CINTA DAN WAKTU

20 December 2024 03:18:56 Dibaca : 10

Cinta dan waktu memiliki hubungan yang kompleks dan sering kali saling memengaruhi dalam pembentukan hubungan antarmanusia. Westerholm (2021) menjelaskan bahwa cinta tidak hanya terbentuk dalam ruang fisik, tetapi juga melalui perjalanan waktu yang memungkinkan individu untuk memahami dan membentuk kedalaman perasaan. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan Augustinian tentang waktu, di mana cinta berkembang melalui refleksi diri dan pengalaman. Selain itu, Rokach (2024) menekankan bahwa budaya memengaruhi cara individu memaknai waktu dalam hubungan cinta. Dalam budaya tertentu, cinta sering kali dikaitkan dengan komitmen jangka panjang yang membutuhkan investasi waktu dan energi emosional, sedangkan dalam budaya lain, cinta bisa dimaknai sebagai pengalaman yang lebih spontan dan kurang terikat pada kerangka waktu.

Penelitian Abraham (2002) juga menemukan bahwa persepsi cinta di kalangan anak muda sering kali berubah seiring waktu, mulai dari hubungan yang dianggap sebagai "time pass" hingga hubungan yang lebih serius dan berkomitmen. Hal ini menunjukkan bahwa waktu memainkan peran penting dalam proses kedewasaan emosional dan perkembangan cinta.Dalam situasi ekstrem, cinta bahkan dapat menjadi elemen penyelamat hidup. Taitler (2024) menggambarkan bagaimana cinta romantis dan ikatan keluarga di masa-masa sulit, seperti di Auschwitz, memberikan harapan dan makna yang melampaui batasan waktu. Ini membuktikan bahwa cinta memiliki kekuatan untuk menghadirkan penghiburan meskipun dalam keadaan yang paling berat.

Akhirnya, Purcell dan Reid (2022) menyoroti pentingnya cinta profesional dalam membangun ketahanan dan kesejahteraan anak-anak dan remaja. Dalam konteks ini, waktu menjadi faktor penting untuk menciptakan hubungan yang mendalam dan bermakna, yang pada akhirnya dapat membantu individu berkembang dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, L. (2002). Bhai-behen , true love, time pass: Friendships and sexual partnerships among youth in an Indian metropolis. Culture, Health & Sexuality, 4(3), 337–353. doi:10.1080/13691050110120794

Rokach, A. (2024). Love Culturally: How Does Culture Affect Intimacy, Commitment & Love. The Journal of Psychology, 158(1), 84–114. doi:10.1080/00223980.2023.2244129

Westerholm, M. (2021). Space, time, and the formation of love: the Augustinian self revisited. International Journal of Philosophy and Theology, 82(3), 205–232. doi:10.1080/21692327.2021.1994447

Taitler, R. (2024). Love in the time of Auschwitz: romantic love, family bonds, and the formation of friendships as a lifesaving element. Jewish Culture and History, 25(3), 368–383. doi:10.1080/1462169X.2024.2384227

Martin E. Purcell, J. P., & Reid, J. (2022). Love in a Time of Colic: Mobilizing Professional Love in Relationships with Children and Young People to Promote Their Resilience and Wellbeing. Child & Youth Services, 43(1), 3–27. doi:10.1080/0145935X.2020.1820320

KONSELING PRANIKAH

20 December 2024 03:02:00 Dibaca : 10

Konseling pranikah merupakan langkah penting dalam membangun pondasi hubungan yang sehat bagi pasangan sebelum memasuki kehidupan pernikahan. Berdasarkan model transaksional yang dikembangkan oleh Boyd dan Boyd (1981), konseling pranikah dapat membantu pasangan mengidentifikasi pola komunikasi dan perilaku yang dapat memengaruhi dinamika hubungan mereka di masa depan. Pendekatan ini menekankan pentingnya dialog terbuka dan kesadaran akan kebutuhan emosional masing-masing pasangan. Selain itu, Hornby (1990) mengusulkan model konseling berbasis perkembangan humanistik yang berfokus pada pertumbuhan psikologis dan edukasi pasangan. Model ini memberikan pasangan kesempatan untuk memahami peran mereka dalam mendukung perkembangan pribadi dan hubungan yang saling mendukung. Selanjutnya, penelitian Boyd dan Boyd (1982) menyoroti perlunya menutup "jalan keluar" dalam hubungan, yaitu kecenderungan untuk menghindari konflik atau tanggung jawab. Dengan mendiskusikan potensi tantangan dan strategi penyelesaiannya dalam konseling pranikah, pasangan dapat membangun kepercayaan dan komitmen yang lebih kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, L. W., & Boyd, H. S. (1981). A Transactional Model for Relationship Counseling. Transactional Analysis Journal, 11(2), 142–146. doi:10.1177/036215378101100210

