Menunggu Hati Alfi (Cerpen Fiksi)
Alfi adalah sosok laki-laki yang selalu tenang. Wajahnya tampan, tetapi bukan itu yang membuat Citra tertarik. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan, mungkin karena sikapnya yang selalu kalem dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal di sekitarnya. Citra tahu, sejak pertama kali bertemu Alfi di kampus, hatinya sudah tak bisa berpaling. Sayangnya, Alfi selalu tampak acuh tak acuh. Tidak pernah terlihat tertarik dengan siapapun termasuk dirinya. Citra tidak mudah menyerah. Sudah setahun ia terus mendekati Alfi, mencoba segala cara untuk menarik perhatiannya. Mulai dari mengirim pesan singkat, menawarkan bantuan dalam tugas kuliah, hingga mengajak Alfi untuk makan siang bersama. Namun, Alfi selalu menanggapinya dengan sikap yang sama: datar dan dingin. Jika orang lain mungkin akan lelah, tidak dengan Citra. Ia justru semakin penasaran.
Suatu sore di kafe langganan mereka, Citra memberanikan diri untuk bertanya langsung.
"Fi, kenapa kamu selalu cuek gitu, sih? Apa nggak ada satu pun cewek yang bisa bikin kamu tertarik?" tanyanya dengan nada setengah bercanda, meski hatinya berdebar.
Alfi hanya tersenyum tipis, seolah pertanyaan itu tidak penting.
"Bukan begitu, Cit," jawab Alfi pelan. "Aku cuma nggak mau terburu-buru dalam hal perasaan."
Citra mengerutkan kening. "Terburu-buru? Ini sudah setahun, lho."
Alfi menatap lurus ke depan, seolah memilih kata-kata dengan hati-hati. "Perasaan itu nggak bisa dipaksain. Kalau aku nggak merasa apa yang kamu rasain, aku nggak mau kasih harapan."
Kata-kata itu seperti pukulan keras bagi Citra. Tapi ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Walaupun begitu, Citra tetap berharap ada setitik harapan untuknya.
"Kamu nggak pernah kasih kesempatan buat aku, Fi. Gimana kamu tahu kalau kamu nggak suka aku?" Citra mencoba mempertahankan suaranya agar terdengar tenang, walau hatinya sedang berperang.
Alfi menghela napas panjang, lalu menoleh ke Citra. Untuk pertama kalinya, tatapan mata Alfi seolah mengisyaratkan sesuatu yang lebih dalam.
"Bukan soal kesempatan, Cit. Tapi aku harus yakin, dan sampai sekarang, aku belum yakin sama perasaanku."
Citra terdiam. Rasa kecewa bercampur dengan rasa lega. Setidaknya, Alfi jujur. Ia tahu perasaan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Namun, di sisi lain, ia merasa sudah cukup lama menunggu.
"Aku nggak akan berhenti sampai kamu yakin," kata Citra pelan, tapi tegas. "Aku akan terus ada sampai kamu tahu apa yang kamu rasakan."
Alfi tersenyum kecil, lalu berdiri. "Kalau memang itu yang kamu mau, Cit. Tapi jangan pernah kehilangan dirimu sendiri dalam proses itu."
Hari-hari berlalu, Citra tetap menunjukkan perhatiannya, tapi kali ini ia tidak memaksa. Dia membiarkan Alfi melihat ketulusannya tanpa terlalu mendesak. Citra mulai menemukan kebahagiaan dalam setiap interaksi kecil mereka, tanpa berharap lebih. Lambat laun, sesuatu berubah. Alfi mulai merespon lebih dari biasanya. Dia mulai mencari Citra, mengajak bicara lebih lama, dan bahkan mengirim pesan lebih dulu. Citra merasa ada harapan baru, namun ia tetap berhati-hati agar tidak terlalu terbawa perasaan. Suatu hari, saat mereka berjalan di taman setelah selesai kuliah, Alfi berhenti tiba-tiba dan menatap Citra.
"Cit, aku banyak berpikir selama ini," ucap Alfi dengan nada serius. "Kamu benar-benar tulus sama aku, dan aku melihat itu. Awalnya aku takut terlibat terlalu dalam, tapi sekarang aku yakin. Aku juga nggak mau kehilangan kamu."
