laporan mikrobiologi 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya mikroba yang hidup di alam terdapat dalam bentuk populasi. Mikroorganisme tersebut tersebar luas di dalam lingkungan baik di tanah, air, maupun udara. Keberadaan mikroorganisme baru dapat kita rasakan melewati makanan yang kita konsumsi dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan umumnya tercemar oleh berbagai mikroorganisme.
Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga sebagai sumber makanan bagi perkembangan mikroorganisme. Pertumbuhan atau perkembangan mikroorganisme dalam makanan sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia.
Untuk itu perlunya isolasi maupun permurnian untuk mendapatkan mikroorganisme tersebut. Populasi yang besar dan kompleks dengan berbagai mikroba terdapat dalam tubuh manusia termasuk dimulut, saluran pencernaan dan kulit. Berikut akan diuraikan teknik isolasi mikroba.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum isolasi mikroba yaitu untuk mengetahui bagaimana cara mengisolasi mikroba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya media padat, sel-sel mikroba akan membentuk koloni sel yang tetap pada tempatnya (Nur et al, 2007).
Dikenal beberapa cara atau metode untuk memperoleh biakan campuran. Dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah metode cawan gores dan cawan tuang. Yang didasarkan pada prinsip pengenceran dengan maksud untuk memperoleh speies individu. Dengan anggapan bahwa setiap koloni dapat terpisah dari satu jenis sel yang dapat diamati.
Sel-sel mikroba sulit dipisahkan secara individu karena terlalu kecil dan tidak tetap tinggal di tempatnya. Akan tetapi bila sel-sel itu dipisahkan dengan cara pengenceran, kemudian ditumbuhkan dalam media padat dan dibiarkan membentuk koloni, maka sel-sel tersebut selanjutnya dapat diisolasi dalam tabung-tabung reaksi atau cawan petri-cawan petri yang
terpisah (Dwidjoseputro,1980).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mengisolasi mikroorganisme menurut Dwidjoseputro, (1980) adalah sebagai berikut :
1. Sifat dan jenis mikroorganisme
2. Habitat mikroorganisme
3. Medium pertumbuhan
4. Cara menginokulasi dan inkubasi
5. Cara mengidentifikasi
6. Cara pemeliharaannya
Ada dua cara metode mengisolasi mikroba yaitu :
1. Metode Goresan (Streak Plate Method)
Metode ini mempunyai dua keuntungan yaitu menghemat bahan dan waktu. Apabila metode ini dilakukan dengan baik akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme yang diinginkan. Cara ini pada dasarnya adalah menggoreskan suspensi dari bahan atau substrat yang akan diisolasi mikrobanya pada permukaan medium agar sesuai. Setelah diinkubasi selama 2 x 24 jam, maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah yang setiap koloni diasumsikan berasal dari satu klon atau satu sel atau satu spora, sehingga dapat diisolasi lebih lanjut untuk pemurnian dengan menggunakan medium selektif, kemudian diidentifikasi.
2. Metode Tuang (Pour Plate Method)
Cara ini pada dasarnya adalah mengencerkan specimen berupa populasi campuran mikroorganisme dalam medium agar yang sedang mencair (Suhu sekitar 450C) yang kemudian dituang kecawan petri dan diinkubasi. Karena konsentrasi sel-sel mikroba didalam spesimen tidak diketahui sebelumnya maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang-kurangnya satu diantara cawan tersebut mengandung koloni-koloni terpisah di atas atau didalam agar. Setelah itu diinkubasi selama 2 x 24 jam.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum isolasi mikroba dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016, bertempat di Laboratorium kantor BPTPH Provinsi Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
• Cawan petri
• Pipet volume
• Tabung reaksi
• Bunsen
• Jarum ose
• Batang pengaduk
3.2.2 Bahan
• Media PDA dan NA
• Aquades
• Alkohol
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Cara Kerja Metode Goresan
1. Siapkan alat dan bahan yang sudah steril
2. Sterilkan tangan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% secara menyeluruh ke telapak tangan sampai lengan
3. kemudian ambil tanah sebanyak 1 gram. Sampel tanah 1 gram kemudian dimasukan kedalam erlenmeyer berisi akuades, kocok sampai tercampur rata.
4. Siapkan cawan petri steril yang sebelumnya telah diisi dengan medium
5. Ambil sampel dengan cara digoreskan (secara zig-zag) diatas medium yang sudah steril (sambil dilakukan didekat lampu bunsen)
6. Berikan label berisi nama, tanggal, kelompok, medium, nama kegiatan, kemudian tutup cawan petri dan bungkus kembali dengan kertas
7. Masukan kedalam inkubator selama 2 x 24 jam
8. Amati koloni yang tumbuh.
3.3.2 Cara Kerja Metode Tuang
1. Siapkan alat dan bahan yang sudah steril
2. Sterilkan tangan menggunakan alkohol
3. Siapkan suspensi yang sudah ada sebelumnya
4. Ambil suspensi menggunakan jarum ose dan masukan kedalam cawan petri yang berisi medium sambil dekatkan pada lampu bunsen yang menyala.
5. Campur medium dan suspensi dengan cara mengoyang cawan petri (seperti angka 8).
6. Setelah itu beri label berisi nama, tanggal, kelompok, medium, nama kegiatan. Kemudian bungkus kembali cawan petri dengan kertas
7. Masukan kedalam inkubator selama 2 x 24 jam
8. Amati koloni yang tumbuh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut hasil pengamatan pada praktikum isolasi mikroba:
CIRI KOLONI JAMUR BAKTERI
Warna koloni Putih Bening
Bentuk koloni Berbentuk titik Bulat bercabang dan bulat
Diameter koloni - -
Bau Menyengat (bau Potato/kentang) Tidak berbau
4.2 Pembahasan
Teknik isolasi mikroorganisme adalah suatu usaha untuk menumbuhkan mikroba diluar lingkungan alamiahnya. Dilakukannya isolasi mikroba atau Pemisahaan mikroorganisme dari lingkungannya ini bertujuan untuk memperoleh biakan yang tidak bercampur dengan mikroorganisme lainnya.
