MABA ADALAH INCARAN ZINA
Mohamad Riadi Muslim
Masuk ke dunia perkuliahan adalah langkah penting dalam hidup seorang mahasiswa baru. Namun, fase transisi ini juga membawa berbagai tantangan, termasuk tekanan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Salah satu isu yang semakin mencuat adalah meningkatnya pergaulan bebas yang mengarah pada perilaku zina di kalangan mahasiswa baru. Mahasiswa baru sering kali menjadi kelompok yang rentan terhadap pengaruh buruk, termasuk pergaulan bebas yang mengarah pada perbuatan zina. Sebagai individu yang masih dalam proses adaptasi di lingkungan kampus, mereka menghadapi berbagai tantangan, termasuk tekanan sosial dari teman sebaya dan godaan untuk terlibat dalam aktivitas yang melanggar norma. Minimnya pengalaman, serta kurangnya pemahaman akan risiko dan dampak dari pergaulan bebas, membuat mahasiswa baru mudah menjadi sasaran pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Situasi ini diperburuk dengan longgarnya pengawasan di lingkungan perguruan tinggi, di mana kebebasan yang baru dirasakan sering kali disalahgunakan. Salah satu kelompok yang tak bertanggungjawab adalah Kakak tingkat yang tahu hanya memanfaatkan, lalu habis manis sepah dibuang, kakak tingkat yang sudah melirik, mencari yang rupawan, untuk dijadikan mangsa hawa nafsunya. Ini bukan hanya tentang kakak tingkat, tapi juga pengaruh teman setingkat membahayakan dan mengkhawatirkan. ratusan maba berkumpul dan berkenalan dengan latar berbeda, takutnya, latar kepolosan dan keimanan ditelan habis oleh latar kemaksiatan. Maba yang takut kepada kakak tingkat, akhirnya bersedia dijadikan pacar, bersedia menurut dan tertunduk. Sebab merasa sendiri dan terbantu selama di ranah perkuliahan, yang awalnya zina terpaksa, hingga menjadi kebutuhan.Kuliah yang digadang mendidik diri, alih-alih terdidik, malah menjadi lusuh oleh kerusakan,
Maba yang dibanggakan orang tuanya, harapan gurunya dan dielu-elukan selesai dengan baik, Malah pulang dengan iman yang berantakan, ilmu yang terbengkalai dan kehormatan yang tercabik-cabik.Kuliah adalah sarana mematangkan diri, bukan mematangkan kemaksiatan. Kuliah sarana agar terdidik bukan malah menjadikan diri semakin tak bermoral.Apapun yang kau cari di ranah kuliah akan kau dapatkan, entah ranah kebaikan, ketaatan atau ranah keburukan dan kemaksiatan. Kau akan dipertemukan dengan ruh terkuatmu, jika niatmu baik, kau akan bertemu orang-orang baik dan menjaga. Pun sebaliknya.
Kesimpulannya adalah bahwa masuk ke dunia perkuliahan merupakan langkah penting bagi mahasiswa baru, namun mereka juga menghadapi berbagai tantangan, terutama tekanan sosial yang dapat menyebabkan perilaku menyimpang, seperti pergaulan bebas dan zina. Mahasiswa baru, yang rentan dan dalam proses adaptasi, sering kali terpengaruh oleh kakak tingkat dan teman sebaya yang tidak bertanggung jawab. Minimnya pengalaman dan pemahaman tentang risiko membuat mereka mudah terjebak dalam situasi berbahaya. Dalam kondisi ini, perkuliahan yang seharusnya menjadi sarana untuk mendewasakan diri malah berpotensi merusak moral dan kehormatan mereka. Oleh karena itu, niat dan lingkungan yang baik sangat penting untuk membentuk karakter dan menjaga diri dari pengaruh negatif.
FENOMENA AYAM KAMPUS DIGORONTALO
Mohamad Riadi Muslim
Kematangan seksual remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Adanya dorongandorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis kelaminnya, berdampak pada perilaku remaja yang mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Dalam rangka mencari pengetahuan mengenai seks, ada remaja yang melakukannya secara terbuka bahkan mulai mencoba melakukan eksperimen dalam kehidupan seksualnya, misal berciuman atau bercumbu Sarwono,(Rimawati, 2010).