Citra terdiam. Jantungnya berdebar kencang. Ini adalah momen yang sudah lama ia tunggu.
"Jadi...," Alfi melanjutkan sambil tersenyum tipis. "Aku mau kita coba, kalau kamu masih mau."
Air mata bahagia menggenang di mata Citra. "Tentu saja, Fi. Aku selalu mau."
Alfi meraih tangan Citra dengan lembut, sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Tangan mereka kini saling menggenggam, membawa perasaan hangat yang tak terucapkan.
Akhirnya, setelah perjalanan panjang yang penuh kesabaran dan harapan, Citra berhasil mendapatkan cinta Alfi—bukan dengan memaksa, tapi dengan ketulusan dan kesetiaannya. Alfi, yang awalnya tampak dingin dan sulit dijangkau, akhirnya membuka hatinya, membiarkan cinta masuk dengan cara yang alami. Mereka pun berjalan bersama, memulai kisah baru yang sebelumnya hanya ada dalam impian Citra, namun kini menjadi nyata.
Nantikan episode 2 yaa
Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Karakter Religius dan Sikap Kepemimpinan Siswa
Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Pengembangan Karakter Religius
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama (Safitri & Novirizka Hasan, 2018)
Adapun strategi layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan dalam mengembangkan karakter religius siswa adalah sebagai berikut:
1. Strategi Layanan Dasar Dalam strategi pengembangan nilai karakter melalui layanan dasar dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Pengumpulan need assessment (kebutuhan siswa) guna penyusunan program layanan bimbingan dan konseling dengan menyebarkan assessment baik berupa ITP (Inventori Tugas Perkembangan) dan DCM (Daftar Cek Masalah). Pada kedua instrument tersebut, selain aspek yang lain terdapat pertanyaan/pernyataan yang mengungkapkan kebutuhan siswa terkait aspek kehidupan beragama/religius. Dengan demikian, guru bimbingan dan konseling dapat mengetahui kebutuhan peserta didik dalam aspek religius dari kelima dimensinya yaitu keyakinan, peribadatan, penghayatan, pengetahuan dan pengalaman. Hal tersebut kemudian menjadi dasar dalam menentukan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
b) Layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok Pada dasarnya layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang sama, perbedaannya terletak pada jumlah sasaran peserta didik yang menerima layanan. Layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok diberikan setelah mengetahui kebutuhan siswa melalui pengumpulan need assesment. Pengembangan nilai karakter religius melalui layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan berdoa setiap awal kegiatan sebagai implikasi dari dimensi keyakinan, peribadatan dan penghayatan.
c) Pengelolaan media informasi Media informasi layanan bimbingan dan konseling dapat berupa papan bimbingan, leaflet, poster, buku saku dan media laiinya. Implementasi pengembangan nilai religius melalui media informasi dapat dilakukan dengan memuat nilai-nilai religius ke dalam media. Misalnya perintah tentang beribadah melalui poster dan materi religius melalui papan bimbingan.Strategi Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual.
2.Strategi Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual Layanan perencanaan individual dan peminatan sebagai layanan untuk merencanakan dan mempersiapkan masa depan peserta didik dengan memperhatikan potensi yang ada pada dirinya termasuk memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Strategi penguatan nilai karakter religius melalui layanan ini dengan menguatkan dimensi pengalaman agama. Dengan demikian, hal tersebut mendorong peserta didik untuk mengaplikasikan ajaran agama yang dianutnya dalam perencanaan masa depan dan peminatannya.
3.Strategi Layanan Responsif Layanan responsif merupakan layanan segera yang diberikan kepada peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan nilai karakter religius dapat diterapkan ke dalam strategi layanan responsif. Misalnya penekanan dimensi keyakinan agama dalam layanan konseling individu bagi peserta didik/konseli, atau dengan berdoa sebelum kegiatan layanan konseling kelompok dimulai sebagai implementasi dari aspek keyakinan, peribadatan dan penghayatan.