Pada kegiatan praktikum yang kami lakukan untuk isolasi mikroba yaitu menggunakan dua metode untuk mengisolasi mikroba yaitu metode gores dan metode tuang. Dalam isolasi mikroba juga kami menggunakan teknik secara aseptic dimana semua alat-alat kerja disterilkan terlebih dahulu, seperti saat melakukan inokulasi, jarum ose yang digunakan untuk memindahkan biakan harus dipanaskan (pada lampu bunsen yang menyala) sebelum dan sesudah melakukan pemindahan, serta pada saat bekerja didekat lampu bunsen yang menyala, tujuannya agar terhindar dari kontaminan yang berasal dari udara atau lingkungan sekitar yang menjadi sumber kontaminasi, Setelah kegiatan inokulasi biakan di simpan dalam inkubator. Dari hasil inkubasi selama 48 jam diperoleh hasil pertumbuhan mikroba yaitu warna, bentuk, dan bau dari koloni dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan diatas.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Teknik yang digunakan untuk isolasi mikroba adalah metode gores dan metode tuang.
2. Medium yang digunakan dalam menumbuhkan mikroba terdiri atas dari:
• Medium PPDA
• Medium NA
5.2 Saran
Untuk pelaksanaan praktikum berikutnya diharapkan agar asisten dosen lebih serius untuk memberikan arahan pada praktikan agar praktikum dapat berjalan lancar dan
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, 1980. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.
Nur Indtiyani, Asnani. 2007. Penuntun praktikum mikrobiologi akuatik. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan .UNHALU: Kendari
LAMPIRAN
laporan mikrobiologi 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bidang penelitian mikroorganisme ini, tentunya menggunakan teknik atau cara-cara khusus untuk mempelajarinya serta untuk bekerja pada skala laboratorium untuk meneliti mikroorganisme ini baik sifat dan karakteristiknya, dan diperlukan pula pengenalan akan alat-alat laboratorium mikrobiologi serta teknik atau cara penggunaan alat-alat yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi juga harus dalam keadaan steril. Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ketika untuk pertama kalinya melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik, sesungguhnya hal itu telah menggunakan salah satu cara sterilisasi, yaitu pembakaran. Namun, kebanyakan peralatan dan media yang umum dipakai di dalam pekerjaan mikrobiologi akan menjadi rusak bila dibakar. Oleh karena itu, diadakanlah praktikum “Sterilisasi dan Pembuatan Media” ini guna memberikan pemahaman kepada kita tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi dan pembuatan media serta menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknik atau tata cara sterilisasi dan pembuatan media dalam mikrobiologi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari sterilisasi alat dan bahan yaitu memahami dan melaksanakan proses sterilisasi yang tepat dan sesuai untuk alat dan bahan yang digunakan pada pengujian mikrobiologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang terdapat di dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme.
Sebelum melakukan percobaan dengan mikroorganisme atau mikroba, diperlukan proses dekontaminasi (proses menghilangkan atau membunuh mikroorganisme sehingga objek aman untuk ditangani) terlebih dahulu untuk meminimalisir organisme yang aktif dari suatu sistem bakteri atau virus. Ada beberapa metode dekontaminasi yaitu : Sterilisasi, Desinfeksi, dan Sanitasi. Mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
Sterilisasi panas kering adalah metode yang paling efektif untuk alat-alat gelas yang tidak memiliki skala/ukuran misalnya: petri, tabung gelas, botol pipet, kemudian alat-alat bedah, dan bahan yang karena karakteristik fisikanya tidak dapat disterilisasi dengan uap destilasi dalam udara panas-oven.
Suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, jika ditumbuhkan di alam suatu medium tidak ada jasad renik yang dapat berkembang baik dinamakan Sterilisasi . Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum sterilisasi alat dan bahan dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 13 Mei 2016 Bertempat di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu : Autoclave, Erlenmeyer, Tabung reaksi, PDA, NA, Pinset, Pipet dan Cawan petri.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun cara kerja yaitu:
1. alat-alat yang akan disterilisasi dicuci bersih dan dikeringkan.
2. Untuk erlenmeyer, gelas ukur, labu takar ditutup lagi dengan aluminium atau kertas.
3. Tabung reaksi dikumpulkan dan dibungkus dengan kertas putih
4. Untuk cawan petri, di bungkus seluruhnya dngan kertas putih.
5. Untuk pipet ukur, dimasukkan kapas di mulut pipet ujung yang lainnya dibungkus aluminium foil dan dibungkus seluruhnya dengan kertas bersih.
6. Semua alat pada percobaan ini dikelompokkan, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C, selama 15-20 menit.
7. Setelah disterilisasi, alat-alat kemudian dikeluarkan dan di diamkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut hasil praktikum sterilisasi alat dan bahan:
No Kriteria Cara Sterilisasi
Panas Kering Panas Basah
1 Alat Oven Auto clove
2 Suhu 1600C -1700C 121 °C
3 Tekanan 1 atm 2 atm
4 Waktu 1 Jam 15 menit
5 Jenis alat/ bahan yang disterilkan Alat gelas Erlemeyer,Tabung reaksi, PDA,NA, dan Akuades.
4.2 Pembahasan
Dalam praktikum mikrobiologi digunakan beberapa alat, diantaranya yaitu:
Cawan petri berfungsi sebagai wadah untuk menumbuhkan mikroba. Tabung reaksi berfungsi untuk mereaksikan zat-zat kimia di dalam laboratorium. Rak tabung reaksi sebagai tempat meletakkan tabung reaksi. Hot plate digunakan untuk memanaskan, dalam pembuatan media serta menghomogenkan larutan. Stirrer digunakan untuk membantu menghomogenkan larutan. Erlenmeyer digunakan untuk pembuatan maupun mereaksikan bahan kimia. Pipet digunakan untuk mengambil cairan sesuai volume yang diinginkan. Inkubator dalah alat yang berfugsi untuk menginkubasi.