Fenomena ayam kampus ini muncul sebagai salah satu dampak dari tekanan ekonomi dan gaya hidup modern, di mana beberapa mahasiswa merasa perlu mencari cara cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup atau standar gaya hidup yang tinggi. Di Gorontalo, seperti di daerah lain di Indonesia, fenomena ini dianggap sebagai masalah sosial yang meresahkan, karena tidak hanya merusak citra mahasiswa secara umum, tetapi juga dapat memengaruhi reputasi institusi pendidikan. Selain itu, adanya ketidakpedulian masyarakat dan kurangnya pengawasan serta dukungan sosial bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial turut memperparah fenomena ini. Pada akhirnya, persoalan ayam kampus ini membutuhkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk keluarga, institusi pendidikan, dan pemerintah, untuk mengedukasi dan memberikan solusi alternatif yang lebih positif bagi para mahasiswa yang mungkin rentan terhadap godaan tersebut. Fenomena ayam kampus di Gorontalo merupakan isu sosial yang belum memiliki data pasti terkait jumlah kasus atau mahasiswa yang terlibat. Namun, fenomena ini kerap kali menjadi sorotan di kalangan masyarakat dan media lokal. Banyak kasus yang diungkap secara tersirat melalui cerita atau laporan dari masyarakat setempat, namun minim bukti konkret dan pendataan resmi. Namun kita bisa melihat penelitian dari LPM Manunggal UNDIP yang menunjukkan bahwa fenomena ‘ayam kampus’ juga ada di Kota Semarang, dimana beberapa faktor yang menyebabkan ’ayam kampus’ menjadi alasan atau penyebab menjadi ‘ayam kampus’, disebutkan bahwa penyebab terbesar adalah ekonomi (47%), 22,6% karena gaya hidup, 21,8% karena pengaruh lingkungan pergaulan, 6% untuk kepuasan pribadi dan hanya 2,6% menyatakan untuk prestige (Rimawati, 2010).
Kesimpulannya, fenomena ayam kampus di Gorontalo merupakan gambaran dari adanya tekanan sosial dan ekonomi yang dialami sebagian mahasiswa, yang kemudian mencari solusi cepat melalui tindakan yang tidak sesuai dengan norma masyarakat. Meski sulit untuk mendapatkan data yang akurat terkait jumlah mahasiswa yang terlibat, fenomena ini sering menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat dan dianggap merusak citra lembaga pendidikan. Perlu diakui bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di Gorontalo, melainkan juga di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan adanya tantangan dalam sistem pendidikan dan lingkungan sosial yang memungkinkan mahasiswa, terutama mereka yang menghadapi tekanan finansial, untuk mengambil jalan pintas yang berpotensi merugikan diri sendiri. Upaya pencegahan fenomena ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Pertama, pendidikan moral dan nilai-nilai agama harus lebih diutamakan untuk membekali mahasiswa dengan prinsip yang kuat dalam menghadapi godaan ekonomi. Kedua, peran bimbingan konseling di perguruan tinggi harus diperkuat, dengan memberikan dukungan emosional dan solusi nyata bagi mahasiswa yang menghadapi kesulitan. Ketiga, pemerintah dan institusi pendidikan perlu menawarkan bantuan finansial yang memadai untuk mahasiswa yang benar-benar membutuhkan, sehingga mereka tidak tergoda untuk terlibat dalam praktik yang tidak sesuai dengan etika dan moral. Dengan kerja sama yang solid antara keluarga, institusi pendidikan, pemerintah, serta masyarakat, diharapkan fenomena ayam kampus ini bisa diminimalisir. Pendekatan yang berbasis pada pendidikan karakter, dukungan finansial, dan bimbingan moral akan membantu menciptakan lingkungan akademik yang sehat dan mencegah mahasiswa dari perilaku yang merugikan masa depan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Rimawati, E. (2010). Fenomena Perilaku Seksual “AYAM KAMPUS” DI KOTA SEMARANG. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia
PENGHARGAAN DIRI DALAM HUBUNGAN: ANALISIS LAGU 'HARGAI AKU' ARMADA DAN RELEVANSINYA DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Mohamad Riadi Muslim
Lagu "Hargai Aku" karya Armada mengangkat tema tentang pentingnya penghargaan dalam sebuah hubungan. Lirik-liriknya mengungkapkan perasaan kecewa dan frustrasi seseorang yang merasa tidak dihargai oleh pasangannya. Dalam lagu ini, vokalis mengekspresikan permintaan sederhana namun mendalam untuk diperlakukan dengan respek dan penghormatan yang layak. Melalui penggunaan kata-kata yang penuh emosi, lagu ini menyuarakan kepedihan hati yang terabaikan serta harapan untuk mendapatkan pengakuan dan pengertian. Musiknya yang melodius berpadu dengan lirik emosional, menciptakan suasana yang menyentuh dan menggugah perasaan pendengarnya.