4.Strategi Dukungan Sistem Internalisasi nilai karakter religius dalam dukungan sistem misalnya penelitian guru BK tentang penerapan nilai religius siswa di sekolah atau melalui kegiatan parenting dengan tema “Cara Rasulullah Mendidik Anak”. Kemudian bentuk dukungan sistem yang lainnya adalah adanya kolaborasi antara guru BK dengan guru agama dan tokoh agama di lingkungan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan pemahaman karakter religius kepada siswa (Safitri & Novirizka Hasan, 2018).
Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Untuk Pengembangan Sikap Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi aktivitas orang lain atau sekelompok orang untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Pada hakikatnya, kepemimpinan memiliki unsur-unsur dalam menggerakkan, mempengaruhi, mengarahkan tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kemampuan aktif dalam membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan Bersama sama. (Safitri & Novirizka Hasan, 2018)
Strategi layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan sikap kepemimpinan bertujuan membantu individu memahami dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang efektif. Langkah awal dalam strategi ini adalah mengidentifikasi kebutuhan individu melalui asesmen seperti observasi, wawancara, atau angket. Dengan cara ini, konselor dapat memahami area mana yang memerlukan pengembangan, baik dalam hal kemampuan komunikasi, pengambilan keputusan, maupun kerja sama tim. Selanjutnya, konselor memberikan edukasi terkait konsep dasar kepemimpinan dan pentingnya sikap kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, konselor merancang program latihan yang melibatkan pengembangan keterampilan kepemimpinan, seperti simulasi pengambilan keputusan, manajemen konflik, kerja kelompok, dan cara memotivasi orang lain. Di samping itu, konselor memberikan dukungan emosional dan motivasi yang berkelanjutan, karena pengembangan sikap kepemimpinan sering kali membutuhkan keberanian dan rasa percaya diri yang kuat. Layanan konseling diberikan baik secara individu maupun kelompok, sesuai kebutuhan, di mana konseling kelompok memungkinkan individu belajar dari pengalaman orang lain, sedangkan konseling individu lebih fokus pada permasalahan personal.
Setelah program selesai, konselor melakukan evaluasi untuk mengetahui efektivitas pengembangan sikap kepemimpinan. Evaluasi ini juga diikuti oleh tindak lanjut secara berkala untuk memantau perkembangan lebih lanjut dan memberikan dukungan tambahan jika diperlukan. Strategi ini diharapkan dapat membantu individu mengembangkan sikap kepemimpinan secara menyeluruh, baik di lingkungan sekolah, komunitas, maupun organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Nugraha, A. (2017). Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Untuk Pengembangan Sikap Kepemimpinan Siswa. Prosiding Seminar Nasional, 2, 59–60. http://www.seminar.uad.ac.id/index.php/snbkuad/article/view/60/65
Safitri, N. E., & Novirizka Hasan, S. U. (2018). Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Pengembangan Nilai Karakter Religius. JURKAM: Jurnal Konseling Andi Matappa, 2(1), 19. https://doi.org/10.31100/jurkam.v2i1.64
Bimbingan dan Konseling: Definisi, Ilmu, dan Perkembangannya di Indonesia
Definisi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses membantu seseorang dalam menentukan pilihan yang penting yang mempengaruhi kehidupannya Gladding, (Habsy, 2017). Bimbingan dapat dilihat dalam bentuk kegiatan membantu siswa membuat keputusan tentang pendidikan yang akan diambilnya atau kejuruan yang diharapkannya. Makna Konseling menurut the American Counseling Association (ACA) Gladding (Habsy, 2017) konseling adalah penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental, perkembangan psikologis atau manusia, melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau sistemik, dan strategi yang mencanangkan kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau perkembangan karir, dan juga patologi. Definisi ini dikemukakan untuk mencoba dan memenuhi kebutuhan berbagai tipe dan gaya konseling yang dipraktekkan oleh anggota ACA. Unsur-unsur definisi tersebut sangat penting untuk difahami.
Menurut Prayitno (Kamaluddin, 2011), bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku.