Boyd, L. W., & Boyd, H. S. (1982). Closing Relationship Escape Hatches. Transactional Analysis Journal, 12(1), 58–60. doi:10.1177/036215378201200109

Hornby, G. (1990). A humanistic developmental model of counselling: A psycho-educational approach. Counselling Psychology Quarterly, 3(2), 191–203. doi:10.1080/09515079008254247

PEMANFAATAN TEKNOLOGI DIGITAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAHMoh Riadi Muslim

Ilmu pengetahuan berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan ilmu ini mendukung terciptanya teknologi-teknologi baru yang menandai kemajuan zaman. Selama ini teknologi yang dikembangkan sudah memasuki tahap digital. Termasuk di Indonesia, setiap bidang sudah mulai memanfaatkan teknologi untuk memajukan pekerjaan, termasuk Pendidikan. Teknologi merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan, dan berlangsung dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan itu sendiri juga harus menggunakan teknologi untuk membantu pelaksanaan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat (Lestari dalam Manongga, 2021) yang menyatakan bahwa teknologi digital kini sudah mulai digunakan di dalam lembaga pendidikan sebagai sarana untuk mendukung pembelajaran, baik sebagai alat informasi (yaitu sebagai sarana mengakses informasi) atau sebagai alat pembelajaran (yaitu sebagai sarana penunjang kegiatan belajar dan tugas) (Manongga, 2021).

Di era digital, pemanfaatan teknologi telah menjadi kebutuhan mendesak dalam dunia pendidikan, termasuk dalam layanan bimbingan dan konseling (BK). Menurut Sugiyo (2020), layanan BK berbasis teknologi dapat membantu mengatasi keterbatasan waktu dan ruang, serta memberikan akses yang lebih fleksibel bagi siswa untuk mendapatkan bantuan. Namun, belum semua sekolah mampu mengintegrasikan teknologi secara efektif dalam layanan BK. Digitalisasi dalam layanan BK diperlukan untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang menuntut transformasi di semua sektor, termasuk pendidikan. Handayani (2019) menyebutkan bahwa teknologi tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperluas cakupan layanan, terutama bagi siswa yang berada di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan fisik.

Pemanfaatan platform seperti Zoom atau Google Meet memungkinkan konseling online dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu, aplikasi khusus seperti "e-BK" memberikan fitur perencanaan, penjadwalan, hingga pelaporan konseling secara otomatis (Prihatin, 2021). Media sosial juga dapat digunakan untuk menyebarkan informasi edukatif mengenai pengembangan diri dan kesehatan mental siswa. Untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam program BK, guru BK perlu mendapatkan pelatihan khusus terkait penggunaan aplikasi dan platform digital. Menurut Santoso (2022), program pelatihan ini harus didukung dengan kebijakan sekolah yang proaktif dalam menyediakan infrastruktur teknologi, seperti komputer, internet, dan perangkat lunak. Selain itu, sistem keamanan data perlu diperhatikan agar privasi siswa tetap terjaga.

Kendala utama dalam implementasi teknologi di layanan BK meliputi keterbatasan infrastruktur dan resistensi pengguna. Handayani (2021) mencatat bahwa solusi dapat dilakukan melalui peningkatan kolaborasi dengan pihak luar, seperti penyedia layanan IT atau lembaga pendidikan tinggi. Selain itu, diperlukan program sosialisasi yang efektif untuk meningkatkan penerimaan teknologi di kalangan siswa, guru, dan orang tua. Digitalisasi memungkinkan layanan BK menjadi lebih efisien, baik dalam pelaksanaan maupun pengelolaan data. Menurut Widyasari (2020), teknologi dapat membantu guru BK mengakses data siswa secara real-time, mempermudah evaluasi, dan memberikan solusi lebih cepat terhadap permasalahan siswa. Selain itu, siswa juga dapat lebih mudah mengakses layanan, terutama di luar jam sekolah. Salah satu contoh implementasi adalah penggunaan aplikasi “Simpel BK” di sebuah sekolah menengah di Yogyakarta. Studi oleh Prihatin (2021) menunjukkan bahwa aplikasi ini mampu meningkatkan efisiensi layanan konseling hingga 40% dan membuat siswa lebih nyaman dalam mengakses layanan BK secara online.

