Dalam era globalisasi, interaksi antarbudaya semakin intensif dan menciptakan tantangan baru dalam berbagai bidang, termasuk bimbingan dan konseling. Konseling lintas budaya menjadi suatu kebutuhan mendesak, mengingat keberagaman budaya yang ada di masyarakat. Perbedaan latar belakang budaya dapat memengaruhi nilai, pola pikir, dan perilaku individu, sehingga penting bagi konselor untuk memiliki pemahaman yang komprehensif tentang keragaman budaya dalam memberikan layanan konseling yang efektif.

Multikulturalisme, yang mencakup orientasi atau kebijakan yang menghargai dan mendukung keberagaman budaya, menjadi landasan dalam konseling lintas budaya. Pendekatan ini memungkinkan konselor untuk lebih peka dan responsif terhadap perbedaan budaya klien, sehingga dapat menciptakan hubungan konseling yang lebih inklusif dan saling menghargai. Konseling lintas budaya menekankan bahwa konselor dan klien, yang mungkin berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, perlu memahami dan mengakomodasi perbedaan tersebut untuk mencapai hasil yang positif dalam proses konseling Deliani,Kartini, dalam (Aprila et al., 2023)

Menurut Pedersen dalam Masruri (2016), konseling lintas budaya memiliki tiga aspek penting yang menggambarkan situasi konseling: ketika konselor dan klien memiliki latar belakang budaya yang berbeda dan konseling dilakukan dalam latar budaya klien; ketika konselor dan klien memiliki latar budaya berbeda dan konseling dilakukan dalam latar budaya konselor; dan ketika konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda serta konseling dilakukan di tempat yang berbeda pula. Dengan memahami kompleksitas ini, konselor dapat lebih efektif dalam mendampingi klien yang memiliki perspektif budaya yang beragam, sehingga dapat mengatasi hambatan budaya dan menciptakan layanan yang adaptif serta inklusif (Aprila et al., 2023).

DAFTAR PUSTAKA

Aprila, A., Suarni, N. K., & Dharsana, I. K. (2023). Individual counseling practice with solution-focused brief counseling in cross-cultural counseling. ProGCouns: Journal of Professionals in Guidance and Counseling, 4(2), 71–77. https://doi.org/10.21831/progcouns.v4i2.63667

 

DEAR KETUA ORMAWA

23 October 2024 01:05:06 Dibaca : 43

Menjadi Ketua Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) adalah peran penting yang diemban oleh seorang mahasiswa untuk memimpin dan mengarahkan organisasi kampus. Sebagai Ketua, tugas utamanya adalah menjaga agar organisasi tetap berpegang pada tujuan dasarnya, yaitu membentuk wadah bagi pengembangan diri anggota, baik dalam hal akademik maupun non-akademik. Seorang Ketua dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik, mendengarkan aspirasi anggota, dan menjaga keharmonisan internal organisasi. Selain itu, Ketua ORMAWA juga harus mampu mendistribusikan tugas dengan bijaksana dan melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan, sehingga organisasi dapat berfungsi secara kolaboratif. Di tengah hubungan yang akrab dengan anggota, Ketua tetap perlu menjaga profesionalisme agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Tantangan yang dihadapi selama masa kepemimpinan akan menjadi pelajaran berharga yang akan membentuknya menjadi pemimpin yang lebih matang.

Keseimbangan antara tugas organisasi dan tanggung jawab akademik juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang Ketua. Dengan manajemen waktu yang baik, Ketua dapat menjalankan keduanya secara seimbang tanpa mengorbankan salah satunya. Dalam menjalankan peran ini, Ketua harus menjadi inspirasi bagi anggota, tidak hanya sekadar memberikan arahan tetapi juga memberikan teladan yang baik. Di akhir masa jabatannya, seorang Ketua diharapkan telah meninggalkan warisan berupa fondasi yang kokoh bagi penerusnya, serta program-program berkelanjutan yang mendukung kemajuan organisasi. Posisi Ketua ORMAWA bersifat sementara, tetapi dampaknya akan tetap terasa dan meninggalkan jejak yang abadi di dalam organisasi.