Sterilisasi, pada percobaan ini semua peralatan yang akan digunakan disterilikan. Sterilisasi yang dilakukan adalah dengan metode pemanasan menggunakan uap kering dengan menggunakan oven. Sebelum semua alat disterilisasikan pertama-tama semua alat dicuci bersih menggunakan sabun dan dibilas menggunakan aquadest, setelah itu dikeringkan menggunakan tissue, kemudian cawan petri dibungkus dengan alumunium foil, dimana sisi alumunium foil yang mengkilat berada didalam. Untuk Erlenmeyer ditutup mulut Erlenmeyer menggunakan alumunium foil, kemudian seluruh permukaan alat dibungkus dengan alumunium foil yang kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan temperature 170oC.
Kendala saat melakukan sterilisasi adalah kurangya peralatan yang digunakan untuk melakukan proses sterilisasi, juga lamanya waktu proses sterilisasi yang dibutuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Suhu yang digunakan disesuaikan dengan bahan yang akan disterilisasikan dan alat yang digunakan untuk sterilisasi. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis bahan alat yang digunakan.
b. Waktu
Alat atau bahan yang akan disterilisasi tidak semua sama untuk perlakuan waktu yang digunakan. Alat cenderung memerlukan waktu yang lebih lama daripada bahan pada proses sterilisasi.
c. Kelembaban
Bahan yang akan disterilisasikan mempunyai tingkat kelembaban yang berbeda, oleh sebab itu kelembaban harus disesuaikan dengan jenis bahan yang akan disterilisasikan.
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121oC, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh mikroorganisme. Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100°C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121°C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65°C.
Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf mencapai 121°C. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalam autoklaf akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk memastikan bahwa semua objek bersuhu 121°C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf karena volume yang besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa autoklaf diuji dengan indikator biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
a. Sterilisasi berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme yang ada pada atau dalam suatu benda, agar benda itu lebih aman untuk digunakan khususnya pada dunia kesehatan maupun pada percobaan-percobaan mikrobbiologi. Suatu bahan atau alat dikataan steril apabila terbebas dari mikroba, baik dalam bentuk sel vegetatif maupun spora.
b. Alat yang digunakan pada proses sterilisasi adalah oven dan autoclave.
c. Jenis-jenis sterilisasi diantaranya adalah sterilisasi uap (autoclave), sterilisasi panas kering (oven).
5.2 Saran
Diharapkan untuk selanjutnya dilakukan percobaan praktikum sterilisasi agar mahasiswa dapat mengetahui cara-cara sterilisasi alat dan bahan, serta metode dalam sterilisasi lebih bervariasi lagi, tidak hanya menggunakan metode sterilisasi panas kering (oven). Metode sterilisasi lain yang dapat dilakukan adalah sterilisasi dingin yang bertujuan agar praktikan lebih memahami proses-proses sterilisasi yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ferdias.1992.Sterilisasi.(onlin).http://www.academia.edu/directory/educationnad_training/secondary. (diakses pada tanggal 17 juni 2016)
Parrott, Eugene L. 1974 . Pharmaceutical Technology. Minneapolis : Burgess Publishing Company.
Pelczar, Michael J, Jr dan E.C.S.Chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Terjemahan). Jakarta : Universitas Indonesia.
laporan mikrobiologi 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme dapat berkembang baik secara alami atau dengan campur tangan manusia. Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui pertumbuhan menggunakan media. Pada pembuatan media haruslah di ketahui jenis-jenis nutrient yang diperlukan oleh mikroba dan juga keadaan lingkungan fisik yang dapat menyediakan kondisi bagi pertumbuhannya.
Medium pertumbuhan mikroba harus dapat menyediakan semua nutrient yang dibutuhkan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan, Seperti Senyawa-senyawa sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen penting dalam medium, karena sel mikroba dan produk metabolisme sebagai besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen, selain itu juga mengandung air, garam-garam anorganik dan beberapa vitamin.
Berdasarkan komposisi kimianya, dikenal medium sintetik dengan komposisi kimiawi yang diketahui dengan pasti dan biasanya dibuat dari bahan-bahan kimia yang kemurniannya tinggi dan ditentukan dengan tepat. Sementara medium non sintetik tidak diketahui komposisi kimianya dengan pasti.
Oleh karena itu dalam praktikum mikrobiologi akan dijelaskan bagaimana cara pembuatan medium pertumbuhan mikroba.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum pembuatan medium yaitu
1. Untuk mengetahui media pertumbuhan mikroorganisme dan
2. Mengetahui cara pembuatan medium pertumbuhan mikroorganisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme sebagai mahluk hidup yang sama dengan mahluk hidup lainnya sama-sama membutuhkan energi dan bahan-bahan untuk membangun energi, sperti dalam sintesa protoplasma dan bagian - bagian sel yang lainnya. Bahan-bahan tersebut nutrient. semua reaksi yang terarah yang berlangsung didalam sel disebut metabolisme. Untuk dapat memahami tentang nutrisi dan metabolisme, pengetahuan dasar biokima sangat dibutuhkan. (Natsir et al, 2006)
Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sistesis sel, keperluan energi dalam metabolism, dan pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, phospat, oksigen, hidrogen, serta unsur-unsur sekelumit (trace element). Dalam bahan dasar, medium dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin, dan nukleotida (Waluyo ,2007).
Bahan yang diinokulasikan pada medium disebut inokulum. Dengan menginokulasi medium agar nutrien (nutrient agar) dengan metode cawan gores atau dengan metode cawan tuang, sel-sel mikroba itu akan terpisah sendiri-sendiri. Jika dua sel pada inokulum asal terlalu berdekatan letaknya pada medium agar, maka koloni yang terbentuk dari masing-masing sel dapat bercampur dengan sesamanya, atau paling tidak bersentuhan, jadi massa sel dapat diamati dala medium agar, bukanlah suatu biakan yang murni (Pelczar,2008) .