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, T. (2019). "Pentingnya Digitalisasi dalam Pendidikan." Jurnal Pendidikan Digital.

Manongga, A. (2021). Pentingnya teknologi informasi dalam mendukung proses belajar mengajar di sekolah dasar. Pascasarjana Univearsitas Negeri Gorontalo Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, 978-623–98(November), 1–7.

 Widyasari, R. (2020). "Manfaat Teknologi dalam Layanan BK." Jurnal Psikologi dan Pendidikan.

Prihatin, A. (2021). "Efektivitas Penggunaan Aplikasi dalam Layanan BK." Jurnal Konseling Modern.

Santoso, H. (2022). "Strategi Pengintegrasian Teknologi dalam Layanan BK Sekolah." Jurnal Inovasi Pendidikan.

Sugiyo, S. (2020). "Transformasi Digital di Era Revolusi Industri 4.0." Jurnal BK Indonesia.

 

 

 

Implementasi BK di TK

18 December 2024 00:36:54 Dibaca : 13

1.Ketersediaan Guru BK di TK 

Berdasarkan observasi di TK AL Khairaat, ketiadaan guru Bimbingan dan Konseling (BK) menyebabkan guru kelas memegang peran sentral dalam mendukung perkembangan siswa secara emosional, sosial, dan akademik. Tantangan ini mencerminkan kurangnya tenaga profesional BK di pendidikan dasar, yang menurut (Dockweiler & Kaufman, 2024), keberadaannya penting untuk kebijakan pendidikan responsif terhadap kebutuhan siswa. Kekurangan konselor adalah isu global, sehingga pelatihan bagi guru non-BK dapat menjadi solusi sementara. Guru kelas di TK AL Khairaat menggunakan pendekatan berbasis aktivitas fisik dan sosial untuk menangani siswa dengan kebutuhan khusus, seperti hiperaktivitas, sebagaimana didukung temuan (Granger et al., 2024) tentang efektivitas pujian spesifik dan aktivitas fisik dalam meningkatkan keterlibatan siswa. Namun, tanpa guru BK yang terlatih, pendekatan ini kurang sistematis. (Frawley & Dillman Taylor, 2024) menyarankan terapi bermain untuk membantu anak-anak dengan pengalaman buruk di masa kecil, yang relevan bagi siswa TK AL Khairaat dengan perilaku hiperaktif. Selain itu, (Newland et al., 2024) menekankan pentingnya konsultasi kesehatan mental untuk memahami penyebab perilaku siswa dan mencegah kesalahan penanganan.

Ketidakhadiran guru BK juga membatasi akses terhadap layanan intervensi mendalam. (Harrison & Kee, 2024) menekankan perlunya pengembangan identitas profesional konselor melalui pelatihan dan dukungan kebijakan. Di TK AL Khairaat, pelatihan dasar BK bagi guru kelas dapat menjadi langkah awal hingga tersedia guru BK terlatih. Kesimpulannya, meski guru kelas telah berupaya mendukung siswa, keterbatasan ini menunjukkan pentingnya kebijakan strategis dalam penyediaan guru BK di tingkat TK. Langkah yang diperlukan mencakup pelatihan intensif bagi guru, penerapan terapi bermain, dan pengembangan kerangka dukungan multi-tiered untuk menciptakan layanan yang lebih inklusif dan responsif.