Lagu tersebut dapat dikaitkan dengan bimbingan dan konseling, terutama dalam aspek penghargaan terhadap diri sendiri dan hubungan interpersonal yang sehat. Dalam konteks bimbingan dan konseling, tema lagu ini menggambarkan kebutuhan klien untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain, yang sering kali menjadi permasalahan dalam dinamika hubungan. Bimbingan dan konseling dapat membantu individu dalam memahami pentingnya harga diri dan bagaimana menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan, termasuk mengajarkan keterampilan komunikasi yang efektif untuk mengungkapkan perasaan dan harapan. Melalui konseling, seseorang dapat diajak merefleksikan apakah mereka menerima perlakuan yang sesuai dengan nilai-nilai mereka dan bagaimana cara mengatasi situasi ketika merasa tidak dihargai, seperti yang diungkapkan dalam lirik lagu ini. Proses ini bertujuan untuk membantu individu membangun relasi yang lebih sehat dan bermartabat, sesuai dengan kebutuhan emosional dan psikologis mereka.
Hubungan Mahasiswa dan Dosen: Analisis Hambatan dan Manfaat dalam Pengembangan Akademik dan Profesional
Mohamad Riadi Muslim
Mahasiswa adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu mahasiswa mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya, mahasiswa tidak bisa hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, oleh karena itu mahsiswa juga disebut sebagai makhluk sosial. Dalam berinteraksi dengan orang lain tidak jarang muncul perbedaan pendapat yang memicu konflik antar individu. Selain itu, kebutuhan-kebutuhan akan bertambah seiring dengan perkembangan seorang individu (Hulukati & Djibran, 2018). Pengeritan mahasiswa menurut Knopfemacher (Kurniawati & Baroroh, 2016) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual
Namun diera sekarang banyak mahasiswa yang cenderung menjaga jarak dengan dosen kareana bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari rasa canggung atau malu yang dialami oleh mahasiswa dalam berinteraksi dengan otoritas akademik, hingga ketakutan akan dianggap tidak kompeten atau dinilai secara negatif apabila terlalu sering berkomunikasi dengan dosen. Selain itu, perbedaan usia dan gaya komunikasi antara mahasiswa dan dosen sering kali menjadi penghalang dalam menciptakan hubungan yang lebih akrab, di mana mahasiswa merasa bahwa dosen berada pada posisi yang jauh lebih tinggi sehingga sulit untuk didekati. Kurangnya inisiatif dari mahasiswa untuk menjalin hubungan yang lebih personal dengan dosen ini juga sering kali diperparah oleh kesibukan dosen sendiri yang terkadang terlihat terlalu sibuk atau sulit diakses, sehingga mahasiswa enggan untuk mengganggu atau merasa tidak pantas untuk meminta waktu. Akibatnya, mahasiswa mungkin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bimbingan akademik yang lebih mendalam, arahan yang lebih spesifik dalam mengerjakan tugas atau penelitian, serta dukungan emosional yang sebenarnya sangat penting untuk membantu mereka menghadapi tantangan selama masa studi di perguruan tinggi.
Manfaat dekat dengan dosen menurut saya adalah mahasiswa dapat lebih mudah memperoleh bimbingan akademik yang tepat, seperti arahan dalam pengerjaan tugas, penelitian, atau bahkan proyek akhir. Selain itu, dosen juga dapat memberikan dukungan moral yang sangat dibutuhkan saat mahasiswa mengalami kesulitan, baik dalam hal akademis maupun masalah pribadi. Tidak hanya itu, kedekatan ini juga membuka peluang bagi mahasiswa untuk terlibat dalam berbagai riset dan proyek yang sedang dijalankan oleh dosen, sehingga menambah pengalaman dan memperkaya portofolio. Hubungan baik dengan dosen juga sangat bermanfaat dalam hal pengembangan karir, karena dosen dapat memberikan surat rekomendasi yang lebih personal dan meyakinkan untuk melanjutkan studi atau mencari pekerjaan.
Selain manfaat akademik, dosen juga bisa menjadi mentor yang membantu mahasiswa mengembangkan karakter dan sikap profesional yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Melalui dosen, mahasiswa juga bisa memperluas jaringan mereka dengan mengenal lebih banyak orang yang berpengaruh di bidang studi mereka. Oleh karena itu, menjaga hubungan yang baik dan profesional dengan dosen merupakan langkah strategis untuk memaksimalkan pengalaman selama kuliah.