Bimbingan dan Konseling Sebagai Ilmu
Bimbingan dan Konseling merupakan suatu ilmu berusaha memfasiltasi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Menurut Hepner, Wampold, & Kivlinghan (Habsy, 2017) suatu profesi yang bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perubahan positif pada individu harus didasarkan pada pengetahuan yang ada pada sebuah realitas di luar keyakinan pribadi penyandang profesi dan prasangka. Oleh karena itu, sejumlah metode ilmiah dikembangkan untuk membuat pengetahuan tersebut. Ilmu memainkan peran penting dalam pengembangan pengetahuan sebagai dasar bagi profesi Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan Konseling sebagai ilmu menerima kontribusi yang besar, baik dari filsafat maupun dari ilmu sosial dasar lainnya. Yang dimaksud dengan ilmu sosial dasar itu meliputi: sosiologi, antropologi, psikologi, dan psikologi sosial. Kontribusi serta peranan filsafat dalam pengembangan dan pemikiran ilmu Bimbingan dan Konseling merupakan rujukan dasar bagi ilmu Bimbingan dan Konseling, yaitu sebagai sumber tolok ukur dalam memilih unsur-unsur dari ilmu sosial dasar dalam upaya memecahkan masalah Bimbingan dan Konseling.
Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Perkembangan BK di Indonesia mulai tumbuh dan dikenal layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah, fokus layanan lebih ditekankan pada penanganan permasalahan siswa, terutama menyangkut perilaku disiplin sekolah. Bimbingan dan Konseling dilakukan secara sporadik, oleh guru tanpa latar belakang BK. Upaya mempersiapkan dan memenuhi tenaga profesional di bidang Bimbingan dan Konseling dilakukan dengan: (1) Membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan pada tahun 1964 di Universitas Negeri Malang dan Universitas Pendidikan Indonesia, (2) Penyiapan tenaga ahli dan profesional dalam bidang BK Lembaga Pendidikan Post Doktoral IKIP pada tahun 70-an, program ini menyiapkan para calon Magister dan Doktoral Bimbingan dan Konseling, (3) Pada tahun 1995, Sertifikasi tes bagi konselor telah diawali pada tahun 1995 di Universitas Negeri Malang, dan (4) Pada tahun 1999/2000, mulai dirintis Pendidikan Profesi Konselor di Universitas Negeri Padang.
Sejalan dengan perkembangan Bimbingan dan Konseling pengakuan legal atas eksistensi konselor di Indonesia ditetapkannya UU no 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat (6) dinyatakan bahwa konselor sebagai salah satu kualifikasi pendidik. Perubahan pada tahun 2014 dibarengi dengan munculnya Permendikbud nomor 111 tahun 2014 memberikan penegasan pada profesi Guru BK adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal S1 bimbingan dan konseling dan memiliki kompetensi di bidang bimbingan dan konseling, Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling yang telah lulus Pendidikan Profesi Konselor dengan gelar (Kons). Program Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor (PPGBK/K) menghasilkan tenaga pendidik profesional dalam bidang Bimbingan dan Konseling/ Konselor. Kurikulum Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling sama dengan kurikulum pendidikan profesi konselor, dengan demikian lulusan program PPGBK/K menghasilkan pendidik profesional dalam bidang bimbingan dan konseling yang disebut konselor atau guru bimbingan dan konseling yang dianugerahi gelar Gr.Kons (Permendikbud tahun 2014 nomor 111: 3).
DAFTAR PUSTAKA
Habsy, B. A. (2017). Filosofi Ilmu Bimbingan Dan Konseling Indonesia. Jurnal Pendidikan (Teori Dan Praktik), 2(1), 1. https://doi.org/10.26740/jp.v2n1.p1-11
Kamaluddin, H. (2011). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(4), 447–454. https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i4.40
PUISI JEJAK YANG TERTINGGAL
PUISI JEJAK YANG TERTINGGAL
Ada hujan yang jatuh malam ini, Seperti kenangan yang tak ingin pergi. Cici duduk, merangkul sunyi, Di sudut ruang, tempat rindu bersemi.
Koko di kejauhan, menyesap kopi, Di kafe yang dulu jadi saksi, Percakapan manis, tawa tak henti, Kini hanya sunyi yang mengganti.
Tiga tahun, waktu yang tak sebentar, Mengukir cerita, menanam sadar. Namun cinta kadang tak mampu menakar, Jarak hati yang makin memudar.
Mereka berdua terpisah bukan karena benci, Hanya karena hidup membawa pergi. Pertengkaran kecil yang tak lagi sembunyi, Kini menjadi jurang yang tak terlewati.