Berikut media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yaitu:
a. Medium PDA
Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media yang digunakan untuk mengembangbiakkan dan menumbuhkan jamur dan khamir. Komposisi Potato Dextrose Agar ini terdiri dari bubuk kentang, dextrose dan juga agar. Bubuk kentang dan juga dextrose merupakan sumber makanan untuk jamur dan khamir.
Potato Dextrose Agar juga bisa digunakan untuk menghitung jumlah mikroorganisme menggunakan metode Total Plate Count. Perindustrian seperti industri makanan, industri produk susu dan juga kosmetik menggunakan PDA untuk menghitung jumlah mikroorganisme pada sample mereka.
Karena fungsinya yang dapat mengembangbiakkan jamur, sekarang ini PDA juga banyak digunakan oleh pembudidaya jamur seperti jamur tiram. Untuk memaksimalkan pertumbuhan bibit jamur, biasanya pembudidaya mengatur kondisi pH yang rendah (sekitar 3,5) dan juga menambahkan asam atau antibiotik untuk menghambat terjadinya pertumbuhan bakteri.
b. Medium NA
Nutrient Agar merupakan suatu medium yang mengandung sumber nitrogen dalam jumlah cukup yang dapat digunakan untuk budidaya bakteri dan untuk penghitungan organisme dalam air, limbah, kotoran dan bahan lainnya. Formulasi Nutrient Agar terdiri dari daging sapi ekstrak, peptone dan agar. Formula ini tergolong relatif simpel untuk menyediakan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh sejumlah besar mikroorganisme yang tidak terlalu fastidious. Beef extract atau ekstrak daging sapi mengandung senyawa-senyawa yang larut di dalam air termasuk karbohidrat, vitamin, nitrogen organik dan juga garam. Peptone merupakan sumber utama dari nitrogen organik, yang sebagian merupakan asam amino dan peptida rantai panjang, Agar sendiri merupakan partikel-partikel solid.
Menurut Pelczar (2008), menyatakan bahwa sifat-sifat media yang digunakan untuk faktor pertumbuhan yaitu harus mudah tumbuh, media harus dibuat, pertumbuhan bakteri harus khas dan mempunyai sifat-sifat yang diinginkan. Jika sifat ini dipenuhi, maka pertumbuhan bakteri akan bagus.
Pada proses pembuatan media, baik medium NA maupun media PDA menggunakan magnetik stirrer untuk menghomogenkan agar dengan aquades selama pemasakan agar.
Menurut Hadiotomo (1991), magnetik stirrer berfungsi sebagai alat penghomogenan atau pemercepat pelarutan, dan juga mengaduk medium selama sedang dipanaskan agar tidak terjadi penggumpalan pada saat dipanaskan. Selain itu, hot plate digunakan untuk memanaskan medium hingga masak dan mempercepat reaksi yang terjadi pada medium hingga mendidih. Autoklaf berfungsi untuk mensterilkan bahan-bahan dan alat-alat yang tahan terhadap panas dan tekanan yang tinggi. Pada waktu tertentu, jarum ose digunakan untuk memindahkan biakan dari satu medium ke medium yang lainnya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan medium PDA dan medium NA dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 Mei 2016, Bertempat di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun bahan dan alat yang digunakan yaitu :
Erlenmeyer, kapas, tabung reaksi, timbangan analitik, kompor, aluminium foil, batang pengaduk, media PDA dan NA, aquades dan alkohol.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Cara kerja Pembuatan Media PDA
1. Siapkan PDA kemudian timbang sebanyak 9,75 gram.
2. Masukan aquades sebanyak 250 ml lalu aduk.
3. Masak media sampai mendidih.
4. Setelah itu angkat dan dinginkan.
5. Kemudian tuang kedalam tabung reaksi sesuai kebutuhan lalu tutup.
6. Berikan label berisi nama, tanggal, kelompok, medium, nama kegiatan, kemudian masukan kedalam inkubasi selama 2 x 24 jam.
3.3.2 Cara Kerja Pembuatan Media NA
1. Siapkan NA kemudian timbang sebanyak 5,75 gram.
2. Masukan aquades sebanyak 250 ml lalu panaskan media NA, aduk sampai mendidih.
3. Angkat dan dinginkan, Kemudian tuang kedalam tabung reaksi sesuai kebutuhan lalu tutup.
4. Berikan label berisi nama, tanggal, kelompok, medium, nama kegiatan, kemudian masukan ke dalam inkubasi selama 2 x 24 jam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut Hasil Pengamatan Praktikum Pembuatan Media
Kriteria PDA NA
Sumber karbon dextrose -
Sumber Nitrogen - -
pH 5-6 7
Volume tegak - -
Volume miring - -
Warna Kuning tua Kuning muda
Aroma Bau kentang Tidak berbau
Kegunaan Sebagai media tempat tumbuhnya jamur Sebagai media tempat tumbuhnya bakteri
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan medium didapat hasil yaitu Potato Dextrose Agar atau PDA memiliki pH 5-6 dan medium Nutrient Agar atau NA pH 7. Setiap medium memiliki fungsi masing-masing dalam menumbuhkan mikroorganisme.
Medium NA berfungsi untuk mengembangbiakkan bakteri secara umum, sedangkan medium PDA berfungsi untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan fungi atau jamur. Kedua medium tersebut sama-sama terbentuk dari medium agar, hanya berbeda jenis nutrisinya. Medium NA mengandung nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan medium PDA mengandung nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur.