Pedagogika adalah ilmu yang wajib dimiliki oleh seorang pendidik untuk mendukung keberhasilan dalam proses belajar-mengajar. Dengan pedagogika, pendidik dapat memahami teori-teori belajar yang beragam, seperti behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, yang menjadi dasar dalam merancang metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain itu, penguasaan manajemen kelas yang baik memungkinkan pendidik menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menjaga keteraturan kelas, dan membangun interaksi yang positif antara guru dan siswa. Pendidik juga dituntut untuk menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang bervariasi agar siswa tidak bosan serta termotivasi dalam belajar. Pendekatan diferensiasi, yang menyesuaikan materi pembelajaran dengan kemampuan masing-masing siswa, menjadi bagian penting dalam pedagogika, terutama untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapat perhatian dan kesempatan yang sama. Komunikasi yang efektif juga menjadi kunci penting dalam pedagogika, di mana pendidik harus mampu menyampaikan informasi dengan jelas, mendengarkan siswa dengan baik, dan memberikan umpan balik yang membangun. Di era teknologi, pendidik perlu memanfaatkan berbagai perangkat dan platform digital untuk memperkaya pengalaman belajar. Ini membantu menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif dan menarik bagi siswa. Selain itu, pendidik perlu memiliki kemampuan reflektif, yakni mengevaluasi diri sendiri serta pengajaran yang telah dilakukan untuk terus meningkatkan kualitas. Empati dan pemahaman emosional terhadap siswa juga tak kalah pentingnya, karena mendukung terciptanya suasana belajar yang nyaman, suportif, dan inklusif.

DEAR REKTOR UNG

23 October 2024 00:49:06 Dibaca : 30

Mahasiswa UNG menyampaikan harapan terkait peningkatan kualitas pendidikan dan fasilitas kampus. Kami berharap adanya perbaikan fasilitas, termasuk ruang kelas, laboratorium, dan akses internet yang lebih baik. Selain itu, program kesejahteraan mahasiswa, khususnya beasiswa dan layanan konseling, perlu diperhatikan agar mendukung perkembangan akademik dan mental mahasiswa. Kami juga menantikan peningkatan kualitas dosen serta kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Keterbukaan dalam dialog antara rektorat dan mahasiswa sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan produktif. Dukungan penuh terhadap organisasi mahasiswa juga diharapkan agar pengembangan soft skills dapat optimal. Melalui kolaborasi yang baik antara mahasiswa dan pihak kampus, UNG akan semakin maju dan kompetitif di masa depan.

 

saya sayang pak rektor

EMANG BOLEH Gibran Rakabuming Raka Jadi Wakil Presiden?

21 October 2024 19:23:37 Dibaca : 9

Membahas kelayakan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi wakil presiden Indonesia memang menarik, mengingat sejumlah faktor yang perlu diperhitungkan. Gibran, sebagai anak sulung Presiden Joko Widodo, sudah terlibat dalam dunia politik lewat jabatannya sebagai Wali Kota Solo. Meskipun usianya tergolong muda, ada pandangan yang menyatakan bahwa pengalaman politik yang dimilikinya, meskipun terbatas, tidak menghalangi Gibran untuk meraih posisi penting, termasuk sebagai wapres. Namun, muncul juga kritik terhadap langkah tersebut, dengan beberapa pihak menganggap pencalonan Gibran sebagai cawapres sebagai bentuk nepotisme, apalagi setelah Mahkamah Konstitusi mengubah aturan usia minimal untuk cawapres. Hal ini memunculkan keraguan mengenai apakah Gibran sudah cukup matang dan berpengalaman untuk menduduki posisi tinggi. Gibran sendiri mengungkapkan bahwa ia siap berperan lebih besar di tingkat nasional, meskipun ada sebagian yang meragukan kemampuannya saat ini. Dalam beberapa kesempatan, ia menegaskan kesiapan untuk mengemban tugas besar jika diberi kesempatan. Ini menunjukkan bahwa meski ada perbedaan pendapat, Gibran tetap menunjukkan tekad dan kepercayaan diri untuk melangkah lebih jauh dalam dunia politik. Masa depan politik Gibran di Indonesia sangat tergantung pada bagaimana masyarakat dan partai menilai kemampuan yang dimilikinya. Sebagai wali kota, ia membawa pengalaman yang tidak bisa diabaikan, namun banyak yang berharap ia bisa lebih matang sebelum mencapai jabatan yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, apakah Gibran pantas menjadi wapres sangat bergantung pada sudut pandang masing-masing pihak. Beberapa melihat usia dan pengalaman politiknya sebagai kurang memadai, sementara yang lain melihat ini sebagai peluang bagi generasi muda untuk memberi kontribusi besar dalam pemerintahan.