

Subketerampilan membaca ini menuntut siswa agar terampil memahami struktur berbagai jenis tulisan yang dibacanya. Subketerampilan membaca ini dapat dikembangkan melalui pelibatan siswa secaralangsung dalam dalam membangdingkan pola-pola organisasi berbagai jenis wacana sehingga mereka mengetahui bagaimana teks sains dikemas, teks ilmu sosial diorganisasikan, dan teks matematika disajikan.

3.    Keterampilan mengkritisi teks

Subketerampilan membaca ini menuntut siswa agar terbiasa menguji dan mengkritisi kebenaran sebuah teks, akurasi sumber bacaan, dan kelengkapan teks dalam mata pelajaran sains, subketerampilan dapat terbentuk jika siswa secara langsung melakukan penelitian atau eksperimen sehingga berdasarkan eksperimen tersebut siswa mengetahui kebenaran, keakuratan, dan kelengkapan tersebut.

4.    Keterampilan membangun makna kata.

Subketerampilan membaca ini menuntut pemahaman siswa atas makna kata-kata tertentu yang biasanya digunakan dalam mata pelajaran tertentu. Berdasarkan konsep ini, siswa harus dibiasakan menggali makna kata dan istilah sebelum mereka melakukan kegiatan membaca.

Keterampilan menulis sebagai bagian dari keterampilan multiliterasi menghendaki siswa mengekspresikan ide dan gagasannya dalam bentuk tertulis. Isi tulisan yang dibuat siswa tentu saja akan sangat beragam sesuai dengan isi materi yang dipelajarinya. Berdasarkan kondisi ini siswa harus memahami organisasi teks sehingga mampu menulis dengan menggunakan pola pengembangan tulisan yang benar untuk setiap materi yang berbeda.

Bertemali dengan penggunaan keterampilan menulis untuk mengembangkan empat kompetensi abad ke-21, keterampilan ini akan bermanfaat jika diterapkan dengan memerhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1.    Kegiatan menulis harus digunakan sebagai sarana memahami teks.

2.    Keterampilan menulis harus digunakan untuk mengkritisi isi bacaan.

3.    Tulisan yang dihasilkan hendaknya jelas sesuai dengan jenis, tujuan dan sasarannya.

Penggunaan keterampilan berbicara untuk mendukung kompetensi abad ke-21 harus dilakukan melalui penggunaan berbicara sebagai sarana berpikir kritis dan rasional dalam mengungkapkan berbagai ide dan gagasan yang dimilikinya. Dalam konteks ini jenis-jenis keterampilan berbicara yang dapat digunakan antara lain debat, diskusi, presentasi, dan jenis percakapan lain yang relevan.

Berdasarkan konsep diatas, penerapan keterampilan berbicara dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1.    Berbicara hendaknya digunakan sebagai sarana memaknai teks.

2.    Berbicara hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan giliran peran sehingga terjalin komunikasi efektif.

3.    Berbicara hendaknya digunakan sebagai sarana berpikir kritis melalui kegiatan berdiskusi, berdebat, dan atau kegiatan berbicara lainnya.

4.    Berbicara hendaknya tetap dilaksanakan dalam koridor etika berbicara sehingga akan terjalin komunkasi efektif.

5.    Berbicara hendaknya disertai kesempatan pascaberbicara yang bersifat terbuka, kritis, dan juga etis.

Penguasaan media dan media digital sebagai alat pendukung penguasaan kompetensi abad ke-21 dapat memainkan peran pentingnya jika berbagai media ini dijadikan alat berpikir kritis dan digunakan dalam berbagai kegiatan inkuiri yang dilakukan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2015). Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama.

Chairunnisak. (2019). Implementasi Pembelajaran Abad 21 di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pendidikan Pascasarjana UNIMED (pp. 351-359). Medan: Unimed.

Greenstein, L. (2012). Assessing 21st Century Skills:a guide to evaluating mastery and authentic learning. London: Sage Publications Ltd.

Rahman, F. A., & Damaianti, V. S. (2019). Model Multiliterasi Kritis dalam Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar. Jurnal pendidikan dasar, 10(1), 27-34.