Pada medium yang telah disterilkan, tidak terdapat mikroba dan tidak terjadi perubahan fisik seperti perubahan warna, tidak berbau, tidak terlihat permukaan medium yang tidak ditumbuhi oleh koloni mikroba. Hal ini menunjukkan bahwa medium yang telah disterilisasi tidak terjadi kontaminasi mikroba, sedangkan pada medium yang tidak disterilisasi terlebih dahulu ditumbuhi oleh mikroorganisme dan terjadi perubahan fisik pada medium tersebut. Terjadinya perubahan fisik menunjukkan bahwa medium terkontaminan atau terdapat mikroorganisme.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Medium adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan mikroba selain itu digunakan untuk isolasi
2. Hasil pengamatan medium PDA memiliki pH 5-6 dan pada medium NA memiliki pH 7.
3. Terdapat dua macam medium yang digunakan dalam praktikum yaitu
• Medium PDA
• Medium NA
4. Medium PDA digunakan untuk menumbuhkan jamur sedangkan untuk medium NA digunakan untuk menumbuhkan bakteri.
5.2 Saran
Sebaiknya pelaksanaan praktikum dilakukan dengan teliti agar tidak terjadi kegagalan dalam menumbuhkan mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Hadioetomo. 1991. Mikrobiologi Dasar. Rineka Cipta. Bandung.
Natsir, Djide dan Sartini, 2006. Mikrobiologi. Universitas Hasanudin Makassar.
Pelczar, M & Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soni, Ahmad. 2010. Nutrisi Mikroorganisme dalam Media. http://AhmadSoni.web.id. Diakses pada tanggal 4 Mei 2016.
Stanier, Y. R. Dkk. 2001. The Microbial World. Prenticel Hall. Inc. EigleWood. New Jersey.
Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Erlangga.
LAMPIRAN
1 pengenalan alat dan bahan mikrobiologi
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Acara 1. Pengenalan Alat Dan Bahan Praktikum
Oleh:
KELOMPOK VI
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTAO
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiratAllah SWT, karena berkat Rahmat dan hidayah-Nya. Penulis dapat menyelesaikan Tugas laporan Dasar-Dasar Mikrobiologi.
Dengan judul Acara 1. Pengenalan Alat Dan Bahan Praktikum. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI.
Penulis menyadari bahwa Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi penyusunan tugas laporan selanjutnya.
Akhir kata mudah-mudahan tugas laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Gorontalo, Juni 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat 3
3.2 Alat Dan Bahan 3
3.3 Prosedur Kerja 3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4
4.2 Pembahasan 8
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 9
5.2 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk memperlancar pelaksanaan praktikum mikrobiologi sangat penting untuk mengenal alat-alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan di dalam laboratorium untuk praktikum mikrobilogi pada dasarnya terbagi menjadi jenis gelas dan mekanik. Peralatan gelas contohnya tabung erlenmeyer, sedangkan peralatan mekanik contohnya autoklaf. Pada saat di laboratorium, para laboran mengetahui teknik-teknik dasar di laboratorium, diantaranya adalah mengetahui cara-cara menggunakan alat-alat laboratorium dan membersihkannya setelah digunakan sangatlah penting sebelum seorang laboran melakukan penelitiannya guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Mikrobiologi adalah kajian tentang mahluk hidup (organisme) berukuran terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme meliputi protozoa, algae (ganggang), fungi (jamur), lichenes, bakteri, dan virus. Keseluruhan mikroorganisme tersebut berpengaruh penting pada pertanian. Mikrobiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang terpenting dan mengasyikkan untuk dipelajari. Tidak hanya sebagai ilmu biologi dasar yang memberikan pengertian-pengertian tentang asas-asas kimia dan fisika dalam proses kehidupan, tetapi juga sebagai ilmu terapan yang penting (Adams, 2000). Berikut akan dijelaskan fungsi dari alat-alat dan bahan dalam praktikum mikrobiologi.
1.2 Tujuan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum dasar-dasar mikrobiologi yaitu:
1. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi
2. Mengetahui fungsi alat yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi
3. Mengetahui cara kerja alat yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja dan fungsi dari alat-alat yang ada di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat, praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna.(Walton.1998).
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang untuk meneliti apa saja yang terkandung di dalam mikroorganisme. Dalam meneliti mikroorganisme diperlukan teknik atau cara – cara khusus untuk mempelajarinya serta untuk bekerja pada skala laboratorium untuk meneliti mikroorganisme baik sifat maupun karakteristiknya, tentu diperlukan adanya pengenalan alat yang akan digunakan serta mengetahui cara penggunaan alat – alat yang berhubungan dengan penelitian unutk memudahkan dalam melakukan penelitian (Dwidjoseputro, 2003).
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian harus dalam keadaan steril atau bebas dari kuman, bakteri, virus dan jamur. Perlu adanya pengetahuan tentang cara – cara atau teknik sterilisasi. Hal ini dilakukan karena alat – alat yang digunakan memiliki teknik sterilisasi yang berbeda (Dwidjoseputro, 2003).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi dilaksanakan pada Hari Jumat tanggal 13 Mei 2016 dan bertempat di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
ï¶ Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Erlenmeyer 11. Pinset 21. Lampu bunsen
2. Tabung reaksi 12. Penjepit tabung reaksi 22. Kertas lakmus
3. Cawan petri 13. Jarum OSE 23. Alumunium foil
4. Gelas ukur 14. Jarum Ent 24. Inkubator
5. Gelas objek 15. Jarum Preparat
6. Gelas penutup 16. Timbangan analitik
7. Batang pengaduk 17. Autoclave
8. Pipet tetes 18. Oven
9. Pipet ukur 19. Rak tabung
10. Pipet mikro 20. Kompor
ï¶ Bahan yang digunakan yaitu:
1. Alkohol
2. Kapas
3. Medium NA
4. Medium PDA
3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan alat-alat praktikum seperti tabung reaksi, timbangan analitik ,dan lain-lain.