Daftar Pustaka
Hulukati, W., & Djibran, M. R. (2018). Analisis Tugas Perkembangan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo. Bikotetik (Bimbingan Dan Konseling Teori Dan Praktik), 2(1), 73. https://doi.org/10.26740/bikotetik.v2n1.p73-80
Kurniawati, J., & Baroroh, S. (2016). Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurnal Komunikator, 8(2), 51–66. https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrjbwLmv_NiIYcJ9B1XNyoA;_ylu=Y29sbwNncTEEcG9zAzEEdnRpZANEMTEyNV8xBHNlYwNzcg--/RV=2/RE=1660170343/RO=10/RU=https%3A%2F%2Fjournal.umy.ac.id%2Findex.php%2Fjkm%2Farticle%2Fview%2F2069/RK=2/RS=81QU2oK5sxo7ghZTIsrFj4EtGCI-
KONSEP DASAR TEORI HOLLAND SERTA BEBERAPA KARAKTERISTIK
Konsep Dasar Teori Holland
Pertama kali diusulkan pada tahun 1959, teori Holland dikonseptualisasikan sebagai teori sifat dan faktor dan "tetap dalam tradisi psikologi diferensial". Awalnya diusulkan sebagai teori pilihan kejuruan, teori Holland's baru-baru ini berjudul "teori kepribadian kejuruan dan lingkungan kerja" untuk mencerminkan penyempurnaan teoritis. Secara signifikan, karya Holland telah mempengaruhi perkembangan persediaan minat, penilaian karir, klasifikasi informasi pekerjaan, dan konseling karir. (Amalianita & Putri, 2019)
Penerapan teori pilihan karir Holland melibatkan penilaian individu dalam hal dua atau tiga tipe kepribadian yang menonjol dan kemudian mencocokkan tipe masing-masing dengan aspek lingkungan dari karir potensial. Teori ini memprediksi bahwa semakin tinggi derajat kesesuaian antara karakteristik individu dan pekerjaan, semakin baik potensi untuk hasil positif terkait karir, termasuk kepuasan, kegigihan, dan prestasi.(Amalianita & Putri, 2019)
Teori pilihan karir John Holland (RIASEC) menyatakan bahwa dalam memilih karir, orang lebih suka pekerjaan di mana mereka bisa berada di sekitar orang lain yang seperti mereka. Mereka mencari lingkungan yang akan memungkinkan mereka menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka, dan mengekspresikan sikap dan nilai-nilai mereka, sambil mengambil masalah dan peran yang menyenangkan. Perilaku ditentukanoleh interaksi antara kepribadian dan lingkungan. (Amalianita & Putri, 2019)
Menurut Holland beberapa karakteristik teori pilihan karir John Holland (Amalianita & Putri, 2019) adalah:
- Setiap orang adalah satu dari enam tipe kepribadian: Realistis, Investigatif, Artistik, Sosial, Enterprising, dan Konvensional. Beberapa menyebut ini sebagai Kode Holland atau RIASEC.
- Orang-orang dari tipe kepribadian yang sama yang bekerja bersama menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan tipenya. Misalnya, ketika orang Artistik bersama dalam suatu pekerjaan, mereka menciptakan lingkungan kerja yang menghargai pemikiran dan perilaku kreatif - lingkungan Artistik.
- Orang mencari lingkungan di mana mereka dapat menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan mengekspresikan nilai dan sikap mereka. Misalnya, tipe Investigative mencari lingkungan Investigative Jenis artistik mencari lingkungan Artistik, dan sebagainya.
- Orang yang memilih untuk bekerja di lingkungan yang mirip dengan tipe kepribadiannya lebih mungkin berhasil dan puas. Misalnya, orang Artistik lebih mungkin berhasil dan puas jika mereka memilih pekerjaan yang memiliki lingkungan Artistik, seperti memilih untuk menjadi guru tari di sekolah menari - lingkungan "didominasi" oleh orang-orang tipe Artistik di mana kemampuan kreatif dan ekspresi sangat dihargai. (Amalianita & Putri, 2019)
DAFTAR PUSTAKA
Amalianita, B., & Putri, Y. E. (2019). Perspektif Holland Theory serta Aplikasinya dalam Bimbingan dan Konseling Karir. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 4(2), 63–70. https://doi.org/10.29210/3003490000
Kategori
- Masih Kosong