Cici bertanya, "Mengapa begini?" Sementara Koko terdiam, terjebak sepi. Di antara rintik hujan yang tak bertepi, Ada sisa cinta yang tak tersentuh lagi.
Waktu mungkin akan menghapus luka, Namun jejak kenangan akan tetap ada. Di setiap langkah yang mereka bawa, Ada perasaan yang tak sepenuhnya reda.
Malam ini, hujan tetap setia, Mengiringi kisah yang tinggal cerita. Dan di hati mereka, meski tak bersama, Cinta itu masih, meski tak berbicara.
Jejak yang Tertinggal (CERPEN)
Malam itu, hujan turun deras di luar jendela kamar. Cici duduk di sudut tempat tidurnya, memeluk bantal erat-erat. Pikirannya melayang pada kenangan-kenangan yang pernah ia lalui bersama Koko, mantan kekasih yang baru saja mengakhiri hubungan mereka beberapa hari yang lalu. Mereka berdua sudah bersama selama tiga tahun. Semua kenangan itu, dari tawa hingga air mata, seperti film yang berputar dalam pikirannya. Cici masih bisa merasakan hangatnya genggaman tangan Koko, cara dia tersenyum saat mereka saling bertukar pandang, dan bagaimana suara tawanya mengisi hari-harinya. Tapi sekarang, semuanya hanya bayangan masa lalu. "Kenapa semuanya jadi seperti ini?" gumam Cici, menatap foto mereka berdua yang masih terpajang di meja sebelah tempat tidur. Dalam foto itu, mereka terlihat bahagia, berlibur di pantai, dengan matahari terbenam di belakang mereka. Seolah-olah tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Namun kenyataannya, sesuatu telah berubah di antara mereka. Perbedaan kecil yang dulu dianggap sepele kini menjadi jurang yang memisahkan hati mereka. Koko mulai sibuk dengan pekerjaannya, dan Cici merasa terabaikan. Pertengkaran kecil yang tadinya bisa mereka selesaikan dengan tawa, perlahan menjadi besar dan tak terhindarkan. "Aku masih sayang sama dia," bisik Cici pada dirinya sendiri, meskipun ia tahu dalam hatinya bahwa cinta saja kadang tidak cukup untuk mempertahankan hubungan.
Di sisi lain kota, Koko duduk sendirian di sebuah kafe yang biasa mereka kunjungi. Tangannya memegang cangkir kopi, tapi pikirannya melayang pada sosok Cici. Ia tahu bahwa perpisahan itu adalah keputusan yang sulit, tapi dia merasa itu adalah yang terbaik untuk mereka berdua. Ada rasa bersalah yang tak bisa ia singkirkan, meskipun ia yakin itu adalah hal yang benar. "Apakah dia baik-baik saja?" pikir Koko, mengaduk kopinya dengan perasaan tak menentu. Ia mengingat momen-momen manis mereka, dari obrolan panjang hingga perjalanan spontan ke tempat-tempat yang selalu membuat Cici tertawa. Tapi seiring berjalannya waktu, mereka berdua semakin jarang tertawa bersama. Ketika Cici meminta waktu untuk berbicara, Koko tahu arah pembicaraan itu. Keduanya tahu bahwa hubungan mereka sudah tidak lagi seperti dulu. Dan meskipun sulit, mereka sepakat untuk berpisah. Namun, perpisahan itu tidak serta merta menghapus perasaan yang mereka miliki. Masih ada cinta di sana, meskipun terbungkus dalam kepedihan. Cici menatap langit-langit, berharap semua perasaan ini bisa segera hilang. Tapi ia juga tahu bahwa melupakan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya tidak akan semudah itu. "Aku butuh waktu," pikirnya, sambil menarik napas dalam-dalam.
Di luar, hujan masih turun. Hujan yang sama yang dulu sering mereka nikmati bersama, kini menjadi saksi perpisahan mereka. Hujan yang menutupi air mata Cici dan Koko, meski mereka berada di tempat yang berbeda. Waktu akan menyembuhkan luka mereka, meskipun jejak kenangan itu akan selalu ada. Dan mungkin suatu hari nanti, mereka akan kembali tersenyum saat mengingat semua ini, meski kini, yang tersisa hanya rasa kehilangan.