2. Mengambil gambar dengan cara memotret alat- alat tersebut, kemudian melampirkannya pada laporan praktikum.
3. Memberikan keterangan nama alat- alat dan bahan tersebut, kemudian mencatat fungsi atau kegunaan dari alat- alat dan bahan tersebut.
4.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut hasil pengamatan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi:
No. Nama Alat Dan
Bahan Fungsi Cara Kerja
1. Erlenmeyer Tempat medium dan membiakan mikroba Menyiapkan Erlenmeyer yang sudah bersih dan isi dengan benda cair dengan jumlah besar dan berskala.
2. Tabung reaksi Wadah untuk mereaksikan dua atau lebih larutan/ bahan kimia.
1. Sterilisasikan alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.
2. Masukkan bahan yang akan dilarutkan pada tabung reaksi
3. Cawan petri Tempat untuk membiakkan mikroorganisme dan menyimpan. 1. letakan medium di dalam cawan petri.
2. Menutup Cawan petri dengan penutup cawan.
4. Gelas ukur Untuk mengukur volume cairan Tuangkan larutan secara berhati-hati agar larutan tidak tumpah.
5. Gelas objek Meletakkan objek yang diamati Letakkan objek yang diamati pada gelas objek untuk diamati
6. Gelas penutup Untuk menutup objek yang telah diletakkan di atas gelas preparat dan untuk memperkecil kemungkinan timbul gelembung. menutup objek cover glass dan dimiringkan sekitar 45 derajat diatas kaca preparat kemudian jatuhkan pada objek di preparat tersebut hingga objek dapat tertutup dengan baik.
7. Batang pengaduk Untuk mengaduk larutan yang diencerkan Ambil pengaduk kemudian aduk larutan yang telah diencerkan
8. Pipet tetes Mengambil larutan dengan jumlah kecil Ambil larutan menggunakan pipet tetes
9. Pipet ukur Untuk mengukur volume larutan B Ambil larutan dengan pipet ukur . Pada pipet ini terdapat skala yang dapat digunakan sebagai takaran atau ukuran volume larutan atau cairan yang akan di ambil.
10 Pipet mikro Memindahkan cairan 1. Masukkan tip ke dalam cairan sedalam 3-4 mm.
2. Tahan pipet dalam posisi vertikal kemudian lepaskan tekanan dari Thumb Knob maka cairan akan masuk ke tip.
3. Pindahkan ujung tip ke tempat penampung yang diinginkan.
11. Pinset Untuk mengambil benda dengan menjepit misalnya saat memindahkan cakram antibiotik Bahan yang akan diambil, dijepit dengan pinset yang tengah-tengahnya ditekan
12. Penjepit tabung reaksi Sebagai penjepit tabung reaksi pada proses pemanasan larutan. Jepit tabung reaksi dengan penjepit
13. Jarum OSE Mengambil koloni mikroba dalam bentuk suspensi sentuhkan pada bagian mikrobia kemudian menggosokkan pada kaca preparat untuk diamati.
14. Jarum Ent mengambil koloni mikroba dalam bentuk suspensi dan padat Ambil koloni menggunakan jarum ent
15. Jarum Preparat Untuk menipiskan dan melepaskan gumpalan-gumpalan objek diatas gelas. Tipiskan gumpalan objek menggunakan jarum preparat
16. Timbangan Analitik Menimbang bahan yang akan digunakan dalam praktikum dengan tingkat ketelitian yang tinggi 1. Meletakkan bahan pada timbangan tersebut.
2. Melihat angka yang tertera pada layar, dan angka itu merupakan berat dari bahan yang ditimbang.
17. Autoclave untuk mensterilkan alat dan bahan 1. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoclave. Jika air kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut. Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
2. Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol bertutup ulir, maka tutup harus dikendorkan.
3. Tutup autoclave dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang keluar dari bibir autoclave. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
4. Nyalakan autoclave, diatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu 121oC.
5. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoclave dan terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
6. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi
18. Oven Untuk mensterilisasikan alat Nyalakan oven,kemudian masukan alat. Proses sterilisasi dilakukan 1 jam dengan suhu 1600C- 1700C
19. Kompor memanaskan/memasak medium berupa PDA dan NA Letakkan larutan yang sudah di encerkan diatas kompor.
20. Rak tabung Tempat tabung reaksi Letakkan tabung reaksi yang berisi larutan medium PDA dan NA pada rak
21. Kertas lakmus Untuk mengukur pH Ukur larutan dengan menggunakan kertas
22. Bunsen Untuk memanaskan medium, mensterilkan jarum inokulasi dan alat-alat yang terbuat dari platina dan nikrom seperti jarum platina. 1. Menyalakan Bunsen.
2. Memanaskan alat-alat tersebut di atas api sampai pijar.
23.
Alumunium foil
Sebagai penutup Erlenmeyer/tabung reaksi.
1. Ambil aluminium foil secukupnya.
2. Letakkan pada bibir Erlenmeyer maupun tabung reaksi.
3. Rekatkan sampai tertutup rapat
24.
Inkubator
Untuk menyimpan biakan mikroba.
1. Hubungkan kabel power ke stop kontak.
2. Putar tombol power ke arah kiri (lampu power hijau menyala).
3. Atur suhu dalam incubator dengan menekan tombol set.
4. Sambil menekan tombol set, putarlah tombol di sebeklah kanan atas tombol set hingga mnencapai suhu yang di inginkan.
5. Setelah suhu yang diinginkan selesai diatur, lepaskan tombol set.
6. Inkubator akan menyesuaikan setingan suhu secara otomatis setelah beberapa menit.
25. Kertas Label
Menuliskan kegiatan yang sudah terjadi
Yang ditulis dalam label berupa tanggal pelaksanaan praktikum
26. Medium NA Tempat tumbuh mikroba (bakteri)
Tuangkan medium NA pada cawan petri untuk diinkubasi selama beberapa jam.
27. Medium PDA Tempat tumbuh mikroba (jamur)
Tuangkan medium PDA pada cawan petri untuk diinkubasi selama beberapa jam.