2. Permasalahan yang Terjadi

Masalah di TK AL Khairaat melibatkan siswa hiperaktif yang sering mengganggu pembelajaran, yang dapat menjadi gejala ADHD, seperti sulit berkonsentrasi, impulsif, dan aktivitas berlebih (Peisch et al., 2024). Gejala ini memengaruhi kemampuan anak dalam interaksi sosial dan pembelajaran. Penelitian (Peisch et al., 2024) menunjukkan bahwa ADHD berkorelasi dengan fungsi eksekutif anak, seperti pengaturan perhatian dan pengendalian impuls. Faktor lingkungan, seperti pengalaman masa kecil yang merugikan (ACEs), juga berkontribusi terhadap perilaku hiperaktif (Farooq et al., 2024). Intervensi efektif memerlukan pendekatan holistik, termasuk kombinasi strategi farmakologis, manajemen perilaku, dan pelatihan keterampilan sosial (Sibley et al., 2024). Selain pendekatan berbasis aktivitas fisik, TK AL Khairaat perlu menerapkan strategi tambahan seperti pengajaran regulasi emosi dan konseling kelompok. (Habibi Asgarabad et al., 2024) juga menyoroti hubungan ADHD dengan kecemasan, yang memerlukan strategi pengurangan kecemasan, seperti mindfulness atau terapi bermain.

3. Strategi yang Digunakan

Guru di TK AL Khairaat telah menerapkan strategi aktivitas fisik terstruktur, seperti bermain dan bernyanyi, serta penguatan positif berupa pujian, sebagaimana disarankan oleh (Li et al., 2024) dan (Lukban et al., 2024). Namun, pelatihan tambahan diperlukan untuk mendukung keberlanjutan strategi ini. Kolaborasi antara guru, keluarga, dan tenaga kesehatan, sebagaimana disarankan (Bégin et al., 2024), dapat memperkuat efektivitas intervensi. Teknologi juga dapat menjadi solusi inovatif untuk siswa dengan hiperaktivitas. Menurut (Letts et al., 2024), teknologi berbasis gerak dapat meningkatkan partisipasi siswa. Selain itu, (Vera & Heineke, 2024) menekankan pentingnya pendekatan yang mempertimbangkan konteks sosial dan budaya siswa. Dengan pelatihan profesional, kolaborasi lintas disiplin, dan integrasi teknologi, strategi di TK AL Khairaat dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung.

UNTUK TEMANKU

24 November 2024 00:01:43 Dibaca : 34

Selamat malam bapak dekan fakultas ilmu pendididkan (FIP) malam minggu ini saya cukup bahagia karena malam ini mengahabiskan waktu bersama dia yang kusayangngi, malam ini juga saya ingin cerita tentang temanku yang sedang galau, disaat saya bahagia disisi lain dia temanku sedang galau namanya badi teruntuk temanku semoga kau baca tulisan ini berikut surat yang kutuliskan untukmu

Aku tahu, saat ini hatimu sedang diliputi kegelisahan dan kebingungan. Ketidakpastian dalam cinta memang sering kali menguras emosi dan membuat kita merasa tidak tenang. Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa perasaan ini wajar, dan kamu tidak sendirian. Ketika cinta terasa tidak pasti, ingatlah bahwa dirimu tetap berharga, tidak peduli apapun yang terjadi. Jangan biarkan dirimu merasa kecil hanya karena orang lain belum memberikan kejelasan atau perhatian yang kamu harapkan. Cinta yang sejati akan membuatmu merasa dihargai, diterima, dan tidak perlu meragukan tempatmu di hati seseorang.

Jika kamu merasa terjebak dalam situasi ini, luangkan waktu untuk menenangkan dirimu. Jangan buru-buru mengambil keputusan atau terlalu memaksakan sesuatu. Kadang, waktu adalah obat terbaik untuk memberikan kita perspektif baru. Gunakan momen ini untuk lebih mengenal dirimu sendiri, apa yang kamu butuhkan, dan apa yang pantas kamu terima. Jangan takut untuk berbicara jujur tentang perasaanmu, baik kepada orang itu maupun kepada dirimu sendiri. Jika mereka benar-benar peduli, mereka akan mendengarkan dan menghargai keberanianmu. Tetapi jika mereka terus membuatmu merasa ragu, mungkin ini saatnya untuk mempertimbangkan apa yang benar-benar baik untuk hatimu. Ketahuilah, cinta yang indah adalah yang membawa kebahagiaan dan kedamaian, bukan keraguan yang terus-menerus. Kamu berhak bahagia, dan kamu berhak mendapatkan cinta yang tulus.

Aku di sini untukmu, selalu. Jika kamu ingin berbicara, menangis, atau bahkan hanya duduk diam bersama, aku ada. Jangan ragu untuk meminta dukungan, karena kamu tidak harus menghadapi ini sendirian. Tetaplah kuat, dan ingat: hati yang baik seperti milikmu akan selalu menemukan cinta yang pantas.