28. Alkohol Mensterilkan Tuangkan atau semprotkan alkohol ditangan atau dilingkungan sekitar.
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang di peroleh dapat diketahui bahwa masing-masing alat mempunyai fungsi. Dengan mengetahui fungsinya,maka memudahkan praktikum untuk mengenal alat. karena pengenalan alat merupakan dasar dari melakukan suatu percobaan atau penelitian. pengenalan alat-alat laboratorium merupakan hal yang sangat penting sebelum melakukan percobaan karena dapat memperlancar kegiatan praktikum.
Sebelum melakukan suatu praktikum tersebut, hal yang pertama kali yang harus dilakukan adalah mengenal nama alat-alat dan fungsinya sehingga kita dapat melihat benda-benda atau organisme makhluk hidup yang berukuran kecil seperti; pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung yang masing-masing memiliki fungsi khusus.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada setiap alat yang digunakan dalam praktikum ini memiliki nama dan fungsinya masing-masing, sehingga diperlukan pengenalan terhadap alat-alat yang akan digunakan.
2. Penguasaan dan pemahaman dalam penggunaan alat-alat akan sangat membantu dalam praktikum mikrobiologi ini.
5.2. Saran
Perlu mengetahuai fungsi dan cara kerja masing-masing alat yang digunakan dalam praktikum agar terhindar dari segala bentuk kegagalan dalam melaksanakan praktikum, serta praktikum dapat berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D.2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Walton. 2005. Kamus Istilah Kimia Analitik Indonesia. Bandung: Ganeca
LAMPIRAN
MAKALAH TEKNOLOGI PEMBUATAN PUPUK HAYATI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai macam penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang yang ingin hidup sehat. Pertanian organik sebagai suatu system bertani yang selaras dengan alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian suatu aliran yang siklik dan seimbang (Gunalan 1996).
Secara perlahan tapi pasti system pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan system pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestarianya dan dapat mengonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan (Gunalan 1996).
Dalam usaha peningkatan produksi tanaman tanaman perkebunan lainnya maka mutu intensifikasi perlu untuk ditingkatkaan. Salah satu usaha yang dapat ditempuh yaitu dengan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Respon tanaman terhadap penggunaan pupuk akan menigkat bila menggunakan jenis pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian yang tepat. Pemupukan bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara atau zat hara kedalam tanah yang langsung atau tidak langsunng dapat menyumbangkan bahan makanan pada tanaman. Pemupukan juga memperbaiki pH tanah dan memperbaiki lingkungan tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Dalam hal ini pupuk yang mengandung mikroorganismme lah yang mampu memperbaiki sifat –sifat tanah.
Pupuk hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah.
Pemupukan dapat dikatakan berhasil baik bila kita mengetahui unsur hara apa yang kurang terdapat dalam tanah atu unsur makan apa yang dibutuhkan oleh tanaman. Gejala kekurangan unsur hara dapat dilihat dengan tidak normalnya petumbuhan tanaman. Disamping mengetahui unsur hara apa yang kurang, perlu juga mengetahui berapa jumlah yang kurang itu sehingga kita bisa memberikan dalam jumlah yang benar dan efektif .
Bahan organik juga berperan sebagai sumber makanan dan energi mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba.
Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengolahan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pupuk hayati ?
2. Bagaimana Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati serta fungsinya.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu dapat menambah wawasan bagi kami mahasiswa tentang Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pupuk Hayati
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomisetes atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiosis atau non simbiosis.
Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan non simbiosis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik. Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting hizobacteria). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping menambat N2, juga menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain), menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida dan melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al. 1999).
Subha Rao (1982) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Definisi pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.
Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional.
2.2 Sejarah Pupuk Hayati
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya. Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium. Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 , tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran . Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.
2.3 Fungsi Pupuk Hayati
Pupuk hayati memiliki peran utama dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium
2. Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
3. Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.
4. Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon tumbuh.
5. Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya organisme patogen semakin kecil.
2. 4 Kualitas Pupuk Hayati
Berdasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari parameter berikut (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Jumlah populasi mikroorganisme dimana jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.
2. Efektifitas mikroorganisme dimana tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.
3. Bahan pembawa dimana fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
4. Masa kadaluarsa dimana sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.
2.5 Jenis-Jenis Pupuk Hayati
Sekarang ini dikenal dua jenis pupuk hayati berdasarkan kandungan mikroorganismenya, yakni pupuk hayati tunggal dan pupuk hayati majemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba (Simanungkalit RDM et al. 2006).
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih banyak jenis tunggal. Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.
Berikut ini macam-macam pupuk hayati yang banyak digunakan yaitu (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Agronik Farming, yaitu pupuk hayati yang mengandung unsur hara makro berupa N, P, K dan unsur hara mikro berupa MgO, SO4, CaO. Mikroorganisme didalamnya besifat majemuk yaitu mikroba pelarut fosfat 6.650.000 cfu/g dan Azospirilium 1.000.000 cfu/g. Cara pemakaiannya yaitu dengan mencampurkan 1 cc pupuk tersebut ke dalam 1 liter air. Hal ini karena pupuk hayati ini cair dengan konsentrasi yang tinggi. Pupuk hayati ini memiliki keunggulan yaitu dengan meningkatkan hasil panen 20-50%, dapat, mengurangi biaya produksi hingga mencapai 30% dan tidak diperlukan lagi pupuk kimia (N,P,K).
2. Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil), yaitu pupuk hayati yang bersifat majemuk dengan memiliki 4 jenis mikroba didalamnya berupa Azospirilium lipoverum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata, Aspergillus niger. Cara penggunaannya yaitu dengan melakukan kombinasi dengan 25-50 % dosis pupuk kimia. Penggunaan pupuk ini setara dengan menggunakan 100% pupuk hayati, sehingga penggunaan pupuk ini akan mengurangi biaya total pemupukan. Keunggulan dan manfaat dari pupuk ini yaitu mengandung 2 jenis bakteri pengikat N2 dari udara yang tumbuh di daerah rhizosfer yang dapat menambahkan N yang diserap akar tanaman, satu jenis bakteri pelarut P dapat meningkatkan jumlah hara yang dapat diserap akar tanaman baik yang berasal dari partikel pupuk maupun dari partikel tanah, satu jenis mikroba lagi yakni jamur dapat meningkatkan daya pegang tanah terhadap air dan hara tanah, serta dimana keempat jenis mikroba dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan dapat menghasilkan zat tumbuh yang berguna bagi akar tanaman.
3. M-BIO merupakan kultur campuran mikroba yang menguntung dengan paten CMF-21 diantaranya bakteri pelarut Fosfat, Lactobacillus sp, Yeast, dan Azospirilium sp. kandungan pupuk ini yaitu N, P, K, S, Mo, Fe, Mn, dan B. Cara pemakaian pupuk ini yaitu dengan melakukan penyemprotan (penyiraman) dengan konsentrasi 1 ml M-BIO per liter air setiap minggu. Keunggulannya yaitu mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi, melatutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman, mengikat Nitrogen udara, menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kadar BOD dan COD perairan dan menekan bau busuk.
4. Pupuk Hayati Mikroriza Zeoriza.
2.6 Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati
Ada tiga macam pupuk Hayati dan cara pembuatannya :
a. Pupuk Cair
1. Siapkan bahan baku (100 kg kotoran ternak)
2. Siapkan mikroba yang akan digunakan (azospirillum, azotobacter, dan trichoderma), sebanyak 0,5% untuk masing2 jenis mikroba, boleh juga digunakan mikroba jenis lain.
3. Tambahkan 20% air.
4. Campur semua bahan itu dalam drum dan digaduk hingga tercampur rata. Setelah itu drum ditutup rapat dan disimpan di tempat teduh selama 21 hari.
5. Setiap 3 hari, ia mengecek suhu larutan. Suhu dijaga pada 27-30oC supaya mikroba tidak mati kepanasan.
6. Jika suhu melebihi 30oC, turunkan dengan mengaduk dan menambahkan air secukupnya.
7. Proses pembuatan selesai bila cairan dalam drum tidak berbau, warna hitam kental, dan suhu stabil 27oC. Itu dicapai pada 21 hari kemudian.
8. Saring cairan nutrisi untuk memisahkan cairan dan sisa-sisa kotoran.
9. Pupuk hayati hasil saringan itu siap digunakan. Encerkan 1 ltr pupuk cair, dalam 10-20 liter air bersih. Hasil pengenceran itulah yang ia gunakan sebagai penyubur dengan cara dikocorkan ke tanah dekat pangkal batang beragam sayuran itu.
b. Pupuk Padat
1. Siapkan bahan baku dengan memanfaatkan limbah rumah tangga, jerami, serbuk gergaji, dan kotoran ternak, dengan perbandingan 1 :1.
2. Susun semua bahan baku itu seperti kue lapis masing-masing setinggi 30 cm. Di antara 2 bahan itu disemprotkan cairan mikroba berdosis 0,5% secara merata di atasnya.
3. Proses pembuatan pupuk hayati padat juga berlangsung selama 3 pekan.
4. Aduk tumpukan setiap 3 hari, untuk menjaga suhu 27-30ºC.
5. Setelah 21 hari semua bahan baku berubah warna menjadi hitam dan remah, berarti proses pembuatan pupuk hayati berhasil dan siap pakai.
c. Pupuk Hayati dari Akar
1. Buat larutan nutrisi dengan cara melarutkan 100 g gula merah, gula pasir, atau molase ke dalam 1 liter air.
2. Tumbuk15 g akar beragam tumbuhan dan masukkan ke dalam larutan nutrisi.
3. Tambahkan 5 g tanah subur dan 5 g kompos.
4. Campur semua bahan itu dalam drum atau ember yang memiliki pompa sirkulasi.
5. Peram selama 2 hari, cairan dalam drum sudah bisa digunakan sebagai starter.
6. 10% starter dibiakkan kembali dalam 2,5-5% larutan nutrisi. Tambahkan juga 10% bahan hijauan yang sudah dihancurkan.
7. Fermentasi selama 5 hari. Selama proses fermentasi sesekali cairan dalam drum diaduk. Setelah itu pupuk hayati siap digunakan.
8. Encerkan larutan itu, 1 liter pupuk dengan 10-50 liter air. Hasil pengenceran itulah yang digunakan sebagai penyubur.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pupuk hayati adalah pupuk yang berasal dari mahluk hidup yang dimanfaatkan untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia.
2. Pupuk hayati memiliki simbiosis dengan mikroba dan akar tanaman sehingga penggunaannya dapat menambah ketersediaan unsur hara.
3. Jenis-jenis pupuk hayati yaitu:
• Agronik farming,
• Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil).
• M-BIO dan mikoriza zeoriza.
3.2 Saran
Kesadaran masyarakat pertanian tentang manfaat dan pentingnya mikroba penyubur tanah dalam teknik pertanian masih rendah, sehingga diperlukan penjelasan, penyuluhan, dan sosialisasi di berbagai kalangan, serta perlu adanya peranan dari instansi terkait khususnya dalam bidang pertanian termasuk pejabat pertanian, penyuluh dan petani tentang pemanfaatan pupuk hayati guna program peningkatan produksi pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Cattelan AJ, Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth- promoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic Industrial Forum, Tokyo.
Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Majalah sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya
Lingga, Pinus, Marsono. 2009. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
Saraswati RDH et al.. 1998. Pengembangan Rhizo-plus untuk Meningkatkan Produksi, Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai, Laporan Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun (1995/1996-1997-1998). Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
Simanungkalit RDM et al. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture.Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi.
.
LAMPIRAN
Kategori
- Masih Kosong